Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 9 No 4 Oktober 2019, Hal 327-334

Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 9 No 4 Oktober 2019, Hal 343 - 352 p-ISSN 2089-0834
LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal e-ISSN 2549-8134

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERESIKO PADA


REMAJA

Wina Winingsih, Tetti Solehati*, Taty Hernawaty


Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung-Sumedang KM. 21, Hegarmanah, Jatinangor,
Hegarmanah, Kec. Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat 45363
*tetti.solehati@unpad.ac.id

ABSTRAK
Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, pada masa ini terjadi berbagai
perkembangan fisik maupun non fisik yang dapat meningkatkan hasrat seksual pada remaja.
Permasalah yang sering terjadi pada remaja yaitu perilaku seksual. Konsep diri dapat
mempengaruhi perilaku seseorang termasuk perilaku seksual beresiko. Remaja dengan konsep
diri rendah rentan melakukan perilaku seksual beresiko tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara konsep diri dengan perilaku seksual beresiko pada remaja.
Rancangan penelitian menggunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional.
Populasi pada penelitian ini adalah 449 siswa di SMA “X” Kota Bandung, dengan teknik
stratified random sampling didapatkan sampel sebanyak 212 siswa. Instrumen penelitian terdiri
dari kuesioner Tennesse Self Concept Scale dan kuesioner perilaku seksual beresiko. Penelitian
ini menggunakan analisa data univariat dan bivariat dengan uji spearman rank. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 100% responden memiliki konsep diri yang tinggi, kemudian sebanyak
50,5% responden berperilaku seksual beresiko tinggi. Terdapat hubungan antara konsep diri
dengan perilaku seksual beresiko (p=0,018). Disarankan kepada institusi pelayanan kesehatan
untuk meningkatkan pendidikan kesehatan mengenai perilaku seksual beresiko pada remaja.

Kata kunci: konsep diri, perilaku seksual beresiko, remaja

THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF CONCEPT WITH SEXUAL RISK BEHAVIOR


IN ADOLESCENCE

ABSTRACT
Adolescence is a period of transition from children to adults, during this time various physical and
non-physical developments occur that can increase sexual desire in adolescents. Problem that often
occurs in adolescents is sexual behavior. Self-concept can affect a person's behavior including risky
sexual behavior. Teenagers with low self-concept are prone to high-risk sexual behavior. This study
was descriptive correlative, design with cross sectional approach with aims to know the relationship
between self concept with sexual risk behavior in adolescence at one of the high school in Bandung.
The population was 449 students, and used stratified random sampling and obtained samples as many
as 212 students. This study used two instruments, Tennesse Self Concept Scale questionnaire and
sexual risk behavior questionnaire. This study used univariate dan bivariate with spearman rank data
analysis. The results showed that 100% of the respondents have high self concept. Then, 50.5% of
respondents behave sexually at high risk. The results of bivariate analysis showed p value <0.05
(0.018) which means there was a correlation between self concept with sexual risk behavior. It is
recommended to health service institutions to improve health education regarding risky sexual behavior
inadolescents.

Keywords: self-concept, sexual risk behaviour,adolescence

PENDAHULUAN (WHO) usia remaja yaitu 10 hingga 19 tahun.


Remaja (adolescence) merupakan masa Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga
peralihan dari anak-anak menuju dewasa, Berencana Nasional (BKKBN) usia remaja
dimana dalam proses tahap perkembangan berada pada rentang 10 hingga 24 tahun dan
mengalami perubahan biologis, kognitif, dan belum menikah (Kementrian Kesehatan RI,
sosial-emosional (Santrock, 2007). 2015). Dapat disimpulkan bahwa, remaja
Berdasarkan World Health Organization merupakan suatu tahap kehidupan manusia

343
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 9 No 4 Oktober 2019, Hal 343-352
LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

