Anda di halaman 1dari 8

PERAN ORANGTUA TERHADAP PENDIDIKAN SEKSUALITAS ANAK

USIA DINI SEBAGAI BEKAL UNTUK MASA DEPAN

Peran Orangtua Terhadap Edukasi Seksual Pada Anak Usia Dini Sebagai Tombak

Utama Masa Depan Bangsa

Nama penulis :
Ni Kadek Anindya Artha Putri (24168)
Ni Kadek Sri Rupini Chantika Amandari Putri (24322)

SMAN 1 DENPASAR
DENPASAR
2022

i
LEMBAR PENGESAHAN

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga
tim penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas dengan judul “Peran Orangtua Terhadap
Edukasi Seksual Pada Anak Usia Dini Sebagai Tombak Utama Masa Depan Bangsa” pada
akhirnya dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam
pemahaman mengenai Peran Orangtua Terhadap Edukasi Seksual Pada Anak Usia Dini
Sebagai Tombak Utama Masa Depan Bangsa. Dalam rangka penulisan tugas ini, tim
penulis banyak mengalami kesulitan dan kendala. Namun karena dorongan moril dan
material serta bimbingan dari berbagai pihak sehingga tim penulis dapat menyelesaikan
penulisan tugas ini.

Tidak lupa pula pada bagian ini, dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat
yang setinggi- tingginya tim penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu tim penulis dalam menyelesaikan tugas ini. Tim
penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini tidak terlepas dari segala kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati tim penulis mengharapkan
saran kritik dari pembaca sebagai bahan masukan sehingga dapat berguna baik bagi penulis
dikemudian hari. Akhir kata, tim penulis mengucapkan terimakasih, semoga mendapatkan
balasan pahala dari Allah SWT, dan semoga penulisan tugas ini dapat bermanfaat bagi tim
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

i
ISI

Pendidikan seksual, juga dikenal sebagai pendidikan seks, memerlukan


pembelajaran tentang kesehatan reproduksi secara keseluruhan, dari bagaimana laki-laki
dan perempuan tumbuh dan berkembang hingga bagaimana jenis kelamin bereproduksi
pada manusia. Pentingnya pendidikan seksual tidak dapat dilebih-lebihkan dan harus
diajarkan kepada anak-anak dari usia dini. Hal ini dimaksudkan untuk mengajarkan anak-
anak bagaimana memiliki perilaku seksual yang sehat di masa depan dan memberikan
mereka pegangan dan pengetahuan sebelum mereka mencari tahu sendiri.

Perilaku seksual remaja khususnya nampaknya dipengaruhi oleh pesatnya


perkembangan teknologi dan komunikasi. Kepedulian tersendiri terhadap masa depan anak
bangsa dimunculkan oleh realitas keseharian film-film yang masih tampil vulgar, maraknya
video-video porno, dan " adegan yang dapat dengan mudah diakses secara online. Hal ini
juga sejalan dengan maraknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang dilakukan
terhadap remaja yang rentan terhadap informasi terkait seksualitas. Demikian menurut
penelitian yang dikutip dari buku Talking about Sex with Children oleh Alya Andika
(2010), Dr. Jennings Bryant menemukan bahwa 91% pria dan 82% wanita di AS mengaku
pernah menonton film yang eksplisit secara seksual atau pornografi. Lebih dari 40% wanita
dan lebih dari 66% wanita laki-laki mengatakan mereka ingin mencoba beberapa adegan
seks yang mereka lihat. Beberapa hari setelah menonton film porno, 31% laki-laki dan 18%
perempuan di kalangan siswa SMP mengaku benar-benar berakting di film porno. beberapa
adegan. Hal ini didukung oleh penelitian Laura dan Issac (2012), yang menjelaskan
bagaimana perilaku kesehatan seksual terkait dengan pendidikan seks. Berbeda dengan
penerima yang tidak menerima pendidikan seks sama sekali, penerima yang menerima
pendidikan seks memiliki tingkat keterlambatan yang lebih tinggi. dalam berhubungan seks
pertama kali, menurut sebuah studi retrospektif.

Moh mengutip temuan penelitian dari artikel Journal of Alternative Educational


Thoughts tentang pendidikan seksual dini. Menurut Roqib (2013), 97,05% pelajar

i
Yogyakarta telah kehilangan keperawanannya. remaja yang terpinggirkan dalam menjaga
akhlaknya baik karena tekanan maupun karena keduanya suka mewujudkannya (seks
bebas). Meningkatnya kasus kekerasan dan kekerasan seksual pada remaja adalah bukti
nyata akibat kurangnya pengetahuan anak tentang pendidikan seks, yang seharusnya
mereka terima terlebih dahulu dari orang tuanya. Namun, membicarakan pendidikan
seksual dengan anak masih dipandang curiga oleh masyarakat Indonesia. sekolah sehingga
anak-anak mereka dapat mempelajarinya. Menurut penelitian Bennet dan Dickinson
(2012), mayoritas remaja memilih untuk menerima pendidikan seksual sejak dini. dari
orang tua mereka. Namun karena orang tua tidak mengetahui dan bahkan tidak memberikan
penjelasan secara detail, mereka mencari informasi seksual dari teman atau kelompok
tertentu yang tidak bertanggung jawab untuk mendapatkannya.

