Anda di halaman 1dari 11

BAB 5

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG MATERI MUATAN PERDA

Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, diperlukan pengembangan jangkauan,


arah pengaturan, dan ruang lingkup materi yang mengatur pembatasan penggunaan gawai bagi
anak di bawah usia 17 tahun. Dalam era yang didominasi oleh teknologi, anak-anak di bawah 17
tahun semakin terpapar pada penggunaan gawai yang intensif. Permasalahan ini menimbulkan
keprihatinan akan dampaknya terhadap perkembangan fisik, mental, dan emosional mereka.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menetapkan kebijakan yang dapat membantu mengatur
penggunaan gawai bagi anak-anak. Sasaran yang akan diwujudkan, arah, dan jangkauan
pengaturan ini menjadi krusial dalam upaya melindungi generasi muda dari potensi risiko yang
ditimbulkan oleh penggunaan gawai yang berlebihan.

A. SASARAN YANG AKAN DIWUJUDKAN, ARAH DAN JANGKAUAN


PENGATURAN
Pembatasan penggunaan gawai bagi anak-anak di bawah usia 17 tahun sangat
penting, terutama di kota Pontianak, untuk mengurangi dampak negatif pada kesehatan
mental dan fisik, mempromosikan pembelajaran yang lebih efektif, mendukung
pengembangan sosial, dan meningkatkan kesadaran dan pendidikan tentang dampak
penggunaan gawai. Dengan menerapkan pembatasan ini, kita dapat membantu
menciptakan generasi yang lebih sehat, produktif, dan siap menghadapi tantangan masa
depan. Penggunaan perangkat elektronik oleh anak dan remaja selama lebih dari 3 jam
sehari dapat meningkatkan risiko kecanduan.

Kecanduan gim pada perangkat tersebut kini menjadi perhatian global, seperti
yang disebutkan dalam International Classification of Disease (ICD) edisi ke-11 oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang menggolongkan kecanduan gim sebagai
gangguan kesehatan jiwa.Pada bulan Januari lalu, Rumah Sakit Umum Daerah Koesnadi
di Bondowoso, Jawa Timur, merawat dua pelajar SMP dan SMA yang mengalami
kecanduan gawai dalam tingkat yang parah. Salah satu dari mereka bahkan
mengungkapkan keinginan untuk membunuh orangtuanya yang melarang penggunaan
gawai. Fenomena kecanduan gawai pada anak-anak, menurut dr. Tjhin Wiguna, seorang
psikiater anak dan remaja di Departemen Medik Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM, mulai
mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Banyak orangtua yang datang mencari
konsultasi ke lembaga perlindungan anak atau membawa anak-anak mereka ke psikolog
dan psikiater. Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Seto Mulyadi, menyatakan
bahwa sejak tahun 2013, lembaganya telah menangani 17 kasus anak yang kecanduan
gawai. Begitu juga dengan Komisi Nasional Perlindungan Anak, yang sejak tahun 2016
telah menangani 42 kasus anak yang kecanduan gawai. Peningkatan kasus kecanduan
gawai pada anak-anak ini berkaitan dengan tingginya penetrasi internet di Indonesia.
Menurut Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2017,
sekitar 143,26 juta orang atau 54,68% dari populasi Indonesia menggunakan internet,
dengan penetrasi tertinggi terjadi pada usia 13-18 tahun (75,50%). Gawai adalah
perangkat yang paling sering digunakan untuk mengakses internet (44,16%).

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, dalam sebuah acara mengenai


Internet Aman untuk Anak di Jakarta pada tanggal 6 Februari 2018, mengungkapkan
bahwa sebanyak 93,52% penggunaan media sosial oleh individu Indonesia berusia 9-19
tahun, dan 65,34% penggunaan internet oleh individu Indonesia juga berusia 9-19 tahun.
Anak-anak umumnya menggunakan internet untuk mengakses media sosial, termasuk
YouTube dan gim daring.Berdasarkan Kajian Penggunaan Media Sosial oleh Anak dan
Remaja yang diterbitkan oleh Pusat Kajian Komunikasi (Puskakom) Universitas
Indonesia pada tahun 2017, anak-anak dan remaja tertarik mengakses media sosial untuk
berhubungan kembali dengan teman-teman dan keluarga yang terpisah jarak, serta untuk
berbagi pesan. Mereka juga menggunakan gim daring untuk memenuhi kebutuhan
mereka dalam bermain di dunia maya.

Perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas


(borderless) dan menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung
demikian cepat. Teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selain
memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban
manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. Misalnya
Penipuan, pelanggaran terhadap hak atas kekayaan intelektual, eksploitasi anak-anak atau
pornografi, hecking, pelanggaran terhadap kehidupan pribadi (privacy) seseorang,
penyebaran virus komputer, dan pencemaran nama baik yang sudah tidak asing lagi di
dunia maya. Melalui internet dan perangkat digital tersebut manusia dapat mengakses
informasi elektronik dan melakukan transaksi elektronik. Bahkan manusia dapat
membuat kontrak secara elektronik dan tandatangan elektronik. Akan tetapi yang akan
penulis bahas disini adalah mengenai informasi dan transaksi elektronik. Mengenai
informasi dan transaksi elektronik sendiri sebenarnya Indonesia telah memiliki payung
hukum yang mengaturnya yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, yang kemudian diubah dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut “UU ITE”).

Informasi dan transaksi elektronik sendiri akan selalu erat kaitannya dengan suatu
perbuatan hukum, yang mana perbuatan hukum tentunya akan memiliki akibat hukum,
Oleh karena setiap perbuatan hukum memiliki akibat hukum, maka seharusnya orang
yang mengakses informasi dan transaksi elektronik harus mentaati setiap kaidah-kaidah
yang terdapat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh
bertentangan dengan ketertiban umum, dan kesusilaan. Oleh karenanya diperlukan suatu
sikap sadar hukum yang tinggi bagi pengakses informasi dan transaksi elektronik.
Kesadaran hukum tersebut sangat diperlukan agar tidak menimbulkan kerugian bagi
orang lainnya.

Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah tidak adanya batasan usia
minimum untuk mengakses informasi dan transaksi elektronik tersebut. Sehingga semua
orang dan dari semua usia dapat mengakses informasi elektronik dan melakukan
transaksi secara elektronik secara mudah dan cepat, termasuk anak di bawah umur
(belum dewasa). Yang mana masih banyak anak di bawah umur, yang belum cukup bijak
dalam menggunakan dan mengakses informasi dan transaksi elektronik. Hal ini tentunya
menjadi permasalahan tersendiri saat seorang anak di bawah umur mengakses suatu
informasi elektronik yang tidak pantas disajikan untuknya, seperti misalnya pornografi,
kekerasan, berita-berita hoax, dan lain sebagainya. Padahal seharusnya anak di bawah
umur wajib mendapatkan perlindungan terhadap segala hak-haknya, sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
yang kemudian diubah dengan UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (selanjutnya
disebut “UU Perlindungan Anak”).

Dalam UU Perlindungan Anak tersebut kita dapat mengetahui bahwa anak adalah
seseorang yang masih belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Anak tersebut wajib
dilindungi haknya agar dapat hidup, tumbuh, dan berkembang secara baik. Dalam
kaitannya dengan informasi dan transaksi elektronik, memang dalam UU Perlindungan
Anak dan perubahannya tidak mengatur secara spesifik pelarangan bagi anak di bawah
umur dalam mengakses informasi dan transaksi elektronik. UU ini hanya mengatur
bagaimana pemerintah, masyarakat, dan yang terpenting orang tua wajib berperan aktif
dalam melindungi hak-hak anak. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, orang tua seringkali
tidak bisa mengawasi anaknya secara optimal, sehingga seringkali bermunculan
kasuskasus yang berkaitan informasi dan transaksi elektronik yang dilakukan oleh anak
di bawah umur.

