Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penduduk remaja adalah bagian dari penduduk dunia yang memiliki

sumbangan teramat besar bagi perkembangan masa depan dunia. Penduduk

dunia saat ini berjumiah 6,3 miliar jiwa, memiliki jumlah penduduk remaja

lebih dari satu miliar, diperkirakan pada tahun 2020 nanti mencapai 7,5

miliar dengan kepadatan penduduk 80% berlokasi di negara-negara

berkembang. ( 1 ) Penduduk Indonesia dari hasil sensus tahun 2005

bcrjumlah 217.072.346, tercatat remaja berumur 15-19 yang terdiri dari

11.505.255 jiwa laki-laki dan 10.709.274 jiwa perempuan. Di Sumatera

Barat tahun 2005 hasil sensus penduduk, tercatat remaja berumur 15-19

tahun sebanyak 225.907 laki-laki dan 23.500 jiwa perempuan dari

(2)
4.555.810 jiwa penduduk.

Menurut WorId Health Organization dalam Sarlito (2005) remaja

merupakan individu yang sedang mengalami masa peralihan, dari segi

kematangan biologis seksual sedang berangsur-angsur memperlihatkan

karakteristik seks sekunder sampai mencapai kematangan seks. Dilihat

dari segi perkembangan kejiwaan, jiwa remaja sedang sedang berkembang

dari sifat anak-anak menjadi dewasa, dan dari segi sosial ekonomi remaja

adalah individu yang beralih dari ketergantungan menjadi relative bebas. (3)

1
2

Masa remaja adalah periode yang paling rawan dalam kehidupan

seorang manusia, di mana pada masa ini individu berada dalam masa

transisi antara masa anak-anak dengan masa orang dewasa. Masa remaja

disebut juga dengan masa keaktifan seksual yang tinggi, yang merupakan

masa ketika masalah seksual dan lawan jenis menjadi bahan pembicaraan
(3,4
yang menarik dan penuh dengan rasa ingin tahu tentang masalah seksual. )

Perubahan-perubahan fisik pada remaja, menyebabkan kecanggungan

bagi remaja karena ia harus menyesuaikan diri dan tingkah lakunya dengan

perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Penyesuaian-penyesuaian

tingkah laku kadang tidak selalu bisa dilakukannya dengan mulus, terutama

jika tidak ada dukungan dari orang tua. (3)

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seksualitas remaja

seperti lingkungan keluarga, perubahan nilai seks di masyarakat, kurangnya

pendidikan agama, pengaruh media massa porno dan teman sebaya. Media

massa atau hal-hal yang merangsang dorongan seks melalui tulisan dan

gambar, pengaruhnya cepat meluas terutama dikalangan remaja yang sedang

masa puber, dengan adanya tayangan televisi atau berita di media cetak yang

menonjolkan aspek erotika diyakini sangat erat hubungannya dengan sikap


(5)
remaja terhada seksualitas.

Melihat kecenderungan ini kemungkinan media massa dan peran dari

orang tua mempengaruhi perilaku seksualitas remaja, sebagai contoh banyak

kasus perkosaan terhadap anak di bawah umur oleh remaja-remaja yang

sering menonton VCD porno, yang sering kita tonton di berita televisi dan
3

dibaca di berita media cetak. Walaupun hal ini tidak banyak yang

mempengaruhi remaja putri namun hal ini belum tentu aman, karena remaja

putra yang mudah terangsang karena tayangan di media massa akan

memberikan dampak negatif terhadap remaja putri karena rangsangan seksual

itu akan dilampiaskannya pada wanita atau pacarnya. Pada era kemajuan

informasi dan teknologi modern, media massa pornografi makin maju pesat.

VCD porno dan situs-situs porno di internet amat membahayakan remaja

yang menontonnya.

Penelitian PKBI (1999) mengemukakan media massa pornografi yang

memapari remaja melalui VCD (76,6%) sedangkan televisi (69,1%).

Sementara hasil penelitian Synovate Research pada remaja (14-19

tahun) buian September 2004 terhadap remaja SMU tentang perilaku seksual

remaja di empat kota yaitu Jakarta, Surabaya, Yogyakarta dan Medan

mengungkapkan bahwa 65% dari 450 responden mendapatkan informasi

tentang seks dari kawan mereka dan 35% dari film porno dan hanya 5%

mendapatkan informasi tentang seks dari orang tua mereka. (6)

Pendidikan seorang anak dimulai dari keluarganya, karena pendidikan

dimulai sejak dini, dengan orang tualah seseorang memulai interaksi dan

menghabiskan sebagian besar waktunya. Pada dasarnya pendidikan seks.

yang terbaik adalah yang diberikan oleh orang tuanya sendiri, pendidikan ini

hendaknya diberikan dalam suasana akrab dan terbuka dari hati ke hati antara

orang tua dan anak.


4

Seperti yang dikemukakan Hidayana (2004), orang tua sebagai sumber

informasi terdekat bagi remaja, kurang mcmberikan pengetahuan tentang

kcsehatan reproduksi yang meliputi fungsi dan prosesnya serta orang tua

masih menganggap seksualitas sebagai masalah yang tabu untuk dibicarakan

Akibatnya remaja mendapatkan informasi dan sumber-sumber tentang

seksualitas dari luar lingkungan keluarganya seperti dari teman sebaya dan

media massa. Hal ini akan dapat menyesatkan remaja untuk mendapatkan

informasi yang sehat tentang seksualitas. (7)

Penelitian yang dilakukan Silvia Nova (2010) terhadap 85 responden

pada salah satu AKBID HELVETIA Pekanbaru didapatkan 5% pernah

melakukan hubungan seksual, dilihat dari segi informasi responden yang di

dapatkan dari teman sebayanya mencapai 78%. Dilihat dari hubungan

responden dengan orang tua makin tinggi persentase tindakan seksual yang

tidak baik yaitu 40% dari seluruh responden. Kebanyakan orang tua memang

tidak termotivasi untuk memberikan informasi mengenai seks dan kesehatan

reproduksi kepada remaja sebab mereka takut hal itu justru akan

meningkatkan terjadinya hubungan seks pranikah. Padahal anak yang

mendapatkan pendidikan seks dari orang tua atau sekolah lebih cenderung

berperilaku seks yang lebih baik dari pada anak yang mendapatkannya dari
(8,9)
orang lain.

Hasil survey dari program PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli

Remaja) di SMU 4 Swahlunto/Sijunjung pada tahun 2005 dari 216 responden

ditemukan aktifitas berpacaran remaja yang berpegang tangan sampai


5

berpelukan 75 orang (34,7%), bercium pipi 98 orang (45,3%), cium bibir/

mulut 73 orang (33,7%), cium leher 49 orang (22,6%) dan 39 orang (18%)

meraba daerah sensitive sedangkan yang melakukan hubungan seksual

terdapat 20 orang (9,2%).

Akademi Kebidanan Helvetia Pekanbaru memiliki mahasiswa yang

berjumlah 277 orang terdiri dari Tingkat I, yang berjumlah 115, Tingkat II

yang berjumlah 93 orang dan tingkat III yang berjumlah 65 di AKBID

Helvetia Pekanbaru memiliki peraturan yang sangat disiplin, karena

mempunyai tujuan untuk menciptakan tenaga kesehatan yang

profesionalsehingga mayoritas mahasiswi baru bisa keluar dari asrama yang

dikenal dengan istilah ”pesiar”. Di bagian kemahasiswaan AKBID Helvetia

memiliki program setiap bulannya untuk melakukan inspeksi mendadak

”sidak” pada mahasiswi di kelas ataupun di asrama. Pada sidak yang

dilakukan pada 3 bulan terakhir yaitu pada bulan Agustus, September,

Oktober yang mendapat tindak lanjut dari bagian kemahasiswaan adalah

mahasiswi yang membawa hand phone berkemara, majalah, novel dan buku-

buku yang berbau pornografi.

Berdasarkan data dari bagian Kemahasiswaan Akademi Kebidanan

Helvetia Pekanbaru dari Tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 terdapat 2

orang mahasiswa yang berhenti dari kuliah yang dikarenakan 1 orang cuti

akademik yang dikarenakan melanggar asusila keluar dari asrama bersama

pacarnya dan 2 orang menikah yang dikarenakan hamil di luar nikah.

Kehamilan yang tidak diinginkan pada mahasiswi umumnya terjadi karena


6

hubungan seks pra nikah. Kondisi sangat memprihatinkan dan perlu mencari

faktor penyebabnya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui faktor

pengetahuan, sikap akses media pengaruhnya terhadap perilaku seksual

mahasiswi di Akademi Kebidanan Helvetia Pekanbaru Tahun 2010.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut : “Apakah Terdapat hubungan Media

masa dan perang tua terhadap tindakan seksual remaja mahasiswa AKBID

HELVETIA Pekanbaru Tahun 2010”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan media masa dan peran orang tua dengan

tindakan seksual remaja di AKBID HELVETIA Pekanbaru Tahun 2010.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1Untuk mengetahui hubungan media massa dan peran orang tua

terhadap seksual remaja mahasiswa Akbid Helvetia.

1.3.2.2Untuk mengetahui peran orang tua terhadap seksual remaja

Mahasiswa Akbid Helvetia.


7

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Mahasiswa Helvetia Pekanbaru

Dapat memperkirakan tindakan preventif apa yang harus dilakukan

untuk menanggulangi masalah-masalah yang akan timbul akibat

pengetahuan dan perilaku remaja dan sebagai masukan bagi pihak

Kampus, mahasiswa dan keluarga

1.4.2 Bagi institusi terkait

Sebagai masukkan dan bahan pertimbangan bagi Dinas Pendidikan

Nasional, Depag, dan Dinas Kesehatan dalam upaya perlu atau

tidaknya diterapkan pendidikan kesehatan reproduksi remaja di

Kampus.

1.4.3 Bagi Pendidikan

Sumbangan pemikiran bagi pengembangan AKBID HELVETIA

Pekanbaru.

1.4.4 Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman .penulis tentang tindakan

seksual remaja khususnya dan dalam bidang metodologi penelitian

umumnya.

