Anda di halaman 1dari 25

Tugas

Dosen

: Infertilitas dan Pendidikan Seks


: Prof. DR. Dr. Tahir Abdullah, M. Sc

PENDIDIKAN SEKS (SEX EDUCATION)


PADA ANAK

Oleh :
SUKMAWATI
HAJAR
MATILDA MARTHA P

P1807214010
P1807214012
P18072144001

PROGRAM PASCASARJANA JURUSAN KESEHATAN REPRODUKSI


DAN KELUARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN
MASYARAKATUNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nyalah kami dapat
menyelesaikan makalah infertilitas dan pendidikan seks dengan judul Pendidikan
seks pada anak ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki kami
berterima kasih pada Bapak Prof. DR. dr. Tahir Abdullah, M. Sc.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita tentang sikap atau tindakan dalam memberikan
pendidikan seks pada anak. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
tugas ini masih banyak kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.
Semoga

makalah

ini

dapat

dipahami

bagi

siapapun

yang

membacanya.Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya.Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang bersifat membangun.
Makassar,

April

2015

Penyusun

DAFTAR ISI
ii

KATA PENGANTAR......................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................
1
A. Latar Belakang ............................................................................................................
1
B. Tujuan penulisan ..........................................................................................................
3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................


4.........................................................................................................................................
A. Tinjuan tentang anak ..................................................................................................
4...................................................................................................................................
B. Tinjauan tentang pendidikan seks...............................................................................
6
C. Tinjaun tentang pendidikan seks pada anak................................................................
6

BAB III PENUTUP ........................................................................................................


19
A. Kesimpulan ..................................................................................................................
19.......................................................................................................................................
B. Saran ............................................................................................................................
19.......................................................................................................................................
iii

iv

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam era

globalisasi diperlukan sumber

daya

manusia

yang

berkualitas harus dimulai sejak dini. Tidak hanya dalam pertumbuhan fisik
saja, tetapi juga dalam

perkembangan

mental,

sosial

dan emosional

sehingga kelak menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan intelektual


(IQ) kecerdasan emosional (EQ) kecerdasan sosial (SQ) dan kecerdasan
spiritual yang tinggi. Untuk mendapatkan anak seperti yang diharapkan
tentunya diperlukan berbagai upaya

baik dari keluarga, maupun oleh

masyarakat dan pemerintah. Upaya tersebut harus dimulai sejak dini, bila
awal sudah didapat bibit-bibit yang baik dan diberikan lingkungan yang
kondusif, maka diharapkan tumbuh kembang anak. Pada saat anak memasuki
umur 6-7 tahun, anak mulai menunjukkan kesadaran, minat terhadap
perbedaan fisik laki-laki dan perempuan, 8 tahun anak mulai menyinggung
masalah seks, 9 tahun mulai berbicara tentang seks dengan teman
sebayanya dan menggunakan istilah seksual dalam mengucapkan kata-kata
kotor atau membuat puisi dan mulai belajar tentang organ seks mereka
sendiri, dan pada umur 10 tahun anak akan belajar dari temannya tentang
menstruasi dan hubungan seks.
Keresahan orangtua terhadap perkembangan free sex

sudah

sampai pada kondisi darurat yang harus mendapatkan penanganan khusus


dari berbagai pihak terutama tokoh agama, aktivis pendidikan, dan
1

pemerintah

yang

menyejahterakan

mendapatkan
dan

amanah

membahagiakan

dari

rakyat

untuk

kehidupan warga-bangsanya.

