Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Artikel Review

Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konsep Penelitian Perilaku

Hubungan Antara Faktor Internal dan Faktor Eksternal dengan Perilaku Seks Bebas
Pada Usia Remaja (SMA) di Kawasan Rural

Oleh :
Hilda Nuruzzaman
101614153009

PROGRAM MAGISTER PROMOSI KESEHATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
Hubungan Antara Faktor Internal dan Faktor Eksternal dengan Perilaku Seks Bebas
Pada Usia Remaja (SMA) di Kawasan Rural
Hilda Nuruzzaman, 101614153009

Abstrak
Perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab menempatkan remaja pada tantangan
risiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi termasuk peningkatan ancaman dari
HIV/AIDS. KPAI 2013, sebanyak 32% usia 14-18 di kota besar di Indonesia pernah
berhubungan seksual pranikah dan 62,7% remaja kehilangan perawan saat masih duduk di
bangku SMP, bahkan 21,2% diantaranya melakukan tindakan aborsi. hal ini sangat
mengkhawatirkan dan membahayakan kondisi kesehatan reproduksi remaja Indonesia.
Remaja berperilaku seksual berisiko dikarenakan minimnya pengetahuan terkait dengan
kesehatan reproduksi, pendidikan moral dari keluarga atau lingkungan sekitar. Bertujuan
untuk mengetahui hubungan faktor internal dan faktor eksternal dengan perilaku seks bebas
pada usia remaja (SMA) di daerah rural. Metode yang digunakan dengan studi literatur yang
berasal dari jurnal, textbook, artikel ilmiah serta browsing via internet. Hasilnya terdapat
hubungan antara faktor internal (pendidikan, pengetahuan, sikap dan gaya hidup) dan faktor
eksternal (media informasi, peran dan tempat tinggal) pada usia remaja (SMA) dengan
perilaku seksual bebas di daerah rural . Guna meningkatkan pengetahuan, merubah sikap dan
gaya hidup maka intansi Pendidikan dan dinas Kesehatan terkait seharusnya meningkatkan
wawasan siswa tentang seks pranikah.

Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara yang kental akan budaya ketimurannya.
Dimana setiap perilaku dan tindakan individunya akan dinilai baik atau tidaknya oleh
masyarakat yang ada di sekitarnya. Dari penilaian masyarakat tersebut maka muncul lah
istilah norma. Norma adalah patokan perilaku dalam satu kelompok tertentu, norma
memungkinkan seseorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan
dinilai oleh orang lain, norma juga merupakan kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau
menolak perilaku seseorang. Norma juga merupakan sesuatu yang mengikat dalam sebuah
kelompok masyarakat, yang pada kelanjutannya.
Remaja dalam perkembangannya memerlukan lingkungan yang adaptif untuk
membantu dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun dalam pencarian jati
dirinya.Ada kesan pada remaja jika seks itu menyenangkan, salah satu bentuk pengungkapan
rasa cinta kepada pasangannya sehingga tidak perlu ditakutkan. Berkembang pula opini
tentang seks jika seks adalah sesuatu yang menarik dan perlu dicoba. Terlebih lagi jika remaja
tersebut tumbuh dalam lingkungan yang mal-adaptif, hal tersebut akan mendorong terciptanya
perilaku amoral yang dapat merugikan remaja itu sendiri. Terlebih lagi jika remaja tersebut
mendapatkan informasi yang salah mengenai seks.Informasi tersebut dapat berasal dari media
internet maupun dari teman-temannya. Sehingga akhirnya mereka mengadopsi begitu saja
norma-norma yang belum pasti kebenarannya.
Remaja indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari
masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah norma-norma, nilai-
nilai dan gaya hidup mereka. Remaja yang dahulu terjaga secara kuat oleh sistem keluarga,
adat budaya serta nilai-nilai tradisional yang ada, telah mengalami pengikisan yang
disebabkan oleh urbanisasi dan industrialisasi yang cepat. Hal ini diikuti pula oleh adanya
revolusi media yang terbuka bagi keragaman gaya hidup dan pilihan karir. Berbagai hal
tersebut mengakibatkan peningkatan kerentanan remaja terhadap berbagai macam penyakit,
terutama yang berhubungan dengan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk ancaman
yang meningkat terhadap HIV/AIDS.
Tingginya kasus HIV/AIDS khususnya pada kelompok umur remaja salah satu
penyebabnya adalah pergaulan bebas. Semakin banyak penderita HIV/AIDS memberikan
gambaran bahwa cukup banyak permasalahan kesehatan reproduksi yang timbul di antara
remaja.
Menurut Sugianto 2011, sejak lebih dari satu decade terakhir ini telah terjadi
perubahan dalam pandangan dan prilaku seks di kalangan remaja di Indonesia dan hasil
penelitian telah menunjukan adanya perubahan tersebut. Pola pergaulan menjadi semakin
bebas yang di dukung oleh fasilitas, aktivitas seksual mudah dilakukan, bahkan muah
berlanjut menjadi hubungan seksual.
Ironisnya, disisi lain masyarkat khususnya remja tidak menerima pendidikan seks
yang benar dan bertanggung jawab atau pengetahuan mengenai maslah reproduksi yang sehat.
Sehingga, timbul akibat buruk yaitu adnya penularan penyakit menular seksual (PMS)
termasuk AIDS, kehamilan pranikah, dan kehamilan tidak diinginkan, serta pengguguran
kandungan dikalangan remaja, dan lain sebagainya.
Data Kemenkes RI 2017, pada propinsi Jawa Timur terjadi peningkatan yang tinggi
dalam jumlah kasus baru HIV dari tahun 2015 sampai 2016 yakni 4.155 menjadi 6.513.
Propinsi Jawa Timur pada tahun 2016 memiliki 213.991 kunjungan ke layanan konseling HIV
dan didapatkan 3,1% positif HIV dan menurut jenis kelamin, persentase kasus baru AIDS
tahun 2015 pada kelompok laki-laki lebih besar dibandingkan pada kelompok perempuan.
Penderita AIDS pada laki-laki sebesar 55% dan pada perempuan sebesar 32%.
Data SDKI 2012, sekitar 6 dari 10 responden remaja laki-laki yang pernah memiliki
pasangan seksual pra- nikah dan mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) mengatakan
kehamilan terse- but diaborsi secara sengaja maupun spontan. Sedangkan persentase kasus
AIDS sebanyak 3,1% pada kelompok umur 15-19 tahun dan 32,9% pada kelompok umur 20-
29 tahun. Data survei terakhir Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
pada tahun 2010 menyebutkan sebanyak 5.912 wanita di umur 15–19 tahun secara nasional
pernah melakukan hubungan seksual (Munir, 2010).
Terjadinya perilaku seksual pada remaja salah satunya dipengaruhi oleh perubahan
pandangan yang tampak saat remaja mulai memasuki masa pacaran. Masa pacaran telah
diartikan menjadi masa untuk belajar melakukan aktivitas seksual dengan lawan jenis, mulai
dari ciuman ringan, ciuman maut, saling masturbasi, seks oral, bahkan sampai hubungan
seksual. Berdasarkan hasil survei kesehatan reproduksi remaja yang diselenggarakan BKKBN
tahun 2010 perilaku pacaran permisif yang dilakukan oleh remaja antara lain berpegangan
tangan saat pacaran (92%), berciuman (82%), rabaan petting (63%) (Ningtyas, 2012).Menurut
hasil survei KPAI 2013, pemicu remaja pernah melakukan hubungan seks pranikah yakni
muatan pornografi yang diakses di internet.
Dalam hubungan dengan status pacaran, para remaja sudah permisif untuk melakukan
gaya pacaran yang menjurus pada perilaku seksual pranikah. Hal yang serupa dapat terjadi
pada remaja yang menjalani hubungan dengan status bertunangan di mana status bertunangan
memiliki tingkatan lebih tinggi bila dibandingkan dengan status pacaran.
Hal ini perlu ditangani dengan serius dengan cara memberikan Pendidikan seks
dengan melibatkan pemerintah, puskesmas setempat, sekolah, polisi setempat, diharapkan
dengan pendidikan seks ini akan menambah pengetahuan dalam pencegahan seks pranikah
dan memberikan keyakinan kepada mereka untuk percaya diri serta mengatakan tidak pada
seks pranikah
Dilihat dari data-data di atas bahwa ternyata hubungan seks pranikah pada remaja
sudah tersebar dimana-mana, mulai dari kota besar hingga kota kecil di Indonesia. Begitu
banyaknya resiko yang di timbulkan akibat tindakan atau prilaku seks pranikah pada remaja,
maka perlu adanya upaya-upaya pencegahan (Preventif) serta adanya tindak lanjut terhadap
permasalahan ini. Sehingga prilaku seks pranikah dapat di cegah dengan mengubah
pandangan dan pola fikir remaja untuk bertindak positif terhadap permasalahan-
permasalahanya (dorongan seksualnya). Oleh karenanya penulis merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian dalam lingkup wilayah kecil tingkatan Sekolah Mengah Atas (SMA).

