Anda di halaman 1dari 5

1. Tidak lama ini pernah terjadi kasus peretasan data pada beberapa instansi pemerintah.

Kasus ini menjadi viral dan heboh di dunia netizen, namun tidak di daerah pedesaan atau
beberapa kalangan masyarakat. Terkait hal ini, analisa mengapa terjadi ketimpangan kondisi
tersebut? Dan bagaimana issue tersebut tiba-tiba menghilang demikian juga dengan
kepoluleran siperetas?
Ketimpangan tersebut bisa terjadi karena wilayah pedesaan dan perkotaan merupakan 2
wilayah yang berbeda. Di daerah perkotaan, masyarakat cepat mendapatkan informasi dari
internet karena terdapat banyak sumber yang valid dan menjadi heboh di kalangan
masyarakat khususnya di dunia maya. Sedangkan di daerah pedesaan terbatasnya akses
jaringan dan listrik yang memungkinkan masyarakat desa kurang mendapat informasi
dengan cepat yang lain halnya dengan di daerah perkotaan yang sudah canggih dalam
berbagai bidang khususnya di jaringan internet. Kasus peretasan menjadi viral dan heboh
karena kasus tersebut merupakan kasus yang sangat berbahaya. Peretasan bisa terjadi
karena si hacker atau peretas ingin mencuri data untuk keperluan pribadi mereka dan tidak
lain juga untuk kepopuleran mereka karena bisa meretas. Issue tersebut bisa menghilang
lantaran hanya viral dan heboh sesaat saja, tanpa adanya masyarakat yang menggoreng
issue tersebut hingga lama, kepopuleran si peretas pun juga ikut menghilang karena si
peretas hanya meretas.
2. Buat pendahuluan dengan memuat minimal 7 referensi dengan citation style APA dengan
topik "Kemampuan literasi digital masyarakat Indonesia"
Penggunaan Aplikasi WhatsApp Sebagai Media Literasi Digital Bagi Siswa
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Media sosial sudah menjadi bagian hidup dari masyarakat di dunia, khususnya di
Indonesia. Penggunaan media sosial makin hari makin meningkat karena perkembangan dan
inovasi digital saat ini. Media sosial menjadi salah satu kebutuhan pokok digital masyarakat
di Indonesia. Media sosial terdiri dari WhatApp, Instagram, Facebook, Line, dan
sebagainya.Pengguna internet di Indonesia sangat banyak, dan berdampak pada
penggunaan sosial media. Seperti yang dijelaskan oleh Watie muncul dan berkembangnya
internet membawa cara komunikasi baru di masyarakat. Media sosial hadir dan merubah
paradigma berkomunikasi di masyarakat saat ini. Kita bisa mengetahui aktivitas orang lain
melalui media sosial, sementara tidak mengenal dan belum pernah bertemu secara tatap
muka atau berada di luar jaringan dengan orang tersebut.Dari beberapa pendapat di atas
dapat diambil simpulan bahwa media sosial tidak mengenal ruang dan waktu, memudahkan
berkomunikasi dengan orang yang berada di jauh. Media sosial bisa memfasilitasi kita
sebagai pengguna media sosial, sehingga kita bisa tahu siapa pun, walapun kita tidak
mengenalnya. Salah satu yang terkena dampak dari penggunaan media sosial adalah
siswa. Siswa pada saat ini sudah banyak yang mempunyai media sosial berupa
WhatsApp, Instagram, Facebook, Youtube dan sebagainya. Penggunaan media sosial dari
siswa tersebut hanya sebatas untuk berkomunikasi dengan teman-teman yang lain
saja. Media sosial terutamaWhatsApp, memiliki fitur grup, sehingga setiap penggunanya
termasuk siswa dapat mengirim pesan secara langsung pada anggota grup dengan
menggunakan berbagai ragam bahasa. Namun, siswa hanya memanfaatkan penggunaan
bahasa sebatas lingkungan pergaulan terdekat saja. Siswa seringkali tidak menganggap
penting penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar tersebut. Kegiatan berbahasa
Indonesia yang lain semacam membaca, menulis, maupun mendengarkan juga tidak terlalu