Peran orang tua terhadap kondisi kecanduan internet pada anak sangatlah besar.
Dengan banyaknya perhatian yang orang tua curahkan kepada buah hati, maka akan
mengurangi kemungkinan kecanduan internet pada anak.5 Selain itu, juga bisa dilakukan
dengan cara tidak menggunakan gawai di depan anak-anak saat orang tua sedang bersama
dengan buah hati. Hal ini karena dengan menggunakan gawai saat me time bersama
dengan anak, maka tanpa orang tua sadari “mengabaikan” keberadaan anak. Apabila pola
tersebut terus berlangsung, maka secara tidak langsung akan menyebabkan anak-anak
meniru perilaku tersebut. Hal ini yang tanpa disadari lambat laun akan memberikan
dampak buruk pada anak hingga mengakibatkan kecanduan gawai. Kecanduan gawai
pada anak merupakan masalah serius, baik dalam dunia kesehatan maupun masyarakat
secara umum yang harus dihadapi. Banyak anak menghabiskan waktu bersama gawai
dibandingkan bersosialisasi, membuat anak di era saat ini lebih menyukai menggunakan
gawai sebagai tempat bermain mereka daripada bermain di luar bersama teman.

Dari suatu penelitan, didapatkan suatu fakta adanya kerentanan ketergantungan


internet yang terjadi pada anak dan remaja yang diakibatkan karena kurangnya
kemampuan kontrol diri dan gangguan perkembangan otak anak-anak dan remaja
dibandingkan orang dewasa. Kecanduan gawai merupakan penggunaan ponsel pintar
yang sering dan tidak bisa dipisahkan yang menyebabkan gangguan kehidupan sehingga
tidak mampu mengelola kehidupan sehari-hari secara efektif, dan merasa nyaman dengan
dunia maya daripada kehidupan nyata yang pada akhirnya memunculkan gejala seperti
kecemasan dan kegelisahan ketika dijauhkan dari gawai. Sedangkan kecanduan internet
adalah penggunaan waktu berlebihan yang dihabiskan untuk kegiatan internet yang
menyebabkan penurunan kondisi psikologis individu (baik mental maupun emosional),
gangguan perilaku serta interaksi sosial, dan pekerjaan mereka dalam kehidupan sehari-
hari.

1. Sasaran yang akan diwujudkan


Pembuatan naskah akademik tentang pembatasan penggunaan gawai bagi anak
usia di bawah 17 tahun bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan
pentingnya pengaturan yang tepat terkait penggunaan teknologi dalam kelompok usia
tersebut. Sasaran utamanya adalah memberikan panduan dan rekomendasi yang dapat
digunakan oleh orang tua, pendidik, serta pihak terkait untuk menciptakan lingkungan
yang sehat dan mendukung perkembangan optimal anak-anak.

2. Arah pengaturan
Pengaturan yang diusulkan dalam naskah ini mencakup kebijakan yang mengatur
waktu dan jenis gawai yang boleh digunakan oleh anak-anak usia di bawah 17 tahun.
Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko dampak negatif dari penggunaan gawai yang
berlebihan, seperti gangguan tidur, kurangnya interaksi sosial langsung, dan masalah
kesehatan mental.

3. Jangkauan pengaturan
Pengaturan yang disarankan dapat diterapkan di tingkat individu, keluarga,
sekolah, serta tingkat kebijakan publik. Dengan melibatkan berbagai pihak, diharapkan
pengaturan tersebut dapat lebih efektif dan berkelanjutan. Selain itu, naskah ini juga
bermaksud untuk menjadi acuan bagi penelitian lebih lanjut dalam menggali dampak
penggunaan gawai pada perkembangan anak-anak dan cara terbaik untuk mengelolanya.
B. MATERI DRAFT PERATURAN DAERAH

1. Judul, Pembuka, Konsiderans, dan Diktum

Judul : Peraturan Daerah Kota Pontianak tentang Pembatasan


Penggunaan Gawai Bagi Anak Usia Dibawah 17
Tahun

Pembukaan : Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

Konsiderans : Bagian Menimbang berisikan asas filosofi, sosiologis


dan yuridis

Dasar Hukum : Peraturan perundang – undangan yang berkaitan yang


diuraikan pada peraturan perundang – undangan yang
berkaitan.