1.4.5 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, landasan teori dan kerangka

konsep yang telah ditemukan di atas dapat disimpulkan suatu hipotesis

sebagai berikut :
8

Ho : Tidak ada hubungan antara peran orang tua dengan tindakna seksual

mahasiswa Akbid Helvetia pekanbaru 2010.

Ha : Ada huhungan antara perang orang tua dengan tindakan seksual

mahasiswa Akbid Helvetia Pekanbaru Tahun 2010.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

2.1.1 Pengertian

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin udolescere (kata

bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau

“tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescence, seperti yang digunakan saat

ini, mempunyai arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional,

sosial, dan fisik. Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu

berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di

bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan dalam tingkatan yang

sama. (10)

Menurut World Healt Organization (1974) dalam Sarwono (2005)

memberikan detinisi tcntang remaja yang lebih bcrsifat konscptual. Dalam

definisi tersebut dikeniukakan 3 kriteria yaitu, biologik, psikologik, dan sosial

ekonomi. sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut: (3)

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda

seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari

kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan social- ekonomi yang penuh kepada

keadaan relative lebih mandiri.

9
10

2.1.2 Batasan Remaja

Menurut WHO dalam Sarwono (2005) menetapkan usia remaja 10-24

tahun., yang dibagi menjadi 2 bagian yailu remaja awal 10-14 tahun dan

remaja akhir 15-24 tahun. Dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri

menerapkan usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda (young). Batasan usia

remaja untuk Indonesia menggunakan batasan usia I1-24 tahun dan belum

menikah dengan pertirnbangan-pertimbangan sebagai berikut : (3)

1. Usia l1 tahun adalah usia pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder

mulai nampak (kriteria fisik)

2. Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil balik,

baik menurut adat maupun agama, sehinaga masyarakat tidak lagi

memperlakukan mereka sebabai anak-anak (kriteria sosial)

3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan

jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity). tercapainya fase genital

dari perkembangan psikoseksual dan tercapainya puncak perkembangan

kognitif maupun moral (criteria psikologik)

4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal yaitu untuk memberi

peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih

menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh

sebagai orang dewasa, belum bisa memberikan pendapat sendiri. Dengan

kata lain, orang-orang yang sampai pada batas usia 24 tahun belum dapat

memenuhi persyaratan kedewasaan secara social maupun psikologik masih

dapat digolongkan remaja.


11

5. Seseorang yang sudah menikah, pada usia berapaun dianggap dan

diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun

dalam kchidupan masyarakat dan keluarga. Karena itu definisi remaja di

batasi khusus untuk yang belum menikah.

2.1.3 Tahap Remaja

Blog dalam Sarwono (2005) menetapkan 3 tahap proses penyesuaian


(3)
diri menuju kedewasaan dalam perkembangan remaja :

2.1.3.1Remaja Awal (early adolescence)

Pada tahap ini remaja masih terheran-heran akan perubahan yang

terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai

perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran

baru, cepat tertarik pada lawan jenis mudah terangsang secara erotis.

Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi

erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan

berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan para remaja sulit

mengerti dan dimengerti orang dewasa.

2.1.3.2Remaja madya (middle adolescence)

Tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan. Ia senang kalau banyak

teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “nacistic”, yaitu

mencintai diri sendiri. Dengan menyukai teman-teman yang punya

sifat-sifat yang sama dengan dirinya.


12

2.1.3.3 Remaja akhir (Late adolescence)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan

ditandai dengan pencapaian 5 hal yaitu :

a. Minat yang makin mantap tErhadap fungsi-fungsi intelek.

b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang

lain dan dalam pcngalaman-pengalaman baru.

c. Terbentuklah identitas seksual yang tidak akan oleh lagi.

d. Egoseintrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)

diganti dengan kescimbangan antara kepentingan diri sendiri

dengan orang lain.

e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private

selv) dan masyarakat umum (the public).

2.1.4 Karakteristik Masa Remaja

Hurloek (1999) mengemukakan berbagai ciri dari pada remaja: (10)

1. Remaja adalah periode peralihan

Sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan

berikutnya secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja

bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa. Status

ini sangat strategi karena memberi waktu kepada remaja untuk

membentuk gaya hidup dan menetukan pola perilaku, nilai dan

sifat-sifat yang diinginkannya.


13

2. Masa remaja adalah masa terjadi perubahan

Sejak awal masa remaja ini dimana perubahan fisik terjadi dengan pesat,

perubahan perilaku dan sikap juga berkembang. Ada empat perubahan

besar yang terjadi pada remaja yaitu ; perubahan emosi, perubahan peran

dan minat, perubahan pola perilaku, perubahan sikap menjadi ambivalen.

3. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah

Masalah remaja sering menjadi yang sulit untuk diatasi..Hal ini

terjadi karena antara lain : pertama tidak terbiasanya remaja

menyelesaikan masalah, sehingga ia tidak mempunyai pengalaman

dalam mengatasi masalah pada kanak-kanak, kedua karena remaja

merasa dirinya mandiri, maka ia cenderung menbatasi masalahnya

sendiri tanpa mau meminta bantuan orang lain, sehingga kadang

terjadi penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

4. Masa remaja adalah masa mencari identitas

Menurut Ericson, identitas diri yang dicari remaja adalah berupa

kejelasan siapa dirinya dan apa peran dirinya di masyarakat. Remaja

tidak puas dirinya sama dengan dirinya sama dengan orang

kebanyakan, la ingin memperlihatkan dirinya sebagai individu,

sementara pada saat yang sama ia ingin mempertahankan dirinya

terhadap kelompok sebaya.

5. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan

Banyak anggapan masyarakat remaja adalah anak-anak yang tidak

rapi, tidak dapat dipercaya, cenderung berperilaku merusak,


14

sehingga menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan

mengawasi kehidupan remaja. Pandangan yang buruk dari orang

dewasa terhadap remaja membuat remaja takut bertanggung jawab

dan bersikap tidak simpatik sehingga menyulitkan peralihan ke

masa dewasa.

6. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca matanya

sendiri, baik dalam memandang dirinya maupun orang lain, mereka

belum mampu melihat secara apa adanya, tetapi menginginkan

sebagai mana yang ia harapkan. Apabila ada ketidaksesuaian antara

yang diharapkan dengan kenyataan, maka remaja akan meningkat

emosinya.

7. Masa remaja adalah masa ambang dcwasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan, maka usia belasan

akan berlalu dan remaja akan berkembang dan berusaha memberi

kesan bahwa mereka sudah hampIr dewasa. MerEka akan berpakaian

dan berperilaku seperti orang dewasa misalnya merokok, minuman

keras, obat-obatan dan terlibat perbuatan seks.

2.1.5 Perkembangan Psikologis Pada Remaja

2.1.5.1 Perkembangan Psikososial

Menurut Erickson dalam Hurlock (1999), pencarian identitas diri mulai

dirintis seseorang pada usia remaja muda. Pencarian identitas diri berarti

pencarian diri sendiri, di mana remaja tahu kedudukan dan perannya


15

dalam lingkungannya, di samping ingin tahu juga tentang dirinnya

sendiri yang menyankut soal apa dan siapa. Secara emosional remaja

ingin disapih, sekalipun tetap masih ingin dikasihi. Remaja

mendambkana diperlakukan seperti orang dewasa, serta amat puas bila

peribadinya dihargai. Penyesuain terhadap. lingkungan baru dapat

menjadi masalah bagi remaja karena meninggalkan dunia anak-anak

berarti memasuki dunia baru yang penuh dengan tuntutan baru. Bila

tidak mampu memenuhi tuntutan dunia barunya maka akan timbul


(3)
perasaan-perasaan tidak mampu yang mendalam.

2.1.5.2Emosi

Pada masa remaja, kepekaan emosi menjadi meningkat, sehingga

terangsang sedikit saja sudah menimbulkan luapan emosi yang besar,

misalnya menjadi marah atau menangis. Masa remaja di dominasi oleh

peran emosi, hal ini dapat dilihat dari seleranya tentang lagu, buku
(3)
bacaan and tingkah lakunya

2.1.6 Seksualitas

2.1.6.1 Pengertian

a. Seks

Seks adalah perbedaan badani (biologis) perempuan dan laki-laki,


(10)
sering juga disebut dengan jenis kelamin.

b. Seksualitas

Seksualitas adalah pengalaman dan ekspresi seksual yang

dipengaruhi oleh gender, identitas seksual, identitas gender, orientasi


16

seksual, sikap dan nilai. Perilaku dan praktek, emosi dan proses

reproduksi. Tidak seluruhnya secara sekaligus dialami oleh remaja.

Pada dasarnya seksualitas adalah hasil penjumlahan dari factor

biologis, psikologis, social ekonomi, budaya, etik dan agama. (10))

Menurut Masters et.al (1992) dalam Imran (1999) segala sesuatu

yang berhubungan dengan jenis kelamin disebut seksualitas. Hal ini


(11)
menyangkut berbagai dimensi yang sangat luias antara lain :

1) Dimensi biologis

Seksualitas berkaitan dengan anatomi dan fungsional alat reproduksi atau

alat kelamin dan dampaknya bagi kehidupan fisik atau biologis manusia.

2) Dimensi psikologis

Seksualitas bcrhubungan erat dengan bagaimana menjaiankan fungsi

seksual, sesuai dengan identi-tas jenis kelamin dan bagaimana dinamika

aspek-a.spek psikologis terhadap seksualitas itu sendiri, serta bagaimana

dampak psikologis dari fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.

3) Dimensi sosial

Dimensi sosial melihat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar

manusia, bagaimana seseorang beradaptasi atau menyesuaikan diri

dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi

peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.

4) Dimensi kultural-moral

Dimensi ini menunjukan bagaimana nilai-nilai budaya dan moral

mempunyai penilaian terhadap seksualitas


17

2.2 Seksualitas Remaja

Masa remaja diawali pleh masa pubertas dimana terjadi perubahan

fisik seperti bentuk tubuh dan fungsi biologi. Semua perubahan itu

dipengaruhi oleh berfungsinya hormone-hormon seksual yaitu testosterone

untuk laki-laki dan estrogen untuk wanita.

