Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendidikan Seks
1. Pengertian Pendidikan Seks
Pendidikan seks adalah pemberian informasi dan pembentukan sikap
serta keyakinan tentang seks, identitas seksual, hubungan dan keintiman. Ini
menyangkut anatomi seksual manusia, reproduksi, hubungan seksual,
kesehatan reproduksi, hubungan emosional dan aspek lain dari perilaku
seksual manusia. Hal ini sangat penting bagi manusia, sehingga Setiap anak
memiliki hak untuk dididik tentang seks (Chomaria, 2012).
Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau
mencegah penyalahgunaan seks. khususnya untuk mencegah dampak-dampak
negative yang tidak diinginkan seperti kehamilan yang tak direncanakan,
penyakit menular seksual, depresi, dan perasaan berdosa (Sarwono, 2013).
Akan tetapi dipihak lain ada yang tidak setuju dengan pendidikan seks,
karena dikawatirkan dengan pendidikan seks anak-anak yang belum saatnya
tahu tentang seks jadi mengetahuinya dan karena dorongan keingin tahu yang
besar, mereka jadi ingin mencobanya.
Pendidikan seks didefinisikan sebagai pendidikan mengenai anatomi
organ tubuh yang dapat dilanjutkan pada reproduksi seksual.dengan
mengajarkan pendidikan seks kepada anak, menghindarkan anak dari resiko
negatif perilaku seksual. Karena dengan sendirinya anak kan tahu mengenai
seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan
hukum, agama dan adat istiadat, serta kesepian mental dan material seseorang
(Safita, 3013).
Pandangan prokontra pendidikan seks ini pada hakikatnya tergantungan
sekali pada bagaimana kita mndefinisikan pendidikan seks itu sendiri. Jika

5
6

pendidikan seks diartikan sebagai pemberian informasi mengenai seluk beluk


anatomi dan proses faal dari reproduksi manusia semata ditambah dengan
tekhik-tekhnik pencegahannya (alat kontrasepsi), maka kecemasan yang
disebutkan diatas memang beralasan (Sarwono,2013).
Akan tetapi, penulis sendiri berpendapat bahwa pendidikan seks
bukanlah penerangan tentang seks semata-mata. Pendidikan seks,
sebagaimana pendidikan lain dan umumnya (pendidikan agama atau
pendidikan moral pancasila) mengandung pengalihan nilai-nilai dari pendidik
ke subjek didik. Dengan demikian, informasi tentang seks tidak diberikan
telanjang, melainkan diberikan secara kontekstual, yaitu dalam kaitannya
dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat apa yang terlarang, apa
yang lazim dan bagaimana cara melakukannya tanpa melanggar aturan.
Pendidikan seks yang kontekstual ini jadinya mempunyai ruang lingkup
yang luas. Tidak terbatas pada prilaku hubungan nseks semata tetapi
menyankut pula hal-hal lain seperti peran pergaulan, peran ibu-ayah dan
anak-anak dalam keluarga dan sebagainya (Sarwono, 2013).

2. Tujuan Pendidikan Seks


Secara garis besar, pendidikan seks diberikan sejak usia dini (dan pada
usia remaja) dengan tujuan sebagai berikut:
a. Membantu anak mengetahui topik-topik biologis seperti pertumbuhan,
masa puber dan kehamilan
b. Mencegah anak-anak dari tindak kekerasan
c. Mengurangi rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan akibat tindakan
seksual
d. Mencegah anak perempuan di bawah umur dari kehamilan
e. Mendorong hubungan yang baik
f. Mencegah anak di bawah umur terlibat dalam hubungan seksual (​sexual
intercourse​)
7

g. Mengurangi kasus infeksi melalui seks


h. Membantu anak yang bertanya tentang peran laki-laki dan perempuan di
masyarakat