Diktum : Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


KOTA PONTIANAK

Dan

WALIKOTA PONTIANAK

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA


PONTIANAK TENTANG
PEMBATASAN
PENGGUNAAN GAWAI BAGI
ANAK USIA DIBAWAH 17
TAHUN

2. Batang Tubuh
Menurut Undang-Undang No.12 Tahun 2011 khususnya pada Lampiran I tentang
Teknik Penyusunan Naskah Akademik, disebutkan bahwa ruang lingkup materi
peraturan pada dasarnya mencakup:
a. ketentuan umum memuat rumusan akademik mengenai pengertian istilah, dan
frasa;
b. materi yang akan diatur;
c. ketentuan sanksi; dan
d. ketentuan peralihan

secara rinci masing – masing bagian tersebut dapat dijelaskan dibawah ini:

1. ketentuan umum
Sesuai pedoman teknik penyusunan peraturan perundang-undangan sebagaimana
termuat di dalam Lampiran II Undang-Undang No.12 Tahun 2011 pada Huruf C.1
angka (97) dan angka (98) disebutkan bahwa ketentuan umum dapat memuat
lebih dari satu pasal dan ketentuan umum berisi:
a. batasan pengertian atau definisi;
b. singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan pengertian atau
definisi; dan/atau.
c. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau beberapa pasal
berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan
tanpa dirumuskan tersendiri dalam pasal atau bab.

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kota Pontianak

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan


Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.

3. Wali Kota adalah Wali Kota Pontianak

4. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Wali Kota dan dalam


penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

5. Dinas adalah Perangkat Daerah yang membidangi perhubungan

6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan perhubungan.


7. Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat OPD adalah
Organisasi Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pontianak.

8. Pembatasan penggunaan gawai bagi anak usia dibawah 17 tahun adalah


pembatasan merujuk pada kebijakan dan regulasi yang diterapkan untuk
mengontrol akses dan penggunaan teknologi digital, termasuk gawai, oleh
anak-anak di bawah usia 17 tahun.

9. Tujuan utama dari pembatasan ini adalah untuk melindungi anak-anak dari
konten yang tidak pantas, seperti pornografi, kekerasan, dan konten lain yang
dapat merugikan mereka. Selain itu, pembatasan juga bertujuan untuk
mengurangi risiko eksposur terhadap cyberbullying, penipuan online, dan
penyalahgunaan data pribadi.

10. Pembatasan penggunaan gawai bagi anak usia di bawah 17 tahun mengacu
pada kebijakan atau peraturan yang ditetapkan untuk mengatur dan membatasi
waktu serta cara penggunaan perangkat elektronik seperti ponsel cerdas
(smartphone), tablet, komputer, dan perangkat serupa oleh anak-anak yang
berusia di bawah 17 tahun.

11. Pembatasan adalah suatu tindakan atau kebijakan yang diambil untuk
mengendalikan atau membatasi aktivitas, akses, atau kemampuan seseorang
atau kelompok dalam suatu konteks tertentu.

12. Penggunaan dalam konteks teknologi dan internet merujuk pada cara dan
metode di mana individu atau sistem menggunakan atau memanfaatkan
teknologi, aplikasi, atau layanan digital. Penggunaan dapat mencakup
berbagai aktivitas, mulai dari mengakses informasi, berkomunikasi, mengirim
pesan, menggunakan aplikasi, hingga berpartisipasi dalam komunitas online.

13. Gawai, juga dikenal sebagai smartphone atau ponsel pintar, adalah perangkat
elektronik portabel yang dirancang untuk memudahkan komunikasi, akses
internet, dan berbagai aplikasi lainnya. Gawai memungkinkan pengguna untuk
melakukan berbagai tugas sehari-hari, seperti mengirim pesan, menggunakan
aplikasi, bermain game, dan banyak lagi, dengan mudah dan cepat.