Prasekolah merupakan masa emas perkembangan bagi anak, ketika 80%


perkembangan kognitifnya telah terjadi. Stimulasi diperlukan untuk perkembangan kognitif
yang optimal pada anak (Martini, 2006). Menurut Syamsu (2014), Sigmund Freud, ada
lima tahap perkembangan perkembangan seksual manusia, yang masing-masing memiliki
ciri dan ciri yang berbeda pada awal kehidupan. Tahap pertama adalah tahap oral, yang
berlangsung dari 0 hingga 2 tahun. Di sini, anak mendapatkan informasi seksual dari
aktivitas yang mereka lakukan dengan mulut mereka, dan tahap ini ditandai dengan
kepuasan yang mereka dapatkan dari aktivitas tersebut. Bayi berusia antara 0 dan 1 tahun
menikmati isapan melalui puting ibunya. Sementara itu, anak biasanya antusias
mengkonsumsi apapun yang mereka lihat antara usia satu dan dua tahun. Tahap kedua
adalah tahap anal, yang berlangsung dari dua sampai empat tahun. Area anus membantu
anak merasa bahagia. Kegiatan yang terkait dengan proses pembuangan membawa
kesenangan. Tahap ketiga disebut tahap phallic, dan dimulai ketika anak mulai menyadari
bahwa dia berbeda dari teman yang berbeda jenis kelamin. Ketika mereka mencapai usia
empat tahun, anak akan senang disentuh atau disentuh alat kelaminnya. Selain itu, anak
mulai senang membandingkan alat kelaminnya dengan alat kelamin temannya. Tahap

i
bakat, yaitu fase laten yang biasanya terjadi antara usia 6 dan 10 tahun, tahap keempat.
Sampai mereka mencapai pubertas nanti, anak-anak biasanya menekan

semua dorongan erotis. Tingkat keingintahuan ilmiah dan ilmiah anak yang lebih tinggi
biasanya akan mengalahkan minatnya pada seksualitas pada tahap ini. Tahap akhir
perkembangan seksual seorang anak adalah tahap kelima, juga dikenal sebagai tahap
genital. Daerah genital akan menjadi fokus kematangan seksual selama masa
perkembangan puncak ini. Masa ini, yang dikenal dengan pubertas, ditandai dengan revolu
perubahan hormon tubuh dan fungsi fisiologis. Menurut teori Sigmund Freud, orang tua
memainkan peran penting dalam memberikan pendidikan seks, yang harus dilaksanakan
secara bertahap berdasarkan tahap perkembangan. Jika hal ini dilakukan, anak tidak akan
mencari penjelasan yang terkadang menyesatkan dari lingkungannya ketika dewasa
(Andika, 2010).

Urgensi pendidikan seksual bagi anak adalah menanamkan nilai-nilai agama yang
kuat guna membentuk karakter anak dan mencegahnya melakukan hubungan seks bebas
ketika ia besar nanti. peran (Andika, 2010). Pemahaman tentang pendidikan seksual harus
ditekankan kepada anak selain nilai-nilai agama. Seksualitas terkait dengan segala sesuatu
yang berhubungan dengan organ reproduksi, bukan hanya belajar tentang perbedaan gender
antara laki-laki dan perempuan. Termasuk petunjuk bagaimana untuk membersihkan dan
merawat organ vital. Namun, harus dipahami bahwa pengetahuan reproduksi dan
pendidikan seks berbeda. Tujuan pendidikan seksual adalah untuk mengajarkan anak-anak
tentang gender dan cara merawatnya dari segi kesehatan, keselamatan, dan
kebersihan. .Sementara pengetahuan reproduksi berkaitan dengan proses reproduksi
makhluk hidup. Suatu spesies dapat bertahan hidup dengan bereproduksi. Karena fungsi
reproduksi, manusia, hewan, dan tumbuhan dapat bereproduksi. Penting untuk
memasukkan kesehatan reproduksi dan pendidikan seks ke dalam kurikulum keluarga dan
sekolah.

i
Seks adalah bagian penting dari kehidupan jika seseorang ingin bahagia di dunia.
Namun, ketika menjadi kecanduan yang merusak moral anak bangsa, perlu adanya
perbaikan bersama untuk menjaga masa depan mereka dari arus globalisasi yang semakin
terbuka, termasuk dampak buruk yang diterima anak ketika orang tua dan gurunya tidak
menyaring. mereka sampai usia prasekolah. Makalah ini direncanakan untuk memberikan
informasi kepada orang tua, pekerja kesehatan, dan instruktur prasekolah tentang
pentingnya

mempresentasikan sekolah seks dan mempersiapkan anak-anak untuk mendapatkan


informasi dan melawan arus globalisasi yang tidak dapat disangkal, termasuk salah satunya.
diantaranya, khususnya masalah seksualitas.

i
DAFTAR PUSTAKA

Benneth, S.M and Dickinson, W.B. 2012. Student Parent Rapport and Parent Involvement
In Sex, Birth Control, and Veneral Disease Education. The Journal of Sex
Research. 16. 114-130.

Laura, Lindberg Duberstein, Issac Maddow Zimet. 2012. Consequences of Sex Education
on Teen and Young Adult Sexual Behaviors and Outcomes. Journal of adolecsent
Health Website.

Martini, J. Perkembangan Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-kanak: pedoman bagi


orang tua dan guru. 2006. Jakarta: PT Grasindo.

Moh. Roqib. 2013. Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini. Jurnal Pemikiran Alternatif
Pendidikan. Vol. 13 No. 2. P3M STAIN Purwokerto.

Syamsu, Yusuf. 2014. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja hlm. 67. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

iv

Anda mungkin juga menyukai