Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Kebidanan Vokasional

PERAN ORANGTUA DALAM MEMBERIKAN PENDIDIKAN SEKSUAL SEJAK


DINI PADA ANAK USIA 10 – 14 TAHUN DI ASRAMA RATATAMA
KELURAHAN JONGAYA KECAMATAN TAMALATE

Adisty Permata Sari

STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Alamat korespondensi: adisty.permatasari@yahoo.com / 082348393399

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menganalisis peran orang tua dalam memberikan pendidikan seksual sejak
dini pada anak usia 10-14 tahun di Asrama Ratatama, Kelurahan Jongaya, Kecamatan Tamalate. Jenis
penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif. Informan dari penelitian ini adalah
orangtua dari anak usia 10-14 tahun, sampel akan ditentukan dengan menggunakan purposive
sampling yang berjumlah 14 orang. Strategi pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
melalui observasi, wawancara secara mendalam, dokumentasi dan focus group discussion. Hasil
penelitian tergambar jelas bahwa dari semua peran orangtua yang ada, orangtua melakukan
perananya dengan baik hanya pada peran orangtua sebagai panutan dan peran orangtua sebagai
pengawas. Sehingga peran yang lainnya tidak dilakukan dengan baik karena kurangnya pemahaman
orangtua mengenai pendidikan seksual sejak dini, masih merasa belum pantas untuk anaknya
diberikan pendidikan seksual, dan masih kurangnya keaktifan orangtua dalam berkomunikasi dua arah
kepada anaknya.

Kata Kunci : peran, orangtua, anak usia 10-14 tahun, pendidikan seksual sejak dini

ABSTRACT

This study have a goal to analyze the role of parents in providing sexual education from an
early age in children aged among 10-14 years in Ratatama Jongaya Tamalatea Kompleks. The
research is a qualitative research with descriptive analysis. The informant of this study were the parents
of children aged 10-14 years, the samples will be determined by using purposive sampling totaling 14
people. Strategy collecting data in this research through in depth interviews, documentation and focus
group discussion.The results of the study clearly describe illustrated that of all the involved role of
parents, parents do they act well only as a superviser. So the others role can’t do as well as good
because of the lack of understanding by parents about sexual education from an early age, still feel not
appropriate for children given sexual education, and the lack of part of parents in two-way
communication to their children.

Key Word : role, parent, kids that age among 10-14 years old, seks Education early

PENDAHULUAN
Pendidikan seks diberikan oleh orangtua dimulai sejak dini, hal ini disebabkan karena mengajarkan
seksualitas yang benar membutuhkan proses yang panjang, sejak lahir sampai tahap remaja akhir.
Pendidikan seks sejak dini juga harus sesuai dengan perkembangan anak.
Pemberian pendidikan seks untuk anak berupa pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi serta
cara menjaga dan memeliharanya. Seiring bertambahnya usia anak, pendidikan seks juga memberi
pengetahuan mengenai cara bergaul yang sehat dan bertanggung jawab sesuai nilai-nilai ajaran
agama dan norma yang berlaku dimasyarakat.
Berbicara mengenai seks merupakan topik yang sangat menarik, terutama bagi kaum remaja
dan dewasa. Sebenarnya, bukan hanya remaja dan orang dewasa saja yang perlu diberi pengetahuan
mengenai pendidikan seks. Keresahan orang tua terhadap perkembangan seks bebas sudah sampai
pada kondisi darurat dimana harus mendapatkan penanganan khusus dari berbagai pihak. Terkait
maraknya kasus-kasus pelecehan seksual pada anak dibawah umur maupun dewasa, dunia prostitusi,
seks bebas di kalangan remaja maupun dewasa, bahkan di kalangan anak-anak dibawah umur yang
kerap terjadi belakangan ini. Oleh karena itu, pendidikan seks sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan

30
Jurnal Kebidanan Vokasional

generasi muda kita supaya tetap waspada dan berada di jalan yang benar, bertindak sesuai nilai moral,
agama dan budaya yang berlaku.
Selama ini, jika kita berbicara mengenai seks, maka yang terbersit dalam benak sebagian
besar orang adalah hubungan seks/ senggama. Padahal, seks itu artinya jenis kelamin yang
membedakan pria dan wanita secara biologis. Kebanyakan orang pasti akan menganggap tabu jika
membicarakan tentang seks, dianggapnya sex education akan mendorong remaja untuk berhubungan
seks. Sebagian besar masyarakat masih berpandangan stereotype dengan pendidikan seks (sex
education) seolah sebagai suatu hal yang vulgar. Padahal, pendidikan seks sangat penting untuk
dikenalkan sedini mungkin, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan seksual nantinya (Roqib,
2008).
Cara penyampaian tentang pendidikan seks juga harus disesuaikan dengan usia, jangan
sampai mengecohkan pikiran mereka. Oleh karena itu, kita harus pandai-pandai dalam penyampaian
mengenai pendidikan seks, hal tersebut dilakukan supaya mereka mudah dalam menerima dan
memahami apa yang mereka pelajari. Sebelum kita mengajarkan mengenai pendidikan seks kepada
anak didik kita, seyogyanya kita terlebih dahulu mengetahui dan memahami tentang pendidikan seks
itu sendiri (Boyke, 2016).
Penelitian ini menitik beratkan pada realitas kejadian penyimpangan perilaku seksual dan kekerasan
seksual yang terjadi pada anak, dimana peran orang tua yang seharusnya memberikan informasi
mengenai sex education malah diindahkan. Sehingga munculah inisiatif tersendiri pada anak untuk
mencari tahu dengan sendiri.
Dari beberapa permasalahan tersebut yang diuraikan penulis, maka dibuatlah rumusan
masalah yang akan dijawab pada hasil penelitian : Bagaimana peran orang tua dalam memberikan
pendidikan seksual sejak dini pada anak usia 10-14 tahun di Asrama Ratatama, Kelurahan Jongaya,
Kecamatan Tamalate.
Berangkat dari teori yang ada, maka formulasi kerangka pikir dalam penelitian ini adalah
menguraikan bahwa pendidikan adalah suatu tuntutan didalam hidup tumbuhnya anak-anak.
Maksdunya ialah bahwa pendidiakan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada peserta didik
agar sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup
yang setinggi-tingginya.
Penelitian yang dilakukan Avin Fadilla Helmi, 2003 tentang Efektifitas pendidikan seksual dini
dalam meningkatkan pengetahuan prilaku seksual sehat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana informasi perilaku seks yang sehat dapat
dimiliki oleh orang tua dan mahasiswa.
Dalam penelitian ini menggunakan adalah pra-eksperimen dengan jenis desain pretes – postest 3
kelompok. Subjek orang tua terdiri atas 50 (23 pria dan 27 perempuan) dan 46 (23 pria dan 23
perempuan) mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Keikutsertaan
subjek baik mahasiswa maupun orang tua bersifat sukarela dalam mengikuti eksperimen ini. Adapun
syarat menjadi subjek bagi orang tua adalah minimal telah pernah duduk di bangku SMA dan memiliki
remaja. Syarat untuk mahasiswa adalah semester 1 dan 2.
Dimana hasil penelitiannya berdasarkan uji F terlihat bahwa ke dua kelompok yaitu kelompok
orang tua (F = 1,0108; p > 0,05) maupun kelompok mahasiswa (F = 0,7697; p > 0,05) tidak berbeda
mengenai pengetahuan perilaku seksual sehat. Dengan demikian ke dua kelompok mempunyai sekor
basal yang sama.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
analisis deskriptif yaitu dengan mengeksplorasi dan memperoleh informasi yang luas dan mendalam
mengenai peran orangtua dalam memberikan pendidikan seksual sejak dini pada anak usia 10-14
tahun. Informan dari penelitian ini adalah orangtua dari anak usia 10-14 tahun sebanyak 6 orang, anak
usia 10-14 tahun sebanyak 6 orang, seorang dokter anak dan seorang psikolog. Sampel ditentukan
dengan menggunakan purposive sampling.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan pada saat penelitian dan setelah pengumpulan data
berlangsung dalam priode yang ditetapkan. Pada saat wawancara peneliti sudah melakukan analisis
terhadap informan. Setelah dianalisis jawaban informan terasa belum memuaskan, maka peneliti akan
melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu dan data yang diperoleh dianggap kredibel.
Aktivitas dalam analisa data, yaitu data reduction, data display dan conclution drawing/verification.