Metode
Metode yang digunakan dengan studi literatur yang berasal dari jurnal, textbook,
artikel ilmiah serta browsing via internet. Literatur yang digunakan adalah tema tentang seks
bebas atau seks pranikah.

Hasil dan Pembahasan


Pada faktor internal (pendidikan, pengetahuan, sikap dan gaya hidup) dan faktor
eksternal (media informasi, peran dan tempat tinggal) didapatkan hasil dan pembahasan
sebagai berikut :
Pengetahuan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Handayani dan Setyawan 2015 didapatkan
hasil penelitian yang di lakukan di SMAN 1 Kandanghaur sebanyak 242 responden di ketahui
83 orang (34,3%) berpengetahuan baik dan 159 orang (65,7%) berpengetahuan kurang. Dari
quesioner yang di analisis, pengetahuan siswa masih rendah bersangkutan tentang bahaya dari
seks pranikah, yaitu apakan seks pranikah meyebabkan penyakit menular ataukah tidak, serta
bagaimanakah upaya pencegahan seks pranikah. Sedangkan untuk indikator-indikator
pengertian seks pranikah dan faktor-faktor timbulnya seks pranikah rata-rata siswa sudah
memahami.Banyak factor yang mempengaruhi pengetahuan siswa terhadap bahaya seks
pranikah seperti informasi yang didapat dari intansi pendidikan terkait, media masa, teman
sebaya dan lain sebagainya, semakin sering mereka mendapatkan informasi mengenai seks
pranikah atau kesehatan reproduksi maka akan meningkatkan pengetahuan mereka mengenai
bahaya dari seks.
Hal serupa juga dikemukakan oleh Umaroh, Kusumawati dan Kasjono 2015, bahwa
dalam hasil penelitiannya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan terhadap
perilaku seksual pranikah remaja (p=0,000). Responden yang memiliki pengetahuan tidak
baik tentang kesehatan reproduksi melakukan perilaku seksu- al pranikah sebanyak 8.266
responden (70,4%) dan yang tidak melakukan perilaku seksual pranikah sebanyak 3.475
(29,6%). Sedangkan responden yang memiliki pengetahuan baik melakukan perilaku seksual
pranikah seba- nyak 6.723 responden (82,6%) dan yang tidak melakukan perilaku seksual
pranikah sebanyak 1.418 (17,4%). Hal tersebut menunjukkan bahwa responden yang memiliki
pengetahuan baik cenderung akan melakukan hubungan seksual pranikah. Pengetahuan yang
diteliti mengan- dung kecenderungan pertanyaan-pertanyaan tentang cara pencegahan
kehamilan sehingga responden berani melakukan perilaku seksual pranikah dengan
pengetahuan yang baik.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Fitriana yang menyatakan tidak ada hubungan
bermakna antara pengetahuan tentang seks pranikah dengan perilaku seksual yang dikontrol
oleh lingkungan pada siswa di SMK XX Semarang.
Pendidikan
Umaroh, Kusumawati dan Kasjono 2015, dalam penelitiannya terdapat hubungan
yang signifikan an- tara tingkat pendidikan terhadap perilaku seksual pranikah remaja
(p=0,000). Hal tersebut menunjukkan bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan
tinggi, cen- derung tidak akan melakukan perilaku seksual pranikah. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Suryoputro (2006), yang meneliti tentang mahasiswa
(berpendidikan tinggi) dan buruh (berpendidikan rendah).
Berdasarkan hasil penelitian Akhiat 2016, didapatkan hasil menunjukkan bahwa nilai
signifikansi 0.969 (>0.05) yang berarti tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan
dengan pengetahuan wanita PSK tentang penyakit HIV/AIDS di Lokalisasi Teluk Bayur
Tahun 2015. Karakteristik Responden berdasarkan pendidikan SD dan SMP sederajat
merupakan tingkat pendidikan dasar awal. Pada tingkat ini seseorang belum mampu
memahami informasi yang diberikan mengenai penyakit HIV/AIDS pada saat diadakannya
penyuluhan-penyuluhan atau informasi mengenai penyakit HIV/AIDS. Pendidikan akan
mempengaruhi daya serap seseorang terhadap informasi yang diterimanya. Dengan
pendidikan yang cukup baik terjadi proses pertumbuhan, perkembangan dan perubahan
kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan matang pada diri individu, kelompok atau
masyarakat.
Berdasarkan tingkat pendidikan Dewi 2012, mengatakan bahwa remaja dengan
berpendidikan tinggi lebih berpeluang berprilaku seksual berisiko 1,89 kali lebih besar
dibanding remaja dengan pendidikan rendah. Remaja dengan pendidikan tinggi bisa saja
beranggapan sudah memiliki cukup pengetahuan tentang resiko yang akan dihadapi,