3. Teknik Pendidikan Seks


Strategi pendidikan seks, sebagaimana pendidikan dengan materi
apapun, harus disesuaikan dengan tujuan, tingkat kedalaman materi, usia
anak, tingkat pengetahuan dan kedewasaan anak, dan media yang dimiliki
oleh pendidik. Apabila dikaitkan dengan budaya lokal, penjelasan harus tidak
tercerabut dari tradisi lokal yang positif, moral, dan ajaran agama.
Hubungan seksual demikian adalah seks yang sesungguhnya dan yang
memberi arti yang sangat dalam. Secara edukatif, anak bisa diberi pendidikan
seks sejak ia bertanya di seputar seks. Bisa jadi pertanyaan anak tidak terucap
lewat kata-kata, untuk itu ekspresi anak harus bisa ditangkap oleh orangtua
atau pendidik. Pendidikan seks untuk anak usia 0-5 tahun adalah dengan
teknik atau strategi sebagai berikut:
a. Membantu anak agar ia merasa nyaman dengan tubuhnya
b. Memberikan sentuhan dan pelukan kepada anak agar mereka merasakan
kasih sayang dari orangtuanya secara tulus
c. Membantu anak memahami perbedaan perilaku yang boleh dan yang tidak
boleh dilakukan di depan umum seperti anak selesai mandi harus
mengenakan baju kembali di dalam kamar mandi atau di dalam kamar.
Anak diberi tahu tentang hal-hal pribadi, tidak boleh disentuh, dan dilihat
orang lain.
d. Mengajar anak untuk mengetahui perbedaan anatomi tubuh laki-laki dan
perempuan
e. Memberikan penjelasan tentang proses perkembangan tubuh seperti hamil
dan melahirkan dalam kalimat yang sederhana, bagaimana bayi bisa dalam
kandungan ibu sesuai tingkat kognitif anak. Tidak diperkenankan
8

berbohong kepada anak seperti “adik datang dari langit atau dibawa
burung”. Penjelasan disesuaikan dengan keingintahuan atau pertanyaan
anak misalnya dengan contoh yang terjadi pada binatang
f. Memberikan pemahaman tentang fungsi anggota tubuh secara wajar yang
mampu menghindarkan diri dari perasaan malu dan bersalah atas bentuk
serta fungsi tubuhnya sendiri
g. Mengajarkan anak untuk mengetahui nama-nama yang benar pada setiap
bagian tubuh dan fungsinya. Vagina adalah nama alat kelamin perempuan
dan penis adalah alat kelamin pria, daripada mengatakan dompet atau
burung
h. Membantu anak memahami konsep pribadi dan mengajarkan kepada
mereka kalau pembicaraan seks adalah pribadi
i. Memberi dukungan dan suasana kondusif agar anak mau berkonsultasi
kepada orangtua untuk setiap pertanyaan tentang seks
j. Perlu ditambahkan, teknik pendidikan seks dengan memberikan
pemahaman kepada anak tentang susunan keluarga (​nasab​) sehingga
memahami struktur sosial dan ajaran agama yang terkait dengan pergaulan
laki-laki dan perempuan.23 Saat anak sudah bisa nalar terhadap struktur
tersebut orang tua bisa mengkaitkannya dengan pelajaran ​fiqh
k. Membiasakan dengan pakaian yang sesuai dengan jenis kelaminnya dalam
kehidupan seharihari dan juga saat melaksanakan salat akan
mempermudah anak memahami dan menghormati anggota tubuhnya
Sebagaimana telah disebutkan, teknik pendidikan seks tersebut
dilakukan dengan menyesuaikan ​terhadap kemampuan dan pemahaman anak
sehingga teknik penyampaian dan bahasa amat perlu​ ​dipertimbangkan.

4. Pendidikan Seks Tanggung Jawab Orang Tua


Orang tua akan merasa malu manakala anak menelantarkan
pertanyaan-pertanyaan yang berkonotasi seksual. Ada beberapa reaksi yang
9

diberikan, mulai mengalihkan pembicaraan, melarang anak menanyakan hal


yang dianggap “tabu”, bahkan orang tua memarahi anak karena dianggap
melakukan tindakan yang tidak sopan dan menanyakan hal tersebut. Namun,
paling banyak terjadi yaitu orang tua memberikan reaksi yang kurang tepat
dengan mengatakan hus, saru...” Atau mengatakan, “besok kalau sudah
besar, kamu akan tahu sendiri...”. Dengan respon seperti ini, anak akan
merasa bersalah dan malu telah menanyakan hal ini, sehingga suatu ketika ia
akan menghubungkan di hadapan orang tuanya dan mencari informasi dari
pihak yang dapat memenuhi rasa penasarannya (Chomaria, 2012).
Orang tua tidak bisa mengalihkan tanggung jawab pendidikan anaknya,
termasuk pendidikan seksual anak yang mesti mereka emban. Orang tua
adalah pendidik pertama bagi anak. Oleh karena itu, tidak ada yang dianggap
tabu dalam upaya mendidik anak. Yang perlu diperhatikan adalah cara dan
muatan yang disesuaikan dengan kondisi anak pada saat itu
Memberitahu hal yang menyangkut seksual tidak harus mengajarkan
bagaimana seseorang melakukan hubungan seksual. Walaupun pada ujungnya
tetap hal itu, namun bagi anak, pengetahuan tentang hubungan seksual ibarat
jalan yang teramat panjang. Dengan demikian, orang tua diharapkan mampu
menapaki setiap perjalanan tersebut tidak perlu mengebut atau malah
berhenti.
Melihat usia anak memang perlu dipertimbangkan ketika orang tua
akan membekali pendidikan seks. Secara garis besar pendidikan seks bisa
dibagi dalam beberapa tahap yaitu:
a. Sesaat setelah lahir hingga anak menginjak pra remaja (sebelum
menstruasi/mimpi basah)
b. Ketika anak mengalami masa remaja (sesaat setelah anak mengalami
menstruasi/mimpi basah)
c. Ketika dewasa (menjelang pernikahan) (Chomaria, 2012).
10