31
Jurnal Kebidanan Vokasional

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam penelitian yang dilakukan peneliti, orangtua yang baik adalah orangtua yang melaksanakan
kewajibannya dalam membimbing dan mendidik anaknya sehingga menjadi anak yang mandiri dan
bertanggung jawab atas dirinya dan lingkungannya.
Bila orang tua berhasil dalam membina anak menjadi mandiri dan bertanggung jawab, berarti
pula orangtua bisa mengatasi atau membatasi perbuatan atau perilaku anak yang dipandang dari segi
pendidikan, tidak pantas dicontohkan oleh anak sebagai generasi penerus. Sehingga dapat dipastikan
bahwa kehidupan keluarga termasuk harmonis.
Dengan demikian maka sangatlah penting peranan orang tua bagi pertumbuhan dan perkembangan
jiwa anak.
1. Peranan Orangtua
a. Peran Orangtua Sebagai Pendidik.
Orangtua perlu menanamkan kepada anak-anak arti penting dari pendidikan dan ilmu
pengetahuan yang mereka dapatkan dari sekolah. Selain itu nilai-nilai agama dan moral,
terutama nilai kejujuran perlu ditanamkan kepada anak sejak dini sebagai bekal dan benteng
untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi, sehingga anak-anak terhindar dari hal-
hal negatif yang tidak diinginkan (BKKBN, 2011).
Orangtua punya wewenang mutlak dalam mendidik anak-anaknya dirumah, dan tidak dapat
diganggu gugat oleh orang lain. Orangtua sebagai orang dewasa pertama yang memikul
tanggung jawab pendidikan, sebab secara alami anak pada masa awal-awal kehidupannya
berada ditengah-tengah ibu dan ayahnya. Dari merekalah anak mulai mendengar dan mengenal
kaidah-kaidah pendidikan. Dasar-dasar pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup
banyak tertanam sejak anak berada ditengah-tengah orangtuanya. Orangtua dapat
mengenalkan segala hal yang mereka ingin beritahukan kepada anak atau yang anak sendiri
ingin mengetahuinya.
Orangtua harus memberikan terlebih dahulu pendidikan atau ilmu-ilmu yang harus diketahui
oleh anaknya sebelum anaknya tersebut mencari sendiri. Tetapi pada hasil penelitian semua
orangtua setuju untuk diberikan pendidikan seksual sejak dini namun mereka belum memberikan
pendidikan tersebut secara baik dan benar. Hal tersebut dikarenakan terbatasnya pengetahuan
orangtua tentang pendidikan seksual sejak dini. Hal ini juga telah dikaji pada kegiatan Focus
Group Discussion (FGD) dan orangtua cenderung masih merasa anaknya belum pantas
mendengar dan mendapatkan informasi mengenai pendidikan seksual sejak dini.
Berdasarkan hasil penelitian pada anak usia 10 – 14 tahun bahwa 3 dari 6 informan belum
pernah bertanya dan ditanya mengenai pendidikan seksual sejak dini kepada orangtuanya.
Anak-anak hanya diberikan pendidikan seksual sebatas cara berpakaian yang tidak boleh
terbuka, dilarangnya mereka untuk keluar masuk WC tanpa menggunakan kain penutup seperti
handuk atau sarung, dan menghindari orang yang tidak dikenal yang ingin mengajak untuk
bepergian. Anak-anak ini juga lebih terkesan malu-malu apabila ditanyakan oleh peneliti
mengenai pendidikan seksual sejak dini.
Hasil wawancara pada penelitian yang dilakukan pada seorang psikolog bahwa pendidikan
seksual itu dimulai pada usia sedini mungkin yaitu 4 tahun. Dimana orangtua memperkenalkan
perbedaan jenis kelamin wanita dan pria, mulai dari nama dan bentuknya. Adapun untuk
memberikan kata kiasan pada jenis kelamin itu dibolehkan asalkan kata kiasan tersebut tidak
dirubah hingga anak merubahnya sendiri dengan pengetahuan yang anak dapatkan secara
berangsur-angsur.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suerlin Diah Utami yang berjudul Peranan
Orangtua Dalam Mendidik Anak pada tahun 2013 bahwa pendidikan merupakan suatu usaha
dimana adanya kesadaran untuk mengembangkan potensi dalam memahami suatu
pengetahuan untuk dapat dimengerti. Pendidikan sangat penting diterapkan pada anak. Baiknya
orangtua yang memberikan pendidikan mulai dari kecil kepada anaknya. Anak sebaiknya diberi
pengetahuan yang baik. Orangtua sebaiknya mendidik anak dengan tanggung jawab dan
kedisiplinan. Dalam mendidik anak, orangtua terapkan keteladanan yang baik, bimbingan yang
baik, nasehat yang baik juga mengingatkan kesalahan-kesalahan anak, menanamkan
pemahaman-pemahaman kepada anak. jika anak membuat kesalahan sebaiknya orangtua tidak
memarahinya ataupun memberikan hukuman fisik, namun memberikan peringatan atau arahan
agar tidak mengulanginya lagi.
Orangtua dalam memberikan pendidikan pada anak baik itu pendidikan seksual atau secara
umum sebaiknya harus lebih komunikatif. Dan sebelum memberikan pendidikan kepada anak-
anaknya, orangtua harus mengupgrade ilmu pengetahuan yang dia miliki, agar pengetahuannya
tidak kalah dengan anaknya. Karena anak di jaman sekarang lebih modern dalam mecari

