Kecanduan gim pada perangkat tersebut kini menjadi perhatian global, seperti
yang disebutkan dalam International Classification of Disease (ICD) edisi ke-11 oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang menggolongkan kecanduan gim sebagai
gangguan kesehatan jiwa.Pada bulan Januari lalu, Rumah Sakit Umum Daerah Koesnadi
di Bondowoso, Jawa Timur, merawat dua pelajar SMP dan SMA yang mengalami
kecanduan gawai dalam tingkat yang parah. Salah satu dari mereka bahkan
mengungkapkan keinginan untuk membunuh orangtuanya yang melarang penggunaan
gawai. Fenomena kecanduan gawai pada anak-anak, menurut dr. Tjhin Wiguna, seorang
psikiater anak dan remaja di Departemen Medik Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM, mulai
mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Banyak orangtua yang datang mencari
konsultasi ke lembaga perlindungan anak atau membawa anak-anak mereka ke psikolog
dan psikiater. Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Seto Mulyadi, menyatakan
bahwa sejak tahun 2013, lembaganya telah menangani 17 kasus anak yang kecanduan
gawai. Begitu juga dengan Komisi Nasional Perlindungan Anak, yang sejak tahun 2016
telah menangani 42 kasus anak yang kecanduan gawai. Peningkatan kasus kecanduan
gawai pada anak-anak ini berkaitan dengan tingginya penetrasi internet di Indonesia.
Menurut Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2017,
sekitar 143,26 juta orang atau 54,68% dari populasi Indonesia menggunakan internet,
dengan penetrasi tertinggi terjadi pada usia 13-18 tahun (75,50%). Gawai adalah
perangkat yang paling sering digunakan untuk mengakses internet (44,16%).
Informasi dan transaksi elektronik sendiri akan selalu erat kaitannya dengan suatu
perbuatan hukum, yang mana perbuatan hukum tentunya akan memiliki akibat hukum,
Oleh karena setiap perbuatan hukum memiliki akibat hukum, maka seharusnya orang
yang mengakses informasi dan transaksi elektronik harus mentaati setiap kaidah-kaidah
yang terdapat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh
bertentangan dengan ketertiban umum, dan kesusilaan. Oleh karenanya diperlukan suatu
sikap sadar hukum yang tinggi bagi pengakses informasi dan transaksi elektronik.
Kesadaran hukum tersebut sangat diperlukan agar tidak menimbulkan kerugian bagi
orang lainnya.
Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah tidak adanya batasan usia
minimum untuk mengakses informasi dan transaksi elektronik tersebut. Sehingga semua
orang dan dari semua usia dapat mengakses informasi elektronik dan melakukan
transaksi secara elektronik secara mudah dan cepat, termasuk anak di bawah umur
(belum dewasa). Yang mana masih banyak anak di bawah umur, yang belum cukup bijak
dalam menggunakan dan mengakses informasi dan transaksi elektronik. Hal ini tentunya
menjadi permasalahan tersendiri saat seorang anak di bawah umur mengakses suatu
informasi elektronik yang tidak pantas disajikan untuknya, seperti misalnya pornografi,
kekerasan, berita-berita hoax, dan lain sebagainya. Padahal seharusnya anak di bawah
umur wajib mendapatkan perlindungan terhadap segala hak-haknya, sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
yang kemudian diubah dengan UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (selanjutnya
disebut “UU Perlindungan Anak”).
Dalam UU Perlindungan Anak tersebut kita dapat mengetahui bahwa anak adalah
seseorang yang masih belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Anak tersebut wajib
dilindungi haknya agar dapat hidup, tumbuh, dan berkembang secara baik. Dalam
kaitannya dengan informasi dan transaksi elektronik, memang dalam UU Perlindungan
Anak dan perubahannya tidak mengatur secara spesifik pelarangan bagi anak di bawah
umur dalam mengakses informasi dan transaksi elektronik. UU ini hanya mengatur
bagaimana pemerintah, masyarakat, dan yang terpenting orang tua wajib berperan aktif
dalam melindungi hak-hak anak. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, orang tua seringkali
tidak bisa mengawasi anaknya secara optimal, sehingga seringkali bermunculan
kasuskasus yang berkaitan informasi dan transaksi elektronik yang dilakukan oleh anak
di bawah umur.