Perubahan-perubahan tubuh pada masa pubertas disertai dengan

perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer dan skunder. Seiring

dengan perkembangan tersebut dan karena keingintahuan remaja, menurut Tanner

dalam Imran (1999) minat seksual remaja yang muncul adalah : (11)

2.2.1 Minat dalam permasalahan yang menyankut kehidupan seksual

Remaja mulai ingin tahu tentang kehidupan seksual manusia, sehingga

mereka berusaha mencari informasi tentang seks seperti dari buku, gambar,

atau film yang biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Ini dilakukun

karena kurangnya komunikasi dengan orang tua atau guru tentang

seksualitas, dimana masyarakat masih menganggap tabu untuk membicarakan

masalah ini dalam kehidupan sehari-hari.

2.2.2 Keterlibatan aspek emosi dan sosial pada saat berkencan

Perubahan fisik dan biologis, menyebabkan remaja mulai tertarik

dengan lawan jenis yang merupakan akibat dari timbulnya dorongan seksual.

2.2.3 Minat dan keintiman secara fisik

Dengan adanya dorongan-dorongan seksual dan rasa ketertarikan

terhadap lawan jenisnya, perilaku remaja mulai diarahkan untuk menarik


18

perhatian lawan jenisnya dan dalam rangka mencari pengetahuan mengenai

seks ada remaja yang melakukannya secara terbuka bahkan mulai mencoba

mengadakan eksperimen dalam kehidupan seksual seperti bercumbu dan

berhubungan badan.

Sarwono (2004) mengatakan bahwa masalah seksualitas pada remaja


(3)
timbul karena faktor-laktor berikut :

1. Perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas)

remaja meningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran tingkah

laku seksual tertentu.

2. Akan tetapi penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya

penundaan usia perkawinan misalnya atau karena norma social yang makin

lama makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan.

3. Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama tetap berlaku di mana

seseorang dilarang untuk melakukan hubngan seks sebelum menikah.

4. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran

informasi dan rangsangan seksual melalui media massa dan teknologi

canggih menjadi tidak terbendung. Remaja ingin tahu dan ingin mencoba,

apa yang dilihat atau didengarnya karena mereka pada umumnya belum

pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuannya.

5. Orang tua sendiri, karena ketidaktahuan maupun karena sikapnya yang

masih mentabukan pembiacraan mengenai seks dengan anak tidak terbuka,

malah cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah yang satu ini.
19

6. Di pihak lain, tidak dapat diingkari adanya kecenderungan pergaulan yang

bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat

2.3 Perilaku Seksual Remaja

Menurut Finkel et, al dalam Yarlita (2005) Perilaku seksual seringkali

diasosiakan semata-mata dengan terjadinya hubungan seksual antara seorang

laki-laki dengan perempuan yaitu terjadinya penetrasi vagina dan ejakulasi.

Tetapi sesungguhnya perilaku seksual mencakup gejala bentuk ekspresi

seksual yang dilakukan seseorang mulai dari hubungan heteroseksual,

homoseksual sampai beragam teknik dan gaya seperti oral seks, anal seks, atau

masturbasi untuk mencapai kepuasan seksual baik secara biologis maupun

psikologis.(13)

Menurut Simkins dalam Sarlito (2005) perilaku seksual adalah segala

tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya

maupun dengan sesama jenisnya. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa

bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan,


(3)
bercumbu, bersenggama.

Teori-teori yang mengungkap determinan perilaku, khususnya perilaku

yang berhubungan dengan kesehatan antara lain teori Lawrence W. Green

(1989) datam Notoatmodjo {2003) bahwa kesehatan seseorang atau

masyarakat dipengaruhi oleh dua taktor pokok yakni faktor perilaku (behavior

causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku
(14)
itu sendiri ditentukan atas 3 faktor yaitu :
20

1. Faktor predisposisi (predisposisi factor)

Yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-

nilai dan sebagainya

2. Faktor pendukung (Enabling factor)

Seperti lingkungan fisik, ketersediaan fasilitas dan sumber-sumber yang

ada di masyarakat.

3. Faktor pendorong (reinforcing factor),

Yang berasal dari orang yang berpengaruh, seperti keluarga, teman

sebaya, guru, dan petugas kesehatan.

Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam hayalan atau

diri sendiri, Sebagian dari tingkah laku ini memang tidak berdampak apa-apa,

terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang ditimbulkannya. Tetapi

pada sebagian perilaku seksual yang lain dampak psikologis yang cukup
(3)
serius seperti perasaan bersalah, depresi, marah, agresi.

Menurut Kinsey dalam Yarlita (2005) perilaku seksual manusia


(13)
meliputi empat tahapan yaitu :

1. Bersentuhan (touching), mulai dari berpegangan tangan sampai dengan berpelukan.

2. Berciuman (kissing), mulai dari ciuman hingga berciuman bibir dengan

memainkan lidah (deep kissing)

3. Bercumbu (petting), yaitu menyentuh bagian yang sensitif dari tubuh

pasangan dan mengarah pada pemhangkitan gairah seksual.

4. Berhubungan seksual kelamin


21

Ada tiga tujuan dalam perilaku seksual yaitu perilaku seksual untuk

melanjutkan keturunan, seksual untuk pernyataan cinta yang mendalam dan

seksual untuk bersenang-senang. Pada remaja perilaku seksual sesuai dengan

perkembanbanya cenderung untuk berperilaku seksual dengan tujuan untuk


(3)
bersenang-senang tanpa memikirkan akibat yang ditimbulkan.

Problem seksuatitas remaja di masyarakat urban dan modern bermula

dari kenyataan bahwa selain percepatan kematangan seksual, juga adanya

pemaparan terhadap bahan bacaan atau tayangan visual yang menampilkan

seksualitas remaja dalam berbagai bentuk, juga karena semakin seringnya

mereka bertemu dengan lawan jenis, serta meningkatnya kesempatan bagi

remaja untuk menikmati kehidupan pribadinya. (3)

2.4 Media Massa

2.4.1 Pengertian

Media massa adalah suatu alat untuk menyampaikan informasi. Di

dalam proses belajar, media pendidikan kesehatan merupakan saluran untuk

menyampaikan informasi kesehatan dan untuk mempermudah penerimaan

pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau Hen. Media juga merupakan

alat untuk memperoleh informasi sesuai dengan keinginan sehingga dapat

mempengaruhi perilaku seseorang karena semakin banyak pengalaman

mendengar, melihat dan mengalami maka akan semakin kuat stimulus yang

dapat mendorong munculnya perilaku. (1 5 )

Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan yang

terdiri dari booklet yaitu media untuk menyampaikan informasi atau pesan
22

dalam bentuk buku baik tulisan maupun gambar adalah bentuk penyampaian

informasi atau pesan melalui lembaran yang dilipat, rubric atau surat kabar

atau majalah yang membahas setiap masalah yang b erkaitan dengan

informasi, poster adalah bentuk media cctak yang berisi pesan atau informasi

yang ditempelkan, foto adalah bentuk media yang dapat mengungkapkan


(15)
beberapa informasi.

Media elektronik adalah media untuk menyampaikan pesan atau

informasi secara elektronik seperti televisi, radio, video dan film.

penyampaian informasi melalui media televisi dapat bcrbentuk sandiwara,

drama, sinetron, forum diskusi, tanya jawab. Informasi secara radio antara

lain melalui ceramah, sandiwara radio, dan obrolan, sedangkan video dan
(15)
film melalui gambar bergerak atau film.

Berita erotika di media massa disebut juga dengan porno media

maksudnya adalah artikel, gambar atau tayangan yang mengandung makna

erotika seperti gatnbar tubuh wanita dan pria tanpa busana atau busana

minim, menampilkan gambar ciuman dalam konteks yang merangsang dan

menampitkan adegan petting atau senggama. Berita pemerkosaan dengan

menekankan pada proses terjadinya pemerkosaan, proses persctubuhan,

informasi kemaluan tubuh pria dan wanita dalam sajian sensual dan berita

hubungan seks di luar pernikahan.

2.4.2 Pengaruh Erotika Media Massa


23

Bugin (2001) menjelaskan bahwa sehubungan dengan erotica media


(15)
masa ini berebang tiga anggaoan di masyarakat awam antara lain :

1. Tayangan adegan seks tidak memberikan inspirasi pada penontonya untuk

melakukan hubungan seks, namun justru cenderung memperkuat

keinginan di dalam hati seseorang yang memang berhasrat melakukan

hubungan seks

2. Adegan-adegan itu hanya berfungsi sebagai penyaluran emosi apabila

seseorang berkeinginan seksual, begitu melihat gambar, juga mendengar

dan membaca erotisme di televisi atau film, maka akan tersalurkan

keinginannya itu.

3. Dengan seks di televisi dan film sama sekali tidak berpengaruh buruk,

artinya banyak kasus menunjukkan bahwa penonton tidak meniru begitu

saja dengan adegan seks di televisi dan di film akan tetapi peran

lingkungan keluarga, latar belakang pendidikan dan agama sangat

mempengaruhi seseorang. Sedangkan erotisme yang ditonton di televisi,

film dan media lainnya itu hanyalah mempengaruhi mereka memiliki niat

buruk dalam hatinya.

Tetapi walaupun demikian diyakini atau tidak media massa baik media

massa elektronik maupun media cetak tetap dianggap mempengaruhi sikap

dan tindakan seksualitas manusia terutama remaja. Dengan demikian baru-

baru ini sebagian masyarakat Indonesia mendesak agar rancangan undang-

undang Anti Pornografi dan Pornoaksi segera disahkan dengan harapan dapat

memperbaiki akhlak bangsa terutama tentang perilaku seks bebas akibat


24

pengaruh Erotika Media Massa. Kalangan masyar<ikat jut~lt mcnoltlk

tcrbitnya majalah Playboy vcrsi Indonesia yang rnayoritas isinya berupa

erotika media massa. (t6)

2.4.3 Konsep Pornografi

Pornografi disebut juga dengan porno media maskudnya adalah

artikel, gambar atau tayangan yang mengandung makna erotica seperti

gambar tubuh wanita dan pria tanpa busana atau busana minim, menampilkan

gambar ciuman dalam konteks yang merangsang dan memampilkan adegan


(15)
petting atau senggama.

