Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja merupakan suatu periode penting dari rentang kehidupan, suatu

periode transisional, masa perubahan, masa usia bermasalah, masa dimana

individu mencari identitas diri, usia menyeramkan (dreaded), masa unrealism,

dan ambang menuju kedewasaan. Lebih lanjut, Krori menyatakan bahwa

perubahan sosial yang penting pada masa remaja mencakup meningkatnya

pengaruh teman sebaya (peer group), pola perilaku sosial yang lebih matang,

pembuatan kelompok sosial yang baru, dan munculnya nilai-nilai baru dalam

memilih teman dan pemimpin serta nilai dalam penerimaan social (Herlina,

2018).

Masa remaja memiliki rasa ingin tahu terhadap masalah  seksual sangat

penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan

jenis.  Pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya

mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari

sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian

informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat  remaja

berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan

seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang

cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri (Abied, 2016).

1
2

Wanita meninggal setiap hari lebih dari 200 jiwa disebabkan komplikasi

pengguguran (aborsi) secara tidak aman yang dikarenakan seks pranikah.

Meskipun tindakan aborsi dilakukan oleh tenaga ahlipun masih menyisakan

dampak yang membahayakan terhadap keselamatan jiwa ibu. Apalagi jika

dilakukan oleh tenaga tidak profesional (unsafe abortion). Secara fisik tindakan

aborsi ini memberikan dampak jangka pendek secara langsung berupa

perdarahan, infeksi pasca aborsi, sepsis sampai kematian. Dampak jangka

panjang berupa mengganggu kesuburan sampai terjadinya infertilitas (Nurul,

2018).

Menurut Kemenkes RI Tahun 2020, kehamilan di luar nikah sangat tinggi.

Rata-rata terdapat 17% kehamilan di luar nikah yang terjadi tiap tahun. Sebagian

dari jumlah tersebut akan melakukan praktik aborsi.Aborsi di Indonesia termasuk

tinggi, dengan jumlah rata-rata per tahun mencapai 2,4 juta jiwa (Kemenkes RI,

2020). Hasil survei prilaku seks bebas di Indonesia yang sungguh mengejutkan,

dimana pada tahun 2021 berdasarkan survei, 63% remaja SMP dan SMA di

Indonesia pernah berhubungan seks dan sebanyak 21% diantaranya melakukan

aborsi (BKKBN, 2021).

Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS). Proyeksi

jumlah remaja dipropinsi Sulawesi Tengah tahun 2020 menurut usia dan jenis

kelamin yaitu untuk remaja laki-laki usia 10-14 tahun berjumlah 22.489 jiwa,

usia 15-19 tahun berjumlah 27.149 jiwa dan usia 20-24 tahun berjumlah 29.068

jiwa. Sedangkan remaja perempuan usia 10-14 tahun berjumlah 22.210 jiwa, usia

8
3

15-19 tahun berjumlah 29.520 jiwa, dan usia 20-24 tahun berjumlah 27.502 jiwa,

berisiko untuk melakukan seks bebas.

Pertumbuhan budaya seks bebas di kalangan pelajar mulai mengancam

masa depan bangsa Indonesia. Pemerintah menemukan indikator baru yakni

makin sulitnya menemukan remaja putri yang masih memiliki keperawanan

(virginity). Di kota-kota besar berdasar survey separuh remaja perempuan lajang

yang tinggal di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi kehilangan keperawanan

dan melakukan hubungan seks pranikah. Bahkan, tidak sedikit yang hamil di luar

nikah. Rentang usia remaja yang pernah melakukan hubungan seks di luar nikah

antara 13-18 tahun (BKKBN, 2021).

Pendidikan seks penting diberikan kepada remaja, baik melalui pendidikan

formal maupun informal. Upaya ini perlu dilakukan untuk mencegah hal-hal

yang tidak diinginkan. Mengingat selama ini banyak remaja yang memperoleh

“pengetahuan” seksnya dari teman sebaya, membaca buku porno, menonton film

porno. Negara-negara berkembang, masa transisi ini berlangsung sangat cepat.

Bahkan usia saat berhubungan seks pertama kali ternyata selalu lebih muda

daripada usia ideal untuk menikah. Menurut data yang ada, sekitar 60% kelahiran

anak di kalangan remaja di dunia adalah kehamilan yang tidak diharapkan (Click,

2019).

Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia

melalui pengamatan indera. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan

indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang

8
4

belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan remaja mengenai

seks bebas masih sangat rendah. Yang paling menonjol dari kegiatan seks bebas

ini adalah meningkatnya angka kehamilan yang tidak di inginkan (Suriasumantri,

2017).

Pendidikan seks lebih dari sekedar kajian tentang seksualitas manusia

dalam pelajaran biologi atau ilmu sosial. Cara lain mengekspresikan pendidikan

seks harus mendidik dan pendidikan adalah kreatifitas yang sarat dengan nilai.