Peran orang tua terhadap kondisi kecanduan internet pada anak sangatlah besar.
Dengan banyaknya perhatian yang orang tua curahkan kepada buah hati, maka akan
mengurangi kemungkinan kecanduan internet pada anak.5 Selain itu, juga bisa dilakukan
dengan cara tidak menggunakan gawai di depan anak-anak saat orang tua sedang bersama
dengan buah hati. Hal ini karena dengan menggunakan gawai saat me time bersama
dengan anak, maka tanpa orang tua sadari “mengabaikan” keberadaan anak. Apabila pola
tersebut terus berlangsung, maka secara tidak langsung akan menyebabkan anak-anak
meniru perilaku tersebut. Hal ini yang tanpa disadari lambat laun akan memberikan
dampak buruk pada anak hingga mengakibatkan kecanduan gawai. Kecanduan gawai
pada anak merupakan masalah serius, baik dalam dunia kesehatan maupun masyarakat
secara umum yang harus dihadapi. Banyak anak menghabiskan waktu bersama gawai
dibandingkan bersosialisasi, membuat anak di era saat ini lebih menyukai menggunakan
gawai sebagai tempat bermain mereka daripada bermain di luar bersama teman.
2. Arah pengaturan
Pengaturan yang diusulkan dalam naskah ini mencakup kebijakan yang mengatur
waktu dan jenis gawai yang boleh digunakan oleh anak-anak usia di bawah 17 tahun.
Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko dampak negatif dari penggunaan gawai yang
berlebihan, seperti gangguan tidur, kurangnya interaksi sosial langsung, dan masalah
kesehatan mental.
3. Jangkauan pengaturan
Pengaturan yang disarankan dapat diterapkan di tingkat individu, keluarga,
sekolah, serta tingkat kebijakan publik. Dengan melibatkan berbagai pihak, diharapkan
pengaturan tersebut dapat lebih efektif dan berkelanjutan. Selain itu, naskah ini juga
bermaksud untuk menjadi acuan bagi penelitian lebih lanjut dalam menggali dampak
penggunaan gawai pada perkembangan anak-anak dan cara terbaik untuk mengelolanya.
B. MATERI DRAFT PERATURAN DAERAH
Dan
WALIKOTA PONTIANAK
MEMUTUSKAN :
2. Batang Tubuh
Menurut Undang-Undang No.12 Tahun 2011 khususnya pada Lampiran I tentang
Teknik Penyusunan Naskah Akademik, disebutkan bahwa ruang lingkup materi
peraturan pada dasarnya mencakup:
a. ketentuan umum memuat rumusan akademik mengenai pengertian istilah, dan
frasa;
b. materi yang akan diatur;
c. ketentuan sanksi; dan
d. ketentuan peralihan
secara rinci masing – masing bagian tersebut dapat dijelaskan dibawah ini:
1. ketentuan umum
Sesuai pedoman teknik penyusunan peraturan perundang-undangan sebagaimana
termuat di dalam Lampiran II Undang-Undang No.12 Tahun 2011 pada Huruf C.1
angka (97) dan angka (98) disebutkan bahwa ketentuan umum dapat memuat
lebih dari satu pasal dan ketentuan umum berisi:
a. batasan pengertian atau definisi;
b. singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan pengertian atau
definisi; dan/atau.
c. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau beberapa pasal
berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan
tanpa dirumuskan tersendiri dalam pasal atau bab.
9. Tujuan utama dari pembatasan ini adalah untuk melindungi anak-anak dari
konten yang tidak pantas, seperti pornografi, kekerasan, dan konten lain yang
dapat merugikan mereka. Selain itu, pembatasan juga bertujuan untuk
mengurangi risiko eksposur terhadap cyberbullying, penipuan online, dan
penyalahgunaan data pribadi.