memberikan efek yang signifikan terhadap kemampuan literasi siswa melalui media sosial
WhatsApp. Pemahaman terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar bagi
perkembangan literasi siswa masih kurang. Maka dari itu, pentingnya penelitian ini adalah
untuk mengetahui penggunaan WhatsApp sebagai media literasi digital siswa dan
kemampuan literasi digital siswa dilihat dari kemampuan berbahasa. (Sahidillah &
Miftahurrisqi, 2019) Literasi digital ialah kesanggupan atau kompetensi untuk mencerna dan
mempelajari suatu berita berbasis komputer . Ini dimaknai juga sebagai pengetahuan
tentang mendapatkan informasi dari banyak hal dan dari mana saja. Tujuan literasi digital
ialah mengkritisi setiap informasi yang diperoleh serta memeriksa suatu berita yang belum
terbukti kebenarannya. Banyak penelitian dilakukan mengenai dampak negative berita
bohong dan penyebarannya. Satgas penindak hoaks dan sosialisasi yang dilakukan oleh
pemerintah belum cukup untuk mengalahkan oknum-oknum yang menyebarkan berita
bohong untuk tujuan tertentu.(Peran Literasi Digital Untuk Mencegah Penyebaran Hoaks Bagi
Masyarakat Indonesia | Journal of Education and Technology, n.d.)Media sosial seperti Facebook,
Twitter, Instagram, Snapchat, atau Whatsapp adalah tempat dimana gosip, breaking news,
dan informasi yang sedang ramai dibicarakan khalayak cepat menyebar. Facebook sendiri
memiliki 1,55 milyar pengguna aktif pada 2016, yang setiap penggunanya menghabiskan
paling tidak 20 menit per hari untuk membaca informasi terbaru pada lini masa mereka.
Lebih jauh, populasi pengguna ini akan terus meningkat, hingga diprediksi pengguna aktif
media sosial di seluruh dunia akan mencapai 2,72 milyar pada 2029, sekitar sepertiga dari
populasi dunia (Roese, 2018:314). Hari ini, media sosial lebih berfungsi sebagai tempat
pertemuan khalayak untuk bertukar berita, potongan-potongan informasi dan rekomendasi
satu sama lain. Tersedianya tempat pertemuan dengan aktivitas konektif dengan kadar yang
tinggi inilah yang membedakan media sosial dengan media konvensional lainnya (Van Dijck,
2013:62). Sayangnya, informasi yang beredar di kanal-kanal media sosial tak jarang
mengandung framing dan bumbu tambahan, bahkan praktik memelintir informasi yang
memicu kaburnya batas antara berita palsu dengan yang akurat. (Literasi Digital Sebagai
Upaya Preventif Menanggulangi Hoax | Communicare : Journal of Communication Studies, n.d.)
Literasi digital menjadi bagian penting dalam pengembangan proses pembelajaran di
perguruan tinggi. Temuan dalam penelitian Kurnia, Santi, dan Astuti (2017) menunjukkan
perguruan tinggi merupakan pelaku utama dalam gerakan literasi digital sebesar 56,14%.
Keminfo bekerja sama dengan UNICEF juga memberikan informasi bahwa sekitar 79,5%
anak dan remaja usia 10-19 tahun di Indonesia merupakan pengguna internet dan media
digital. Usia 17- 19 tahun yang masuk rentang dalam temuan tersebut menunjukkan usia
mahasiswa dalam perguruan tinggi. (Saputra & Salim, 2020)Disisi lain, perkembangan dunia
digital memberikan peluang bagi banyak pihak, mulai dari orang tua hingga anak-anak
muda. Peluang ini dapat memberikan efek positif terhadap dunia digital, seperti
memunculkan peluang-peluang bisnis (E-commerce) yang sudah banyak mencetak orang-
orang sukses dengan memanfaatkan peluang bisnis online. Akibat dari perkembangan
teknologi jaringan ini juga memberikan efek pada sektor Pendidikan, dimana aktifitas
pembelajaran mulai dikembangkan melalui sistem pembelajaran daring. (LITERASI DIGITAL
PADA REMAJA DIGITAL (SOSIALISASI PEMANFAATAN MEDIA SOSIAL BAGI PELAJAR SEKOLAH
MENENGAH ATAS) | Meilinda | Jurnal Abdimas Mandiri, n.d.) Hasil penelitian yang dilakukan