diantara masa anak-anak menuju dewasa yang Perilaku seksual beresiko pada remaja erat
berada pada rentang usia 10 hingga 24 tahun kaitannya dengan permasalahan seksualitas
dan belum menikah. sebab pada masa remaja pola perilaku
seseorang termasuk kematangan seksualnya
Masa remaja dikenal sebagai masa pubertas, mulai dibentuk (Widyastuti, 2009). Remaja
yaitu terjadinya pematangan organ reproduksi mulai menyadari adanya peningkatan
manusia. Pada masa ini ditandai dengan rangsangan seksual dalam dirinya sehingga
munculnya ciri-ciri seksual primer dan secara otomatis meningkatkan rasa ingin tahu
sekunder yang disertai peningkatan hormon terhadap kehidupan seksual. Rangsangan dan
sehingga remaja mengalami peningkatan hasrat keingintahuan tersebut mendorong remaja
seksual yang cukup tinggi. (Hidayah, 2009). untuk berusaha mencari berbagai pengetahuan
Trisiani (2011) menjelaskan bahwa remaja sebagai pemenuhan kebutuhan seksualnya dan
membutuhkan penyaluran dorongan seksualnya menumbuhkan minat terhadap aktivitas seksual
yang disebabkan perubahan fisik pada remaja (Hurlock, 1980). Akibat hasrat seksual
khususnya sistem hormon yang sudah meningkat, remaja akan mulai merasakan
berfungsi secara aktif, namun jika tidak ketertarikan pada lawan jenis dan berusaha
diberikan pengarahan yang tepat maka untuk mendapatkan kepuasan seksualnya
penyaluran seksual yang dipilih akan beresiko. (Hidayat, 2013). Keadaan seperti ini bagi
Perubahan hormon pada remaja sangat wajar remaja yang belum menikah akan berusaha
karena sesuai dengan proses tumbuh kembang melampiaskan perilaku seksualnya dengan
manusia, juga dorongan seksual muncul pada lawan jenis melalui hubungan yang disebut
masa ini, namun yang menjadi perhatian adalah pacaran, sehingga semakin meningkatkan
ketika remaja tidak mampu mengendalikan kemungkinan bagi remaja melakukan perilaku
hasrat tersebut sehingga cenderung untuk seksual beresiko.
berperilaku beresiko. Selain itu terjadi
perubahan psikis pada remaja seperti memiliki Pergaulan bebas masih menjadi permasalahan
rasa ingin tahu yang tinggi terhadap hal baru pada remaja di Indonesia. Salah satu pergaulan
dan keberanian yang tinggi sehingga rentan bebas pada remaja yang menjadi masalah
melakukan perilaku beresiko. utama yaitu perilaku seksual (Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana
Perilaku beresiko adalah suatu tindakan yang Nasional, 2017). Berdasarkan survei nasional
meningkatkan kemungkinan terjadinya dampak kesehatan berbasis sekolah yang dilakukan oleh
buruk bagi kesehatan (Ragin, 2011). Perilaku Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI
beresiko pada remaja di Indonesia diantaranya pada tahun 2015 terdapat 5,26% pelajar di
adalah merokok, minum alkohol, Indonesia pernah melakukan hubungan intim
penyalahgunaan narkoba, depresi, tawuran dan seperti suami istri.
perilaku seksual beresiko (Stuart, 2006 dan
Lestary & Sugiharti, 2011). Saat ini yang Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
menjadi pusat perhatian pemerintah dalam tahun 2012 memberikan gambaran mengenai
TRIAD KRR melalui BKKBN salah satunya perilaku seksual beresiko pada remaja yaitu
yaitu permasalahan reproduksi remaja yang 70% pada perempuan dan 80% pada laki-laki
berkaitan dengan perilaku seksual pada remaja. melakukan pegangan tangan (bersentuhan),
30% pada perempuan dan 48% pada laki-laki
Perilaku seksual beresiko adalah perilaku atau melakukan ciuman, dan remaja yang
sikap yang rentan terhadap perilaku yang melakukan rangsangan pada area sensitif
menyimpang dari norma-norma dalam sebanyak 6% pada perempuan dan 30% pada
kehidupan (Santrock, 2007). Saat ini perilaku laki-laki, dan sebuah survei menyebutkan
seksual pada remaja sudah sangat terdapat 21 juta dari 62 juta remaja di Indonesia
memprihatinkan karena sudah berbuat yang yang sudah melakukan hubungan seksual
tidak wajar. Perilaku seksual beresiko yang sebelum menikah.Perilaku seksual beresiko
biasa dilakukan oleh remaja dengan memiliki berbagai dampak negatif yaitu
pasangannya yaitu bersentuhan, ciuman, kehamilan yang tidak diinginkan, abortus, dan
bercumbu, masturbasi hingga melakukan meningkatkan risiko terkena infeksi menular
hubungan intim (intercourse) (Mutiara, seksual (IMS) (Kementrian Kesehatan RI,
Komariah, & Karwati, 2008). 2015).