14. Anak adalah individu yang masih dalam tahap pertumbuhan dan
perkembangan, biasanya di bawah usia 18 tahun. Istilah "anak" sering
digunakan untuk merujuk pada individu yang masih berada dalam tahap awal
kehidupan, di mana mereka belajar dan tumbuh dalam berbagai aspek,
termasuk fisik, emosional, dan sosial.

15. Usia di bawah 17 tahun merujuk pada individu yang berada di bawah usia 17
tahun. Dalam konteks hukum dan kebijakan, seringkali digunakan untuk
menentukan kategori usia yang memiliki hak dan kewajiban tertentu, serta
untuk mengatur akses dan penggunaan teknologi dan konten.

16. Peran orang tua sangat penting dalam kehidupan anak-anak, terutama dalam
tahap awal kehidupan mereka. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk
mendidik, melindungi, dan mendukung anak-anak mereka dalam berbagai
aspek kehidupan, termasuk fisik, emosional, sosial, dan kognitif.

17. Analisis dampak penggunaan gawai melibatkan penilaian efek positif dan
negatif dari penggunaan teknologi ini pada individu dan masyarakat.

18. Teknologi merujuk pada berbagai macam alat, sistem, dan proses yang
diciptakan oleh manusia untuk tujuan tertentu, baik itu untuk memecahkan
masalah, meningkatkan efisiensi, memenuhi kebutuhan, atau mencapai tujuan
tertentu lainnya. Istilah "teknologi" sering kali merujuk pada teknologi
informasi dan komunikasi (TIK), yang mencakup perangkat keras dan
perangkat lunak, serta infrastruktur yang mendukung pertukaran dan
penyimpanan informasi.

19. Layanan digital adalah layanan yang disediakan melalui internet atau
teknologi digital lainnya, yang memungkinkan pengguna untuk mengakses
informasi, berinteraksi, dan melakukan berbagai tugas tanpa perlu berada di
lokasi fisik. Layanan digital mencakup berbagai bentuk, termasuk layanan
online, aplikasi, dan platform yang dirancang untuk memudahkan akses dan
penggunaan teknologi.

20. Perlindungan anak adalah upaya yang dilakukan untuk melindungi hak-hak,
kesejahteraan, dan kepentingan anak-anak serta mencegah segala bentuk
penyalahgunaan, kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi terhadap mereka.

2. Pokok – pokok Materi yang akan diatur


a. Ruang lingkup
a) Pembatasan ;
b) Antisipasi Dini :
c) Penanganan
d) Partisipasi orang tua

b. Antisipasi Dini, meliputi :

1) Pemerintahan Daerah melakukan antisipasi dini dalam rangka pembatasan


penggunaan gawai bagi anak usia dibawah 17 tahun.

2) Antisipasi Dini meliputi upaya :


a. Membatasi, mengatur dan mengelola penggunaan gawai bagi anak
usia dibawah 17 tahun
b. Pendataan dan pengawasan penggunaan gawai pada anak usia dibawah
17 tahun, seperti membatasi penggunaan gawai di sekolah, rumah dan
diuar.
c. Mencegah anak – anak mendapatkan informasi yang tidak layak,
seperti ponografi, radikalisme, kekerasan, berita bohong, atau terkait
suku, agama, ras, dan antar – golongan.
d. Upaya pencegahan dan pendidikan sejak usia balita atau anak – anak
berusia dibawah lima tahun merupakan upaya penting untuk mencegah
kecanduan gawai pada anak – anak usia dibawah 17 tahun.
e. Melakukan pengawasan setiap kali anak – anak menggunakan Gawai

c. Pembatasan, meliputi :
1) Pemerintahan Daerah melakukan pembatasan penggunaan gawai bagi
anak usia dibawah 17 tahun.