5. Metode Pembekalan Pendidikan Seks


a. Memberikan pemahaman tentang seks terhadap anak berdasarkan nilai
agama serta moral sehingga segala sesuatu yang menyangkut seksualitas
langsung dikaitkan dengan ajaran agama. Dengan demikian. Anak
mempunyai rem yang mampu karena nilai agama telah terlahir dalam
benaknya sejak kecil.
b. Memberikan rasa aman terhadap anak dengan adanya komunikasi yang
sangat antara anggota keluarga. Berkomunikasi secara jelas masalah sex
dengan anak sehingga anak tidak takut bertanya atau mencari sumber yang
tidak jelas untuk memuaskan rasa ingin tahu. Sikap orang tua hendaknya
jangan menampakan kekagetan atau malu-malu ketika menjawab
pertanyaan anak tentang mimpi basah.
c. Sesuaika penjelasan mengenai seks dengan usia dan tingkat pemahaman
anak. misalnya anak yang berumur 2 tahun menanyakan dari mana
datangnya adik bayi orang tua dapat menjawab dari perut ibu
d. Penjelasan atau jawaban hanya pada pertanyaan anak saja (Chomaria,
2012).

6. Memberikan pendidikan seks


Pendidikan seks tidak hanya mencakup pengetahun seputar seks.
Pendidikan seks juga membahas cara mendidik perilaku anak terhadap seks.
Sering kali perilaku anak sulit dikendalikan oleh orang tua. Karena itu,
biasakan sejak masa bayi merupakan pendidikan seks dasar bagi anak
sebelum masuk ke tahap selanjutnya. Pembiasaan ini perlu diberikan sebelum
kita mengarahkan perilaku seks anak secara adaptif. Tahap awal pendidikan
seks adalah mengajarkan konsep mengenai anggota tubuh, mengajarkan
konsep benar atau salah, membiasakan membersihkan anggota tubuh,
mengajarkan cara menjaga diri sendiri, serta cara membina hubngan dengan
orang lain.
11

Sikap orang tua saat memberikan pendidikan seks sebaiknya tenang.


Orang tua sebaiknya menyelidiki sampai sejauh mana anak mendapatkan
informasi tentang seks. Orang tua juga harus membekali dirinya dengan
pengetahuan seputar seks. Ada baiknya orang tua bekerja sama, berdiskusi,
dan berbagi dengan guru atau porangtua lain.
Adapun tips menerapkan pendidikan seks ini dapat disingkat menjadi
BROP (benar, orang tua, respon orangtua, dan pembiasaan).
a. Benar
Anak sebaiknya diberitahu tentang fakta-fakta yang berkaitan
dengan masalah seks secara benar. Ketika penjelasan mengenai masalah
seks ini ditutup-tutupi atau tidak disampaikan dengan benar, anak akan
mempunyai persepsi dan nilai-nilai yang keliru mengenai hubungan dan
perilaku seksual.
b. Orangtua
Sebaiknya anak mendapatkan pemahaman pertama dari orangtua,
daripada dari teman atau televisi. Ketika memberikan pemahaman
mengenai masalah seks, orangtua dapat memilah dan memilih informasi
mana saja yang siap untuk disampaikan pada anak-anak sesuai dengan
usia mereka.
c. Respon orangtua
Respon orang tua terhadap tingkah laku seksual yang dimunculkan
oleh anak, akan sangat berpengaruh pada perkembangan hati nurani,
nilai-nilai moral, dan persepsi mengenai sikap dan perilaku seksual.
d. Pembiasaan
Mengajarkan pembiasaan-pembiasaan ini tidak mudah bagi oarnag
tua, terutama saat memberikan pengertian dan menerapkan disiplin pada
anak (Kurnia, 2012).
Contoh perilaku anak yang menyimpang:
a. Sentuhan dan eksplorasi memegang alat kelaminnya
12

Seperti : menunjukan alat kelaminnya pada orang lain, anak memegang


payudara ibu, masturbasi
b. Interaksi dengan lawan jenis
Seperti : memeluk lawan jenis, membuka pakaian teman perempuan
c. Kebiasaaan sehari-hari dan peran gender
Seperti : telanjang di luar kamar mandi, anak laki-laki yang lebih senang
bermain boneka, masih tidur dengan orangtua, masuk ke kamar orangtua,
nonton film-film dengan adegan berciuman, mengucapkan kata-kata
berbau seksual untuk bercanda dan mengejek orang lain.