walaupun belum tentu informasi yang didapatkan selama ini sudah benar. Pendidikan yang
tinggi akan menimbulkan keberanian dan rasa percaya diri yang lebih besar pada diri
seseorang untuk membuat keputusan atas tindakannya. Remaja dengan pendidikan rendah
cenderung memiliki keberanian dan rasa percaya diri yang kurang terkait risiko yang akan
dihadapi terkait keputusan yang diambilnya dalam berperilaku.
Sikap
Santrock dalam Darmasih (2009) menyatakan bahwa minat remaja terhadap lawan
jenis dipengaruhi oleh perkembangan organ seksual. Terjadinya peningkatan minat remaja
terhadap lawan jenis dipengaruhi oleh faktor perubahan fisik selama masa pubertas.
Umaroh, Kusumawati dan Kasjono 2015, menyatakan adanya keterkaitan antara sikap
tedengan perilaku kesehatan reproduksi, pada kelompok remaja yang memiliki sikap tidak
baik, cenderung melakukan seks pranikah yaitu (83,6%).. Dorongan seksual dapat muncul
pada remaja di umur pertengahan yaitu antara umur 14 sampai 18 tahun. Ciri khas remaja
pertengahan yaitu para remaja sudah mengalami pematangan fisik secara penuh, anak laki-
laki sudah mengalami mimpi basah sedangkan anak perempuan sudah mengalami haid.
Sikap akan memberikan stimulus seseorang atau kesediaan untuk bertindak dan
perilaku akan memberi tanggapan/ meresponnya. Remaja yang memiliki sikap mendukung
tentang seks pranikah cenderung telah melakukan perilaku seksual mulai dari berpegangan
tangan sampai bersenggama, namun ada juga remaja yang memiliki sikap tidak mendukung
tentang seks pranikah cenderung tidak melakukan perilaku seksual. Ini disebabkan oleh
berbagai faktor yang mempengaruhinya, antara lain : agama, social budaya dan pendidikan.
Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap
tentang seks pranikah dengan perilaku seksual ini di dukung oleh hasil penelitian yang
dilakukan oleh ”Wahyuningsih di MA Infarul Ghoy Semarang” dimana peneliti terdahulu
meneliti dengan analisa bivariat yang menunjukkan ada hubungan bermakna antara sikap
dengan praktek pencegahan seks pranikah pada siswa di MA Infarul Ghoy Semarang dengan
nilai p 0,000 (p< 0,05) dan X hitung>X tabel(52,591>9,488).
Gaya Hidup
Sedangkan pada gaya hidup remaja, pada kelompok gaya hidup yang berisiko dan
tidak berisiko keduanya sebagain besar telah melakukan seks pranikah. Umaroh,kusumawati
dan kasjono 2015, menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup terhadap
perilaku seksual pranikah remaja (0,017). Responden yang memiliki gaya hidup berisiko
untuk melakukan perilaku seksual pranikah sebanyak 12.060 responden (75,8%). Sedangkan
responden yang memiliki gaya hidup tidak berisiko untuk melakukan perilaku seksual
pranikah sebanyak 2.929 responden (73,9%) Hal tersebut menunjukkan bahwa responden
yang memiliki gaya hidup berisiko, cenderung akan melakukan perilaku seksual pranikah.
Gaya hidup yang dimaksudkan adalah merokok, minum alkohol dan menggunakan narkoba.
Selain dilakukan pada diri sendiri, responden ditanya apakah pernah mengajak ataupun diajak
teman untuk melakukan perilaku-perilaku berisiko tersebut.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestary, remaja yang minum
alkohol berpeluang 15,7 kali lebih besar untuk melakukan hubungan seksual pranikah
dibandingkan dengan remaja yang tidak pernah minum alkohol (p=0,000; OR=15,739; 95%
CI=13,111-18,894). Dalam upaya memperbaiki perilaku atau gaya hidup berisiko, maka perlu
dilakukan peningkatan komitmen beragama hasil penelitian Nistiannor, terdapat hubungan
yang signifikan antara skor komitmen beragama. komitmen beragama dapat ditingkat- kan
dengan beribadah wajib, membaca kitab suci, menghadiri siraman rohani dan membaca buku-
buku keagamaan.
Hasil penelitian ini yang sesuai adalah hasil penelitian dari Damayanti 2011, yang
menjelaskan perilaku sex pranikah erat kaitannya dengan gaya hidup remaja dalam
penggunaan obat terlarang (narkoba), maupun perilaku lain seperti mendatangi diskotik.
Namun berbeda dengan hasil penelitian Samino 2012, gaya hidup dengan perilaku sex
remaja diperoleh p= 0,149, artinya kedua variabel tersebut tidak berhubungan/berkaitan.
Dapat dijelaskan bahwa penelitian ini tidak mendukung dugaan bahwa gaya hidup berbas
berkaitan dengan perilaku sex bebas.
Media Informasi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anesia 2013, menyatakan remaja dengan