Secara garis besar dalam wacana porno atau tindakan pencabutan

kontemporer ada beberapa bentuk porno yaitu pornografi, porno tcks,

porno suara dan porno aksi. Dalam kasus tertentu semua kategori ini dapat

menjadi sajian dalam satu media sehingga konsepnya mcnjadi porno

media. Pornografi adalah gambar-gambar porno yang dapat diperoleh

dalam bentuk foto dan gambar video. Porno teks adalah karya pencabulan

yang mcngangkat cerita berbagai versi hubungan seksual dalam bentuk

narasi, tesrimonial atau pengalaman pribadi secara detail dan vulgar,

sehingga pembaca merasa ia menyaksikan sendiri, mengalami atau

melakukan sendiri peristiwa hubungan seks itu. (15)

Porno suara adalah suatu tuturan dan kalimat-kalimat yang

diucapkan seseorang yang langsung atau tidak langsung, bahkan secara

halus atau vulgar tentang objek seksual atau aktivitas seksual. Sedangkan

porno aksi adalah suatu penggambaran aksi gerakan, lenggokan, liukan


25

tubuh yang tidak disengaja atau sengaja untuk memancing bangkitnya


(15)
nafsu seksual lelaki.

Ketika keingintahuan remaja akan hal-hal yang menyangkut

seksualitas meningkat, satu-satunya sumber informasi yang mudah mereka

dapatkan adalah bacaan-bacaan popular, VCD porno. akses internet, dan

lain-lain. Informasi yang mereka dapatkan tersebut tidak selalu benar.

melainkan vulgar, jorok dan sangat teknis. Akibat yang ditimbulkan dari

hal ini adalah keinginan untuk mencoba, praktek dan akhirnya melakukan

tindakan yang salah dengan segala resikonya. (7)

Maraknya tayangan telvisi, film porno di bioskop, menjamurnya

peredaran VCD porno, dan buku-buku porno di berbagai tempat

merupakan factor pendorong remaja melakukan hubungan seks sebelum

menikah. Adanya kccendcrungan pada daya tarik fisik dan seksual di dalam

berbagai media periklanan juga dapat membuat remaja makin sulit mcngontrol

dorongan seksualnya. (7)

Dari penelitian mengenai sumber-sumber informasi masalah seksual

68,2% remaja mcmperoleh informasi dari media massa, 12,25% dari guru,

5,25% dari orang tua, 3,50% dari petugas medik dan 10,8% dari sumbcr lainnya.

Kekurang pahaman ini memunculkan perilaku seksual remaja yang tidak sehat

dan tidak bertanggung jawab seperti melakukan eksperimen ke tempat pekerja

seks komersil, melakukan hubungan seks sebelum menikah, dan tanpa

pertimbangan kemugkinan masa depan yang kurang cerah bagi dirinya:(3)

2.4.4 Peran orang tua


26

Dalam keluarga hal yang dapat mempengaruhi peran orang tua terhadap

perhatian dan pengawasan kepada anak tidak lepas dari tingkat pendidikan dan

pekerjaannya. Kesenjangan tingkat pendidikan orang tua dengan anak akan

mempengaruhi cara pandang terhadap suatu permasalahan. Orang tua yang

pendidikannya rendah, cenderung memandang seks sebagai kodrat, tidak perlu

dikomunikasi dan tidak per-lu diajarkan kepada anaknya. Sementara komunikasi

tentang seksualitas pada anak remaja sangat berpengaruh terhadap perilaku

seksual mereka nantinya. (3)

Peker-jaan orang tua akan sangat mempengaruhi terhadap perhatian

yang akan diberikan kepada anaknya, apalagi orang tua yang bekerja keudanya.

Orang tua yang bekerja setiap hari dari pagi sampai sore akan berbeda tingkat

perhatian dan pengawasan dengan orang tua yang tidak bekerja, terutama bila

orang tua perempuan ikut bekerja. Orang tua yang sibuk edngan pekerjaannya

akan mengakibatkan kendornya hubungan dengan anak, hal ini bisa


(3)
mengarah kcpada perilaku seks yang tidak baik.

Menurut penelitian Raihana & Mercy (2003) pada 2.034 mahasiswa

SMA (1.065 laki-laki dan 969 perempuan) bahwa remaja yang tidak diawasi

orang tua 5 jam atau kurang dari 5 jam setiap minggunya diketahui

melakukan hubungan seksual sebanyak 75,1% laki-laki dan 59,4%

pcrempuan , dibandingkan dengan tidak diawasi orang tua 30 jam atau lebih

setiap minggunya didapatkan yang melakukan hubungan seksual 87,6% laki-

laki dan 72,5% perempuan. Dari penelitian mengenai sumber-sumber

informasi masalah seksual, 68,2% remaja memperoleh informasi dari media


27

massa, 12,25% dari guru, 5,25%° dari orang tua, 3,50% dari petugas medik

dan 10,8% dari sumber lainnya. ( 3 )

Secara umum di Indonesia masyarakat masih menbanggap seks

sebagai sesuatu yang alamiah. Seks adalah kodrat dan oleh karena itu tidak

perlu dikomunikasikan, apalagi diajarkan kcpada anak-anak. Anak-anak akan

mengetahui tentang seks ketika mereka dewasa. Tetapi dalam dunia yang

bcrubah cepat dimana Informasi memainkan peranan penting melalui media

massa, para orang tua dl Indonesia terjebak dalam sebuah dilema diantara

nilai-nilai budaya seksualitas dan realitas sosial seksilatitas. Orang tua

menganggap perlu untuk nnempertahankan norma-norma, nilai-nilai, sikap

dan perilaku seksualitas yang diterima masyarakat. (7)

Disamping itu orang tua juga menjadi saksi akan perubahan perilaku

seksual kaum muda seperti hubungan seks pranikah, kehamilan remaja,

aborsi dan lain-lain. Disaat itu pula mereka mulai menyadari perlunya

keutuhan akan informasi dan pendidikan seksualitas bagi anak-anaknya tetapi

mereka juga kurang memiliki pengetahuan tentang hal-hal, tersebut dan

bingung bagaimana membicarakannya dengan anak-anak mereka. (7)

Penelitian yang dilakukan oleh BKKBN Sidoarjo (Mei-Juli 2002)

didapatkan bahwa orang tua respondcn yang bcrperan 23,3 % (59 responden),

oleh karena itu, peran orang tua sangat diperlukan untuk menghindari remaja

melakukan hubungan seksual. Informasi mengenai seksualitas sebaiknya

diberikan oleh orang tua dalam suasana akrab dan terbuka dari hati ke hati. (18)
28

Seperti dikemukakan Wibowo (1994) dalam Binarni (2006) keluarga

merupakan suatu institusi formal yang sifatnya life-long learning center,

keluarga mempunyai fungsi dan peranan sangat penting dalam membangun

landasan moral bangsa. Kekukuhan institusi keluarga merupakan salah satu

prasyarat utama menghasilkan generasi penerus yang berkualitas.( 9)

Berikut ini masalah yang dapat dibicarakan atau didiskusikan orang

tua bersama remaja yang terkait dengan peran orang tua dalam keluarga
(12)
untuk mencegah terjadinya perilaku seksual pada remaja.

2.4.4.1 Pemberian Informasi

Kurangnya informasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja

dalam masalah seputar seksual juga mmebuat munculnya penyimpangan

perilaku seksual. Dalam pembentukan sikap remaja tentang seksualitas orang


(3,7)
tua dapat memberikan informasi kepada remaja, seperti

a. Masalah yang berkaitan dengan datangnya haid pertama

Banyak sekali ditemukan remaja yang terkejut karena kedatangan haid

pertamanya, yang seharusnya sebelum itu terjadi orang tua telah

memberikan informasi bahwa haid akan dialami oleh setiap wanita sekitar

umur 11-13 tahun.

b. Perubahan yang tcrjadi pada organ seksual di masa akhil baliq atau pubertas.

Orang tua dapat menyampaikan kepada remaja bahwa dengan datangnya

haid pertama akan beriringan dengan perubahan . yang terjadi pada organ

seksualnya seperti payudara menjadi berkembang, tumbuh rambut di ketiak

dan sekitar kemaluan serta mulai berfungsinya alat kelamin.


29

c. Masalah yang berhubungan dengan haid yang terjadi setiap bulannya.

Salah satu yang dapat diinformasikan oleh orang tua berhubungan dengan

haid pada remaja adalah bagaimana menyikapi datangnya haid itu seperti

menjaga kebersihan alat kelamin dan bagaimana cara menanggulangi nyeri

di saat haid.

d. Hubungan seksual sebelum menikah dan akibatnya

Perilaku seksual menyimpang yang juga terjadi pada remaja adalah

hubungan seksual sebelum menikah karena itu orang tua dapat memberikan

informasi bahwa hubungan seksual sebelum menikah sangat bertentangan

dengan ajaran agama manapun dan akibatnya juga sangat berpengaruh

terhadap remaja itu sendiri scperti kehamilan yang tidak direncanakan.

e. Bagaimana menghindari diri dari seks bebas

Karena begitu mudahnya remaja mendapat akses dari hal yang berhubungan

dengan seksual maka orang tua perlu membentengi remaja dengan informsi

agar terhindar dari seks bebas seperti mejauhi diri dari pergaulan dengan

teman-teman yang teridentifikasi dengan perilaku seks bebas.

f. Penyakit menular seksual

Informasi yang dapat diberikan tcntang penyakit menular seksual antara

lain macam-macam penyakit tersebut seperti H1V/ AIDS, Sifilis, GO,

Herpes genital, Hepatitis B, dan lain-lain yang dapat terjadi bila

melakukan hubungan seksual dengan yang bukan pasangan syah.

g. Masalah pernikahan yang terjadi pada usia dini


30

Akibat yang ditanggung remaja bila terjadinya pernikahan pada usia

muda antara lain ketidaksiapan remaja.dalam menghadapi kehidupan

rumah tangga. Dimana scbuah rumah tangga memerlukan persiapan fisik

dan mental yang belum bisa dicapai oleh seorang remaja karena masa

remaja merupakan masa pencarian jati diri atau masa peralihan dari anak-

anak ke dewasa, bukan hanya dalam artian psikologis tetapi juga fisik.

h. Akibat hamil yang terjadi pada usia muda (< 20 tahun)

Dalam hal ini orang tua dapat menjelaskan bahwa hamil yang terjadi

hada usia yang belum cukup matang dapat berpengaruh terhadap masa

kehamilan maupun masa kelahirannya nanti, dikarenakan secara faalnya

alat-alat reproduksi belum bekerja secara sempurna

i. Bagaimana berperan yang sehat

Remaja perlu dibekali oleh orang tua bagaimana seharusnya berpacaran

yang baik artinya pacaran yang baik, baik secara fisik (tidak menyakiti

fisik kedua belah pihak/ tidak menimbulkan kehamilan) psikis (tidak

mengakibatkan perasaan jadi tertekan, membuat sedih, gelisah dan takut)

dan social (tidak menganggu masyarakat dan tidak melanggar nilai-nilai

yang ada di masyarakat) sehingga diharapkan tidak mengacu kepada

perilaku seksual yang nantinya akan merugikan remaja itu sendiri.