7. Upaya Pendidikan Seks Tahap Awal


Pendidikan seks yang diberikan orang tua terhadap anak bersifat
berkesinambungan. Beberapa hal yang perlu dibiasakan dan diajarkan kepada
anak sejak mereka terlahir sebagai upaya pendidikan seks antara lain:
a. Memberikan Nama Anak sesuai dengan Jenis Kelamin
Menurut ibnu qayyim al jauziyah, ada hubungan yang erat antara
nama yang dinamai dengan kata dengan mengetahuinya, akan timbul
perasaan memiliki, perasaan nyaman dan perasaan bahwa dirinya sangat
berharga.
b. Memberikan Perlakuan sesuai dengan Jenis Kelamin Anak
Menanamkan jiwa sesuai dengan jenis kelamin anak merupakan
hal yang sangat penting. Hal ini dilakukan agar anak mengetahui dan
berperan semua jenis kelaminnya dengan benar. Anak ibaratnya selembar
kertas putih, kedua orang tuanya yang akan membuat bentuk coretan
diatasnya. Jika orang tua sangat berharap mempunyai anak laki-laki namun
yang terlahir anak perempuan, biasanya mereka akan memperlakukannya
13

sebagai anak laki-laki. Mulai dengan memberikan nama laki-laki,


memberikan mainan anak laki-laki, mobil-mobilan, robot, pistol, alat
pertukangan, hingga diajari manjat-manjat serta berantem, sehingga
memperlakukannya bahan laki-laki misalnya melarangnya menangis,
memberikan pakaian laki-laki menjadi minta membetulkan genteng yang
bocor.
Perlakuan yang “terbalik” ini akan menjadikan anak terbiasa
berlaku sesuai dengan jenis kelamin yang berbeda dengan dirinya. Anak
menjadi tidak nyaman dengan kondisi fisik serta psikis indahnya yang
merasa memiliki kondisi kelamin yang salah ketika terakhir ia pun akan
mengalami kebingungan peran sehingga laki-laki yang menjiwai sebagai
wanita akan melakukan hal-hal yang bersifat kewanitaan termasuk akan
melakukan mencintai seorang laki-laki menjadi homoseksual demikian
juga dengan seorang wanita yang menjiwai sebagai laki-laki dan mencintai
wanita lesbian.
Penanaman jiwa dengan sesuai dengan jenis kelamin anak
merupakan hal yang sangat mendasar. Hal ini merupakan bentuk cetak biru
orang tua tidak membentuk kepribadian anak sesuai dengan jenis
kelaminnya. Struktur tubuh antara laki-laki dan perempuan sangatlah
berbeda. Hal ini juga mempengaruhi kondisi psikis seorang anak
perempuan yang di tempat sebagai anak laki-laki oleh orangtuanya
misalnya dengan memberikan berbagai mainan anak laki-laki,
memakaikan baju anak laki-laki atau menghilangkan jiwa kewanitaannya .
Padahal semua anak wanita akan mempersiapkan menjadi seorang ibu
anak yang terdidik dengan pola pengikisan feminitasnya, akan menolak
pekerjaan yang berhubungan dengan kewanitaan termasuk didalamnya
menolak peran sebagai ibu.
Orang tua yang salah dalam penanaman jiwa maskulinitas dan
feminitas pada anak-anaknya menyebabkan sang anak mengalami
14