sumber informasi banyak yang melakukan perilaku seks tidak intim memiliki persentase
sebesar 51,6% lebih tinggi jika dibandingkan remaja dengan sumber informasi banyak yang
melakukan perilaku seks intim yaitu sebesar 48,4%.
Rohmawati (2008) menyatakan bahwa paparan media cetak dan media elektronik
memiliki pengaruh hubungan seksual pranikah yang dilakukan remaja. Remaja yang sedang
dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya
dari media massa tersebut, akan tetapi dalam hasil penelitian ini diketahui bahwa banyaknya
sumber informasi yang diperoleh remaja tentang seksual pranikah tidak berhubungan dengan
perilaku seks pranikah yang mereka lakukan.
Penelitian yang dilakukan Umaroh, Kusumawati dan Kasjono 2015, dalam
penelitiannya menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara sumber informasi
terhadap perilaku sek- sual pranikah remaja (p=0,000). Responden yang tidak memperoleh
informasi dari sumber cetak, audio dan audio visual dan melakukan perilaku seksual pranikah
sebanyak 6.798 responden (71,1%) dan yang tidak melakukan perilaku seksual pranikah
sebanyak 2.767 responden (28,9%). Sedangkan responden yang memperoleh dari sumber
cetak, audio dan audio visual dan melakukan perilaku seksual pranikah sebanyak 8.191
responden (79,4%) dan yang tidak melakukan perilaku seksual pranikah sebanyak 2.126
responden (20,6 %). Hal tersebut menunjukkan bahwa responden yang mendapatkan
informasi dari ketiga sumber tersebut, cenderung akan melakukan perilaku seksual pranikah.
Media massa dan segala hal yang bersifat pornografis akan menguasai pikiran remaja
yang kurang kuat dalam menahan pikiran emosinya, karena mereka belum boleh melakukan
hubungan seks yang sebenarnya yang disebabkan adanya norma-norma, adat, hukum dan juga
agama. Semakin sering seseorang tersebut berinteraksi atau berhubungan dengan pornografi
maka akan semakin bersikap permisif terhadap hubungan seks secara bebas demikian pula
sebaliknya, jika seseorang tersebut jarang berinteraksi dengan pornografi maka akan semakin
tidak permisif terhadap hubungan seks secara bebas. Apabila anak remaja sering dihadapkan
pada hal-hal yang pornografi baik berupa gambar, tulisan, atau melihat aurat, kemungkinan
besar dorongan untuk berhubungan secara bebas sangat tinggi, bisa lari ketempat pelacuran
atau melakukan dengan teman sendiri.
Peran
Responden yang memiliki orang terdekat seperti teman, ibu, ayah, saudara, kera- bat,
guru, petugas kesehatan dan tokoh agama dengan peran baik dan melakukan perilaku seksual
pranikah sebanyak 7.968 responden (80,5%) dan yang tidak melakukan perilaku seksual
pranikah sebanyak 1.936 (19,5%). Sedangkan responden yang memiliki orang terdekat
dengan peran tidak baik dan melakukan perilaku seksual pranikah sebanyak 7.021 responden
(70,4%) dan yang tidak melakukan perilaku seksual pranikah sebanyak 2.957 (29,6%). Hal
tersebut menunjukkan bahwa responden yang memiliki orang terdekat dengan peran baik,
cenderung akan melakukan perilaku seksual pranikah. Dari seluruh peran yang ada dari orang
terdekat responden remaja di Indonesia dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
peran orang terdekat dengan perilaku seksual pranikah remaja (p=0,000).
Hal tersebut menunjukkan bahwa responden yang memiliki orang terdekat dengan
peran baik, cenderung akan melakukan perilaku seksual pranikah. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Suwarni, terdapat hubungan antara perilaku seksual teman
sebaya dengan perilaku seksual remaja (p value = 0,0001)
Penelitian Tralle 2002, menunjukkan bahwa monitoring orang tua mencegah
terjadinya perilaku berisiko yaitu penggunaan alkohol, aktivitas seksual, kenakalan dan
perbuatan yang amoral lainnya. Sedangkan dalam pene- litian ini, ditemukan bahwa peran
orang tua, saudara dan kerabat memiliki frekuensi yang lebih sedikit dibandingkan peran
teman ter- hadap perilaku seksual pranikah Thomson dan Steinberg 1999, menyatakan bahwa
pihak pertama yang bertanggung jawab memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi
bagi remaja adalah orangtua.
Penelitian lain yang berhubungan dengan orang terdekat remaja menyatakan bahwa
materi KRR yang diberikan oleh guru BK, materi-materi lain seperti daya tarik lawan jenis,