Jika kita berpendapat bahwa pendidikan sebagai pengenalan anak ke dalam suatu

program aktifitas yang bernilai, maka sesuai dengan yang kita lihat, nilai

memberikan kriteria, yang dapat kita gunakan untuk menilai suatu menjadi

bernilai. Kebenaran pendidikan seks dalam pendidikan, meliputi isi, tujuan,

metode, dan kesuksesan sebuah pendidikan seks dapat ditentukan melalui nilai

(Reiss, 2019).

Pengetahuan remaja masih sangat kurang, ini mengisyaratkan pendidikan

seks bagi anak dan remaja secara intensif terutama di rumah dan di sekolah

makin penting. Pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih berbahaya

ketimbang tidak tahu sama sekali. Ini berlaku bagi para remaja tentang

pengetahuan seks kendati dalam hal ini ketidaktahuan bukan berarti lebih tidak

berbahaya. Dari sisi kesehatan, perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai

gangguan, diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Kecenderungan

untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya anak-anak yang tidak

di inginkan. Keadaan ini juga bisa dijadikan bahan pertanyaan tentang kualitas

8
5

anak tersebut, apabila ibunya sudah tidak menghendaki. Seks pranikah dapat

meningkatkan resiko terjadinya kanker mulut rahim. Jika hubungan seks tersebut

dilakukan sebelum usia 17 tahun, risiko terkena penyakit tersebut bisa mencapai

empat hingga lima kali lipat (Abied, 2016).

Sekolah merupakan lingkungan sekunder bagi remaja setelah lingkungan

keluarga. Mengingat sekolah memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam

membentuk perilaku remaja, selayaknya sekolah sebagai lembaga pendidikan

dpat membantu untuk memberikan pengarahan dan penjelasan tentang seks

pranikah secara baik dan benar. Fenomena free seks dikalangan remaja, tidak

hanya menyasar pada kalangan pelajar saja, tetapi juga didapati di kelompok

mahasiswa, sekitar 37% mengaku sudah kehilangan kegadisannya. Disamping

masalah seks pranikah, remaja dihadapkan pada masalah besar lainnya yang

terkait dengan penularan HIV/AIDS. Masalah itu adalah tingkat aborsi yang

tinggi (Syarief, 2019).

Hasil penelitian Halu (2021), menunjukkan pengetahuan remaja dalam

kategori baik yaitu 39%, sikap remaja positif sebesar 69.5% dan sikap negatif

30.5%. Remaja memiliki pengetahuan yang baik cenderung memiliki sikap yang

positif terhadap seks pranikah sebesar 95,1%. Sebaliknya, responden yang

memiliki pengetahuan yang kurang lebih banyak memiliki sikap negatif yang

mengarah pada seks pranikah sebesar 81%. Ada hubungan antara pengetahuan

dan sikap perilaku seksual pranikah (p=<0.001) pada remaja di Universitas

Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng.

8
6

Jumlah semua siswa SMP Negeri 7 Palu yang berjumlah 485 orang (Kelas

7 terdiri dari 156 orang, kelas 8 terdiri dari 164 orang dan kelas 9 terdiri dari 165

orang). Siswa yang menikah saat sekolah tahun 2017 saat duduk di kelas 1 = 1

orang, tahun 2018 saat duduk di kelas 2 = 1 orang, tahun 2019 saat duduk di

kelas 1 = 1 orang, tahun 2021 saat duduk di kelas 1 = 1 orang, tahun 2022 saat

duduk kelas dikelas 3 = 1 orang,yang menikah setelah selesai ujian nasional

tahun 2018 sebanyak 4 orang, tahun 2017 sebanyak 1 orang.

Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 9 Juli 2022,

peneliti menemukan bahwa masih banyak siswa belum mengetahui pendidikan

seks tidak dan sebelumnya tidak pernah diberikan materi di SMP Negeri 7 Palu.

Berdasarkan hal tersebut di atas, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian

tentang “gambaran pengetahuan dan sikap remaja tentang pendidikan seks di

SMP Negeri 7 Palu”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap remaja

tentang pendidikan seks di SMP Negeri 7 Palu?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap remaja tentang

pendidikan seks di SMP Negeri 7 Palu

8
7

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja tentang pendidikan seks

di SMP Negeri 7 Palu

b. Untuk mengetahui gambaran sikap remaja tentang pendidikan seks di SMP

Negeri 7 Palu

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Bagi institusi pendidikan, dapat memberikan tambahan referensi di

perpustakaan dan dapat dimanfaatkan bagi rekan lain jika melakukan

penelitian dengan variabel yang berbeda. Untuk memperoleh informasi ilmiah

dan merupakan pengalaman berharga dalam rangka menambah wawasan dan

pengalaman khususnya dalam bidang penelitian di lapangan.

2. Bagi Masyarakat

Dapat dijadikan bahan informasi bagi masyarakat dalam upaya

pencegahan seks pranikah pada anak di bawah umur.

3. Bagi Institusi Tempat Penelitian

Dapat dijadikan bahan masukan dalam meningkatkan peran perawat

sebagai edukator dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja

tentang pendidikan seks.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tentang Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman seseorang bahwa

perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari perilaku

yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2018).

Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara

langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Pengetahuan

juga dapat dikatakan sebagai jawaban dari berbagai pertanyaan yang muncul

dalam kehidupan. Dari sebuah pertanyaan, diharapkan mendapatkan jawaban

yang benar (Suriasumantri, 2017).

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup domain kognitif mempunyai beberapa

tingkatan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2018):

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu ini merupakan

8
9

tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa

orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan, menyatakan.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan

materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau

materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi

dapat diartikan sebagai aplikasi penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip, dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokan.

e. Sintesis (synthesis)
10

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi diartikan sebagai ini kemampuan untuk melakukan justifiksi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran pengetahuan

dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang

isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita

sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut:

a. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

1) Cara coba salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan

mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan

dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan

apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba kemungkinan yang

lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

2) Cara kekuasan atau otoritas


11

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pimpinan-pimpinan

masyarakat baik formal atau informal, ahli agama, pemegang

pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang menerima mempunyai

yang dikemukakan oleh orang yang menerima mempunyai yang

dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji

terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta

empiris maupun penalaran sendiri.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya

memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman

yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi

masa lalu.

b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut

metodologi penelitian (Notoatmodjo, 2018).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Wawan dan Dewi (2016) faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan adalah:

a. Faktor internal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang


12

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk

mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk

mendapatkan informasi misalnya hal-hal menunjang kesehatan sehingga

dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi

seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama

dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan. Pada

umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima

informasi.

2) Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah

sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah

yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan

bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja

bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

3) Umur

Umur adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan

sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari

segi kepercayaan masyarakat sesorang yang lebih dewasa dipercaya dari

orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari

pengalaman dan kematangan jiwa.


13

b. Faktor eksternal

1) Lingkungan

Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia

dan pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku

orang atau kelompok.

2) Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

5. Cara mengukur Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui

atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas. Hasil

pengukuran pengetahuan dimasukan ke dalam kategori penilaian sebagai

berikut:

a. Baik jika diperoleh skor 76 % sampai 100% dari total skor kuesioner

b. Cukup jika diperoleh skor 56% sampai 75% dari total skor kuesioner

c. Kurang jika diperoleh skor < 56% dari total skor kuesioner (Notoatmodjo,

2018).

Dalam membuat kategori tingkat pengetahuan bisa juga dikelompokkan

menjadi dua kelompok jika yang diteliti masyarakat umum, yaitu sebagai

berikut (Budiman dan Riyanto, 2016):


14

a. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya > 50%

b. Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilanya ≤ 50%

Namun jika yang diteliti respondennya petugas kesehatan,

presentasenya akan berbeda, yaitu:

a. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya > 75%

b. Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilanya ≤ 75%

B. Konsep Tentang Sikap

1. Pengertian

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu

tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan reaksi tertutup, bukan

merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan

kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu

penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2018).

2. Komponen Pokok Sikap

Notoatmodjo (2018), menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen

pokok.

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (Tend to behave).


15

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,

pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

3. Ciri-Ciri Sikap

Wawan dan Dewi (2016) mengatakan sikap mempunyai ciri-ciri yang

berbeda dengan faktor pendorong yang lain. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Memiliki objek.

Objek sikap dapat berupa konsep abstrak seperti situasi, merk,

maupun konsep abstrak seperti produk, kelompok atau individu. Sikap itu

selain bertujuan pada suatu objek juga dapat pada sekumpulan objek.

b. Memiliki arah tertentu.

Sikap seseorang menunjukkan bagaimana seseorang menangani suatu

objek sikap yang dinyatakan dengan menyetujui atau tidak, suka atau tidak

suka, sejauh mana tingkat ketidaksukaan dan sejauh mana tingkat

keyakinannya.

c. Memiliki struktur

Sikap tidak berdiri sendiri tetapi berhubungan dengan bentuk-bentuk

mekanisme psikologis yang lain, sehingga berbentuk suatu kesatuan

psikologis yang kompleks, akibatnya sikap memiliki sifat stabil, konstan

dan membentuk generalisasi.


16

d. Sikap merupakan hasil belajar.

Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi individu memperolehnya

melalui pengalaman nyata seperti informasi dari teman, media massa, dan

penjual. Sikap sebagai hasil belajar cenderung bertambah kuat dan semakin

sulit untuk dirubah.

4. Berbagai Tingkat Sikap

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai

tingkatan (Notoatmodjo, 2018).

a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat

dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah

tentang gizi.

b. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap karena

dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas

yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti

bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya: seorang ibu
17

mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya) untuk pergi

menimbangkan anaknya ke posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi,

adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif

terhadap gizi anak.

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihannya

dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran

sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung

dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap

suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-

pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Azwar (2016) mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi

sikap yaitu:

a. Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang dialami kita alami akan membentuk dan

mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.

b. Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh

besar terhadap pembentukan sikap kita.

c. Pengaruh orang lain yang dianggap penting.