kebingungan peran. Badannya laki-laki, namun jiwanya perempuan dan


badannya perempuan namun jiwanya laki-laki. Apa jadinya seorang anak
laki-laki yang merasa lemah dan harus dilindungi dan merasa tidak pantas
sebagai kepala keluarga dan apa jadinya apabila seorang wanita merasa
tidak layak mengerjakan pekerjaan sehari-hari dan merasa dirinya menjadi
pelindung dan memimpin keluarga anak yang mengalami kebingungan
peran akan merasa tidak puas dengan dirinya sendiri yang akan
mempengaruhi orientasi dalam kehidupannya.
c. Memperkenalkan Bagian Tubuh dan Fungsinya
Sejak dini usahakan anak telah mengenal bagian tubuhnya beserta
fungsi. Kemaluan anak dengan nama sebenarnya (vagina atau penis).
Kalau orang tua merasa risih menyebutnya, pastikan anak mengetahui
nama bagian tubuh tersebut beserta fungsinya. Namun menyebutnya
dengan istilah “farji atau aurat”. Orang tua jangan memberi nama dengan
julukan yang diberikan bisa dikonotasikan sebagai hal yang kurang sakral,
misalnya menyebut vagina dengan nama “memek”, “apem”,”nunuk” atau
menyebut penis dengan nama “burung”. Julukan-julukan itu bisa
dikonotasikan sebagai sesuatu yang bisa dipermainkan.
d. Mengajarkan Cara Membersihkan Alat Kelamin
Sering dengan perkembangan seorang anak, orang tua diharapkan
mengajari anaknya untuk membuang hajat di tempatnya (toilet training).
Jangan membiasakan anak membuang hajatnya di sembarangan tempat,
dan bahkan tidak membersihkan area genitalnya setelah buang air kecil
dengan alasan mereka masih kecil.
e. Memberikan penjelasan terkait Menstruasi atau Mimpi Basah
Pihak yang bertanggung jawab mendidik anak adalah orang orang
tuanya orang tuanya. Mendidik di sini termasuk dalam hal pembekalan
tumbuh kembang tubuhnya termasuk hal yang menyangkut seksualitas.
Masa remaja merupakan masa yang prima waktunya demikian pendek
15

namun membuat perkembangan fisik dan psikis anak secara optimal


menghadapi pertumbuhan tubuhnya yang membabi-buta remaja akan
merasa bingung yang akan mempengaruhi psikisnya jiwanya menjadi
sering bergejolak. Hal ini perlu dipersiapkan orang tua jika orang tua
mempersiapkan masa kini jauh jauh hari maka anak tidak akan bingung
menjalani masa remaja.
Pendidikan seks diawali dengan memperkenalkan bagian tubuh.
Lambat laun anak akan mengetahui vagina dan penis berfungsi tidak hanya
sebagai jalan untuk buang air kecil. Namun lebih dari itu yaitu sebagai alat
yang melakukan reproduksi, kegiatan reproduksi sendiri boleh dilakukan
bagi pasangan yang telah resmi menikah yaitu antara suami dan istri dan
kegiatan ini bisa dilakukan ketika seseorang telah memasuki masa remaja
yaitu ketika anak putri telah mengalami menstruasi dan anak laki-laki telah
mengalami mimpi basah. Kapan mimpi basah itu terjadi, sulit untuk
dideteksi. Namun, tidak demikian dengan menstruasi adapun tanda-tanda
anak gadis akan mengalami menstruasi antara lain:
1) Segera setelah payudara mulai tumbuh
2) Segera setelah bulu kemaluan tumbuh
3) Segera setelah mulai merasa adanya cairan di vagina
Ketika mendapat anak perempuan telah mengalami tersebut maka
ia akan segera mendapatkan menstruasinya. Jika anak perempuan dapat
celananya penuh dengan noda darah ia akan merasa cemas, takut, bingung,
biasanya mereka akan menangis karena ketakutan sambil menceritakan
dengan orang terdekatnya. Ini membuktikan anak tidak dipersiapkan
menyokong masa remajanya
Perhatikan jika anak perempuan telah tumbuh payudara dan
rambut di beberapa bagian bagi anak laik-laki, pertanda seks sekunder nya
telah berkembang. Berikan penjelasan kepada anak apa yang akan mereka
alami misalnya dengan lembut.
16

Demikian juga dengan anak laki-laki yang tengah beranjak remaja


ayahnya dapat berperan dalam menjalankan menjelaskan perihal mimpi
basah
Konsultasikan atau sharing ke orang tua orang tua membuka diri
bimbingan anaknya pasti si anak merasa diterima ketika mereka
mendapatkan sesuatu di luar kebiasaan mereka akan lari mencari ayah atau
ibunya yang tulus mau menampung segala pertanyaan serta
undang-undang yang mereka alami anak yang tahu akan mengalami apa
saja ketika remaja tidak akan merasa cemas takut khawatir dan bingung
sehingga mampu meredam gejolak yang akan mereka alami ketika remaja
anak akan menerima bahwa masa remaja merupakan hal-hal yang alamiah
dan wajah mereka alami anak tidak perlu keluar rumah mencari seorang
sosok yang dapat menerima dirinya serta mencari identitas.
f. Menanamkan Rasa Malu Sedini Mungkin
Menanamkan rasa malu sangat penting bagi anak. Ini tidak berarti
kita mencetak anak pemalu dan tidak berani tampil, manusia yang
dimaksud malu di sini adalah malu untuk membuat seenaknya dan
melanggar norma yang berlaku.