Sarwono (2005) berpendapat bahwa faktor-raktor yang menyebabkan

kesulitan komunikasi dengan orang tua antara lain karena perbedaan norma,

sudut pandang dan pola pikir yang dianut orang tua dengan remaja, kemerosotan

wibawa orang t.ua karena perbutan yang bertentangan dengan peraturan yang
31

dibuatnya sendiri, ketidaksepahaman orang, tua dalam mendidik

mendisiplinkan anak, kurangnya kemampuan orang tua dalam menerima

ungkapan, pikiran, perasaan, dan pengalaman remaja atau sebaliknya, cara

mendidik yang salah (terlalu ketat atau terlalu bebas tanpa pengarahan) serta
(3)
adanya perbedaan cita-cita antara orana tua dan anak.

Forehand dalam Sarwono (2005). mengemukakan makin tinggi

komunikasi dan tingkat pengetahuan orang tua terhadap remaja, semakin rendah

kemungkinan perilaku menyimpang seorang. Karena itu di samping komunikasi

yang baik, orang tua juga perlu mengembangkan kepercayaan kepada anaknya,

sehingga remaja lebih terbuka dan mau bercerita serta dapat membantu

pergaulan anak remajanya. (3)

2.4.4.2 Pembentukan Norma

Menurut Imran (1999) perilaku remaja hendaknya mampu

mempertimbangkan nilai-nilai social yang ada di sekitarnya dalam menampilkan

perilaku tertentu (agama, budaya dan sosial) dan mampu menyesuaikan diri atau

beradaptasi dengan norma yang diyakini. Norma-norma yang berlaku seperti

norma agama yang dianut oleh masyarakat setempat perlu ditanamkan orang tua

terhadap remaja sedini mungkin seperti mengajarkan bagaimana berpakaian

yang sopan mcnurut agama dan norma yang dianut, bagaimana tata tertib

duduk dan berperilaku yang baik bila ada tamu di rumah, mengajarkan kepada

anaknya untuk tidak keluar dari kamar mandi dalam keadaan tidak

berpakaian, dan orang tua juga dapat mengingatkan anaknya untuk tidak tidur
32

dalam satu kamar dengan saudara yang berlawanan jenis serta menghindari

tempat-tempat yang sepi bila hanya berdua dengan lawan jenis. (12)

2.4.3 Pengawasan Orang Tua

Faktor lain yang menyebabkan remaja melakukan hubungan seksual

adalah karena ketidaktahuan orang tua dan sikapnya yang masih mentabukan

pembicaraan mengenai seks dengan anak. Pemicu lainnya adalah kurangnya

pemahaman pendidikan seks dan pengawasan dari orang tua mereka. (20)

Bentuk pengawasan yang dapat dilakukan orang tua terhadap anak

remajanya dapat bcrupa mcnanyakan alasan bila anaknya terlambat pulang

sekolah atau dari bepergian dengan temannya, menanyakan tentang teman-

teman atau kelompok belajar anaknya, menanyakan siapa pacar anaknya atau

orang yang dekat dengan anaknya, orang tua dapat memeriksa hand phone

anaknya karena dengan teknologi tersebut dapat tersebar gambar atau adegan

porno dan terakhir orang tua dapat sckali-sekali memeriksa kamar anaknya.
(21)

Tim Sahabat Remaja PKBI Yogyakarta menyatakan bahwa di dalam

keluarga hubungan orang tua dengan remaja akan mendukung pola perilaku

remaja tersebut. Banyak remaja merasa bahwa orang tua tidak mengerti

mereka dan standar perilaku orang tua dianggap kuno. Hal ini lebih

disebahkan karena kesenjangan budaya bukan karena perbedaan usia. (22)

2.4.4 Tindakan Seksual Remaja


33

Tindakan adalah perbuatan nyata dari seseorang terhadap suatu

stimulus atau obyck. Tindakan merupakan salah satu bentuk operasional


(14)
perilaku yang terdiri dari tiga jenis yaitu :

1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu mengenai situasi atau rangsangan

dari luar.

2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau

rangsangan dari luar dan subyek.

3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang kongkrit berupa perbuatan atau

rangsangan dari luar.

Tindakan juga merupakan contoh bentuk perilaku aktif, sedangkan


(14)
bentuk pcrilaku dibagi dua yaitu :

1. Bentuk pasif yaitu respon internal yang terjadi dalam diri manusia dan

tidak secara langsung dapat dilihat oleh orang lain misalnya berfikir,

tanggapan atau sikap dan pengetahuan.

2. Bentuk aktif apabila perilaku itu sudah jelas dapat diobservasi secara

langsung. Oleh karena itu tampak dalam tindakan nyata. Yang termasuk

dalam bentuk aktif adalah tindakan nyata/ praktek seorang sebagai respon

terhadap stimulus.

Menurut Hutapea (1995) dalam Riyawan (2005) tindakan atau perilaku

seksual yaitu segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik
(23)
dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis.

Tindakan seksual tersebut dapat menimbulkan resiko baik dari segi

kesehatan atau psikolobis remaja. Hubungan seksual dapat menyebabkan


34

kehamilan yang . tidak diinginkan, bercumbu dan saling menempelkan alat

kelamin sampai dengan melakukan hubungan kelamin dapat beresiko terinfeksi

penyakit menular seksual seperti sifilis, gonorrhoe, bahkan HIV/AIDS.

Tindakan seksual yang aman adalah tindakan seksual yang tidak sampai

mengakibatkan terjadinya pertukaran cairan vagina dan sperma, misalnya


(12, 23)
bergandengan tangan, berpelukan dan berciuman pipi.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian adalah deskiptif dengan desain cross sectional study

yaitu pcnelitian terhadap media massa dan pcran orang tua sebagai variabel

independen serta tindakan seksual remaja sebagai variable dependcn, yang

dilakukan dalam waktu yang bersamaan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Helvetia Pekanbaru dimulai dari bulan

September 2010 sampai bulan Desember 2010

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah mahasiswa AKBID HELVETIA Pekanbaru

sebanyak 85 orang yang tinggal di luar asrama yang terdiri dari tingkat I

sebanyak 55 orang, Tingkat II sebanyak 30 orang yang tinggal di luar asrama.

3.3.2 Sampel

3.3.2.1 Besar Sampel

Peneliti menggunakan semua mahasiswa yang tinggal di luar asrama


(23)
sebagai sampel pada penelitian ini.

35
36

3.4 Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep Hubungan Media Massa dan Peran Orang


Tua Terhadap Tindakan Seksual Di Akademi Kebidanan
Helvetia Pekanbaru Tahun 2010.

Variabel Independen Variabel Dependen


Media Massa
Seksual Remaja
Peran Orang Tua

3.5 Definisi Operasional

3.5.1 Media massa

Media Massa adalah sumber informasi yang diperoleh oleh responden

tentang seksualitas, baik melalui gambar dan tulisan yang ada di media cetak

atau melalui televisi dan alat audio visual lainnya seperti VCD porno, interaet,

dan lain-lain dengna kategori :

a. Menggunakan media massa

b. Tidak menggunakan media massa

3.5.2 Peran Orang Tua

Peran orang tua adalah keikutsertaan orang tua dalam komunikasi,

pemberian informasi dan edukasi tentang tindakan seksual pada anaknya,

dengan kategori :.

a. Ada peran orangtua

b. Tidak ada peran orang tua


37

3.5.3 Seksual Remaja

Seksual remaja adalah semua tingkah laku atau tindakan responden

yang pernah dilakukan dengan lawan jenis atau sesama jenis seperti

bersentuhan (touching) mulai berpegangan tangan sampai berpelukan,

berciuman (kissing) mulai dari ciuman pipi hingga berciuman bibir dengan

memainkan lidah (deep kissing), bercumbu (petting) menyentuh bagian atau

meraba-raba bagian tubuh yang sensitive dari pasangan dan mengarah kcpada

membangkitan gairah seksual, berhubungan seksual kelamin (seksual

intercourse), dengan kategori :

a. Ada melakukan sentuhan

b. Tidak ada melakukan sentuhan

c. Ada melakukan ciuman pipi

d. Ada melakukan ciuman bibir dengan memainkan lidah

e. Ada melakukan ciuman pipi hingga berciuman bibir dengan memainkan

lidah.

f. Tidak ada melakukan ciuman pipi

g. Tidak ada melakukan ciuman bibir dengan memainkan lidah

h. Tidak ada melakukan ciuman pipi hingga berciuman bibir dengan

memainkan lidah.

i. Ada melakukan cumbuan dan menyentuh atau meraba-raba bagian tubuh

sensitif.

j. Tidak ada melakukan cumbuan dan menyentuh atau meraba-raba bagian

tubuh sensitif.
38

k. Ada melakukan hubungan seksual kelamin

l. Tidak ada melakukan hubungan seksual kelamin

3.6 Pengumpulan, Pengolahan, Analisis Data

3.6.1. Pengumpulan Data

3.6.3.1 Data Primer

Data dikumpulkan menggunakan angket yang memuat pertanyaan

untuk menggali informasi tentang variable dependen maupun variable

independent. Data dikumpulkan langsung oleh peneliti melalui

kunjungan langsung ke kampus dengan menggunakan angket kepada

sampel terpilih yang sebelumnya diberikan penjelasan tentang cara

pengisian angket.