18

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu di antara komponen

sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita.

d. Media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti

televisi, radio, surat kabar, majalah, mempunyai pengaruh besar dalam

pembentukan opini dan kepercayaan orang.

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama.

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya

meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

f. Pengaruh faktor emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan

pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap

merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai

semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk Mekanisme

pertahanan ego.

6. Cara Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap

seseorang. Pernyatan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan

sesuatu mengenai objek sikap yang hendak di ungkapkan. Pernyataan sikap

mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek sikap,

yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap.


19

Pernyataan ini disebut dengan pernyataan favourable. Sebaliknya pernyataan

sikap mungkin pula berisi mengenai hal-hal negatif mengenai objek sikap

yang bersifat tidak mendukung maupun yang kontra terhadap objek sikap.

Pernyataan seperti ini disebut pernyataan tidak favourable. Suatu sekala sikap

sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favourable dan tidak

favourable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang

disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif yang seolah-olah isi

skala memihak atau tidak mendukung sama sekali objek sikap.

Cara pengukuran sikap dapat dilakukan dengan langsung dan tidak

langsung. Secara langsung dapat dilakukan dengan menanyakan bagaimana

pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak

langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan

pendapat responden (Notoadmodjo, 2018). Pengukuran sikap dapat

dikategorikan sebagai berikut:

a. Baik jika diperoleh skor 76 % sampai 100% dari total skor kuesioner

b. Cukup jika diperoleh skor 56% sampai 75% dari total skor kuesioner

c. Kurang jika diperoleh skor < 56% dari total skor kuesioner (Wawan dan

Dewi, 2016).

Pengukuran sikap dapat juga dilakukan dengan 2 kategori yaitu positif

jika nilanya > 50% dan negatif jika nilainya ≤ 50% (Budiman dan Riyanto,

2016).
20

C. Konsep Tentang Remaja

1. Pengertian

Remaja adalah suatu masa dimana Individu berkembang dari saat

pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia

mencapai kematangan seksual, Individu mengalami perkembangan psikologis

dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, Terjadi peralihan dari

ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih

mandiri (Sarwono, 2019).

Masa remaja merupakan masa yang begitu penting dalam hidup

manusia, karena pada masa tersebut terjadi proses awal kematangan organ

reproduksi manusia yang disebut sebagai masa pubertas. Masa remaja

merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada masa

ini banyak terjadi perubahan baik dalam hal fisik maupun psikis. Kondisi ini

menyebabkan remaja dalam kondisi rawandalam menjalani proses

pertumbuhan dan perkembangannya. Kondisi ini juga diperberat dengan

adanya globalisasi yang ditandai dengan makin derasnya arus informasi

(Kemenkes RI, 2018).

2. Tahap Perkembangan Remaja

Masa remaja dibedakan dalam 3 tahap yaitu masa remaja awal 10-13

tahun, masa remaja tengah 14-16 tahun, masa remaja akhir 17-19 tahun

(Kemenkes RI, 2018). Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan ada

tiga tahap perkembangan remaja:


21

a. Remaja awal (early adolescence)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan

perubahan perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-

dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka

mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan

mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan

jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini

ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan pada

remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.

b. Remaja madya (middle adolescence)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang

kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”,

yaitu mencintai diri sendiri dan menyukai teman-teman yang punya sifat-

sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi

kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana peka atau tidak

peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau

materialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari

Oedipoes complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-

kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lain jenis.

c. Remaja akhir (late adolescence)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan

ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu:


22

1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan

dalam pengalaman-pengalaman baru.

3) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti

dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

5) Tumbuh adalah dinding yang memisahkan diri pribadinya (private self)

dan masyarakat umum (the public) (Sarwono, 2019).

3. Perubahan Fisik Pada Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak kedewasa bukan

hanya dalam artian psikologis tetapi juga fisik. Bahkan perubahan-perubahan

fisik yang terjadi itulah yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan

remaja, sedangkan perubahan–perubahan psikologis muncul antara lain

sebagai akibat dari perubahan-perubahan fisik itu.

Diantara perubahan-perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada

perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi makin

panjang dan tinggi), mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan

haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual

sekunder yang tumbuh (Sarwono, 2019). Adapun perubahan-perubahan fisik

pada remaja putri tersebut sebagai berikut:

a. Pinggul melebar

b. Pertumbuhan rahim dan vagina


23

c. Menstruasi awal

d. Pertumbuhan rambut kelamin dan ketiak

e. Payudara membesar

f. Pertumbuhan lemak dan keringat (jerawat) pertambahan badan dan tinggi

badan (Kemenkes RI, 2018).