g. Beritahu Jenis Sentuhan yang Pantas dan Tidak Pantas


Sebagai orang tua sudah lazim membelai, mengusap, menepuk
bahu, memeluk, memijit anak. Perbuatan ini yang sering dilakukan orang
tua ke anak.
h. Jangan Membiasakan Sentuhan Lain Jenis
Sejak masih kecil. Anak jangan dibiasakan disentuh oleh lawan
jenis misalnya untuk berjabat tangan, memberikan ciuman kepada orang
lain, minta dipangku, minta digandeng, dan lain-lain. Hari ini perlu kita
biasakan agar anak terbiasa dengan adanya batasan dalam berinteraksi
17

terhadap lain jenis kita bisa menjumpai terjadinya dalam masyarakat di


mana anak kecil diminta oleh orang tuanya bersalaman memberikan
ciuman terhadap lawan jenis. Apa yang ada tamu datang atau hanya
bertemu tetangga di jalanan anehnya lagi dengan untuk mengakrabkan
dengan pembeli anak-anak kita dipangku digandeng dan diajak pergi
dengan mereka tanpa didampingi orangtua.
Anak-anak yang tidak terbiasa disentuh orang lain, akan menjaga
jarak dan menolak apabila akan disentuh orang lain hal ini sebagai upaya
produktif gimana anak akan lebih suka dibujuk oleh orang lain (Chomaria,
2012).

B. Balita
1. Perkembangan Masa Balita
Pertumbuhan dan perkembangan adalah suatu proses yang
berlangsung terus-menerus pada berbagai segi dan saling berkaitan, dan
terjadi perubahan pada individu semasa hidupnya. Pertumbuhan dan
perkembangan adalah proses dari maturasi dan pembelajaran. Pertumbuhan
adalah suatu peningkatan ukuran fisik, keseluruhan atau sebagian yang
dapat diukur. Grafik pertumbuhan meliputi tinggi. Berat badan dan
diameter. Pada lipatan kulit, perkembangan adalah suatu rangkaian
peningkatan keterampilan dan kapasitas untuk berfungsi. Perkembangan
yang terjadi pada masa bayi adalah perkembangan kognisi dan
sosioemosional. Yang dimaksud dengan kognisi adalah tindakan atau proses
untuk mengetahui sesuatu (Yuliani, 2010).
Pertumbuhan adalah pertambahan jumlah dan besarnya sel seluruh
bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur. Pertumbuhan adalah
adanya perubahan dalam jumlah akibat pertambahan sel dan membentuk
protein baru sehingga meningkatkan jumlah dan ukuran sel di seluruh
bagian tubuh. Perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi alat
18

tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh kematangan dan belajar (Rukiyah,
2013).
Perkembangan yaitu suatu proses menuju terciptanya kedewasaan
yang ditandai bertambahnya kemampuan atau keterampilan yang
menyangkut struktur tubuh yang berkaitan dengan aspek nonfisik
pertumbuhan dan perkembangan termasuk suatu proses yang saling
berkaitan dan sulit dipisahkan (Rukiyah, 2013).

2. Karakteristik Balita
Menurut Septiari (2012), karakteristik balita menjadi 2 yaitu antara
lain:
a. Anak usia 1-3 tahun
Anak usia 1-3 tahun pada umumnya bagi anak usia batita anak
masih tergantung penuh pada orang tua untuk melakukan kegiatan penting
seperti mandi, buang air dan makan, merupakan konsumen pasif artinya
anak menerima makanan dari apa yang disediakan orang tua. Laju
pertumbuhan masa balita lebih besar dari masa usia prasekolah, sehingga
diperlukan jumlah makanan yang relative besar. Tetapi perut yang lebih
kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimannya dalam
sekali makan lebih kecil dari anak yang usiannya lebih besar. Oleh sebab
itu pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering.