3.6.3.2Data skunder

Data yang diperoleh dari kampus tentang nama mahasiswa, kelas dan

jumlah mahasiswa.

3.6.2. Pengolahan data

Setelah data-data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data

dengan langkah-langkah sebagai berikut :

3.6.2.1. Editing

Melakukan pemeriksaan kembali untuk mengetahui kelengkapan

pengisian jawaban.
39

3.6.2.2. Coding

Pemberian kodc pada setiap jawaban agar dikonversikan dengan

angka dan memudahkan dalam entry data.

3.6.2.3. Entry Data

Memasukan kode jawaban dengan menggunakan program

computer SPSS versi 13

3.6.2.4. Cleaning

sebelum dilakukan analisis data terhadap data yang sudah

dimasukan. Dilakukan pengecekan terhadap kesalahan pada saat

entry dapat diperbaiki sehingga nilai yang ada sesuai dengan hasil

pengumpulan data.

3.6.3. Aninlisis Data

3.6.3.1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran distribusi

dan proporsi dari masing-masing variabel penelitian. Penyajian data

disajikan dalam bentuk tabel distribusi, frekwensi dan persentase.

3.6.3.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dan variabcl dependen dengan uji Chi Square (XZ)

(X ² = Σ ( O – E )²) dengan tingkat kepercayaan 95%


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Tindakan Seksual Mahasiswa

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Akbid

Helvetia Pekanbaru diketahui bahwa lebih banyak mahasiswa mempunyai

tindakan seksual yang berisiko 52,3% dibandingkan dengan yang tidak

berisiko 47,7%. Di antara responden yang mempunyai tindakan seksual yang

berisiko, yang paling banyak mereka lakukan adalah tindakan bercium bibir/

mulut dengan pacarnya 52,3% dan melakukan petting (menyentuh bagian

yang sensitif dari tubuh pasangan dan mengarah kepada pembangkitan gairah

seksual ) 7,2%, sedangkan yang melakukan seksual inlercouse (melakukan

hubungan seksual ) terdapat 3 orang ( 2,7% ).

Tindakan seksual mahasiswa tersebut bisa terjadi kemungkinan karena

ketidak fahaman atau pengetahuan yang kurang terhadap pendidikan seks

yang baik oleh mahasiswa, meski mahasiswa telah mempunyai mata

pelajaran khusus tentang pengetahuan kesehatan reproduksi remaja.

Hasil penelitian yang dilakukan di Akbid Helvetia Pekanbaru

menunjukan persentase yang kecil jika dibandingkan dengan penelitian yang

dilakukan oleh PKBI (2001) dan BKKBN (2002). Hasil penelitian PKBI

(2001) terhadap mahasiswa SMU di lima kota yaitu (Kupang, Palembang,

Singkawang, Cirebon, Tasikmalaya) menunjukkan bahwa 74,8% dari 170

orang pernah melakukan hubungan seks dengan pacar, dan dari jumlah itu

40
41

46,2% melakukan secara rutin 1-2 kali sebulan dan 25% melakukan petting(26).

Sementara hasil survey dari BKKBN terhadap 2880 responden usia 15 – 24

tahun di 6 kota di Jawa Barat (Mei 2002) menunjukkan bahwa 39,6%

responden pernah melakukan hubungan seks pra-nikah.

Hasil penelitian Riani (2006) dl SMK Negeri 1 Sawahlunto/ Sijunjung

juga menemukan adanya mahasiswa yang pemah melakukan hubungan seksual

sebanyak 3,3%, hubungan tersebut lebih banyak dilakukan bersama pacar

2,9%, dengan teman dekat 0,4% dan sempat mclakukannya lebih banyak di

taman 2,1% dibandingkan di mobil 0,4% dan di rumah 0.8%. (28) Meskipun

terdapat persentase yang berbeda antara satu peneliti dengan peneliti lain,

terlihat perilaku seksual remaja sangat memprihatinkan.

Menurut teori tindakan seksual adalah segala tingkah laku yang

didorong oleh hasrat seksual, baik dari lawan jenis maupun dengan sesama

jenis, Sarwono (2004) mengatakan bahwa masalah seksualitas pada remaja

timbul karena bcberapa faktor, scperti peruhahan hormonal, penundaan usia

perkawinan, norma-nonna yang berlaku, adanya penyebaran informasi dari

media masa dan ransangan seksual melalui media massa dan teknologi

canggih. Ketidaktahuan orang tua maupun karena sikapnya yang masih

mentabukan pembicaraan mengenai secara terbuka dan adanya kecenderungan

pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat.

Masalah seks pada remaja sering kali mencemaskan para orangtua,

pendidik, pejabat, pemerintah, para ahli dan sebagainya. Resiko pergaulan

bebas di kalangan remaja dapat berupa kehamilan dengan berbagai


42

konsekuensi psikososial, seperti putus sekolah, rasa rendah diri, kawin muda

dan perceraian dini. Konsekuensi psikologi lainnya yang akan timbul bila

remaja melakukan abortus adalah timbulnya rasa bersalah yang berlebihan,

ancaman hukum pidana, penyakit menular seksual dan gangguan saluran

rcproduksi pada masa berikutnya serta berbagai gangguan dan tekanan

psikososial di masa lanjut yang timbul akibat huhungan seks pra nikah pada

remaja.

Untuk mengatasi masalah di atas perlunya pendidikan kesehatan

reproduksi, agama, dan norma-norma diberikan oleh sekolah yang bekerja

sama dengan lembaga terkait sehingga informasi tentang kesehatan

reproduksi diantaranya pendidikan seks yang diperoleh jelas dan benar agar

dapat menjaga kesehatan reproduksi secara benar.

4.2 Hubungan Media Masa Dengan Tindakan Seksual

Hasil penelitian menunjukan bahwa responden pada umumnya

terpapar dengan media massa erotik seperti buku porno, majalah/ Koran

porno, gamhar-gambar porno, melihat pornografi di televisi, menonton

VCD porno, pornografi di bioskop dan pornografi di internet termasuk di

hand phone. Responden yang terpapar berat dengan media massa dan

melakukan tindakan seksual yang beresiko sebanyak 92.1% (35 oran6). Dari

hasil penelitian responden yang terpapar dengan media erotik yang paling

banyak dengan gambar-gambar porno sebanyak 81,1%, pornografi di

televise 62,2% buku porno 58,6%, majalah/ Koran porno 57,7 % menonton
43

VCD porno menikah di bawah umur dari data tahun 2009 sudah 3 orang yang

menikah di bawah umur dan 3 orang telah melakukan hubungan pra nikah.

Hasil penelitian Wirawan (2005) tcntang sumber-sumber informasi

masalah seksual, 68,2% remaja memperoleh infortnasi dari media massa,

12,2% dari guru, 5,25% dari orang tua 3,5%. dari petugas medik dan 10,8%

dari sumber lainnya. (3) Menurut Synovate Research pada era kemajuan

informasi dan teknologi modern, media massa crotik makin maju pesat. VCD

porno, dan situs-situs porno di iniernet amat membahayakan remaja yang

menontonya, penelitian mengemukakan media massa pornografi yang

memapari remaja melalui VCD porno 76,6% sedangkan televise 69%.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Akbid Helvetia

Pekanbaru hampir sama dengan penelitian Wirawan (2005), hal ini dapat

disebahkan adanva penyewaan VCD porno dan penjualan buku/ majalah

porno yang bebas sehingga merupakan faktor pendorong remaja melakukan

hubungan seks setelah menikah. Disamping itu para remaja tersebut juga

mempunyai banyak waktu luang untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang

tidak berguna, karena tidak terlibat atau dilibatkan dalam ekstra kurikuler

sekolah.

Untuk dapat mengatasi hal diatas, harus adanya kerjasama antara

pihak sekolah dan lintas sektoral lainnya seperti menarik VCD porno dari

tempat penyewaan VCD serta mensensor penjualan majalah-majalah atau

buku-buku porno. Diadakannya kegiatan ekstrakuler di sekolah agar para

remaja tersebut mempunyai waktu luang bermanfaat.


44

4.3 Hubungan Peran Orang Tua Dengan Tindakan Seksual

Dari hasil analisis penelitian memberikan gambaran ternyata

responden dengan orang tua yang tidak berperan dalam hal memberikan

pendidikan seks, pengawasan, serta penanaman nilai moral kcpada anaknya,

didapatkan Schanyak 95,6% memiliki tindakan seksual yang beresiko,

dibanding dengan responden yang orang tuanya berperan 22,7%. Orang tua

yang berperan dalam hal pendidikan seks 45%, pembentukan norma dan

perilaku sosial kultural 98%, dan pengawasan orang tua 60%. Secara statistik

terdapat hubungan yang signifikan antara peran orang tua dengan tindakan

seksual (p< 0,000).

Hasi1 Penelitian ini sesuai dengan penelitian Forehand (1997) dalam

Sarwono (2005) yang mengemukakan bahwa makin tinggi komunikasi dan

tingkat pemantauan orang tua terhadap remaja, semakin rendah kemungkinan

perilaku menyimpang menimpa seorang remaja. Karena itu di samping

komunikasi yang baik orang tua juga perlu mengembangkan kepercayaan

anak kepadanya, sehingga remaja lebih terbuka dan atau bercerita serta dapat

memantau pergaulan anak remajanya. (3)

Menurut penelitian Raihana & Mercy (2003) pada 2.034 mahasiswa

SMA (1.065 laki-laki dan 969 perempuan) bahwa remaja yang tidak diawasi

orang tua 5 jam setiap minggunya diketahui lebih sedikit (75,1% laki-laki

dan 59,4%) melakukan hubungan seksual, dibandingkan dengan tidak diawasi


45

orang tua 30 jam atau lebih setiap minggunya (87,6% laki-laki dan 72,5%

perempuan).