10. Pembatasan penggunaan gawai bagi anak usia di bawah 17 tahun mengacu
pada kebijakan atau peraturan yang ditetapkan untuk mengatur dan membatasi
waktu serta cara penggunaan perangkat elektronik seperti ponsel cerdas
(smartphone), tablet, komputer, dan perangkat serupa oleh anak-anak yang
berusia di bawah 17 tahun.
11. Pembatasan adalah suatu tindakan atau kebijakan yang diambil untuk
mengendalikan atau membatasi aktivitas, akses, atau kemampuan seseorang
atau kelompok dalam suatu konteks tertentu.
12. Penggunaan dalam konteks teknologi dan internet merujuk pada cara dan
metode di mana individu atau sistem menggunakan atau memanfaatkan
teknologi, aplikasi, atau layanan digital. Penggunaan dapat mencakup
berbagai aktivitas, mulai dari mengakses informasi, berkomunikasi, mengirim
pesan, menggunakan aplikasi, hingga berpartisipasi dalam komunitas online.
13. Gawai, juga dikenal sebagai smartphone atau ponsel pintar, adalah perangkat
elektronik portabel yang dirancang untuk memudahkan komunikasi, akses
internet, dan berbagai aplikasi lainnya. Gawai memungkinkan pengguna untuk
melakukan berbagai tugas sehari-hari, seperti mengirim pesan, menggunakan
aplikasi, bermain game, dan banyak lagi, dengan mudah dan cepat.
14. Anak adalah individu yang masih dalam tahap pertumbuhan dan
perkembangan, biasanya di bawah usia 18 tahun. Istilah "anak" sering
digunakan untuk merujuk pada individu yang masih berada dalam tahap awal
kehidupan, di mana mereka belajar dan tumbuh dalam berbagai aspek,
termasuk fisik, emosional, dan sosial.
15. Usia di bawah 17 tahun merujuk pada individu yang berada di bawah usia 17
tahun. Dalam konteks hukum dan kebijakan, seringkali digunakan untuk
menentukan kategori usia yang memiliki hak dan kewajiban tertentu, serta
untuk mengatur akses dan penggunaan teknologi dan konten.
16. Peran orang tua sangat penting dalam kehidupan anak-anak, terutama dalam
tahap awal kehidupan mereka. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk
mendidik, melindungi, dan mendukung anak-anak mereka dalam berbagai
aspek kehidupan, termasuk fisik, emosional, sosial, dan kognitif.
17. Analisis dampak penggunaan gawai melibatkan penilaian efek positif dan
negatif dari penggunaan teknologi ini pada individu dan masyarakat.
18. Teknologi merujuk pada berbagai macam alat, sistem, dan proses yang
diciptakan oleh manusia untuk tujuan tertentu, baik itu untuk memecahkan
masalah, meningkatkan efisiensi, memenuhi kebutuhan, atau mencapai tujuan
tertentu lainnya. Istilah "teknologi" sering kali merujuk pada teknologi
informasi dan komunikasi (TIK), yang mencakup perangkat keras dan
perangkat lunak, serta infrastruktur yang mendukung pertukaran dan
penyimpanan informasi.
19. Layanan digital adalah layanan yang disediakan melalui internet atau
teknologi digital lainnya, yang memungkinkan pengguna untuk mengakses
informasi, berinteraksi, dan melakukan berbagai tugas tanpa perlu berada di
lokasi fisik. Layanan digital mencakup berbagai bentuk, termasuk layanan
online, aplikasi, dan platform yang dirancang untuk memudahkan akses dan
penggunaan teknologi.
20. Perlindungan anak adalah upaya yang dilakukan untuk melindungi hak-hak,
kesejahteraan, dan kepentingan anak-anak serta mencegah segala bentuk
penyalahgunaan, kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi terhadap mereka.
c. Pembatasan, meliputi :
1) Pemerintahan Daerah melakukan pembatasan penggunaan gawai bagi
anak usia dibawah 17 tahun.
a. Keluarga;
b. Lingkungan Masyarakat;
c. Lingkungan pendidikan;
d. Satuan Pendidikan;
e. Instansi pemerintahan, lembaga pemerintahan didaerah dan DPRD; dan
f. Media Masa