Perhatian harus ditingkatkan karena perkembangan m edia dan fasilitas


yang menjurus ke free sex saat ini semakin canggih, lengkap, dan mudah
diakse s oleh masyarakat

miskin sekalipun. Fasilitas dan media yang

berpotensi merusak moralitas generasi ini tidak berimbang

dengan

kebijakan dan tanggap darurat yang dimiliki oleh pemerintah juga tokohtokoh pendidikan dan agama. Perebutan dominasi ke arah kebebasan negatif
dimungkinkan akan terjadi jika tidak segera dilakukan antisipasinya dengan
cerdas. Media elektronik semacam TV, video, CD, film, internet, HP,
dan media cetak seperti koran, majalah, tabloid, brosur, foto, kartu, kertas
stensilan yang berbau porno dapat diakses oleh semua lap isan masyarakat,
dan semakin terbuka dan mudah, tanpa ada pengendalian yang memadai.
Orangtua dan pemerintah semakin permisif dan seakan memberikan
dukungan, karenanya produk kelam ini cukup laris di pasaran.
Pelayanan mudah terkait dengan yang serba mesum bisa dipuaskan
lewat lokalisasi, tempat remangremang, konsultasi seks lewat sms, dan
telepon, sampai pada pemanfaatan tempat rekreasi dan hotel

atau

penginapan. Sudah menjadi rahasia umum, kondisi ini didiamkan oleh


pemerintah atau anggota

legislatif

penyembuhan

masyarakat

penyakit

yang
itu.

menangani
Teguran

penertiban
Tuhan

dan

dengan

menurunkan berbagai penyakit kelamin yang ganas dan mematikan seperti


HIV/AIDS belum

direspon

baik

oleh

manusia

sehingga

semua

komponen

belum

kompak

tergugah

untuk

bergerak

bersama

menyelamatkan bangsa dan generasi muda.


Hasil survey Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen remaja di Indonesia
telah melakukan hubungan seks pranikah. Angka yang memprihatinkan di
negeri yang cukup menjunjung tinggi nilai moral sehubungan seks.
Mengapa mereka bisa melakukan hubungan seks pranikah? Penyebabnya
karena kurangnya pendidikan seks kepada anak dan remaja
B. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui tentang anak.
2. Untuk mengetahui tentang pendidikan tentang pendidikan seks.
3. Untuk mengetahui tentang pendidikan kesehatan pada anak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang anak

1. Pengertian anak
Terhadap definisi anak terkait dengan batasan umur, ditemukan banyak
literatur yang memberi batasan umur anak yang berbeda-beda. Dalam hal ini
dapat

ditelusuri

berdasarkan

fase-fase

perkembangan

anak

yang

menunjukkan kemampuan atau kecakapan seorang anak untuk bertindak.


Hal ini juga mengakibatkan adanya penafsiran yang mengartikan definisi
operasional istilah-istilah anak dan belum dewasa secara campur aduk.
Dengan demikian, ukuran atau batas umurnya juga berbeda-beda.
a. Menurut Depkes anak dikategorikan umur 0-11 tahun.
b. Menurut WHO anak dikategorikan sebelum umur 18 tahun.
c. IDAI anak dikategorikan sebelum anak berumur 18 tahun dan belum
menikah.
d. Menurut Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.
e. Hurlock anak dikategorikan dalam umur 0-11 tahun.
2. Perkembangan anak
Santrock (2011) dalam tahapan perkembangan anak terbagia atas tiga tahap
yaitu :
4

a. Perekembangan fisik
Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak,
kapasitas sensorik dan keterampilan motorik yang ditandai dengan
perubahan pada tubuh/fisik ditandai dengan pertambahan tinggi dan
berat tubuh (Papalia dan Olds, 2001).
b. Perkembangan kognitif.

Menurut

Piaget

(Papalia

dan

Olds,

2001)

Perkembangan

intelegensi/kognitif adalah perubahan kemampuuan mental seperti


belajr, memori, menalar, berpikir dan bahasa. Salah satu perkembangan
anak yang sepenuhnya tidak dapat ditinggalkan hingga dewasa adalah
egosentrime (ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang
orang lain).
c. Perkembangan sosial emosional.
Hurlock (1995) menjelaskan perkembangan sosial sebagai perolehan
kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial yang
meliputi : 1) belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial 2)
memainkan peran sosial yang dapat diterima, dan 3) menunjukkan sikap
sosial yang tepat. Perkembangan emosi merupakan perkembangan
terkait dengan perasaan yang ada dalam diri seseorang yang bersifat
kompleks yang menyertai dan muncul sebelum atau sesudah perilaku.
3. Program nasinonal bagi anak Indonesia 2015.