Penelitian yang dilakukan di Akbid Helvetia Pekanbaru sama

dibandingkan dengan penelitian Raihana & Mercy (2003) bahwa dengan

kurangnya.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat diperoleh

kesimpulan sebagai berikut :

1. Lebih dari separuh tindakan seksual mahasiswa Akbid Helvetia

Pekanbaru beresiko.

2. Kurang dari separuh tindakan seksual mahasiswa Akbid Helvetia

Pekanbaru dengan media massa.

3. Lebih dari separuh orang tua mahasiswa Akbid Helvetia Pekanbaru

berperan dalam hal memberikan pendidikan seks, pengawasan, serta

penanaman nilai moral kepada anaknya.

4. Terdapat hubungan media massa dengan tindakan seksual mahasiswa

Akbid Helvetia Pekanbaru.

5. Terdapat hubungan peran orang tua dengan tindakan seksual mahasiswa

Akbid Helvetia Pekanbaru.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimulan yang sudah diuruikan di atas maka masih ada

masalah-masalah yang perlu disampaikan dalam bentuk saran sebagai berikut

5.2.1 Untuk Pendidikan

Perlunya pihak sekolah bekerja sama dengan petugas kesehatan untuk

memberikan pendidikan seks terutama pengetahuan tentang seks dalam

46
47

bentuk menyelenggarakan pendidikan kurikuler/ ekstra kurikuler untuk

membina kaum remaja menjalankan kehidupan reproduksi remaja yang schat.

5.2.2 Bagi Dinas Kesehatan

Menyelenggarakan pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR) secara

kontiniu, dalam upaya mempersiapkan kehidupan reproduksi remaja yang

sehat.

5.2.3 Bagi Orang Tua

Perlunya pengawasan orang tua dalam mengarahkan remaja dan

menjalin komunikasi yang harmonis antar sesama anggota keluarga dan

menciptakan keterbukaan terhadap masalah dan pembicaraan tentang

seksualitas, agar orang tua dapat mengetahui perkembangan yang terjadi pada

diri anaknya.

5.2.4 Bagi Peneliti Lain .

Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap sekolah-sekolah

yang ada di Kabupaten Sawahlunto/ Sijunjung untuh mengetahui tingkat

pengetahuan yang dimiliki remaja mengenai seksualitas. Perlu juga dilakukan

penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor eksternal lainnya seperti

faktar agama, adat istiadat/ budaya dana peran teman sebaya.


DAFTAR PUSTAKA

Majalah Gemari. 1 MilliAr Remaja Berperilaku Seksual Membahayakan,


Diakes dari http://www.bkkbn.go.id . Agustus 2003

BPS, Indonesia Dalam Angka, 2005

Sarwono, SW. Psikologi Remaja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005

Mohamad, K. Kontradiksi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Pustaka


Sinar Harapan Kerja Sama dengan The Ford Foundation, 1998.

Lutthic Ratna Eliyawati, Fenomena Perilaku Seksual Pada Remaja Diakses


dari httn://www.bkkbn.go.id. Januari 2004

Synovate, 40 Pcrsen Kawula Muda Ngcsek di Rumah, Diakses dari http://


kompas.com/kesehatan/nes/0507/21/112750.htm

Hidayana, dkk, Seksualitas, Teori dan Realitas, Jakarta Fisip UI Bekerja


sama Ford Foundation, 2004

Virandola. D. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Seksual


Remaja SMU 12 Padang : Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang, 2004.

Darwisyah, S, Seksualitas Remaja Indonesia, http://www.bkkbn.co.id

Hurlock, B, Psikologi Perkermbangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Hdup, Jakarta, Air Langsa, 1999

Imran, Irawati, Perkembangan Seksualitas Remaja Modul 2. Jakarta : PKBI


1999

Depkes R1, Materi Pelalawan Kesehatan Peduli Remaja. Jakarta Depkes RI.
2003

Yarlita, S, Perilaku Seksual Remaja dan Faktor-faktor yang mempengaruhi


di SMAN I Panti Kabupaten Pasaman : Fakultas Kedokteran I
Universitas Andalas Padang. 2005

Notoatmodjo, S. Pengantar Ilmu Pendidikan dan Perilaku Kesehatan,


Jakarta : Andi Offset

Bugin, Burhan, Erotika Media Massa, Jakarta : Kencana, 2001


Panggida E, E Pornografi di Media Massa Dalam Konstruksi Perempuan
Lajang Pekerjaan Profesional Di Jakarta, Jakarta, Maret 2006

Raihana & Mercy. Hubungan Antara Remaja Aktif Seksual dengan Kurangnya
Pengawasan Orang Tua, Diakscs dari httpa/www.hkkhn.co.id, Januari
2003

Maria, Yeni, S.Pd, Peranan Sekolah Dalam Pendidikan Seks, Scbuah Tinjauan
Teoritis, Diakses dari http://www.bkkbn.co.id

Wibowo, A, Permasalahan Kesehatan Reproduksi Remaja dan Alternatif Jalan


Keluarnya, Jakarta, Majalah Kesehatan Masyarakat Universitas Press,
2001

Suhertusi, B. Hubungan Peran orang Tua dan Teman Sebaya Terhadap


Perilaku Seksual Mahasiswa Tingkat I dan Tingkat II di Akademi
Kebidanan Lenggogcni : Politeknik Kesehatan Padang, 2006

Tim Sahabat Remaja PKBI, Tanya Jawab Seputar Seksualitas Remaja,


Panduan Tutor dan Pemerintah, 2004

Riyawan, R, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Seksual


Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Daerah Bengkulu Utara :
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang, 2005

Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : PT. Rineka Cipta,


2005

Khomsan, A. Teknik Pengukuran Gizi Jurusan Gizi Masyarakat Sumbcr Daya


Keluarga, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Depkes RI, Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Jakarta,


2005

Pratiwi, Pendidikan Seks Untuk Remaja, Penerbil Kawan Pustaka, Jakarta,


2003

Adiningsih, N. Buruk kesehatan Reproduksi Remaja, Diakses dari


http://www.pikiranrakyat Cyber Metro.com, Januari 2006

Riani I. Faktor-faktor Yang berhubungan Dengan Tindakan Seksual


Mahasiswa SMK Negeri 1 Sawahlunto Sijunjung Kabupaten
Sawahlunto Sijunjung Tahun 2006: Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas Padang. 2006
PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bersedia untuk

berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan Sdri. SILVIA NOVA

Mahasiswa Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas Padang dengan judul “ Hubungan Media Masa dan

Peran Orang Tua Terhadap Seksual Remaja Mahasiswa Akademi Kebinan

Helvetia Pekanbaru Tahun 2010”

Tanda tangan saya ini menunjukan bahwa saya bersedia untuk

memberikan informasi dan berpartisipasi dalam penelitian.

Pekanbaru, 2010

(………………………)
ANGKET PENELITIAN

MEDIA MASA DAN PERAN ORANG TUA TERHADAP TINDAKAN


SEKSUAL DI AKBID HELVETIA PEKABARU
TAHUN 2010

Petunjuk Pengisian :
1. Isilah kuesioner ini dengan jujur, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
2. Berilah tanda ceklist ( √ ) pada pertanyaan dalam table sesuai dengan
keadaan saudara, jangan ada pertanyaan yang kosong (tidak di isi)
3. Berilah tanda ( X ) pada pertanyaan dalam table yang sesuai dengan keadaan
saudara
No. Responden : …………………..(di isi oleh peneliti)
Tanggal : …………………..

I. Karakteristik Responden
a. Umur :
b. Jenis Kelamin :
c. Kelas :
d. Pekerjaan Orang Tua :
Pilihlah Jawaban yang anda anggap paling benar
II. Media Masa
Beri tanda ceklist ( √ ) pada kolom pertanyaan yang telah disediakan
1. Apakah anda pernah melihat/ membaca hal-hal yang berbau pornografi
a. Pernah b. Tidak
Bila pernah hal-hal apa saja anda lihat/ baca
Pernah Tidak Pernah
1. Buku Porno
2. Majalah porno/ Koran porno
3. Gambar-gambar porno
4. Pornografi di televise
5. VCD Porno
6. Pornografi di bioskop
7. Pornografi di internet
III. Peran Orang Tua
No Topik Pernah Tidak Pernah
I Pendidikan Seks
2. Orang tua dan saudara memberitahukan
tentang ciri-ciri pubertas
3. Orang tua dan saudara memberitahukan
tentang perbedaan fisik laki-laki dan wanita
4. Orangtua mengingatkan bahwa perempuan
yang telah menstruasi/ haid dapat menjadi
hamil bila melakukan hubungan seksual
(untuk perempuan)
5. Orangtua dan saudara memberitahukan
tentang masturbasi (jika saudara perempuan)
atau onani (jika saudara laki-laki)
6. Orang tua dan saudara memberitahukan
tentang resiko onani dan masturbasi
7. Orang tua melarang saudara menonotn film/
melihar adegan porno/ membaca buku porno
(yang memperlihatkan bagian-bagian tubuh
secara terbuka)
8. Orang tua dan saudara memberitahukan
secara terbuka tentang masalah seks seperti
resiko pacaran
9. Orang tua memberitahukan cara pacaran
yang baik
10. Orang tua memberitahukan bahwa seks
pranikah adalah perbuatan yang salah/
dilarang
11. Orang tua dan saudara memberitahukan
tentang resiko seks pranikah
II. Pembentukan Norma dan perilaku social
Kultural
12. Orang tua mengingatkan saudara untuk
menutup pintu kamar mandi ketika sedang
mandi
13. Sejak saudara berusia 10 tahun atau kurang,
orang tua melarang tidur bersama dengan
sudara yang beda jenis kelamin dalam satu
kamar
14. Saat saudara kecil, orang tua mengajarkan
untuk tidak keluar dari kamar mandi/
berkeliaran di dalam kedaan telanjang
15. Orangtua mengajarkan tentang cara
berbusana yang sopan menurut agama/
norma di masyarakat
16. Orang tua mengingatkan untuk menghindari
tempat yang sepi bila berduaan dengan
lawan jenis.
III. Pengawasan Orang Tua
17. Orangtua menanyakan alas an terlambat bila
pulang kuliah atau bepergian dengan teman
18. Orangtua ingin tahu atau menanyakan
teman-teman sekelompok atau kelompok
belajar
19. Orangtua menanyakan siapa pacar atau
orang yang terdekat
20. Orangtua memeriksa HP saudara
21. Orang tua memeriksa kamar saudara
IV. Tindakan Seksual
Boleh menjawab lebih dari 1 (satu)