dorongan seksual, masturbasi dan onani,proses pembuahan dan kehamilan, menstrusi, dan
yang penting tentang hak-hak seksual dan reproduksi belum banyak diberikan oleh guru BK
kepada siswa (Sugiyanto, 2011).
Sedangkan dari peran pelayanan kesehatan, berdasarkan Pedoman PKPR di
Puskesmas, tugas yang diemban oleh program PKPR ini cukup luas, mencakup 1) Pemberian
informasi dan edukasi; 2) Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan
rujukannya; 3) Konseling; 4) Pendidikan keterampilan hidup sehat (PKHS); 5) Pelatihan
konselor sebaya; 6) Pelayanan rujukan sosial dan pranata hukum. Hasil penelitian ini, peran
petugas kesehatan terhadap perilaku seksual pranikah remaja adalah rendah.
Menurut Prayitno dalam Darmasih (2009), orang tua yang memiliki pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi yang rendah juga akan berdampak pada peranan yang rendah
terhadap pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak sehingga anak akan mencari informasi
tentang seks pranikah kepada sumber lain di mana hal ini bisa mengakibatkan informasi yang
diperoleh anak tidak tepat.
Tidak kalah penting adalah peran dari tokoh masyarakat. Peran tokoh masyarakat
dalam kesehatan reproduksi yang responsif gender yakni sebagai penyuluh, penggerak,
motivator, fasilitator, katalisator dan teladan. Salah satu tokoh masyarakat yang dapat
berperan dalam pemberian informasi adalah tokoh agama.
Tempat Tinggal
Tempat tinggal merupakan salah satu faktor penting dalam timbulnya perilaku seks
pranikah dalam penelitiannya Umaroh, Kusumawati dan Kasjono 2015 menyatakan terdapat
hubungan yang signifikan antara temapt tinggal daerah urban dan rural terhadap perilaku
seksual pranikah remaja. Responden yang tinggal di daerah urban dan melakukan perilaku
seksual pranikah sebanyak 8.940 responden (79,5%) dan yang tinggal di daerah tutal
kemudian melakukan perilaku seksual pranikah sebanyak 6.049 responden (70%). Hal
tersebut menunjukkan bahwa responden yang bertempat tinggal di daerah perkotaan
cenderung akan melakukan hubungan seksual pranikah.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutono 2013, di Yogyakarta
diketahui bahwa jumlah remaja perkotaan yang berpacaran lebih banyak daripada jumlah
remaja yang berpacaran dipedesaan. Dari seluruh remaja yang pernah memiliki pacar tersebut
sebanyak 3,7 persen sudah pernah melakukan hubungan seksual pra nikah: sebanyak 3,4
persen dilakukan oleh remaja perkotaan dan sebanyak 0,3 persen dilakukan oleh remaja
pedesaan, namun demikian daerah rural tidak bisa dianggap tidak penting mengingat daerah
tersebut kemungkinan mendapatkan pengetahuan yang kurang tentang seks maka dari itu
daerah rural juga mempunyai risiko terhadap terjadinya seks pranikah pada remaja.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Synovate Research pada September 2004
tentang perilaku seksual remaja di empat kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan
Medan pada remaja usia 15–24 tahun menunjukan bahwa 44% responden mengaku pernah
mempunyai pengalaman seks di usia 16–18 tahun dan 16% mengaku pengalaman seks itu
sudah dilakukan pada usia 13–15 tahun. Selain itu, rumah menjadi tempat favorit (40%) untuk
melakukan hubungan seks, sisanya 26% di tempat kos, 26%, di hotel dan 8% lain–lain. Hasil
penelitian tersebut cukup memberikan gambaran perilaku seks bebas dikalangan remaja saat
ini. Seks bebas telah merusak mental para remaja. Selain itu, seks bebas juga menimbulkan
dampak kesehatan yang cukup berat seperti kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit
menular seksual dan beresiko besar tertular penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan Aquired Imuno deficiency Syndrom (AIDS) (Susanti, 2008).
Fenomena tersebut bukan sepenuhnya kesalahan remaja. Orang tua juga harus ikut
bertanggung jawab. Para remaja tersebut kurang mendapatkan pendidikan seksual dari orang
tuanya. Masih banyak orangtua yang beranggapan bahwa membicarakan seks merupakan
sesuatu yang tabu. Akibatnya remaja mencari informasi tentang seks dari teman dan
lingkungan sekitarnya. Remaja juga mempunyai keinginan yang besar untuk mencoba sesuatu
yang baru. Oleh karena itu, jika remaja tersebut tidak mendapatkan pendidikan seks yang baik,
maka mereka cenderung akan mencoba pengalaman seks (Susanti, 2008)