32
Jurnal Kebidanan Vokasional

informasi yang diinginkannya, dimana hanya dengan beberapa sentuhan di gadgednya langsung
diperoleh informasi tersebut. Di kalangan keluarga TNI yang dimana orang beranggapan bahwa
anak-anaknya di didik dengan keras dan bersikap otoriter tidak berlaku pada orangtua dan anak-
anak yang telah peneliti teliti. Orangtua yang berada di Asrama Ratatama ini sama halnya
dengan orangtua-orangtua dari warga sipil, dimana mereka mendidik anaknya tidak dengan
menggunakan kekerasan dan tidak bersifat otoriter yang biasanya di berikan pada anggota-
anggota TNI.
Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi
tumbuh dan berkembangnya, watak, budi pekerti, dan kepribadian setiap manusia. Pendidikan
dalam lingkungan keluarga inilah yang nantinya akan menjadi modal dasar untuk kehidupannya
kedepan.
b. Peran Orangtua Sebagai Pendorong
Pada anak yang sedang menghadapi masa peralihan, anak membutuhkan dorongan
orangtua untuk menumbuhkan keberanian dan rasa percaya diri dalam menghadapi masalah
(BKKBN, 2011).
Anak-anak dan remaja pada masa sekarang perlulah mendapatkan perhatian dan
bimbingan yang penuh kasih sayang dari kedua orangtuanya dan orang dewasa lainnya didalam
rumah, agar mereka dapat mengalami pertimbangan dan perkembangan yang terarah kepada
kebahagiaanya, antara lain dalam proses belajar (Hasan Basri, 2007).
Hasil penelitian pada orangtua dan anak, 3 dari 6 orangtua tidak melakukan peranannya
sebagai pendorong dan 3 dari 6 anak tersebut tidak pernah mendapatkan dorongan yang dapat
membantu untuk menumbuhkan keberanian dan rasa percaya dirinya. Anak-anak di penelitian
ini cenderung lebih aktif memulai pembicaraan mengenai hal yang terjadi kepada mereka selama
seharian penuh. Hal ini terjadi bukan karena orangtua tidak mau bertanya kepada anaknya
namun dikarenakan kesibukan yang dialami orangtua.
Hal tersebut sangat bertentangan dengan pendapat yang diutarakan oleh seorang psikolog,
dimana orangtua harus mempunyai waktu khusus untuk anaknya, dimana mereka dapat
bercengkrama dan bertukar pendapat. Orangtua harus menjadi orangtua modern dimana dapat
melakukan dan mengetahui hal-hal yang anaknya ingin ketahui sebelum anak tersebut
mengetahui dan mendapatkannya informasi yang diinginkannya dari luar.
Penelitian yang dilakukan oleh Munirwan Umar mengenai Peranan Orangtua dalam
Peningkatan Prestasi Belajar Anak tahun 2015 bahwa orangtua harus mampu menjadi
pendorong atau motivator bagi anak. hal ini dilakukan antara lain dengan membimbing anak
denga kasih sayang secara berkelanjutan, serta dengan menciptakan suasana yang nyaman
dirumah. Karena suasana yang nyaman tersebut akan meminimalisir kebiasaan-kebiasaan yang
kurang bermanfaat seperti menonton Tv secara terus menerus, bermain game atau gadged.
Semakin tinggi motivasi yang diberikan orangtua maka semakin tinggi pula kemungkinan anak-
anak untuk melakukan hal-hal yang positif seperti memperoleh prestasi belajar yang maksimal.
Di sekolah mereka melakukan aktivitas belajar, bermain dan bersosialisasi kepada teman-
teman dan guru-gurunya. Prestasi anak yang baik dalam hal pelajaran maupun nonpelajaran
didapatkan dengan melalui dukungan, dan motivasi orangtua juga. Sehingga peran orangtua
untuk memotivasi anak sangat berpengaruh kepada prilaku kesehariannya dan prestasi yang
akan diraihnya. Salah satu penyebab penyimpangan perilaku seksual pranikah yaitu kurangnya
dukungan dari orangtua. Anak sangat membutuhkan dorongan orangtuanya untuk
menumbuhkan rasa percaya diri dan keberaniannya dalam menghadapi masalah.
c. Peran Orangtua Sebagai Panutan
Orang tua perlu memberikan contoh yang teladan bagi anak, baik dalam berkata jujur
maupun dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dan bermasyarakat (BKKBN, 2011).
Sikap dan tingkah laku anak adalah ceriman dari pola asuh orangtua di rumah. Hakikatnya
setiap orangtua hanyalah manusia biasa yang juga tidak selamanya selalu benar dalam ucapan
maupun tindakan. Hal inilah yang semestinya disadari oleh orangtua. Keinginan tak selalu
sejalan dengan kemauan anak, kerap menjadi salah satu pemicu timbulnya konflik antara
orangtua dan anak. kenyataan untuk bisa menjadi orangtua yang baik, bijaksana dan teladan
bagi anaknya memang tak selalu menjadi hal yang mudah untuk diwujudkan karena jika salah
atau tergelincir sedikit saja, bukan efek positif yang didapatkan akan tetapi justru sebaliknya.
Orangtua merupakan sosok yang semestinya menjadi panutan dan dihormati bagi anaknya,
bukan menjadi sosok yang menakutkan dan harus ditakuti.
Hasil penelitian pada orangtua dan anak, bahwa orangtua melakukan peranannya sebagai
panutan. Orangtua tidak melakukan hal-hal negative yang dapat ditiru oleh anak, baik dalam
keseharian dirumah, cara berpakaian, cara bergaul, bertingkah laku dan keseharian dalam

33
Jurnal Kebidanan Vokasional

berbiacara. Orangtua selalu menjaga kelakuannya didepan anak-anaknya, bertatakrama yang