344
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 9 No 4 Oktober 2019, Hal 343-352
LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Terjadinya perilaku seksual beresiko pada fungsi seksualnya. Selanjutnya, menurut


remaja dikarenakan ada faktor-faktor yang (Ferreira, Bento, Chaves, & Duarte, 2014)
mempengaruhi. Berdasarkan penuturan konsep diri dan harga diri individu berkaitan
Narendra, Sularyo, Soetjiningsih, Suyitno, & dengan perilaku individu dalam konteks
Ranuh, (2008) perilaku seksual pada remaja seksualitas, salah satunya yaitu perilaku seksual
dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor internal beresiko.
meliputi harga diri dan religiusitas, faktor
keluarga meliputi hubungan anak dengan orang Penelitian mengenai konsep diri dan perilaku
tua, dan faktor eksternal lingkungan meliputi seksual sudah dilakukan di Bekasi dan Malang.
interaksi teman sebaya dan media pornografi. Namun hasil penelitian di lokasi dan waktu
berbeda dapat menghasilkan hasil yang
Selain faktor diatas, terdapat faktor yang berbeda. Hal ini dibuktikan oleh hasil
berasal dari gabungan internal dan eksternal penelitian Irmawaty (2013) di kota Bekasi
individu yang dapat mempengaruhi perilaku menemukan hasil bahwa konsep diri
seksual pada remaja yaitu konsep diri. Konsep berpengaruh terhadap perilaku seksual pada
diri merupakan cara individu menilai dirinya remaja. Artinya temuan tersebut sejalan dengan
secara holistik (Sunaryo, 2014). Menurut teori teori yang ada. Sementara dalam penelitian
Fitts (1971, dalam Agustiani, 2009) konsep diri Munawaroh (2012) didapatkan hasil yang
sangat berpengaruh terhadap tingkah laku berbeda, yaitu tidak ada korelasi antara konsep
seseorang karena konsep diri merupakan diri dengan perilaku seksual pranikah. Temuan
kerangka acuan seseorang dalam berinteraksi ini justru bertolak belakang dengan teori yang
dengan lingkungan karena konsep diri dibentuk ada.
berdasarkan dimensi internal dan ekternal.
Menurut Agustiani (2009) konsep diri Kota Bandung merupakan salah satu kota besar
berkembang secara bertahap sepanjang rentang di Indonesia. Dengan perkembangan zaman
kehidupan manusia, dan mengalami perubahan yang semakin modern, banyak perubahan pada
yang cukup signifikan saat memasuki usia gaya hidup remaja di perkotaan. Menurut hasil
remaja. Selain itu, perubahan fisik dan survei BKKBN di 4 kota besar (Surabaya,
psikologis pada masa remaja dapat Yogyakarta, Medan, dan Bandung) angka
mempengaruhi pembentukan pola kepribadian perilaku seksual pada remaja di Kota Bandung
dan berpengaruh pada konsep diri (Hurlock, cukup tinggi dibanding dengan kota yang
1999). Menurut Moreira dan Eric (2006, dalam lainnya.
Irmawaty, 2013) semakin tinggi konsep diri
pada seseorang maka semakin berkurang Peneliti melakukan studi pendahuluan di
perilaku seksual beresiko, dan sebaliknya jika beberapa SMA Kota Bandung. Namun terdapat
konsep diri rendah maka akan meningkatkan satu sekolah yang menunjukkan fenomena
perilaku seksual beresiko. yang mendukung penelitian ini. Berdasarkan
hasil wawancara dengan bagian guru BK
Perilaku seksual beresiko yang dilakukan oleh (Bagian Konseling) mengenai perilaku
remaja pada umumnya adalah kegagalan sistem berpacaran pada siswa, saat ini memang
kontrol diri terhadap stimulus-stimulus yang berpacaran menjadi gaya hidup bagi sebagian
kuat dan dorongan-dorongan instinktif. Pada besar siswa dan sulit untuk dilepaskan dari
saat tersebut, remaja tidak dapat kehidupan remaja. Pada beberapa waktu masih
mengendalikan naluri dan dorongan seksualnya sering ditemukan pasangan kekasih yang
kepada perbuatan yang benar. Remaja juga sedang berduaan di lingkungan sekolah.
memiliki sifat keingintahuan yang sangat tinggi Menurut penuturan guru BK, pada 2015 ada
sehingga cenderung melakukan sesuatu tanpa satu siswi dan tahun 2016 ada tiga siswi yang
pikir panjang dan berani mengambil risiko. mengundurkan diri karena positif hamil yang
Oleh karena itu, diperlukan suatu mekanisme disebabkan oleh perilaku berpacaran yang
yang dapat mengontrol perilaku pada remaja diluar batas. Sekolah telah melakukan berbagai
agar tidak menimpang. Salah satu mekanisme upaya dalam menangani kasus ini dengan
yang perlu dimiliki remaja adalah konsep diri memproses siswa yang mengundurkan diri
positif.Menurut (Hamid, 1999) pandangan karena hamil, namun belum ada program
seseorang terhadap dirinya memiliki dampak khusus mengenai pendidikan seksual pada
langsung terhadap seksualitasnya, seseorang remaja. Melihat fenomena yang ada di sekolah
yang merasa harga diri rendah dan kurang tersebut sangat mendukung dan sesuai dengan
percaya diri akan berdampak negatif terhadap penelitian ini. Selain itu, di sekolah tersebut
345
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 9 No 4 Oktober 2019, Hal 343-352
LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