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari beberapa literatur didapatkan hasil
ada hubungan antara faktor internal (tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap dan gaya hidup)
dan faktor eksternal (media infor- masi, peran dan tempat tinggal) dengan perilaku seksual
pranikah remaja. Dewasa ini perilaku seksual pranikah remaja banyak dilakukan di daerah
urban namun seiring berjalannya waktu daerah rural semakin menunjukkan peningkatan dari
tahun ke tahun maka dari itu perlunya penelitian lebih lanjut tentang seks pranikah di daerah
rural untuk mencari tau penyebab utamanya.

Saran
Untuk pendidik SMA dapat memberikan konseling dan kegiatan penyuluhan berlanjut
mengenai seks pranikah sehingga pengetahuan siswa mengenai bahaya seks terus meningkat
yang di harapkan nantinya sikap siswa di tunjukan dengan sikap yang baik dan positif, artinya
semakin tidak mendukung seks pranikah dengan tujuan menekan angka kejadian seks bebas
di kalangan remaja. Hal ini dapat diwujudkan dengan menambahkan meteri tentang kesehatan
reproduksi pada mata pelajaran Biologi, ekstrakulikuler bimbingan konseling (BK), Sekolah
juga disarankan memberikan informasi yang intensif kepada siswanya tentang kesehatan
reproduksi supaya dapat meningkatkan pemahaman remaja, sehingga mereka akan berpikir
dengan cermat sebelum melakukan tindakan-tindakan yang beresiko tertular HIV/AIDS.
Selain itu untuk memperbaiki sikap remaja dapat diperbaiki melalui teman sebaya dengan
melakukan diskusi kelompok. Remaja lebih terbuka untuk membicarakan masalah kesehatan
reproduksi dan HIV/AIDS dengan temannya daripada dengan orang tua. Dengan membekali
remaja pengetahuan dan sikap yang positif, diharapkan dapat mempengaruhi teman-teman
sebayanya dalam membentuk sikap dan perilaku yang bertanggung jawab.
Diharapkan sikap para siswa didalam pergaulannya, hendaknya dapat menempatkan
diri secara baik dengan teman sebaya, pergaulan dengan lingkungan dan masyarakat. Aktif
mengikuti kegiatan ekstrakulikuler, serta menjalin komunikasi yang baik dan terbuka secara
timbal balik dengan guru, orang tua dan tokoh-tokoh masyarakat dan lain-lain.
Pada intasi kesehatan yang berkaitan di harapkan adanya kontribusi serta kerjasama
dengan pihak pendidikan terkait sebagai suatu tindakan preventif terhadap suatu kejadian
penyakit pada remaja. Perlu diadakannya kegiatan rutin u
Selain itu perlu adanya partisipasi dari keluarga maupun masyarakat dalam
meningkatkan pengetahuanj siswa tentang seks pranikah sehingga diharapkan sikap atau
prilaku siswa tidak mengarah pada prilaku negative.
Daftar Pustaka