Program Nasional Bagi Anak Indonesia 2015 (PNBAI 2015) adalah


program yang merupakan rencana aksi nasional untuk mewujudkan
Indoensia yang layak bagi anak dengan visi :
Terwujudnya anak Indonesia yang sehat, tumbuh dan berkembang, cerdas
seria, berakhlak mulia dan terlindungi dari diskrminasi, eksploitasi,
kekerasan dan aktif dalam sebuah kebijakan nasional.
B. Tinjauan tentang pendidikan seks

1. Pengertian pendidikan seks


J.S. Tukan dalam (Suraji, 2008) mengartikan seks sebagai suatu
efek (konsekuensi) dari adanya jenis kelamin. Seks dalam pengertian ini
meliputi: perbedaan tingkah laku, perbedaan atribut, perbedaan peran dan
pekerjaan serta hubungan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Adapun pendapat Mugi kasim dalam (Suraji, 2008) mengartikan seks
sebagai sumber rangsangan baik dari dalam maupun dari luar yang
mempengaruhi tingkah laku syahwat, yang bersifat kodrati. Gendel, 1968
dalam (Payne, 1981) menyatakan bahwa pendidikan seks secara deskriptif
disebut pendidikan tentang seksualitas manusia dan ia mendefinisikan seks
sebagaimana kita adanya, bukan sesuatu yang kita lakukan. Pendidikan
seks dan pengajaran sex jangan disamakan tetapi mengajarkan seks adalah
bagian penting dari pendidikan seks.
Adapun beberapa definisi mengenai pendidikan seks menurut
beberapa ahli adalah sebagai berikut:

a. Menurut Calderone dalam (Suraji, 2008), Pendidikan seks adalah


pelajaran untuk menguatkan kehidupan keluarga, untuk menumbuhkan
pemahaman diri dan hormat terhadap diri, untuk mengembangkan
kemampuan-kemampuan bersosialisasi dengan orang lain secara sehat,
dan untuk membangun tanggung jawab seksual dan sosial.
b. Menurut Dr. A. Nasih Ulwan dalam (Suraji, 2008), Pendidikan seks
adalah upaya pengajaran penyadaran dan penerangan tentang masalahmasalah seks yang diberikan kepada anak agar ia mengerti masalahmasalah yang berkenaan dengan seks, naluri, dan perkawinan, sehingga
jika anak telah dewasa dan dapat memahami unsur-unsur kehidupan ia
telah mengetahui masalah-masalah yang dihalalkan dan diharamkan
bahkan mampu menerap kan tingkah laku islami sebagai akhlaq,
kebiasaan, dan tidak mengikuti syahwat maupun cara-cara hedonistic.
c. Menurut Dr. J. L. Ch. Abineno (1980) pendidikan seks merupakan
pendidikan yang diberikan kepada anak tentang pengetahuan seks dan
bagaimana menggunakan seks dalam hidupnya.
d. Menurut Syamsudin, (1985:14), Pendidikan seks adalah sebagai usaha
untuk membimbing seseorang agar dapat mengerti benar-benar tentang
arti dan fungsi kehidupan seksnya, sehingga dapat mempergunakannya
dengan baik selama hidupnya.
e. El-Qudsy (2012) pendidikan seks dalam islam adalah pendidikan tentang
tingkah laku yang baik (berakhlak) dalam berhubungan seks. Diharapkan

dengan adanya pendidikan seks memberi penanaman nilai-nilai moral


agama,serta akidah yang kuat dalam pendidikan tersebut.
Adapun kesimpulan dari beberapa definisi di atas, bahwa yang
dimaksud dengan pendidikan seks adalah suatu usaha sadar untuk
menyiapkan dan membentuk manusia-manusia dewasa yang dapat
menjalankan kehidupan yang bahagia, dapat mempergunakan fungsi
seksnya serta bertanggung jawab baik dari segi individu, sosial maupun
agama.
C. Tinjauan tentang Pendidikan seksual pada anak.