No Topik Pernah Tidak Pernah


22. Pernah anda berpegangan tangan dengan pacar anda
23. Pernah anda berpelukan dengan pacar anda
24. Pernah anda berciuman pipi dengan pacar anda
25. Pernah anda berciuman bibir/ mulut dengan pacar anda
26. Pernah anda meraba-raba daerah sensitive dengan
pacar anda
27. Pernah anda melakukan hubungan seksual/ kelamin
ABSTRAK
HUBUNGAN MEDIA MASSA DAN PERAN ORANG TUA TERHADAP
TINDAKAN SEKSUAL REMAJA MAHASISWA AKBID
HELVETIA PEKANBARU TAHUN 2010

Oleh :
SILVIA NOVA

Tindakan seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, BaIik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis mulai dari
bersentuhan, berciuman, bercumbu dan berhubungan seksual kelamin. Hasil
penelitian Sarwono (2005) menggambarkan masalah tindakan seksual banyak
ditemui di kalangan remaja. Pengalaman yang tampaknya menyenangkan justru
dapat menjerumuskan kaburnya nilai-nilai moral yang dianut, kurangnya
hubungan dengan orang tua, berkembangnya naluri seks akibat matangnya alat
kelamin sekunder, kurangnya informasi mengenai seks dari sekolah, orang tua
serta berbagai informasi seks dari media massa yang tidak sesuai dengan norma
yang dianut keadaan remaja sekarang ini sangat mengkhawatirkan orang tua dan
masyarakat, karena sudah banyak kejadian-kejadian pada remaja khususnya
remaja tingkat SLTA antara lain. Hamil di luar nikah, melakukan aborsi,
dikeluarkan dari sekolah karena hamil, digrebek masyarakat karena melakukan
kegiatan mesum, sodomi, minum-minuman keras dan lain sebagainya. Penelitian
ini dilaksanakan di Helvetia Pekanbaru yang bertujuan untuk mengetahui
informasi tentang hubungan media massa dan peran orang tua terhadap tindakan
seksual mahasiswa
Jenis penelitian ini deskriptif dengan desain penelitian cross sectional
study, dilaksanakan bulan September 2010 sampai dengan bulan Desember
2010 dengan populasi mahasiswa tingkat I dan II sebanyak 85 orang,
pengambilan sampel sebanyak 85 responden. Pengumpulan data dengan
menggunakan angket dan pengolahan data dengan menggunakan komputer,
analisis data dengan univariat menggunakan diagram, dan analisis bivariat
menggunakan chi square dengan derajat kepercayaan 95%.(p< 0,05).
Hasil analisis univariat didapatkan mahasiswa yang terpapar berat
dengan media massa erotik sebanyak 34%, terpapar ringan 66%, orang tua yang
berperan terhadap tindakan seksual sswa 60%, yang tidak berperan 40%,
tindakan seksual yang beresiko 52%. sedangkan yang tidak beresiko 48%. Hasi1
analisis bivariat dengan menggunakan chi square menunjukan hubungan yang
bermakna antara media massa dan peran orang tua terhhadap tindakan seksual
mahasiswa.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah 52% mahasiswa Akbid
Helvetia Pekanbaru mempunyai tindakan seksual yang beresiko dan 2,7%
pernah melakukan hubungan seksual. Saran bagi institusi agar mengambil
langkah-langkah yang tepat untuk mencegah terjadinya tindakan seksual remaja
yang lebih buruk dengan cara mengadakan konseling yang dikoordinir oleh guru
pembimbing. Dalam hal ini kerja sama dengan orang tua sangat bermanfaat
demi kebaikan tindakan seksual remaja ini.
KATAPENGANTAR

Puji syukar peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua sehingga dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Media Massa Dan Peran

Orang Tua Terhadap Tindakan Seksual Di Helvetia Pekanbaru Tahun

2010”. Skripsi ini sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar

sarjana kesehatan masyarakat pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.

Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan dorongan

dari berbagai pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Peneliti

juga menyadari masih banyak terdapat kekurangan daiam penulisan skripsi ini,

maka dari itu saran dan masukan yang bersifat membangun untuk perbaikan

skripsi ini sangat diharapkan.

Rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya terutama peneliti sampaikan

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Fadil Oenzil PhD, SPGK sebagai dekan fakultas

kedokteran Universitas Andalas Padang yang telah memberikan

kesempatan bagi peneliti untuk mengikuti pendidikan di PSIKM-FK

Unand.

2. Bapak dr. Hafni Bachtiar, MPH sebagai Ketua Program Studi Ilmu

kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Unand dan selaku

Pembimbing I yang dengan penuh perhatian dan semangat memberikan


bimbingan, pemikiran, dan dorongan semangat kepada peneliti selama

penulisan ini

3. Deni Elnovriza, STP, Msi, selaku pembimbing II yang telah banyak

rnengorbankan waktu dan kesibukan beliau untuk memberikan pengarahan

dan pemahaman kepada peneliti selama penulisan ini.

4. Bapak dan Ibu dosen beserta Staf Program Studi Ilmu Kesehatan

Masyarakat FK Unand.

5. Bapak Kepala Sekolah Beserta Staf SMU 4 Kabupaten Sawahlunto/

Sijunjung yang telah membantu dalam melaksnaakan penelitian ini

6. Kedua orang tua, suami dan anak-anak tercinta yang berdoa serta

memberikan dorongan dan semangat dalam penulisan skripsi ini

7. Rekan-rekan Mahasiswa PSIKM Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Padang

Akhirnya penulis berdoa kepada Allah SWT semoga kita semua

mendapat karunia, ridho, dan selalu dalam lindungan-Nya, Amin.

Pekanbaru, November 2010

Penulis
DAFTAR ISI

Hal

LEMBARAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.........................................

LEMBARAN PENGESAHAN ....................................................................

ABSTRAK ......................................................................................................

KATA PENGANTAR ...................................................................................

DATAR ISI ....................................................................................................

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................

B. Rumusan Masalah ..................................................................

C. Tujuan Penelitian ...................................................................

D. Manfaat Penelitian .................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja .....................................................................................

1. Pengertian .........................................................................

2. Batasan Remaja.................................................................

3. Tahap Remaja ...................................................................

4. Karakteristik Masa Remaja .............................................

5. Perkembangan Psikologis Pada Remaja .......................


B. Seksualitas .............................................................................

1. Pengertian .........................................................................

2. Seksualitas Remaja...........................................................

3. Perilaku Seksual Remaja..................................................

C. Media Massa............................................................................

1. Pengertian .........................................................................

2. Pengaruh Erpotika Media Massa.....................................

3. Konsep Pornografi............................................................

D. Perang Orang Tua...................................................................

1. Pemberian Informasi.........................................................

2. Pembentukan Norma.........................................................

3. Pengawasan Orang Tua....................................................

E. Tindakan Seksual Remaja......................................................

F. Kerangka Teori........................................................................

G. Kerangka Konsep....................................................................

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ...................................................................

B. Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................

C. Populasi dan Sampel ..............................................................

D. Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data ....................

E. Definisi Operasional ..............................................................


BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Analisis Situasi ......................................................................

B. Karakteristik Responden .......................................................

C. Analisis Univariat ..................................................................

D. Analisis Bivariat ....................................................................

BAB V PEMBAHASAN

J. Tindakan Seksual Remaja .....................................................

K. Hubungan Media Masa dengan

Tindakan Seksual Mahasiswa ...............................................

L. Hubungan Peran Orang Tua dengan Tindakan

Seksual Mahasiswa ................................................................

BAB VI KESIMPULAN

A. Kesimpulan .............................................................................

B. Saran .......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Responden ............................................................


Tabel 2. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Berdasarkan Kelas ......................................................................
Tabel 3. Distribusi Responden Yang Terpapar Berat Dengan Media
Masa Menurut Jenis Kelamin Berdasarkan Kelas ......................
Tabel 4. Distribusi Responden Yang Tindakan Seksual Berisiko Berat
Menurut Jenis Kelamin Berdasarkan Kelas ...............................
Tabel 5. Hubungan Media Masa Dengan Tindakan
Seksual Responden di Akbid Helvetia Pekanbaru
Tahun 2007 .................................................................................
Tabel 6. Distribusi Responden Yang terpapar Dengan Media Masa
Menurut Jenis Kelamin Berdasarkan Kelas ...............................
Tabel 7. Hubungan Peran Orang Tua Dengan Tindakan Seksual
Responden di Akbid Helvetia Pekanbaru Tahun 2007 ...............
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Pernyataan Bersedia Menjadi Responden ................................


Lampiran 2 : Angket Penelitian Hubungan Media
Massa Dan Peran Orang Tua Dengan Tindakan Seksual
Mahasiswa Akbid Helvetia Pekanbaru Tahun 2010 ................
Lampiran 3 : Master Tabel .............................................................................
Lampiran 4 : Hasil Pengolahan Data ............................................................
Lampiran 5 : Izin Penelitian dari Stikes Helvetia Medan..............................
Lampiran 6 : Izin penelitian dari Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Pekanbaru
Lampiran 7 : Izin Penelitian dari Akbid Helvetia Pekanbaru ........................
Lampiran 8 : Surat Kcterangan Selesai Penelitian dari Akbid Helvetia
Pekanbaru..................................................................................
Lampiran 9 : Kontak Pembimbing .................................................................
HUBUNGAN MEDIA MASSA DAN PERAN ORANGTUA
TERHADAP TINDAKAN SEKSUAL REMAJA
MAHASISWA
AKADEMI KEBIDANAN HELVETIA PEKANBARU
TAHUN 2010

PROPOSAL

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk


Menyelesaikan Pendidikan Diploma IV Bidan Pendidik

SILVIA NOVA
NIM.0904193091

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HELVETIA


PRODI D-IV KEBIDANAN
TAHUN 2010

Anda mungkin juga menyukai