Oleh :
AULIA GAWARA
Fakultas Keperawatan
Universitas Riau
Pendidikan Seksual (sex education) adalah suatu pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi secara keseluruhan, mencakup pertumbuhan dan
perkembangan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan hingga bagaimana
fungsi kelamin sebagai alat reproduksi pada manusia. Pendidikan seksual
merupakan pelajaran penting yang harus diberikan sejak dini pada anak. Hal ini
bertujuan agar anak memiliki pegangan dan bekal ilmu sebelum akhirnya mereka
mencari tahu sendiri serta mengarahkan kepada anak agar memiliki perilaku
seksual yang sehat di kemudian hari.
Masa emas (golden age) perkembangan anak terjadi pada usia prasekolah
di mana 80% perkembangan kognitif telah dicapai pada masa ini. Agar
kemampuan kognitif anak dapat berkembang optimal maka harus diberikan
stimulasi (Martini, 2006). Menurut Sigmund Freud (Syamsu, 2014), terdapat lima
tahapan dari perkembangan seks manusia yang secara signifikan telah memiliki
ciri dan karakteristik khusus selama awal kehidupan. Tahap pertama yaitu oral
stage (0-2 tahun), anak memperoleh informasi seksual melalui aktivitas mulutnya,
hal ini ditandai dengan kepuasan yang diperoleh anak melalui oral atau mulut.
Pada usia 0-1 tahun bayi mendapat perasaan nikmat ketika menyusu melalui
puting susu ibunya. Sedangkan pada usia 1-2 tahun anak terlihat cenderung
antusias memasukkan apa saja yang dilihat ke dalam mulutnya. Tahap kedua yaitu
anal stage (2-4 tahun), kepuasan anak didapat melalui daerah anusnya. Rasa
nikmat dirasakan melalui aktivitas yang menyangkut proses pembuangan. Tahap
ke tiga yaitu phallic stage, yaitu saat anak sudah mulai menyadari perbedaan seks
antara dirinya dengan temannya yang berbeda jenis kelamin. Ketika memasuki
umur 4 tahun, anak akan merasakan nikmat ketika alat kelaminnya disentuh atau
diraba. Anak pun mulai suka membandingkan alat kelamin miliknya dengan
temannya yang lain. Tahap ke empat yaitu talency stage, fase laten yang
umumnya berlangsung pada usia 6-10 tahun. Anak cenderung menekan seluruh
keinginan erotisnya hingga nanti mencapai usia pubertas. Pada tahap ini
ketertarikan anak pada seksualitas biasanya akan dikalahkan dengan
keingintahuannya yang lebih tinggi tentang hal-hal lain yang bersifat ilmiah dan
sains. Tahap ke lima yaitu genital stage, merupakan tahap akhir dari keseluruhan
proses perkembangan seksual seorang anak. Masa ini menandai puncak
perkembangan dan kematangan seksual akan terpusat pada daerah genital. Masa
ini dikenal dengan istilah pubertas yang ditandai dengan terjadinya perubahan
fisiologi dan hormonal secara revolusioner. Dalam memberikan pendidikan seks
peran orang tua memegang peran utama dan harus dilakukan secara bertahap
sesuai dengan fase perkembangannya, sebagaimana teori Sigmeund Freud.
Apabila hal tersebut dilakukan, maka saat anak beranjak dewasa mereka tidak
akan mencari penjelasan dari lingkungan sekitar yang terkadang menyesatkan
(Andika, 2010).
Andika, Alya. 2010. Bicara Seks Bersama Anak. Yogyakarta : Pustaka Anggrek.
Benneth, S.M and Dickinson, W.B. 2012. Student Parent Rapport and Parent
Involvement In Sex, Birth Control, and Veneral Disease Education. The
Journal of Sex Research. 16. 114-130.
Moh. Roqib. 2013. Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini. Jurnal Pemikiran
Alternatif Pendidikan. Vol. 13 No. 2. P3M STAIN Purwokerto.
Syamsu, Yusuf. 2014. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja hlm. 67.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.