1. Perkembangan Psikoseksual pada anak.


Mengacu pada pendapat Sigmund Freud yang dikenal dengan teori
psikoanalisisnya, perkembangan psikoseksual terbagi menjadi empat fase
yaitu:
a. Fase oral
Berlangsung dari lahir sampai usia 2 tahun. Anak mendapatkan
kenikmatan melalui mulutnya. Itu terlihat saat anak menyusu pada
puting

payudara ibunya maupun memasukkan segala sesuatu ke

mulutnya.
b. Fase muskuler
Berlangsung dari usia 2 sampai 3 tahun atau paling telat di usia 4
tahun. Pusat kenikmatan anak berpindah ke otot; ditandai dengan
kesenangan dipeluk, memeluk, mencubit, atau ditimang-timang.
c. Fase anal uretral
8

Berlangsung dari usia 3 atau 4 sampai dengan 5 tahun. Pusat


kenikmatan anak terletak pada anus/dubur dan saluran kencing. Jadi
wajar bila si anak suka menahan BAB (buang air besar) atau
BAK (buang air kecil).
d. Fase genital.

Berlangsung dari usia 5 sampai 7 tahun. Pusat kenikmatan


dirasakan pada alat kelamin; ditandai dengan senang memegang
alat kelaminnya. Seiring kemampuan berpikirnya yang meningkat,
umumnya muncul rasa ingin tahunya akan anggota tubuhnya.
Seringkali memperhatikan atau mempermainkan alat kelamin.
2. Peran Orang tua dalam memberikan pendidikan seks sejak dini.

a. Pendidikan yang diberikan pada usia ( 0-2 tahun )


Banyak

orang

tua

yang

berpendapat

bahwa

pada

usia

ini

perkembangan seksualitas pada anak masih lama. Pada kenyataanya


perkembangan

seksualitas

sudah

dimulai

pada

tahun

pertama.

Pengenalan yang baik di awal tahun pertamanya menjadi dasar yang


kuat. Ikatan emosional paling awal pada bayi yang dibentuk bersama
orang tua yaitu melalui kontak fisik untuk mengungkapkan cinta dan
kasih sayang mereka. Pada usia ini, anak mulai tertarik akan alat
kelaminya. Kepedulian ini dikenal sebagai identitas kelamin. Anak
mulai memahami perbedaan alat kelamin

perempuan dan

laki-laki.

Pada usia ini pula anak mulai menghubungkan perilaku tertentu


dengan jenis kelamin yang disebut aturan kelamin. Pendidikan seks
9

diberikan pada usia di bawah dua tahun ini orang tua mulai
mengajarkan cara membuang air yang baik pada anak laki-laki dan
perempuan.
b. Pendidikan yang diberikan pada usia ( 3-6 tahun )
Anak memasuki usia ini, daya tingkat keingintahuan anak sangat besar.
Pada usia ini anak sudah mampu menunjukkan emosi yang besar. Pada
usia ini anak mampu mengelompokkan warna, benda maupun ukuran.
Semakin cepat orang tua mengajari antara perbedaan laki-laki dan
perempuan kepada anak semakin baik.

Anak pada zaman sekarang

pertumbuhannya semakin cepat, begitu pula dengan kematangan


seksual yang berjalan beriringan dengan pertumbuhan fisik dan
psikologis mereka.
c. Pendidikan yang diberikan pada usia ( 7 11 tahun ).
Usia

7-11

meninggalkan

tahun

merupakan

sikap

egoisnya.

masa

dimana

Anak

mulai

anak-anak
bermain

mulai
dengan

kelompoknya. Anak sudah membangun banyak kesimpulan dari


berbagai arah. Segala macam peraturan, apa yang baik dan tidak
baik, apa yang bioleh dilakukan dan apa yang boleh dilakukan, serta
berbagai hak dan kewajiban dipelajari anak pada usia ini. Pada fase ini
merupakan saat yang tepat untuk memberikan pendidikan seks dan
reproduksi dalam istilah yang lebih rumit. Pada usia ini rasa
keingintahuan anak tentang aspek seksual mulai muncul. Sering ada
pertanyaan

berkaitan

dengan

organ

repproduksinya

dan
10

membandingkan denagn

orang

lain.