4. Permasalahan Remaja

Berbagai kesulitan dan problematika yang dihadapi remaja sangatlah

kompleks. Kebutuhan remaja di desa dan di kota sangat berbeda. Seorang

remaja didesa bila sudah balik kemungkinan akan dinikahkan oleh orang

tuanya, keadaan ini menjadi masalah kesehatan bila mempunyai masalah gizi

seperti menderita anemia kurus bahkan sangat kurus. Sebaliknya berbeda

dengan para remaja yang hidup dikota, kehidupan dan kebutuhan remaja

semakin menuntut mengikuti kemajuan teknologi. Gaya hidup diperkotaan

dapat menyebabkan pelbagai masalah psikososial seperti kesulitan belajar,

penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA), seks tidak

aman. Demikian pula latar belakang sosial budaya yang berbeda,

menyebabkan problematika berbeda pula. Masalah remaja berasal dari:

a. Individu remaja sendiri:

1) Emosi

Umumnya remaja malu mengemukakan pendapat, tidak mau

dicela dan mau benar sendiri.


24

2) Perubahan pribadi

Umumnya remaja tidak menyukai sikap sombong, sulit berbaur

dengan orang yang asing, malu tampil dimuka umum dan lain-lain.

Perlu dipersiapkan kalau tidak mereka akan menarik diri, melamunhal-

hal yang menyebabkan pikiran kacau.

3) Kesehatan

Yang menjadi perhatian remaja, antara lain:

a) Pertumbuhan badan memerlukan gizi yang cukup kualitas maupun

kwantitasnya

b) Perlu perawatan tubuh agar tetap menarik misalnya mengatasi

masalah jerawat

c) Larangan merokok yang datang dari orang tua dan guru

d) Timbulnya sakit-sakit tertentu terutama sakit kepala bagi remaja putri

e) Perubahan pada alat kelamin.

4) Kebutuhan keuangan

Kebutuhan yang dianggap penting melalui belanja, adalah:

a) Makanan/jajan

b) Pakaian/perlengkapan

c) Hiburan

5) Perilaku seks

Secara fisik remaja sudah dapat melakukan hubungan seks, namun

kesiapan fisik yang sehat dan sosial ekonomi belum bisa memenuhi
25

persyaratan nikah yang ideal. Problem inilah yang menjadi sumber

konflik dalam diri, dilain pihak pengetahuan seks yang bertanggung

jawab tidak didapatkan. Padahal remaja memiliki rasa ingin tahu yang

besar terhadap:

a) Bahaya dan akibat hubungan seks yang bebas

b) Masturbasi/onani

c) Mimpi basah

d) Menstruasi

6) Persiapan keluarga

Dibandingkan laki-laki remaja perempuan lebih besar

perhatiannya terhadap persiapan berkeluarga, antara lain: memilih jodoh

yang tepat, apa fungsi suami atau isteri, dan lain-lain, umumnya mereka

belum banyak mengetahui hal tersebut.

7) Pemilihan pekerjaan dan kesempatan belajar

Banyak remaja kurang menyadari dengan sepenuhnya tentang

pilihan pekerjaan atau belajar yang tepat bagi dirinya.

8) Agama dan akhlak

Dikhawatirkan remaja yang belum tertanam agama sejak kecil

ragu terhadap keyakinan beragama, oleh karena kadang-kadang tidak

sesuai dengan logis pikirannya. Lebih ekstrim lagi bisa terjadi bahwa

agama dianggap menghambat kehidupan.


26

b. Lingkungan sosial sekitar remaja

1) Keluarga

Sering terjadi pertentangan antara remaja dan orang tuanya, dimana

orang tua terlalu otoriter dan belum banyak mengetahui dan

memperhatikan tentang perkembangan remaja.

2) Sekolah

Sebagai lembaga pendidikan sekolah sangatt berperan dalam

memberikan dan menanamkan nilai kepribadian selain ilmu

pengetahuan. Namun banyak persoalan yang terjadi, seperti: pelajaran

teori membosankan lebih banyak dari praktek, perubahan pola belajar

karena kurikulum yang berubah.

3) Penyediaan sarana hiburan dan olahraga.

c. Faktor lain diluar lingkungan dekat remaja

1) Mitos

Banyak mitos yang berkembang di masyarakat yang belum

terbukti kebenarannya, tetapi dipercaya dapat berpengaruh pada

kehidupan remaja.

2) Kehidupan sosial

Budaya, sosial dan adat istiadat sangat berpengaruh pada kehidupan

remaja. Remaja sering suka terhadap hal yang baru dan terutama berbau

asing.
27

3) Politik

Dapat mempengaruhi remaja, dalam keadaan wajar bisa secara

bebas dipakai untuk mengembangkan diri tanpa tekanan-tekanan politik

dari luar (Kemenkes RI, 2018).

D. Konsep Tentang Pendidikan Seks

1. Pengertian

Pendidikan seks adalah salah satu bentuk pengenalan fungsi seks dan

organ-organ seksual untuk menjamin kesehatan dan fungsi seks yang normal.

Pemahaman yang berbeda terhadap arti pendidikan seks membuat orang salah

mengartikan kata pendidikan seks sebagai sesuatu yang jorok dan hanya

mengajarkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan. Padahal,

pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan secara keseluruhan,

sehingga pengertian pendidikan seks erat hubungannya dengan pendidikan

pada umumnya. Pengertian pendidikan seks dapat diperhatikan dari kata yang

membentuk istilah tersebut yaitu pendidikan dan seks (Rasyid, 2018).