b. Anak usia prasekolah 3-5 tahun


Pada usia prasekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah
dapat memilih makanan yang disukainnya. Pada usia ini anak mulai
bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup. Pada fase ini
anak mencapai fase gemar memprotes. Pada masa ini ditandai dengan
19

proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Maa yang


sangat penting terhadap perkmbangan kepandaian dan pertumbuhan
intelektual.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak


a. Faktor herediter
Faktor herediter merupakan faktor pertumbuhan yang dapat diturunkan yaitu
suku, ras, dan jenis kelamin. Jenis kelamin ditentukan sejak dalam
kandungan. Anak laki-laki setelah lahir cenderung lebih besar dan tinggi
pada anak perempuan. Hal ini akan nampak saat pada anak perempuan
saat sudah mengalami masa puberta.s ras dan suku bangsa juga
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, misalnya suku bangsa
asia memiliki tubuh yang lebih pendek daripada orang eropa atau suku
asmat dari irian berkulit hitam
b. Faktor lingkungan
a) lingkungan prenatal, kondisi lingkungan yang mempengaruhi fetus
dalam uterus yang dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan janin antara lain mengganggu nutrisi karena ibu
kurang mendapat asupan gizi yang baik, gangguan endokrin pada ibu
(diabetes melitus), ibu yang mendapat terapi sitostatika atau
mengalami infeksi rubella, toxoplasmosis, sifilis dan herpes. Faktor
lingkungan yang lain dan radiasi yang dapat menyebabkan
kerusakan pada organ otak janin.
b) lingkungan postnatal, lingkungan yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan setelah bayi lahir.

c. Nutrisi
Nutrisi adalah salah satu komponen yang penting dalam menunjang
berlangsungnya proses pertumbuhan dan perkembangan. Terdapat
20

kebutuhan zat gizi yang diperlukan seperti protein, karbohidrat, lemak,


mineral, vitamin dan air. Apabila kebutuhan tersebut tidak atau kurang
terpenuhi maka dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan
anak. Asupan nutrisi yang berlebihan juga berdampak buruk bagi
kesehatan anak, yaitu terjadi penumpukan kadar lemak yang berlebihan
dalam sel atau jaringan bahkan pada pembuluh darah. Penyebab status
nutrisi kurang pada anak. Asupan nutrisi yang tidak adekuat baik secara
kuantitatif ataupun kualitatif hyper aktivitas fisik atau istirahat yang
kurang adanya penyakit yang menyebabkan peningkatan kebutuhan
nutrisi stress emosi dan dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan
atau absorpsi makanan tidak adekuat.
d. Lingkungan budaya
Budaya keluarga atau masyarakat akan mempengaruhi bagaimana mereka dalam
mempersepsikan dan memahami kesehatan dan perilaku hidup sehat.
Pola perilaku ibu hamil dipengaruhi oleh budaya yang dianut, misalnya
larangan untuk makan makanan tertentu padahal zat gizi tersebut
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, keyakinan
untuk melahirkan di dukun beranak daripada tenaga kesehatan setelah
anak lahir dibesarkan di lingkungan atau berdasarkan lingkungan budaya
masyarakat setempat.
e. Status sosial dan ekonomi keluarga
Anak yang dibesarkan di keluarga yang berekonomi tinggi untuk pemenuhan
kebutuhan gizi akan tercukupi dengan baik dibandingkan dengan anak
yang dibesarkan di keluarga yang perekonomi sedang atau kurang
demikian juga dengan status pendidikan orang tua keluarga dan
pendidikan tinggi akan lebih mudah mudah menerima arahan terutama
tentang peningkatan pertumbuhan dan perkembangan anak penggunaan
fasilitas kesehatan dan lain-lain dibandingkan dengan keluarga dengan
latar belakang pendidikan rendah.
21

f. Iklim/cuaca
Iklim tertentu akan mempengaruhi status kesehatan anak misalnya musim
kehujanan akan dapat menimbulkan banjir sehingga menyebabkan
sulitnya transportasi untuk mendapatkan bahan makanan timbul penyakit
menular dan penyakit kulit yang dapat menyerang bayi dan anak-anak
anak yang tinggal di daerah endemik misalnya endemik demam berdarah
jika terjadi perubahan cuaca wabah demam berdarah akan meningkat.
g. Olahraga latihan fisik
Manfaat olahraga atau latihan fisik yang teratur akan meningkatkan sirkulasi
darah sehingga meningkatkan suplai oksigen ke seluruh tubuh
meningkatkan aktivitas fisik dan menstimulasi perkembangan otot dan
jaringan sel.
h. Posisi anak dalam keluarga
Posisi anak sebagai anak tunggal anak sulung anak tunggal dan anak bungsu
akan mempengaruhi pola perkembangan anak tersebut dia sudah di didik
dalam keluarga kesehatan status kesehatan anak dapat berpengaruh pada
pencapaian pertumbuhan dan perkembangan hal ini dapat dilihat apabila
anak dalam kondisi sehat dan sejahtera maka percepatan pertumbuhan
dan perkembangan akan lebih mudah dibandingkan dengan anak dalam
kondisi sakit.
i. Faktor hormonal
Faktor hormonal yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak
adalah otot yang berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan bagi badan
hormon tiroid dengan menstimulasi metabolisme tubuh glukokortikoid
yang berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel interstisial dan testis
untuk memproduksi testosteron dan kalium untuk memproduksi estrogen
selanjutnya hormon tersebut akan meletus simulasi perkembangan seks
baik pada anak laki-laki maupun perempuan sesuai dengan peran
hormonnya.
22

