Anda di halaman 1dari 5

FENOMENA DAN PERMASALAHAN-PERMASALAHAN YANG TERJADI

DALAM MASYARAKAT

Data dari Kemenkes tahun 2010 menunjukkan bahwa hampir separuh

(47,8%), tiga kasus AIDS berdasarkan usia juga diduduki oleh kelompok usia muda

(20-29 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku seks berisiko terjadi pada usia

remaja. Data dari Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menyebutkan

bahwa 15% remaja Indonesia yang berusia 10-24 tahun telah melakukan hubungan

sexual diluar nikah. 85% diantaranya melakukannya di rumah dengan pacarnya.

United Nation Population Fund (UNPFA) dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) mensinyalir jumlah kasus aborsi di Indonesia mencapai 2,3 juta

pertahunnya dengan 20% diantaranya dilakukan oleh para remaja.

Adapun data yang didapatkan oleh Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 2017 memberikan hasil bahwa perilaku seks pada remaja

sebesar 59% pria dan 74% wanita sudah melakukan hubungan seksual pranikah pada

usia 15–19 tahun. Hal ini sesuai dengan data yang diambil dari Global School Student

Health Survey 2015 oleh WHO, bahwa 65% orang tua, 83,3% guru, dan 77,3%

remaja mempunyai pengetahuan yang kurang dalam hal perkembangan reproduksi,

perubahan psikologis dan emosional, penyakit menular seksual dan abortus, serta

4,5% remaja laki-laki dan 0,7% remaja perempuan melakukan hubungan seksual

sebelum nikah.
Permasalahan ini cenderung dilakukan oleh kelompok remaja tengah dan

remaja akhir. Remaja tengah (15-18 tahun) merupakan masa-masa ingin mencari

identitas diri, tertarik dengan lawan jenis, timbul perasaan cinta dan mulai berkhayal

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual. Remaja akhir (19-21 tahun)

merupakan remaja yang mengungkapkan kebebasan diri dan mewujudkan perasaan

cinta yang dirasakannya (Kemenkes RI, 2015).

Diketahui bahwa pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi relative

masih rendah sebagaimana ditunjukkan oleh hasil Survei Kesehatan Resproduksi

Remaja Indonesia tahun 2017 didapatkan sebanyak 13% remaja perempuan tidak

mengetahui tentang perubahan fisiknya dan sebagian besar responden 47,9%

perempuan tidak mengetahui kapan masa subur seorang perempuan (Kemenkes,

2010). Dan yang paling memprihatinkan, pengetahuan remaja tentang cara paling

penting untuk menghindari infeksi HIV masih terbatas. Terdapat 14% remaja

perempuan dan 95% remaja laki-laki menyebutkan pantang berhubungan seks, 18%

remaja perempuan dan 25% remaja laki-laki menyebutkan menggunakan kondom

serta 11% remaja perempuan dan 8% remaja laki-laki menyebutkan membatasi

jumlah pasangan (jangan berganti-ganti pasangan seksual) sebagai cara menghindari

HIV dan AIDS (BKKBN, 2012).

Ada dua factor pentingnya pendidikan seks bagi remaja. Factor pertama

adalah ketika anak-anak tumbuh menjadi remaja, mereka belum paham dengan

pendidikan seks dikarenakan orang tua menganggap bahwa pendidikan seks sejak

dini merupakan hal yang tabu. Dengan hal ini menyebabkan kurangnya pemahaman
oleh para remaja dan tidak adanya bekal pengetahuan untuk mengantisipasi dampak-

dampak yang terjadi, sehingga para remaja merasa tidak bertanggung jawab dengan

seks atau kesehatan anatomi reproduksinya (Miswanto, 2014).

Factor kedua, dari ketidakpahaman remaja mengenai seks dan kesehatan

anatomi reproduksi, para remaja mencari informasi sendiri mengenai seksualitas dan

reproduksi tanpa adanya pengawasan lebih jauh melalui beragam media. Dengan

sejumah sarana seperti VCS, majalah, internet, bahkan tayangan televise pun saat ini

memuat konten pornografi yang mengarah kepada hal yang tidak layak untuk

dikonsumsi oleh remaja (Miswanto, 2014).