Sebagai

orang

tua,

mengarahkan kegiatan ynag sesuai dengan jenis kelaminnya. Biarkan


anak tumbuh dengan sifat yang dimilikinya. Jangan pernah memasakan
anak.
Clara Kriswanto, sebagaiman yang dikutip oleh Syaifuddin menyatakan
bahwa pendidikan seks untuk anak usia 0-5 tahun menggunakan teknik atau
strategi sebagai berikut :
a. Membantu anak agar ia merasa nyaman dengan tubuh nya.
b. Memberikan

sentuhan

dan pelukan

kepada

anak

agar

mereka

merasakan kasih sayang dari orangtuanya secara tulus.


c. Membantu anak memahami perbedaan perilaku yang boleh dan yang
tidak boleh dilakukan di depan umum seperti anak selesai mandi harus
mengenakan baju kembali di dalam kamar mandi atau di dalam kamar.
Anak diberi tahu tentang hal-hal pribadi, tidak boleh disentuh dan dilihat
orang lain.
d. Mengajar anak untuk mengetahui perbedaan anatomi tubuh laki-laki dan
perempuan.
e. Memberikan penjelasan tentang proses perkembangan tubuh seperti
hamil dan melahirkan dalam kalimat yang sederhana, bagaimana
bayi bisa di alam kandungan ibu sesuai tingkat kognitif anak. Tidak
diperkenankan berbohong kepada anak seperti adik datang dari langit
11

ata dibawa burung. Penjelasan disesuaikan dengan keing intahuan atau


pertanyaan anak misalnya dengan contoh yang terjadi pada binatang.
f.

Memberikan pemahaman tentang fungsi anggota tubuh secara


wajar

yang

mampu

menghindarkan diri dari perasaan malu dan

bersalah atas bentuk serta fungsi tubuhnya sendiri.


g. Mengajarkan anak untuk mengetahui nama-nama yang benar pada setiap
bagian tubuh dan

fungsinya. Vagina adalah nama alat kelamin

perempuan dan penis adalah alat kelamin pria, daripada mengatakan


dompet atau burung.
h. Perlu ditambahkan, teknik pendidikan seks dengan memberikan
pemahaman kepada anak tentang susunan keluarga ( nasab ) sehingga
memahami struktur sosial dan ajaran agama yang terkait dengan
pergaulan laki-laki dan perempuan. Saat anak sudah bisa nalar terhadap
struktur tersebut orang tua bisa mengkaitkannya dengan pelajaran fiqh.
i. Membiasakan dengan pakaian yang sesuai dengan jenis kelaminnya
dalam kehidupan seharihari dan juga saat melaksanakan salat akan
mempermudah anak memahami dan menghormati anggota tubuhnya.
3. Peran Guru dalam memberikan pendidikan seks sejak dini .

Adapun peran Guru dalam memberikan pendidikan Pendidikan Seks yakni


tugas mendidik anak pada dasarnya menjadi kewajiban kedua orangtua,
tetapi karena berbagai keterbatasan, tugas orangtua tersebut dibagi dengan
kerabat dekat, guru, ustadz, pendidik, beserta masyarakat lingkungan di
12

mana anak tersebut tinggal. Pada masa anak akan lebih banyak berinteraksi
dengan guru di Taman Kanak-Kanak atau juga Pendidikan Anak Usia Dini.
Oleh karena itu, peran guru dalam memberikan pendidikan seks sejak dini
sangat besar karena pada fase ini anak akan melakukan pemrosesan
informasi baik secara visual maupun audio visual oleh karena peran seorang
guru adalah mengontrol dengan sangat baik pemrosesan informasi tersebut.
Hal yang dikontrol seperti berikut :
a. Anak sangat peka dengan stimulus.
b. Anak memperhatikan sesuatu yang mencolok dan nampak sebagai hal
baru yang dia temukan.
c. Memori jangka pendek bahkan jangka panjang sudah berkembang.
4. Tujuan pendidikan seks
Tujuan yang ingin dicapai dalam memberikan pendidikan seks kepada anak
menurut islam adalah sebagai berikut :
a. Penanaman dan penguukuhan akhlak sejak dini kepada anak dalam
menghadapi masalah seksual agar mudah terjerumus pada pergaulan
bebas. Diharapkan mereka mampu membentengi diri dalam menghadapi
perubahan-perubahan dororngan seksual secara islam.
b. Membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab
terhadap mada depan seksual anaknya.
c. Sebagai upaya preventif dalam kerangka moralitas agama untuk
menghindarkan anak dari pergaulan bebas dan penyimpangan seksual.
d. Membentuk sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual.
13