baik seperti selalu bersyukur atas apa yang dia miliki, berterima kasih pada setiap orang yang
sudah melakukan kebaikan kepadanya, memaafkan oranglain dengan penuh keikhlasan dan
meminta maaf jika bersalah, serta berlaku jujur dan bertanggung jawab atas setiap perbuatan
yang merugikan orang lain. Walaupun ada beberapa orangtua yang tanpa dia sadari
menggunakan pakaian yang minim di rumah dan apabila marah, kadang mengeluarkan kata-
kata kasar kepada anaknya.
Pendapat dari seorang psikolog, harus di tahu pula dia berasal dari mana, kelurganya seperti
apa, lingkungannya bagaimana, pendidikan orangtua bagaimana, itu semua akan
mempengaruhi. Orangtua adalah rolemode buat anaknya. Anak yang bertingkah laku baik di lihat
dari bagaimana orangtuanya, begitu pula sebaliknya anak yang bertingkahlaku buruk dilihat pula
bagaimana orangtuanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Diah Suci Haryani yang berjudul Peran Orangtua
Berhubungan dengan Perilaku Seksual Pra Nikah pada Tahun 2015 bahwa semakin besar peran
orangtua dan keluarga terhadap anaknya maka perilaku – perilaku seksual pra nikah remaja
semakin baik, yang artinya ketika orangtua memenuhi perannya maka mempengaruhi perilaku
seksual pra nikah pada remaja.
Peran orangtua memberikan dasar pendidikan agama, menciptakan suasana rumah yang
hangat dan menyenangkan. Peran orangtua selain memberikan pendidikan juga memberi contoh
yang baik bagi anaknya dengan penuh kasih sayang atau dengan cara bersahabat dengan anak
agar anak merasa lebih nyaman. Orangtua yang memiliki tingkat emosional yang baik akan
membentuk anaknya menjadi anak yang sabar, anak yang disukai oleh teman-temannya, lebih
mudah bergaul dan lebih sehat jasmani karena kemampuannya mengontrol emosi. Orangtua
juga harus menjadi problem solver yang baik bagi permasalahan yang dihadapi anak-anaknya
dan juga dirinya.
d. Peran Orangtua Sebagai Teman
Menghadapi anak yang sedang dalam masa peralihan, orang tua perlu lebih sabar dan
mengerti tentang perubahan anak. Orang tua dapat menjadi informasi, teman bicara atau teman
bertukar pikiran tentang kesulitan atau masalah anak, sehingga anak merasa nyaman dan
terlindungi (BKKBN, 2011).
Orang yang berjalan bersama harus membuat perjanjian atau kesepakatan. Kesepakatan
dalam keluarga antara orangtua dan anak harus dibicarakan bersama sehingga anak-anak dapat
merasa nyaman dan percaya kepada orangtua, demikian pula sebaliknya. Orangtua perlu
membangun komunikasi yang baik dengan anaknya untuk mencapai kesepakatan bersama.
Persoalan orangtua dalam relasinya dengan anak adalah persoalan keangkuhan diaman
orangtua lebih sering bertengkar dengan anaknya dan mempertahannkan keangkuhan dari pada
merendahkan hati dan mulai berkomunikasi untuk mendapatkan kemenangan bersama dan
kesepakatan.
Dari hasil penelitian didapatkan 3 dari 6 orangtua melakukannya perannya sebagai teman
dimana orangtua mendengar curhat anaknya dan saling bertukar pikiran akan permasalahan
atau informasi yang ingin diketahui anak. Duduk bersama membahas suatu hal yang terjadi,
bermain hp bersama, menonton tv dan makan bersama. Pada beberapa orangtua dan anak
terlihat jelas kedekatan mereka satu sama lain, dimana pada saat anak pulang sekolah langsung
orangtuanya menyambutnya dengan hangat sambil menanyakan bagaimana perkembangan
pelajaran disekolah, bagaimana dengan ujian yang dihadapi dan sebagainya.
Menurut pendapat seorang psikolog, sama halnya pada peran orangtua sebagai pendorong,
dimana orangtua harus mempunyai waktu khusus untuk anaknya, dimana mereka dapat
bercengkrama dan bertukar pendapat. Orangtua harus menjadi orangtua modern dimana dapat
melakukan dan mengetahui hal-hal yang anaknya ingin ketahui sebelum anak tersebut
mengetahui dan mendapatkannya informasi yang diinginkannya dari luar.
Penelitian yang dilakukan Sumaljo, bahwa terdapat hubungan antara peran orangtua
dengan kenakalan remaja. Dengan memberikan kepercayaan orangtua kepada anak sehingga
anak lebih terbuka dan lebih banyak mengungkapkan apa yang remaja alami di dalam
pergaulannya.
Pada anak dan remaja yang beresiko tinggi lebih banyak terjadi pada remaja yang memiliki
komunikasi yang buruk dengan orangtua dibandingkan dengan komunikasi yang baik antar
orangtua dan anak. Pendidikan tentang seksual yang diberikan oleh orangtua dan anak harus
sedini mungkin sangat berperan dalam pencegahan prilaku seksual remaja yang beresiko tinggi.
Informasi tentang seksualitas harus diberikan dengan frekuensi yang sering dan kualitas yang
baik. Isi informasi mengenai pendidikan seksual lebih ditekankan pada penanaman nilai-nilai