SIMPULAN

Dari hasil fenomena maupun permasalahan-permasalahan yang maraknya

terjadi di dalam masyarakat tidak menutup kemungkinan adanya banyak hal mulai

dari pergaulan bebas, kurangnya nilai moral yang tertanam dalam diri, kurangnya

pemahaman maupun pengetahuan pentingnya pendidikan seks secara dini. Seks

pranikah yang dilakukan oleh para remaja butuh perhatian lebih oleh peranan

terutama orang tua, maupun lingkungan. Sebagaimana dalam jurnal yang dilakukan

oleh Cahyani, Aushybana & Nugroho (2020) bahwa permasalahan kesehatan

reproduksi remaja memiliki hubungan pada media informasi dan kebiasaan

bersosialisasi.
Perilaku seks pranikah akan berdampak pada remaja diantaranya penyesalan

dan rasa bersalah secara moral (Harningrum & dkk, 2014). Di Indonesia sendiri,

hamil diluar nikah dianggap sebagai aib bagi pelaku maupun keluarganya. Namun

sekarang ini, nilai dan norma tersebut bergeser. Dalam penelitian sebelumnya,

ditemukan bahwa seorang remaja melakukan hubungan seks pranikah pada awalnya

terpaksa, namun pada akhirnya ada dorongan dalam dirinya yang menikmatinya

(Harningrum & dkk, 2014).

Agar tidak terjadinya pernikahan pada usia dini atau maraknya praktik aborsi

sebagai dampak negatif dari perilaku seks pranikah, sudah seharusnya menjadi fokus

utama bagi remaja akhir secara umum untuk lebih peka terhadap permasalahan ini.

Berkembang pesatnya teknologi juga membawa pengaruh yang sangat besar bagi

remaja untuk mengakses situs pornografi dan informasi mengenai kegiatan seksual.

Kurangnya pengawasan orang tua dan pengaruh lingkungan pertemanan juga menjadi

faktor penting dalam hal ini. Pada dasarnya, edukasi mengenai seksualitas tersebut

dapat menjadi hal positif bagi para pembaca. Namun, jika terdapat individu yang

telah mendapatkan edukasi tetap melakukan tindakan menyimpang. Maka, perilaku

menyimpang tersebut disebabkan karena informasi yang diterima tidak dapat diserap

dengan baik atau kurangnya bimbingan dari orang-orang di sekitarnya. Perilaku

seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja termasuk ke dalam salah satu kenakalan

remaja. Perilaku seksual pranikah sangat bertentangan dengan norma dan nilai

budaya terutama di Indonesia. Pengaruh teknologi menjadikan terjadinya perubahan

sosial yang cepat di masyarakat, salah satunya mulai lunturnya nilai-nilai dan norma
baik yang telah ditanamkan pada setiap individu sejak kecil. Pengaruh teknologi yang

semakin pesat dan dengan tidak diimbangi dengan edukasi yang benar membuat

remaja menjadi kehilangan arah.

Menurut Sigmun Freud, melalui teori tahap psikoseksual yang ditulis oleh

(Miller, 2002), selama hidup manusia akan mengalami lima tahap perkembangan

berdasarkan pada naluri seksual. Masa remaja atau yang disebut the genital phase

pada teori psikoseksual memiliki arti bahwa kesenangan seksual pada tahap ini

berpusat pada alat genital dan keintiman seksual. Hal ini juga diikuti dengan

perkembangan fisik pada pria dan wanita yang sudah memasuki masa pubertas. Pada

teori ini dikatakan bahwa adanya dorongan seksual, kebutuhan seksual yangharus

terpenuhi, dan pengaruh emosional yang menjadi faktor utama seseorang melakukan

dan menyalurkan aktivitas seksualnya. Kegiatan seksual pranikah pada remaja akhir

merupakan perilaku menyimpang yang dilakukan secara sadar oleh kedua belah

pihak.

Kegiatan seksual sendiri terjadi karena adanya rangsangan baik dari diri

sendiri maupun dari luar. Faktor pikiran dari diri sendiri terhadap hal-hal yang

bersifat seksual juga akan memengaruhi seseorang untuk bertindak dan melakukan

aktivitas seksual. Sebenarnya, kegiatan seksual adalah kegiatan yang wajar untuk

dilakukan, karena setiap individu memiliki hasrat untuk memuaskan dan dipuaskan.

Anda mungkin juga menyukai