e. Membekali anak dengan informasi yang benar dan bertanggung jawab


tentang seks agar mereka terhindar informasi dari sumber yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan.
f. Memahami sejak dini tentang perbedaan mendasar antara anatomi pria
dan wanita serta peran masing-masing gender dalam reproduksi manusia.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan seks pada anak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi oran tua khususnya ibu dalam
memberikan pendidikan seks pada anak menurut Lubis (2012) antara lain :
a. Faktor sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi mempengaruhi dalam mengajarkan pendidikan
seks pada anak, maka semakin rendah penghasilan keluarga dan
semakin lama ibu bekerja diluar rumah sehingga mengajarkan
pendidikan seks semakin buruk.
b. Faktor sosial budaya

Faktor sosial budaya juga berpengaruh terhadap ibu dalam mengajarkan


pendidikan seks pada anak karena rasa tabu dan malu untuk
membicarakan seks pada anak, juga anak usia pra sekolah masih
dianggap belum pantas dan terlalu kecil untuuk mengajarkan
pendidikan seks.
c. Riwayat pendidikan seks ibu
Riwayat pendidikan seks mempengaruhi ibu dalam mengajarkan
pendidikan seks pada anak. Ibu yang sebelumnya belum pernah

14

diajarkan pendidikan seks pada anaknya, maka tidak akan mengajarkan


pendidikan seks pada anaknya.
Masih

tabunya

masyarakat

dalam

membicarakan

masalah

seksualitas, dipengaruhi oleh faktor berikut :


a. Faktor budaya yang melarang pembicaraan mengenai seksualitas didepan
umum, karena diangggap sebagai sesuatu yang porno dan sifatnya sangat
pribadi sehingga tidak boleh diungkapkan kepada orang lain.
b. Seksualitas menurut masyarakat masih sangat sempit, pembicaraan
tentang seksualitas seolah-olah hanya diartikan kearah hubungan seksual.
Padahals ecara harafiah seks berarti jenis kelamin, sama sekali tidak
porno karena setiap orang memilikinya.
6. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam memberikan. pendidikan seks
pada anak benar.
a. Cara menguraikan sesuatu harus wajar dan sederhana, jangan terlihat
ragu-ragu seperti mengesankan kurang terbuka, terlalu penting atau
istimewa.
b. Isi uraiannya harus objektif. Namun jangan menerangkan yang tidaktidak, seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi. Boleh
mempergunakan contoh atau simbol seperti misalnya proses pembuahan
pada tumbuh-tumbuhan, sejauh diperhatikan bahwa uraiannya tetap
rasional. Jadi jangan memberikan perumpamaan yang tidak objektif dan
tidak masuk akal.

15

c. Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan


kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak. Terhadap anak
berumur 9 atau 10 tahun tentu belum perlu menerangkan secara lengkap
mengenai perilaku atau tindakan dalam hubungan kelamin. Karena
perkembangan dari seluruh aspek kepribadiannya memang belum
mencapai tahap kematangan untuk dapat menyerap uraian mendalam
mengenai masalah di atas. Terhadap anak umur 6 tahun yang bertanya
dari mana datangnya adik, tentu harus diterangkan dengan bahasa
sederhana sesuai dengan umurnya, dengan persiapan dan kematangannya
untuk dapat menerima uraian dari orang lain. Sebaliknya terhadap anak
yang lebih besar, anak yang sudah tergolong remaja perlu uraian yang
lebih luas, logis, dan objektif, meliputi misalnya masalah pergaulan dan
pembatasannya