34
Jurnal Kebidanan Vokasional

moral, cara mengendalikan dorongan seksual yang sehat dan sesuai agama, serta lebih selektif
memilih teman dan menghindari paparan media pornografi.
Ketika orangtua membangun komunikasi yang dapat dipercaya, maka orangtua menuai
kemajuan dalam relasinya dengan anaknya. Beberapa orangtua mempertahankan
keangkuhannya karena merasa dia memegang kekuasaan di rumah dan merasa sudah jauh
lebih berpengalaman dibandingkan anaknya. Padahal pengalam orangtua tidak seluruhnya bisa
dijadikan referensi untuk anak-anak mereka di jaman yang tealh berubah. Hal ini pada akhirnya
menyebabkan anak cenderung menarik diri dari orangtua dan mendekatkan diri mereka kepada
kelompok bermainnya, sehingga orangtua mulai kehilangan komunikasi dengan anaknya dan
lambat laun seiring waktu orangtua akan kehilangan anaknya meskipun anak ada di dalam
rumah. Mereka akan menjadi sulit untuk diajak bekerja sama, sulit di ajak berdialog dan lebih
banyak menghindar dari pertemuan-pertemuan keluarga.
Anak membutuhkan teman seperjalanan dalam meraih impian mereka. Mereka
membutuhkan nasehat dan arahan dalam hidupnya. Selain itu mereka membutuhkan model
keteladanan yang bisa dicontoh. Orangtua harus mengfungsikan dirinya sebagai sahabat
dengan cara memberikan waktu yang berkualitas bukan waktu yang sisa ditengah kesibukanya
dan menjadi pendengar yang baik bukan menjadi komentator ataupun penasehat.
e. Peran Orangtua Sebagai Pengawas
Kewajiban orangtua adalah melihat dan mengawasi sikap dan perilaku anak agar tidak
keluar jauh dari jati dirinya, terutama dari pengaruh lingkungan baik lingkungan keluarga,
sekolah, maupun lingkungan masyarakat (BKKBN, 2011).
Pengawasan orangtua bukanlah berarti pengekangan terhadap kebebasan anak untuk
berkreasi tetapi lebih ditekankan pada kewajiban anak yang bebas dan bertanggung jawab.
Ketika anak sudah mulai menunjukkan tanda-tanda penyimpangan, maka orangtua yang
bertindak sebagai pengawas harus segera mengingatkan anak akan tanggung jawab yang
dipikulnya terutama pada akibat-akibat yang mungkin timbul sebagai efek dari kelalaiannya.
Hasil penelitian yang dilakukan kepada orangtua dan anak, bahwa orangtua memberikan
batasan waktu apabila anaknya berada diluar rumah, pada jam pulang sekolah harus pulang
kerumah, bila ada kegiatan ekstrakulikuler harus diberitahu terlebih dahulu kepada orangtua, dan
apabila bergaul, orangtua harus kenal teman sepergaulannnya, tinggalnya di daerah mana dan
apabila ingin keluar bersama teman-temannya orangtua harus tahu kemana tujuan dan dengan
siapa saja anaknya pergi dan pastinya memberi batasan waktu. Begitu juga apabila anaknya
ingin berangkat dan pulang sekolah, orangtua kadang mengantar dan menjemputnya. Orangtua
mengawasi bukan untuk mengekang anak-anak namun memantau dan menjaga bagaimana
keseharian anak-anak, agar anak-anak tidak terlalu jauh keluar dari jati dirinya yang sebenarnya.
Karena pengaruh lingkungan disekitarnya yang sangat mudah merubah perilaku dan sikap anak-
anak . Apabila lingkungan disekitar anak baik, baik pula anak itu, namun apabila ada pengaruh
lingkungan yang buruk dan tidak terpantau oleh orangtua maka anak akan mengikuti lingkungan
yang buruk tersebut.
Sama halnya pada saat anak bermain hp dan ingin mengakses internet, orangtua
selalu berada disamping anaknya. Mengawasi dan mendapingi anaknya dan menjelaskan
perihal yang anaknya ingin ketahui. Mudahnya teknologi internet yang dapat diakses melalui
handphone membuat kita sebagai orangtua harus ekstra waspada. Pengawasan terhadap
pengguanaan teknologi media internet yang dilakukan orangtua akan meminimalisir adanya
penyalahgunaan media internet yang telah digunakan oleh anak. anak-anak biasanya ingin
menunjukkan eksistensinya dengan cara-cara yang mereka anggap benar. Penting bagi kita
untuk mengingat bahwa jangan memaksakan kehendak kepada anak-anak karena jika anak
sudah merasa tertekan maka mereka akan cenderung untuk memilih pergi keluar rumah untuk
mencari kebebasan yang tidak mereka dapatkan dirumah.
Sesuai pada hasil penelitian yang dilakukan peneliti kepada seorang psikolog dimana
disini orangtua harus mengawasi dan mengetahui apa yang anaknya lakukan dengan hpnya itu.
Tidak bisa disalahkan hp dan zaman modern, karena yang patut disalahkan adalah orangtuanya.
Disini bagaimana orangtua bisa menjadi orangtua modern. Jadi tidak ada salahnya anak yang
pegang hp di usia 10-14 tahun, yang terpenting bagaimana orangtua mengawasi.
Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil penelitian kepada seorang dokter anak dimana
anak yang mempunyai ketergantungan akan smartphone oleh karena penggunaannya. Sudah
menjadi tugas orangtua untuk melakukan bimbingan terhadap anak dengan gadged itu
digunakan pada jalurnya.
Peran orangtua di jaman modern saat ini sangatlah penting, terutama meninjau pergaulan
mereka. Sebagai orangtua kita diwajibkan untuk mengawasi kehidupan anak-anak diluar