Gendel, 1968 dalam (Payne, 1981) menyatakan bahwa ‘pendidikan seks

secara deskriptif disebut pendidikan tentang seksualitas manusia dan ia

mendefinisikan seks sebagaimana kita adanya, bukan sesuatu yang kita

lakukan’. Pendidikan seks dan pengajaran sex jangan disamakan tetapi

mengajarkan seks adalah bagian penting dari pendidikan seks. Pendidikan

seks sangat penting diberikan sejak dini agar anak mengetahui fungsi organ

seks, tanggungjawabnya, hal al haram yang berkaitan dengan organ seks, dan
28

panduan menghindari penyimpangan perilaku seksual sejak dini. Selain itu,

pendidikan seks juga memberikan bekal pengetahuan serta membuka

wawasan anak seputar masalah seks secara benar dan jelas. Pemberian

pendidikan seks yang benar berarti menghindarkan anak dari berbagai risiko

negatif perilaku seksual, seperti kehamilan di luar nikah, pelecehan seksual

dan penyakit menular seksual.

2. Tujuan Pendidikan Seks

Pendidikan seks sebagai pengetahuan mengenai anatomi organ tubuh

yang dapat dilanjutkan pada reproduksi seksualnya dan akibat-akibatnya bila

dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama, dan adat istiadat, serta

kesiapan mental dan material seseorang. Maka perlu kiranya adanya sebuah

keselarasan visi yang dijadikan sebagai indikator keberhasilan pendididikan

seks ini. Terlebih pendidikan seks merupakan salah satu bentuk pendidikan

yang mempunyai dimensi yang sangat kompleks dan membutuhkan waktu

yang cukup lama. Berikut adalah beberapa tujuan pendidikan seks (Rasyid,

2018):

a. Memberikan pemahaman dengan benar tentang materi pendidikan seks

diantaranya memahami organ reproduksi, identifikasi dewasa/baligh,

kesehatan seksual, penyimpangan seks, kehamilan, persalinan, nifas,

bersuci dan perkawinan.

b. Menepis pandangan miring khalayak umum tentang pendidikan seks yang

dianggap tabu, tidak islami, seronok, nonetis dan sebagainya


29

c. Pemahaman terhadap materi pendidikan sek pada dasarnya memahami

ajaran Islam

d. Pemberian materi pendidikan seks disesuaikan dengan usia anak yang

dapat menempatkan umpan dan papan.

e. Mampu mengantisipasi dampak buruk akibat penyimpangan seks

f. Menjadi generasi yang sehat.

3. Muatan pendidikan seks

Perkembangan seks manusia berbeda dengan binatang dan bersifat

kompleks. Jika pada binatang seks hanya untuk kepentingan mempertahankan

generasi atau keturunan dan dilakukan pada musim tertentu dan berdasarkan

dorongan insting. Pada manusia seksual berkaitan dengan biologis, fisiologis,

psikologis, sosial dan norma yang berlaku. Pendidikan seks juga tidak hanya

mempersoalkan pada aspek hubungan badan saja, namun lebih luas dari itu

pendidikan sek memuat berbagai macam aspek yang berkaitan dengan

kesehatan reproduksi secara umum. Pada intinya pendidikan seks ini seperti

halnya pelajaran lain dalam kurikulum, berhubungan dengan transmisi

informasi, memberi kontribusi pada perkembangan kemandirian diri, mencari

cara mensosialisasikan kelebihan diri dan masyarakat luas. Maka pendidikan

seks juga memiliki muatan yang menjadi topik pembahasan yang jelas. Hal itu

sebagai materi yang menjadi acuan dalam konsep pendidikan seks yang

dibahas dalam penelitian ini. Materi yang tersaji dalam pendidikan seks ini

meliputi (Sobur, 2019):


30

a. Organ reproduksi

b. Identifikasi baligh

c. Kesehatan seksual dalam Islam

d. Haid

e. Penyimpangan (abnormalitas seks)

f. Dampak penyimpangan seksual

g. Kehamilan

h. Persalinan

i. Nifas

j. Bersuci .

k. Yang merangsang

l. Ketimpangan dalam reproduksi

m. Pernikahan

4. Masa Penyiapan Seksual

Perbedaan tingkat kematangan seks pada laki-laki dan perempuan

merupakah suatu hal yang sudah pasti, maka pendidik harus mempersiapkan

pendidikan seks terhadap peserta didik laki-laki dan perempuan. Penyiapan

seksual pada anak harusnya diberikan secara tepat sesuai dengan masa

pertumbuhan seksualnya. Melihat usia anak memang perlu dipertimbankan

ketika pendidik membekali pendidikan seks. Secara garis besar pendidikan

seks bisa dibagi dalam beberapa tahap, yaitu (Chomaria, 2016):


31

a. Sesaat setelah lahir hingga anak menginjak pra remaja (sebelum menstruasi

atau mimpi basah)

b. Ketika anak mengalami masa remaja (sesaat setelah anak mengalami

menstruasi atau mimpi basah)

Perkembangan seksualitas seseorang sangat unit dan mengikuti tahap

perkembangan kehidupan manusia. Seperti tahapan pendidikan seks anak

diatas dapat dipengaruhi melalui perkembangan seksualitas oleh aspek

fisiologi, psikologi, dan sosial (Andarmoyo, 2018). Karakteristik

perkembangan sekualitas dapat dibedakan melalui umur perkembangan.