antara pria dan wanita, masalah moral dalam

hubungannya dengan norma umum sesuatu masyarakat atau latar


belakang kebudayaan suatu bangsa.
d. Pendidikan seks harus diberikan secara pribadi, karena luas-sempitnya
pengetahuan dengan cepat-lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak
sama buat setiap anak. Dengan pendekatan pribadi maka cara dan isi
uraiannya dapat mudah disesuaikan dengan keadaan khusus anak.
Memang tidak berarti tidak bisa diberikan secara klasikal seperti
misalnya di sekolah, asalkan suasana akrab dan sikap keterbukaan tetap
diperhatikan. Pembicaraan secara pribadi tidak perlu dilakukan pada
tempat yang sengaja dibuat untuk keperluan itu, atau pada waktu yang
16

sengaja dirancanakan, tetapi lebih dipentingkan suasananya. Jadi bisa


saja dilakukan misalnya sambil berjalan ke toko buku, atau ketika si anak
sedang membantu melakukan sesuatu pekerjaan bersama dengan orang
tuanya.
e. Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usaha melaksanakan pendidikan
seks perlu diulang-ulang (repetition). Kecuali perlu untuk mengetahui
seberapa jauh sesuatu pengertian baru telah dapat diserap oleh anak juga
perlu untuk mengingatkan dan memperkuat (reinforcement) apa yang
telah diketahui agar benar-benar menjadi bagian dari pengetahuannya.
7. Penelitian terkait tentang pendidikan seks pada anak.
a. Nanda (2012) 38 responden ada menerima informasi tentang perilaku
seksual

dari media

cetak

(komik

dan

majalah), sebagian

besar

berperilaku seksual dalam katagori sedang yaitu sebanyak 19 orang


(50%). Dan dari 20 responden yang tidak ada menerima informasi dari
media cetak (komik dan majalah) juga menunjukan persentasi yang
cukup tinggi untuk perilaku seksual dengan katagori sedang yaitu
sebanyak 10 orang (50%). Artinya seorang anak SD pun mengetahui
mengenai masalah seksual melalui media elektronik, maupun media cetak.
Hal tersebut sangat mempengaruhi perilaku seksual mereka jika tidak
dalam pengawasan orantua maupun guru di sekolahnya.
b. Tenti (2005) persepsi ibu terhadap pendidikan seks pada anak usia 0-5
tahun kurang baik, karena pandangan dan interpretasi mengenai
pendidikan seks dan sikap ibu dalam memberikan pendidikan seks tidak
mendukung dalam perkembangan anak.
17

c. Lubis (2012) faktor sosial, ekonomi, budaya dan riwayat pendidikan seks
orang tua memepengaruhi ibu dalam mengajarkan pendidikan seks kepad
anaknya.
d. Luke, Katherine (2010) Ibu lebih cenderung untuk membicarakan masalah
seksual dengan anak perempuannnya dibandingkan anak laki-laki.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pendidikan seks pada anak sebaiknya diberikan sedini mungkin untuk
bertanggung jawab dalam kehidupan seksnya dengan memperhatikan
perkembangan psikoseksual pada anak.
2. Peran orang tua dalam memberikan pendidikan seks harus sesuai dengan
umurnya dalam tahapanna yaitu ; (0-2 tahun) orang tua mulai mengajarkan
cara membuang air yang baik pada anak laki-laki dan perempuan,