35
Jurnal Kebidanan Vokasional

lingkungan rumah, jangan samapai anak kita terjerumus kedalam pergaulan yang salah
sehingga akan berdampak buruk pada kehidupan anak dan dapat mengancam masa depan
anak.
Penyebab terjadinya perilaku seksual pada remaja adalah pengawasan dan perhatian
orangtua yang longgar, pola pergaulan bebas, lingkungan yang bebas. Semakin banyaknya hal-
hal yang memberikan rangsangan seksual yang sangat mudah didapatkan dan terfasilitasi
seperti televisi, handphone, komputer, dan media cetak lainnya yang sering diberikan oleh
orangtua dan keluarga tanpa menyadari efek dari media yang diberikan tersebut. Efek dari
penggunaan fasilitas tersebut dapat menyebabkan anak meniru tokoh yang diidolakan seperti
perilaku remaja ingin berpacaran. Dimana masa pacaran telah diartikan sebagai masa untuk
belajar aktivitas seksual dengan lawan jenis. Baik buruknya perilaku remaja tergantung dari
bagaimana pengawasan orangtua dalam tahapan perkembangan anaknya.
Sebagai orangtua sebaiknya mengetahui jadwal kegiatan harian anak, mengawasi setiap
tindakan mereka secara intensif dan memberikan ruang kepada anak untuk berekspresi selama
bersifat positif. Ciptakanlah suasana rumah yang menyenangkan. Jangan sampai anak merasa
tertekan dan jenuh terhadap kondisi rumah dan arahkanlah mereka pada hal-hal yang sifat
positif.
f. Peran Orangtua Sebagai Konselor
Orangtua dapat memberikan gambaran dan pertimbangan nilai positif dan negatif sehingga
anak mampu mengambil keputusan yang terbaik (BKKBN, 2011).
Orangtua yang setiap hari dan paling lama bersama anaknya. Orangtua yang baik yaitu
ketika mereka bisa menjadi orangtua sekaligus sahabat bagi anak dengan menjadi teman
berkeluh kesah dan memberi solusi yang tepat.
Namul hal tersebut tidak berlaku pada hasil penelitian yang didapatkan, dikarenakan
anaknya melakukan hal-hal yang dia inginkan tanpa meminta pendapat orangtua. Namun
orangtua masih memantau anaknya, disaat anaknya melakukan suatu hal yang tidak sesuai pasti
akan diberi teguran, dan anaknya mendengar dan tidak mengulanginya lagi.
Penelitian yang dilakukan Rasmiani, terdapat hubungan yang signifikan antara peran
orangtua dengan perilaku seksual pada remaja. Komunikasi antara orangtua dengan anak
dikatakan berkualitas apabila kedua belah pihak memiliki hubungan yang baik dalam artian bisa
saling memahami, saling mengerti, saling mempercayai dan menyayangi satu sama lain.
Komunikasi yang baik dalam hal ini adanya timbal balik, adanya keterbukaan, spontan dan ada
feedback dari kedua pihak antara orangtua dan anak.
Adanya komunikasi antar orangtua dan anak yang baik membuat orangtua dan anak dapat
menukar pikiran dan bersama-sama mempertimbangkan hal-hal yang dapat didiskusikan
bersama. Dalam keseharian anak tidaklah sanggup mengambil keputusan sendiri dalam
masalah yang dihadapinya. Dan apabila hal tersebut terjadi biasanya lebih menimbulkan nilai
negatif. Disinilah anak sangat membutuhkan orangtuanya untuk membatunya dalam
mempertimbangkan keputusan yang akan diambilnya sehingga anak dapat memilih keputusan
yang lebih baik.
Anak akan senang ketika orangtua mampu menjadi tempat curhat dan twmpat berkeluh
kesah, jadi anak tidak perlu menceritakan permasalahannya kepada orang lain. Tidak sedikit
anak yang takut bercerita kepada orangtuanya karena orangtuanya terlalu kaku dan keras
terhadap anak, sehingga anak takut untuk bercerita. Sebaiknya orangtua ketika sedang
bersantai, orangtua dan anak berkumpul bersama dan cobalah membuka percakapan yang
menarik dengan anak, menanyakan kegiatan apa saja yang dilakukan anak selama sekolah dan
ketika bermain. Ketika anak sedang bersantai dikamar cobalah menemani sambil menanyakan
masalah pribadi anak, bersikap seolah menjadi sahabat yang siap mendengar keluh kesah anak
dalam hal apapun.
Pembahasan diatas jelas bahwa dari semua peran orangtua yang ada, orangtua melakukan
perananya dengan baik hanya pada peran orangtua sebagai panutan dan peran orangtua
sebagai pengawas. Sehingga peran yang lainnya tidak dilakukan dengan baik karena
kekurangan dalam banyak hal dari orangtua. Dalam hal ini kurangnya pemahaman orangtua
mengenai pendidikan seksual sejak dini, karena masih merasa belum pantas untuk anaknya
diberikan pendidikan seksual, kurangnya waktu yang berkualitas untuk anaknya, dan masih
kurangnya keaktifan orangtua dalam berkomunikasi dua arah kepada anaknya. Sehingga kurang
efektifnya peran orangtua dalam memberikan pendidikan seksual sejak dini kepada anaknya.