2) Pembatasan penggunaan gawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan dengan cara :
a. memperkuat regulasi diri anak, mengatur dan mengelola penggunaan
gawai pada anak usia dini, dan melakukan pendampingan penuh orang
tua saat anak menggunakan gawai.
b. Orang tua harus memastikan agar anak punya kegiatan lain untuk
optimalisasi perkembangan motorik, kognitif, emosi, dan sosial.
c. Pembatasan penggunaan gawai dapat dilakukan sebagai upaya
memperkuat regulasi diri anak, mencegah dampak negatif dari paparan
media sosial, dan mengurangi risiko kecanduan gawai pada anak-anak
d. Orang tua dapat mengatur pengaturan privasi pada gawai anak-anak
mereka untuk mengontrol siapa yang dapat melihat informasi pribadi
mereka. Ini penting untuk melindungi anak-anak dari eksploitasi data
pribadi.
e. Orang tua dapat mengatur waktu penggunaan gawai anak-anak
mereka, membatasi jumlah waktu yang dapat mereka menghabiskan di
gawai setiap hari. Ini membantu mengurangi risiko eksposur terhadap
konten yang tidak pantas dan memastikan bahwa anak-anak memiliki
waktu untuk aktivitas lain yang sehat.

d. Sasaran Pembatasan penggunaan gawai dilakukan melalui :

a. Keluarga;
b. Lingkungan Masyarakat;
c. Lingkungan pendidikan;
d. Satuan Pendidikan;
e. Instansi pemerintahan, lembaga pemerintahan didaerah dan DPRD; dan
f. Media Masa

e. Penanganan bertujuan untuk:


1) Pemerintahan Daerah melaksanakan penanganan terhadap anak – anak
yang sudah kecanduan gawai, seperti kesehatan mental dan membatasi
penggunaan gawai bagi anak – anak
2) Bupati / wali kota membentuk organisasi pencegahan dan pembatasan
penggunaan gawai di daerah kota pontianak.

f. Peran atau partisipasi orang tua


a) Orang tua memainkan peran kunci dalam mendidik anak-anak tentang
penggunaan teknologi yang aman dan bertanggung jawab. Ini mencakup
pengajaran tentang privasi online, etika digital, dan pentingnya
berinteraksi secara positif di internet.
b) Orang tua dapat mengaktifkan fitur pengaturan parental pada gawai anak-
anak mereka. Fitur ini memungkinkan orang tua untuk mengontrol akses
anak-anak ke konten, aplikasi, dan fitur tertentu.
c) Orang tua dapat memblokir akses ke situs web dan aplikasi yang dapat
mengandung konten tidak pantas atau merugikan. Ini mencakup situs web
yang berisi pornografi, kekerasan, dan konten lain yang tidak pantas untuk
anak-anak.
d) Orang tua dapat menggunakan aplikasi yang dirancang untuk anak-anak,
yang menyediakan akses ke konten edukatif dan pembelajaran yang aman
dan sesuai usia. Ini memastikan bahwa anak-anak mendapatkan akses ke
sumber belajar yang positif dan mengurangi risiko eksposur terhadap
konten yang tidak pantas.
e) Orang tua dapat mengatur waktu penggunaan gawai anak-anak mereka,
membatasi jumlah waktu yang dapat mereka menghabiskan di gawai
setiap hari. Ini membantu mengurangi risiko eksposur terhadap konten
yang tidak pantas dan memastikan bahwa anak-anak memiliki waktu
untuk aktivitas lain yang sehat.
f) Orang tua dapat mendidik anak-anak tentang penggunaan teknologi secara
aman dan bertanggung jawab, termasuk memahami risiko dan cara
menghindarinya. Ini mencakup pengajaran tentang privasi online, etika
digital, dan pentingnya berinteraksi secara positif di internet.
g) memerlukan kerjasama antara orang tua, pendidik, dan pengembang
teknologi untuk memastikan bahwa anak-anak dapat menggunakan
teknologi dengan cara yang bertanggung jawab dan aman.

Anda mungkin juga menyukai