PENDAHULUAN
mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar dan mudah menjerumuskan pada hal-hal
negatif. Sifat mudah terpengaruh pada remaja tidak jarang membuat mereka
terjerumus dalam hal – hal atau konten negatif pada internet salah satu dampak
negatif internet yang meresahkan yaitu cybersex. Cybersex terjadi ketika seseorang
dengan seseorang. Sangat mungkin terjadi pada remaja karena kemudahan akses situs
berbau seksual yang dapat diakses kapan saja dan dimana saja. Secara umum, alasan
mengakses konten seksual tanpa mengeluarkan biaya yang besar (Cooper et al.,
2019).
Menurut laporan dari WHO (2018) kelompok usia remaja (10-19 tahun) pada
tahun 2010 menempati jumlah penduduk dunia, dan 83% diantaranya hidup di negara
(Kominfo) RI mengatakan, aduan terkait konten negatif yang didominasi oleh konten
Anak (Kemen PPPA) (Rahmawaty, 2021). Selain itu, data menunjukkan bahwa
34.5% anak laki-laki dan 25% anak perempuan pernah melakukan kegiatan seksual,
dan 39 persen pernah mengirimkan foto-foto pribadi (sexting) melalui internet.
Karena mereka masih dalam proses perkembangan psikologis dan memiliki tingkat
self-control yang lebih rendah daripada orang dewasa, remaja melakukan aktivitas
Cybersex sangat mungkin terjadi pada remaja karena kemudahan akses situs
berbau seksual yang dapat diakses kapan saja dan dimana saja. Perilaku cybersex
sebagian besar terjadi pada remaja yang mana memiliki kecenderungan tertarik
mencoba hal baru, tingkat rasa ingin tau yang tinggi, mudah sekali terpengaruh, dan
dalam kehidupan sehari – hari tidak lepas dari penggunaan internet. Sedangkan
ditinjau dari jenis kelamin cybersex lebih banyak ditemukan pada remaja laki-laki
risiko kecanduan internet dari waktu ke waktu, dan kontribusi preferensi pornografi
internet sebagai faktor risiko kecanduan internet mungkin meningkat pada kelompok
Alasan mengapa remaja melihat pornografi dapat menentukan sejauh mana mereka
terpapar pornografi. Remaja lebih sering melihat pornografi dalam bentuk gambar
atau video dari media elektronik dan media sosial. Perkembangan koneksi internet
yang cepat dan adanya smartphone, yang menggantikan penggunaan komputer atau
perangkat yang lebih besar, memudahkan akses pornografi secara diam-diam dari
mana saja dan kapan saja (Di Mauro et al., 2021). Hal ini secara langsung maupun
tidak langsung akan berdampak negatif bagi remaja, sehingga dalam waktu dekat atau
malah saat ini jenis-jenis pornografi ini akan menjadi persoalan serius yang
menyangkut masalah moral. Pada tataran aksi dampak cybersex bisa berwujud
kekerasan seksual. yang bersifat kriminal, sedangkan dalam tataran ideologis akan
untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan ketiga secara
kerjasama yang komprehensif dari banyak pihak yang meliputi orang tua, masyarakat
dan instansi pemerintah. Namun, sebagai sosok yang paling dekat dengan anak, orang
tua mempunyai kewajiban dan tanggung jawab terbesar untuk melindungi anaknya
agar tidak ikut dan terlibat dalam aktivitas cybersex. Misalnya, menurut Bernama
(2019) orang tua perlu meningkatkan literasi internet mereka untuk mencegah anak-
anak tidak secara sengaja mengeksplorasi materi pornografi (video dan gambar) saat
orang tua yang tepat juga penting dalam mencegah anak menjadi korban kejahatan
dunia maya. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua perlu menjadi teladan bagi anak-
anaknya agar mereka dapat berperilaku positif. Sejalan dengan tanggung jawab orang
tua, pengaruh teman sebaya juga diakui sebagai salah satu faktor penyebab
kecanduan cybersex pada anak karena mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
perkembangan perilaku dan sikap anak. Oleh karena itu, anak perlu diawasi dan
diawasi oleh orang tua agar anak tidak terlibat dalam berbagai permasalahan sosial
pengawasan yang tepat dari orang tua mereka ketika mereka online, penelitian ini
berpendapat bahwa karena ada sejumlah faktor internal dan eksternal yang
berkontribusi terhadap kecanduan cybersex, tidak ada solusi yang pasti. Sebab, setiap
orang perlu berperan penting, tidak hanya anak, tapi juga orang tua, masyarakat, dan
instansi pemerintah. Inovasi dan Teknologi ke-3 (ITeC 2021) yang dikenal dengan
judul 'Resep perlindungan anak: Pedoman pengasuhan anak untuk mencegah anak
dari kecanduan cybersex. Pedoman parenting ini terbagi menjadi empat bagian, yang
mampu memberikan informasi yang jelas dan pemahaman yang lebih baik bagi orang
tua terhadap masalah kecanduan cybersex; (2) faktor yang berkontribusi terhadap
kecanduan cybersex; (3) implikasi kecanduan cybersex; dan (4) pengaturan privasi—
orang tua akan dipandu bagaimana menerapkan pengaturan privasi di bawah kendali
orang tua pada akun media sosial anak seperti YouTube, Facebook, WhatsApp,
Twitter, Instagram dan masih banyak lainnya. Hal ini menandakan bahwa pedoman
pengasuhan untuk mencegah kecanduan cybersex pada anak sangat penting dan
adiksi pornografi pada tahap berikutnya, ada berbagai jenis tindakan seksual yang
seks. Remaja biasanya melakukan aktivitas seksual ini saat mereka menjalin
hubungan atau berpacaran, dan ini mungkin dilakukan karena rasa penasaran dan
rangsangan yang ada (Gayatri et al., 2020). Penelitian ini menemukan bahwa remaja
paling sering melakukan perilaku seksual ringan, seperti berpelukan, mencium kening
atau pipi, dan berpegangan tangan saat berhubungan seks (48,4%). Oleh karena itu,
al, 2022). Kecanduan situs porno internet (cyber-sexual addiction), yaitu seseorang
yang melakukan penelusuran dalam situs situs porno atau cybersex secara kompulsif.