36
Jurnal Kebidanan Vokasional

KESIMPULAN
Orangtua berperan dalam pendidikan anak dalam penelitian ini untuk menjadikan generasi muda
berkedudukan. Di dalam lingkungan keluarga orangtualah yang bertanggung jawab dalam suatu
keluarga atau rumah tangga, dan sudah layaknya apabila orangtua mencurahkan perhatian dan
bimbingan untuk mendidik anak agar supaya anak tersebut memperoleh dasar-dasar dan pola
pergaulan hidup, pendidikan yang baik dan benar, melalui penanaman disiplin dan kebebasan secara
serasi. Dalam penelitian ini pengetahuan orangtua masih terbatas mengenai pendidikan seksual sejak
dini, dan masih terkesan canggung untuk memberikan pendidikan tersebut kepada anak-anaknya
dikarenakan pendapat orangtua yang masih menganggap belum cukupnya umur anak mereka.
Bahwa pendidikan seksual sejak dini sangat penting dan dalam pendidikan seksual yang
diberikan secara tepat anak akan mendapat informasi yang benar, sehingga menghindari anak dari hal
negatif yang tidak diinginkan. Dan yang diperkenalkan bukan mengenai hubungan seks, tetapi
mengenai ada namanya perempuan, ada namanya laki-laki atau dengan kata lain perkenalan jenis
kelamin. Kalau laki-laki namanya apa, bentuknya apa, perempuan itu namanya apa bentuknya apa.
Orangtua yang memiliki pengetahuan terbatas mengenai pendidikan seks hanya menjelaskan yang
mereka pahami saja.
Pada perkembangan psikologi itu ada masa oral, masa anal dan masa baligh. Apabila masa
tersebut tidak matang, maka dengan gampang dapat terjadi pelecehan seksual. Pelecehan seksual itu
bukan karena ada orang jahat, tetapi karena ketidak pahaman anak untuk menjaga barangnya itu dan
tidak berani bilang kata tidak pada orang lain. Penyampaian pendidikan seks itu harus sesuai dengan
tingkat psikologi anak, dan akan mempengaruhi tingkat kematangan pemahamannya juga.
Orangtua yang berhasil dalam membina anak menjadi orang dewasa dan mandiri, berarti
orangtua bisa mengatasi atau membatasi perbuatan atau perilaku anak yang dipandang dari segi
pendidikan, tidak pantas dicontohkan oleh anak sebagai generasi penerus. Dan sangat penting
peranan orang tua bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak.

DAFTAR PUSTAKA

AF Helmi, I Paramastri – Jurnal Psikologi, 2003 – jurnal.psikologi.ugm.ac.id. Diakses pada 20 Agustus 2016.

Fadilah, Avin, 1998. Efektifitas Pendidikan Seksual Dini Dalam Meningkatkan pengetahuan Perilaku Seksual.
http://google.scholer4-6-1-SM.pdf.com diakses pada Juli 2016.

Herdiansyah, Haris. 2013. Wawancara, Observasi, dan Focus Groups :Sebagai Instrumen Penggalian Data
Kualitatif. Rajawali Pers. Jakarta.

Iyan. Afriani. 2009. Metode Riset Kualitatif”. Artikel, lembaga Mahasiswa Penalaran, Universitas Negeri Makassar.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya, Bandung.

N Laily, A Matulessy – Jurnal Psikologi, 2014-anima.ubaya.ac.id. diakses pada 20 Agustus 2016.

Nawita, Muslik. 2013. Bunda, Seks itu Apa? Bagaimana Menjelaskan Seks Pada Anak. Yrama Widya, Bandung.

Nugraha, Boyke Dian. 2013. Problema Seks dan Solusinya For Teens. Bumi Aksara, Jakarta.

Roqib, Muhammad. 2008. Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini pdf. Https://scholar.gooogle.co.id. Diakses Juli
2016.

Solihin, Lianny. 2010. Tindakan Kekerasan Pada Anak dalam Keluarga pdf. Https://scholar.gooogle.co.id. Diakses
Juli 2016.

Supriati, Euis. 2009. Efek Paparan Pornografi Pada Remaja di Pontianak pdf. Https://scholar.gooogle.co.id.
Diakses Juli 2016.

T. Prihatin, S Nuryoto, T Afiatin – Jurnal Psikologi, 2002 – jurnal.psikologi.ugm.ac.id. Diakses pada 20 Agustus
2016.

Umar, Husein, 1998. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis Edisi Kedua. PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.

Yuniarti, Deby. 2007. Pengaruh Pendidikan Seks Terhadap Sikap Mengenai Seks Pranikah Pada Remaja.
Https://scholar.gooogle.co.id.artikel_10503040-1.pdf. Diakses Juli 2016.

37

Anda mungkin juga menyukai