sebelumnya tentang pendampingan Ibu pada anak dalam menggunakan internet didapatkan
bahwa anak-anak sebagai pengguna internet telah mengenal internet sejak mereka usia
balita. Bahkan sejak mereka usia 8-9 tahun sudah difasilitasi dengan laptop atau
smartphone. Selain itu anak-anak tersebut juga mendapatkan akses internet di rumahnya
berupa wifi atau mendapatkan kuota data pada masing-masing gadgetnya (Claretta, Arianto,
2017). Anak-anak mengakses internet selepas sekolah dan rata-rata menghabiskan waktu 2
jam sehari. Selain itu anak-anak biasa mengakses internet tanpa pantauan bahkan
pendampingan dari orang tua, karena kesibukan dari para orang tua. Anak-anak tidak
mendapatkan bimbingan dan arahan bagaimana menggunakan internet yang baik. Fakta
tersebut menggambarkan bahwa pengguna internet di Indonesia tumbuh menjadi
pengguna yang pasif. Artinya mereka hanya menjadi pengguna yang konsumtif terhadap
aplikasiaplikasi yang ditawarkan dalam teknologi digital tanpa pendayagunaan teknologi
digital dengan optimal. Dapat dikatakan bahwa personal competence pengguna internet di
Indonesia masih rendah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Kurniawati
dan Baroroh (2016) yang dilakukan pada mahasiswa di Bengkulu menyimpulkan bahwa
pemahaman mahasiswa tentang media digital pada kategori sedang yang berarti bahwa
mahasiswa yang memiliki gadget canggih mayoritas belum sepenuhnya memahami
penggunaan gadget secara benar dan optimal. Akibatnya kemampuan dalam
mengoperasikan media tidak terlalu baik, kemampuan dalam menganalisa content tidak
terlalu baik dan kemampuan berkomunikasi lewat media terbatas. Demikian juga hasil
penelitian yang dilakukan Sasmito, Wijayanto dan Zulfikar (2020: 188) menyatakan bahwa
semua guru dan siswa telah menggunakan internet secara maksimal, akan tetapi banyak
yang belum memahami perkembangan internet saat ini sehingga belum memanfaatkan
internet secara maksimal.(Dan Pendampingan Literasi Digital Untuk Peningkatan Kualitas
Remaja Dalam Menggunakan Internet Yuli Candrasari et al., 2020) Dalam kehidupan ini
sebuah keterampilan membaca sangatlah berperan penting karena dengan membaca
merupakan salah satu sumber perolehan pengetahuan. Untuk keterampilan ini harus
dimulai oleh peserta didik baik sejak dini karena salah satu pondasi dalam belajar. Dalam
gerakan literasi sekolah ini mampu memnguatkan budi pekerti seperti dimana yang telah
diungkapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 13 Tahun 2015.
Dengan adanya kebiasaan literasi akan menciptakan gerenasi yang unggul (Fajriyah, 2018).
Dengan budaya literasi yang dimaksud merupakan sebuah kebiasaan proses kebiasaan
membaca atau menulis yang akhirnya mampu menghasilkan sebuah karya. Literasi juga
dapat dijelaskan sebagai kemampuan untuk menulis dan membaca yang dimiliki setiap
individu sebagai bekal untuk mengerjakan pengetahuan dan informasi yang didapat. Maka
dari itu sebagai bagian dari ilmu pengetahuan tak jarang literasi memiliki makna lain yaitu
melek informasi artinya kemampuan yang dimiliki individu untuk menggunakan informasi
dan memanfaatkannya dengan baik. Teknologi Informasi merupakan alat untuk
memperoleh ilmu pengetahuan (Jariah & Marjani, dalam Anggraeni, Fauziah, & Fahyuni,
2019).(Anjarwati et al., 2022)
1.2 Rumusan Masalah
1). Bagaimana proses penggunaan aplikasi whatsapp sebagai media pembelajaran
bagi siswa?
2). Bagaimana efektivitas penggunaan aplikasi whatsapp sebagai media
pembelajaran bagi siswa?
1.3 Tujuan
1). Mendeskripsikan proses penggunaan aplikasi whatsapp pada siswa
2). Mengetahui efektivitas penggunaan aplikasi whatsapp pada siswa