Berikut karakteristik anak untuk mencapai perkembangan seksualitas

(Andarmoyo, 2018):

a. Usia 6-10 tahun : terdapat terikatan emosional antara orangtua-anak dan

jenis seks yang berbeda, kecenderungan untuk berteman dengan jenis seks

yang sama, keingintahuan tentang seks dan berbagi rasa takut dan

peningkatan kesadaran diri.

b. Usia 10-13 tahun : pubertas mulai terlihat dari perkembangan dan

karakteristik seks sekunder, mulai menstruasi, dan karakteristik menguji

batasan perilaku.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan yaitu saat pendidik akan

memberikan pendidikan seks, pendidik harus melihat kesiapan peserta didik

melalui tingkat perkembangan peserta didik. Pemberian pendidikan seks

melihat dari karakteristik perkembangan peserta didik dan apa yang


32

dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengkontrol perkembangan pada

tubuhnya. Perkembangan peserta didik meliputi fisik, psikologi, dan sosial.

Pendidik akan membantu peserta didik dalam memenuhi keseimbangan dalam

menghadapi seksualitas yang terjadi dalam perkembangan peserta didik.

Perubahan dan perkembangan dapat mempengaruhi perkembangan seksualitas

dalam diri peserta didik. Etika maupun secara bilogis itulah yang dibutuhkan

peserta didik untuk tetap pada jalur yang tepat.

5. Pendidikan seks pada usia remaja (10-20 tahun)

Masa ini merupakan masa peralihan atau transisi dari anak menuju masa

dewasa. Yaitu masa yang menentukan terhadap masa depan anak. Pada masa

ini mungkin orang tua akan selalu dipusingkan dengan perubahan perilaku

anak-anaknya. Maka dari itu tidak ada alasan bagi orang tua untuk tidak

mendiskusikan masalah seks kepada anaknya yang telah menginjak dewasa.

Pada masa ini akan terjadi perkembangan fisik dan mental yang berbeda pada

anak laki-laki dan perempuan ketika tumbuh menjadi dewasa. Sehingga

pendidikan seks akan sangat penting untuk diajarkan pada masa ini (Sobur,

2019).

Para pemerhati masalah remaja berpendapat bahwa penyebaran seks

bebas salah satunya disebabkan karena minimnya pengetahuan remaja tentang

seksualitas. Oleh karena itu perlua bagi remaja muslim untuk mengetahui

permasalahan seputar seks secara benar dan penuh tanggung jawab sesuai

dengan pandangan Islam. Dalam konteks pendidikan seks pada usia remaja
33

tidak lagi seputar identifikasi laki-laki dan perempuan atau identifikasi balig

saja, namu lebih luas lagi bahkan sampai pada masalah moral. Contohnya

mulai memberikan pengetahuan tentang bahayanya pergaulan bebas dan

hubungan seks tanpa ikatan pernikahan yang sah (Sobur, 2019).

6. Pendidikan seks pada usia dewasa (20 tahun ke atas)

Ketika seorang remaja telah mencapai masa dewasa, banyak

perubahan yang akan dilaminya, baik fisik ataupun non fisik. Perlu diketahui,

bahwa pada dasarnya perkembangan seks yang terjadi pada masa ini dan

sebelumnya merupakan suatu kesatuan menuju sebuah kematangan.

Perbedaan yang mencolok pada masa ini adalah perhatian laki-laki lebih

terfokus pada terjadinya hubungan seks. Sedangkan wanita lebih terfokus

pada terjalinnya hubungan emosional, seperti perasaan cinta dan kasih saying

(Rasyid, 2018).

Bersamaan dengan keinginan dan kematangan seksual, hubungan

keduanya akan terfokus untuk berpikir bagaimana melaksanakan pernikahan

dan membentuk sebuah keluarga. Maka dalam fikih fase ini menjadi sangat

urgen karena sudah diambang pintu kehidupan berkeluarga. Maka pendidikan

seks diberikan orientasinya sudah tidak hanya pada pengendalian moral,

namun juga mengarah pada kehidupan keluarga. Contohnya adalah

pengetahuan tentang pernikahan dan seks yang ada di dalamnya, supaya

setelah berkeluarga mampu memaknai dan melakukan seks sebagai kebutuhan

biologis dan kesehatan saja, namun juga untuk sarana ibadah. Dengan adanya
34

pendidikan seks sesuai dengan umurnya, maka diharapkan akan lebih efektif

karena sistematis dalam memberikan pengetahuan tentang seks. Karea setiap

fase petumbuhan dan perkembangan anak mempunyai karakteristik yang

berbeda. Maka materi dan metode pendidikan seks yang tepat mampu

membawa anak menjadi insan yang memahami tentang seks dengan benar.