Ahmadi,A & Uhbiyati, N 2005, Ilmu Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta

Anesia, F, Notobroto, HB 2013, ‘Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah


Remaja yang Bertunangan’, Surabaya, Universitas Airlangga. Tidak diterbitkan

Darmasih ,R 2009, Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja SMA
Di Surakarta, Surakarta:Universitas Muhammadiyah Surakarta Skripsi.

Depkes RI, 2005, Pedoman Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja di Puskesmas, Jakarta”
Direktorat Kesehatan Keluarga Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat

Fitriana, NG 2012, ‘Hubungan Pengetahuan dan Sikap tentang Seks Pranikah dengan Perilaku
Seksual pada Siswa SMK X Semarang’, Jurnal Komunikasi Kesehatan.

Handayani, S, Setyawan, F 2015, ‘Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Seks Pranikah Pada
Siswa SMAN 1 Kandanghaur Indramayu’, Jurnal Kesehatan Masyakarat, vol 1,no.2,
hh.1-5

Kasturi, 2005, ‘Hubungan Seks Pranikah Remaja Surakarta’, Jurnal Penduduk dan
Pembangunan, Vol.5

Kemenkes RI, 2014, Situasi dan Analisis HIV-AIDS, Jakarta Selatan, Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Kemenkes RI, 2017, Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016, Jakarta, Pusat Data
dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Lestary, H & Sugiharti 2011, ‘Perilaku Berisiko Remaja di Indonesia menurut Survei
Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007’, Jurnal Kesehatan
Reproduksi.

Puspandari, R, Sunarsih, IM, & Widyatama R 2008, ‘Kontribusi Testimoni dalam


Meningkatkan Efektivitas Pendidikan Kesehatan tentang Napza di Kabupaten
Sleman’, Berita Kedokteran Masyarakat.

Rahayu, N, Yusad ,Y, Lubis ,RM 2013, ‘ Pengaruh
 Kegiatan Penyuluhan dalam
Pelayanan
 Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) terhadap Pengetahuan dan Sikap
Remaja tentang Seks Pranikah di SMAN 1 Lubuk Dalam Kabupaten Siak Sri
Indrapura Tahun 2013’. Gizi, Kesehatan Reproduksi dan Epidemiologi.

Salisa A 2010, Perilaku Seks Bebas Di Kalangan Mahasiswa (Studi Deskriptif Kualitatif
Terhadap Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Surakarta), Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret Skripsi

Setyadani, AS 2013, ‘Perilaku Kesehatan Reproduksi Pada Anak Jalanan dengan Seks Aktif
di Kota Semarang’, Semarang, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.9, no.2

Sugiarto, 2011, ‘Hubungan pengetahuan siswa tentang seks bebas dengan sikap siswa
terhadap seks bebas di SMP Negeri 1 sindang indramayu’, Indramayu, Universitas
Wiralodra Indramayu. Tidak diterbitkan.

Suryoputro, A, Ford, JF, Shaluhiyah, Z 2006, ‘Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perialku


Seksual Remaja di Jawa Tengah: Implikasinya Terhadap Kebijakan dan Layanan
Kesehatan Seksual dan Reproduksi’, Makara Kesehatan, Vol.10, no.1

Sutono, 2013, Reproductive Health Knowledge and Adolescent Dating Behavior In D.I
Yogyakarta Area, Jogjakarta:Universitas Gajah Mada Skripsi

Suwarni, L 2009, ‘Monitoring Parental dan Perilaku Teman Sebaya terhadap Perilaku Seksual
Remaja SMA di Kota Pontianak’, Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia,

Suwarni, L, Selviana, 2015, ‘Inisiasi Seks Pranikah Remaja dan Faktor yang Mempengaruhi’,
Pontianak, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.10, no.2

Thomson, , Currie, C., Todd, J., & Elroen, R 1999, ‘Change in HIV/AIDS Education,
Knowledge and Attitude among Scottish 15-16 year old, 1990-1994; Finding From
The WHO; Health behavior in School Children Study (HBSC)’, Health Education
Reseach.

Tralle, M 2002, Monitoring Tips for Parents. Child Welfare Report

Anda mungkin juga menyukai