4. Ciri-Ciri Tumbang Anak


Tumbuh kembang anak yang sudah dimulai sejak konsepsi sampai
dewasa itu mempunyai ciri-ciri tersendiri, yaitu tumbuh kembang adalah
proses yang kontinyu sejak dari konsepsi sampai maturitas atau dewasa,
yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan, terdapat massa
percepatan dan massa perlambatan, serta laju tumbuh kembang yang
berlainan organ-organ pola perkembangan anak sama pada semua anak
tetapi kecepatannya berbeda antara anak satu dengan anak lainnya.
Perkembangan erat hubungannya dengan maturasi sistem susunan saraf
aktivitas seluruh tubuh diganti respon individu yang khas arah
perkembangan anak adalah sefalokaudal reflek primitif seperti reflek
memegang dan berjalan akan menghilang sebelum gerakan volunter
tercapai.

C. Sikap
1. Pengertian
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek tertentu (Notoatmodjo, 2010).
Newcomb s​ eorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu, sikap belum merupakan pelaksanaan motif
tertentu, sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi
adalah merupakan “predisposisi” tindakan atau perilaku.
Sikap tidak dapat langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu.
Dalam kehidupan sehari –hari adalah merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial.
23

Dalam beberapa hal, sikap merupakan penentu yang penting dalam


tingkah laku manusia. Sebagai reaksi maka selalu berhubungan dengan dua
alternatif yaitu senang atau tidak senang, menolak dan melaksanakannya,
menjauhi atau mendekati.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tindakan yaitu:
a. Menerima (​receiveng​) yaitu bahwa orang atau obyek mau dan
memperhaatikan stimulus yang diberikan.
b. Merespon (​responding​) yaitu memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu
indikasi dari sikap.
c. Menghargai (​valuing)​ yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah.
d. Bertanggung jawab (​responsible​) yaitu bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan
sikap yang paling tinggi.
Sikap menggambarkan suka atau tidak seseorang terhadap obyek.
Sikap diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling
dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain. Sikap
positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud di dalam suatu
tindakan nyata:
a. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat
itu.
b. Sikap akan diikuti atau tidak oleh yang mengacu pengalaman orang lain.
c. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan kepada
banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
d. Nilai yaitu di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai
yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup
bermasyarakat (Notoatmodjo, 2010).
24

Sikap dapat diukur dengan beberapa teknik seperti ​skala Thurtstone,


skala likert,​ dan lain-lain. ​Skala Likert sudah biasa digunakan dan yang
paling terkenal adalah ​Method of Summated Ratings​. Skala ini menempatkan
pilihan terhadap obyek sikap dengan rentang 1 sampai 5, antara lain: sangat
setuju (5), setuju (4), Ragu-ragu (3) tidak setuju (2), dan sangat tidak setuju
(1) (Wawan, 2010).

D. KerangkaTeori
Skinner seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar) (Notoatmodjo, 2012).
Menurut Notoatmodjo (2012), perilaku kesehatan adalah suatu respon
seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Perilaku ini meliputi
pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek-praktek kita terhadap makanan serta
unsur-unsur yang terkandung di dalamnya, pengelolaan makanan dan
sebagainya.
Lewrence Green menjelaskan bahwa perilaku di latar belakangi atau
dipengaruhi oleh 3 faktor pokok:
a. Faktor Predisposisi (​Predisposing Factors)​
Terwujud dalam pengetahuan, kepercayaan, pendidikan, sikap,dan
motivasi.
b. Faktor-Faktor Pendukung (​Enabling Factor)​
Terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya
fasilitas atau sarana dan prasarana kesehatan.
c. Faktor-Faktor Pendorong ​ (Reinforcing Factor)​
Terwujud dalam sikap dan prilaku petugas kesehatan atau petugas
lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat
(Notoadmodjo, 2012).
25

Sebagai bahan acuan dalam penelitian ini kerangka teori yang


dipergunakan adalah teori Green (2000) yang dapat digambarkan sebagai
berikut :

Bagan 2.1
Kerangka Teori

Anda mungkin juga menyukai