(3-6

tahun) orang tua mengajari antara perbedaan laki-laki dan perempuan kepada
anak semakin baik, (7-11thn) orang tua, mengarahkan kegiatan yang
sesuai dengan jenis kelaminnya.
3. Peran orang tua adalah mengontrol dengan angat baik pemosesan informasi
tentang; anak sangat peka dengan stimulus, anak memperhatikan sesuatu
18

yang mencolok dan nampak sebagai hal baru yang dia temukan, Memori
jangka pendek bahkan jangka panjang sudah berkembang.
B. SARAN
1. Untuk Orang tua
a. Melakukan monitor tumbuh kembang anak yang
memperlakukan

anak

sesuai

dengan

umur

dan

optimal dan
perkembangan

psikoseksualnya.
b. Memperhatikan bahwa usaha melaksanakan pendidikan seks perlu
diulang-ulang (repetition) dan melakukan secara pribadi.
2. Untuk guru /pendidik
Mengontrol dengan sangat baik pemrosesan informasi bagi anak karena
memori jangka pendek dan jangka panjang akan berdampak pada kehidupan
sosialemosionalnya.

19

DAFTAR PUSTAKA
Alwahdaniah. 2013. Pendidikan Seks Dalam Keluarga Bagi Anak Usia Remaja.
SKRIPSI : Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik UNHAS. Akses tanggal 07
April 2015
Ambarwati, Retno. 2013. Peran Ibu Dalam Penerapan Pendidikan Seksualitas
Pada Anak Usia Pra Sekolah.Ipi.98535.pdf. Akses tanggal 07 April 2015.
Choiruddin, Muhammad. 2014. Urgensi pendidikan seks sejak dini dalam
belenggu kekerasan seksual terhadap anak. Urgensi Pendidikan Seks
Sejak Dini (Sebuah upaya preventif dan protektif).pdf. Akses tanggal 07
April 2015.
Fanora, Riediyan Nur. 2011. Urgensi Pendidikan seks dan pendidikan moral
sejak dini serta implementasinya dikalangan masyarakat. 5 riedian
Urgensi Pendidikan Seks Dan Pendidikan Moral Sejak Dini Serta
Implementasinya Dikalangan Masyarakat.pdf. Akses tanggal 07 April
2015.
Hastomo, Agung. 2007. Pendidikan Seks Anak. Pendidikan seks anak.pdf. Akses
tanggal 07 April 2015.
Katherine. Luke, Martin A. Karin, 2010, Gender Differences in the ABCs of the
Birds and The Sees; What Mother Teach Young Children About
Sexuaity and Reproduction, Akses tanggal 07 April 2015.
Lubis. Utami.P Dina, 2012, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu dalam
Mengajarkan Pendidikan Seksual pada Anak Usia 4-6 Tahun di TK
Dharma Bakti IV Tamantirto Bantul Yogyakarta, Akses tanggal 07 April
2015
Nurdiansyah, Mhd. 2011. Pentingnya Pendidikan Seks Untuk Anak. http/www.
Pentingnya Pendidikan Seks Untuk Anak (Artikel) - Ibu dan Balita, Akses
tanggal 07 April 2015.

20

Pradini, Della Novita. 2008. Memahami Komunikasi Antarpribadi Orang Tua


Dengan Anak Autis Dalam Memberikan Pendidikan Seksual. SKRIPSI:
Fakultas Ilmu Sosial Dan politik. Universitas Diponegoro. Akses tanggal
07 April 2015.
Rahmawati, Nanda. 2012. Gambaran Perilaku Seksual Pada Anak Usia Sekolah
Kelas 6 Di Tinjau Dari Media Cetak, Media Elektronik, Sekiolah Dasar
Negeri 16 Banda Aceh Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Masyarakat: Stikes
UBudyah Banda Aceh.
Roqib, Moh. 2008. Pendidikan Seks Pada Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan
Alternatif Pendidikan. INSANIA|Vol. 13|No. 2|Mei-Ags 2008|271-286.
Supriatna, Wisna. 2010. Pendidikan seks anak dalam keluarga menurut
Abdullah Nashih Ulwah. WISNA SUPRIATNA-FITK.pdf. Akses tanggal
07 April 2015.
Kurniawati.Tenti, 2005, Hubungan antara Persepsi Ibu tentang Pendidikan
Seks pada Anak Usia 0-5 Tahun dengan Sikap Ibu dalam Menerapkan
Pendidikan Seks di Suronatan Nitiprajan, Yogyakarta, Akses tanggal 07
April 2015.

21

Anda mungkin juga menyukai