Implikasinya anak mampu tumbuh dewasa dengan membawa pemahaman

seks dengan beretika dan bermoral, sehingga akan lebih berhati-hati dalam

pergaulan dan melakukan aktifitas seksual. Pendidikan seks dalam keluarga

menjadi sangat penting di dapat oleh anak-anak. Hai ini dikarenakan keluarga

sebagai wahana sosialisai peletakan nilai yang mendasar (Rasyid, 2018).

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan seks

Masa remaja merupakan masa transisi yang unik dan ditandai oleh

berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja yaitu 10-19 tahun,

merupakan masa yang khusus dan penting, karena merupakan periode

pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas.

Remaja yang sedang mencari identitas diri sangat mudah menerima informasi

dunia berkaitan dengan masalah fungsi alat reproduksinya, sehingga

cenderung menjurus ke arah pelaksanaan hubungan seksual yang semakin

bebas (Kemenkes RI, 2018).

a. Kurangnya pengetahuan tentang seksualitas.

Pada umumnya orang menganggap bahwa pendidikan seks akan

berisi tentang pemberian informasi alat kelamin dan berbagai macam posisi
35

dalam berhubungan seks. Hal ini membuat para orang tua merasa khawatir.

Untuk itu perlu diluruskan kembali pengertian tentang pendidikan seks.

Dengan pendidikan seks, remaja justru mendapatkan informasi yang benar

tentang kehidupan seksualitas dan akan lebih bertanggung jawab terhadap

kehidupan mereka. Bagi remaja yang belum aktif seksual, pendidikan seks

justru akan menunda umur pertama kali melakukan hubungan seks. Remaja

yang sejak awal mengetahui bahwa melakukan hubungan seksual dengan

sembarang orang akan beresiko yang tinggi karena terkena penyakit

kelamin, cenderung akan menghindari tinggkah laku tersebut (BKKBN,

2017).

b. Kurangya pengetahuan dari orang tua.

Pada umumnya anak dan remaja pada transisi merasa segan

mencari penjelasan kepada orang tua mereka mengenai permasalahan yang

terjadi dalam diri mereka yang secara nyata mereka hadapi. Sementara itu

pengetahuan dan psikologi seringkali menjadi hambatan bagi orang tua

untuk berkomunikasi tentang masalah seksual yang sehat dan bertanggung

jawab dengan para remaja. Namun satu hal yang senantiasa di angkat oleh

para remaja (BKKBN, 2017).

Ketidak pekaan orang tua dan pendidik terhadap kondisi remaja

menyebabkan remaja sering terjatuh pada kegiatan tuna sosial. Ditambah

lagi keengganan dan kecanggungan remaja untuk bertanya pada orang yang

tepat semakin menguatkan alasan kenapa remaja sering bersikap tidak tepat
36

terhadap organ reproduksinya. Data menunjukkan dari remaja usia 12-18

tahun, 16% mendapat informasi seputar seks dari teman, 35% dari film

porno, dan hanya 5% dari orang tua (Nurul, 2018).

Jika orang tua tidak mengambil peran tersebut maka dunia luar

akan mengambilnya, mereka akan mencari sendiri dan memperoleh

informasi dari lingkungan dimana mereka bergaul. Informasi tersebut dapat

berupa film, majalah, buku cerita atau komik porno, atau cerita dari teman-

teman sebaya. Oleh karena itu, orang tua mutlak untuk perlu meningkatkan

pengetahuan mereka seputar kehidupan seksual yang banyak terjadi

misalnya penyebaran HIV/AIDS untuk kemudian di diskusikan dengan

anak remaja mereka. Walaupun tidak ada batasan bagaimana sebaiknya

pemberian pendidikan seks kepada anak remaja mereka, namun berbagai

studi dan pendapat para ahli memperlihatkan bahwa sikap keterbukaan,

perhatian, cinta dan rasa persahabatan yang diberikan oleh orang tua

kepada remaja maupun pembina pendidikan seks dalam keluarga

(BKKBN, 2017).

c. Masih adanya budaya tabuh untuk membahas masalah seksual antara orang

tua dan remaja.

Adanya hambatan budaya dimana orang tua baik mereka yang

pendidikan tinggi maupun yang rendah merasa bahwa membicarakan

masalah seks adalah suatu yang tabuh, sehingga mereka malu untuk

membicarakannya. Hal ini disebabkan pada umumnya mereka menganggap


37

bahwa masalah seks adalah suatu yang tabuh dan seru. Orang tua merasa

anak telah mendapatkannya dari sekolah, bacaan atau dari teman.

Disamping itu, untuk orang tua yang berpendidikan rendah merasa lebih

rendah diri dan menganggap anak-anak mereka sudah jelas lebih tahu dari

pada mereka (BKKBN, 2017).

E. Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas maka kerangka

konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Penelitian

Pengetahuan Pendidiakan
Seks Sikap Pendidikan Seks

Gambar 2.1 Skema Kerangka Konsep

Keterangan:

: Variabel Penelitian
38

Anda mungkin juga menyukai