DAFTAR PUSTAKA
Anjarwati, L., Pratiwi, D. R., & Rizaldy, D. R. (2022). Implementasi Literasi Digital dalam Upaya Menguatkan
Pendidikan Karakter Siswa. Buletin Pengembangan Perangkat Pembelajaran, 3(2), 87–92.
https://doi.org/10.23917/BPPP.V4I2.19420

Dan Pendampingan Literasi Digital Untuk Peningkatan Kualitas Remaja Dalam Menggunakan Internet Yuli
Candrasari, P., Claretta, D., Studi Ilmu Komunikasi, P., & Timur, J. (2020). Pengembangan Dan
Pendampingan Literasi Digital  UntukPeningkatan Kualitas Remaja Dalam Menggunakan Internet.
Dinamisia : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(4), 611–618.
https://doi.org/10.31849/DINAMISIA.V4I4.4003

LITERASI DIGITAL PADA REMAJA DIGITAL (SOSIALISASI PEMANFAATAN MEDIA SOSIAL BAGI PELAJAR
SEKOLAH MENENGAH ATAS) | Meilinda | Jurnal Abdimas Mandiri. (n.d.). Retrieved October 27,
2022, from http://ejournal.uigm.ac.id/index.php/PGM/article/view/1047

Literasi Digital Sebagai Upaya Preventif Menanggulangi Hoax | Communicare : Journal of Communication
Studies. (n.d.). Retrieved October 27, 2022, from
https://journal.lspr.edu/index.php/communicare/article/view/36

Peran Literasi Digital untuk Mencegah Penyebaran Hoaks bagi Masyarakat Indonesia | Journal of
Education and Technology. (n.d.). Retrieved October 27, 2022, from
http://jurnalilmiah.org/journal/index.php/jet/article/view/68

Sahidillah, M. W., & Miftahurrisqi, P. (2019). Whatsapp sebagai Media Literasi Digital Siswa. Jurnal
VARIDIKA, 31(1), 52–57. https://doi.org/10.23917/VARIDIKA.V1I1.8904

Saputra, H. N., & Salim, S. (2020). Potret Sikap Mahasiswa dalam Penggunaan Literasi Digital. Jurnal
Komunikasi Pendidikan, 4(2), 94–101. https://doi.org/10.32585/JKP.V4I2.667

3. Pada suatu instansi terjadi konflik antara staf dengan pimpinan. Pada kasus tersebut staf
meminta kepada admin website untuk menghapus konten yang berisi pemikiran atas desain
yang dibuat. Pimpinan instansi tersebut tidak setuju dan bersikeras menampilan konten
tersebut karena penurunan konten tersebut menyebabkan profil instanti tidak sebaik ketika
ada konten tersebut. Dalam kasus ini apakah yang dilakukan pimpinan instansi tersebut
apakah benar atau salah? Jika salah berikan analisis dan sumber referensi pendukung dari
sisi hukum dan sisi konten digital. Demikian juga jika benar. 
Keputusan yang dilakukan oleh pimpinan tersebut merupakan hal yang salah. Mengapa
salah? Karena apa yang dilakukan pimpinan tersebut bukan merupakan wewenangnya, yang
berwewenang mengurus website adalah staf. Pimpinan hanya mengatur dan memberi
arahan terhadap bawahannya. Jika ada hal yang kurang berkenan bisa dibicarakan baik-baik
dengan stafnya yaitu dengan cara meeting bersama dalam satu ruangan atau bertukar
pikiran untuk mengolah konten yang sudah ada tersebut menjadi hal yang baru sebelum
diberikan kepada masyarakat

Anda mungkin juga menyukai