Mojokerto
1. Bagi Sekolah
pertimbangan bagi remaja tentang dampak dari Cybersex yang dapat mempengaruhi
2. Bagi Orangtua
seksualitas
Sebagai bahan pertimbangan dan bahan masukan atau acuan bagi peneliti
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan disajikan konsep dasar yang melandasi penelitian, yaitu 1)
dan Hutahaean, 2022:106), adiksi dapat terjadi terhadap berbagai jenis zat
berlebihan, mencuri, dan lainnya. Adiksi tidak selalu semakin kuat seiring
sebagai cara untuk mengurangi suasana hati yang negatif, adiksi dapat
kriteria berikut:
mood.
berbeda, yaitu:
yang sebenarnya setara dengan "tindak pidana di ruang cyber" atau yang
terhadap sistem komputer, dan arti luas yang meliputi penggunaan sarana
erotis, bertukar pesan seksual, dan lainnya, sering kali diikuti oleh
multimedia.
hiburan, termasuk mencari materi seksual, jual beli terkait seks, dan
menikah.
mengakses materi seksual secara online relatif murah atau bahkan gratis.
berikut:
perilaku ini termasuk menonton DVD porno atau film porno, serta
Fase ini juga dikenal sebagai periode peralihan antara masa kanak-kanak
dan dewasa. Selama masa ini, terjadi perubahan signifikan yang esensial
lagi. Ini adalah periode peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa.
Istilah "remaja" berasal dari kata Latin adolescene yang berarti
sudah mampu untuk bereproduksi (Ali & Asrori, 2006). Menurut Rice
kedewasaan. Pada tahap ini, terdapat dua faktor penting yang mendorong
sosial, dan fisik. Menurut Konopka (dalam Yudrik, 2011) masa remaja
awal dua puluh tahun. Selama masa ini, individu mengalami berbagai
perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional yang penting untuk
perkembangan mereka.
masa anak dan masa dewasa. Perubahan signifikan dalam tahapan ini,
baik secara fisik maupun psikis (seperti menarche pada perempuan dan
transisi dari masa anak-anak menuju dewasa. Pada fase ini, terjadi
dan remaja akhir. Kriteria usia remaja awal adalah antara 13-15 tahun
berkisar antara usia 15-18 tahun untuk perempuan dan 17-19 tahun untuk
laki-laki. Sedangkan remaja akhir adalah antara usia 18-21 tahun untuk
sekitar usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada akhir usia belasan atau
awal (usia 12/13 tahun hingga 17/18 tahun) dan remaja akhir (usia 17/18
tahun hingga 21/22 tahun) (Ali & Asrori, 2006). Usia dewasa di Amerika
pada usia 21 tahun. Pada usia ini, biasanya remaja masih berada di
tahun hingga awal dua puluhan, dan masa ini membawa perubahan besar
al., 2009).
mengalami masa remaja pada usia relatif lebih muda daripada laki-laki,
sehingga mereka memiliki masa remaja yang lebih panjang. Batasan usia
remaja dibagi menjadi remaja awal (usia 12/13 tahun hingga 17/18
tahun) dan remaja akhir (usia 17/18 tahun hingga 21/22 tahun).
meningkatnya emosi.
meliputi:
semakin matang.
penerimaan.
seksualitas.
seksual remaja.
perilaku seksual remaja secara kompleks. Oleh karena itu, penting bagi
berikut:
Sumber: Cooper (2008), Kozier (2004), Dianawati (2003), Strasburg er & Donnerstein (1999)
dalam Santrock (2003), Wong (2008), Hurlock (2003), dan Hawari (2006).
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka konseptual hubungan adiksi dengan dengan perilaku cybersex pada
remaja
yang diajukan di dalam penelitian ini, yaitu terdapat hubungan positif antara
adiksi dengan perilaku cybersex pada remaja di mana semakin tinggi adiksi