belum ada pelayanan kesehatan yang secara keluarga, diri sosial).Instrumen konsep diri
khusus mengenai perilaku seksual pada remaja telah diuji validitasnya dengan ketentuan nilai
dan pada bagian konseling juga belum pernah corrected item-total correlation>0,361. Hasil
diadakan pengkajian mengenai konsep diri uji validitas pada setiap item nilai corrected
siswa. Lokasi sekolah yang berada di daerah item-total correlation adalah >0,361 dan nilai
perkotaan turut mendukung pergaulan bebas reliabilitasnya 0,7 (Sibero, 2013). Selanjutnya
yang menjadi gaya hidup sebagian besar untuk mengukur perilaku seksual beresiko
remaja. Perawat sebagai tenaga kesehatan menggunakan kuesioner milik (Herfianti,
memiliki peran dalam upaya peningkatan 2013). Instrumen ini diadaptasi dari tahapan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Sehingga perilaku seksual yaitu, berpegangan tangan,
pada penelitian ini terutama bidang berpelukan, berciuman, meraba bagian sensitif,
keperawatan maternitas dan jiwa dibutuhan petting, oral seks, sexual intercourse (Hurlock,
dalam mencegah dan mengurangi perilaku 2008) dan (Mutiara et al., 2008) Instrumen
seksual beresiko pada remaja dengan perilaku seksual telah diuji validitas dengan
berdasarkan faktor konsep diri dari remaja cara content validity, construct validity, dan
tersebut, agar terjadi penurunan dampak seperti face validity. Serta nilai reliabilitasnya 0,966.
kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, dan
penularan infeksi menular seksual. Analisa data menggunakan analisa univariat
dan bivariat dengan uji spearman rank. Analisa
METODE univariat untuk mengidentifikasi karakteristik
Penelitian dengan metode deskriptif korelasi responden, tingkat konsep diri responden, dan
dengan pendekatan cross sectional. Variabel perilaku seksual beresiko responden.
Independen penelitian adalah konsep diri dan Sedangkan uji spearman rank digunakan untuk
variabel dependen adalah perilaku seksual menguji hubungan antara konsep diri dengan
beresiko. Populasi dalam penelitian ini yaitu perilaku seksual beresiko. Penelitian ini
siswa aktif kelas X dan XI di salah satu sekolah dilaksanakan pada Mei 2019 dan telah
menengah atas di Kota Bandung yang berusia mendapat izin penelitian dari instansi terkait
15-18 tahun dan memiliki riwayat berpacaran dan mendapatkan izin etik dari Komisi Etik
dan atau sedang memiliki pacar sebanyak 449 Universitas Padjadjaran dengan nomor
orang. Sampel dihitung menggunakan rumus 594/UN6.KEP/EC/2019.
slovin dan didapatkan sebanyak 212 sampel.
Teknik pengumpulan sampel pada penelitian ini HASIL
menggunakan probability sampling dengan Pada penelitian ini, responden dinilai tingkat
jenis pengambilan sampel mengunakan defensivenessnya yang terdapat dalam
propotionate stratified random sampling. instrumen konsep diri. Sebanyak 111 responden
memiliki tingkat defensiveness tinggi.
Kuesioner untuk mengukur konsep diri secara Responden dengan nilai defensiveness tinggi
umum menggunakan Tennesee Self Concept dianggap memunculkan kesan baik terhadap
Scale (TSCS) yang disusun oleh William H. diri sendiri sehingga data yang diberikan tidak
Fits pada tahun 1971 yang telah diterjemahkan dapat dianalisis. Sehingga responden yang
kedalam bahasa Indonesia.Tennessee Self dianalisis menjadi 101 responden. Hasil
Concept Scale (TSCS) terdiri atas 100 item penelitian berdasarkan karakteristik responden
pernyataan. Konsep diri secara umum dinilai disajikan dalam bentuk tabel distribusi
berdasarkan dimensi internal (diri identitas, diri frekuensi sebagai berikut :
pelaku, diri penerimaan) dan dimensi eksternal
(diri fisik, diri moral etik, diri pribadi, diri

Tabel 1.
Karakteristik responden (n=101)
Karakteristik f %
Jenis Kelamin Laki-laki 37 36,6
Perempuan 64 63,4
Usia 15 Tahun 13 12,9
16 Tahun 53 52,5
17 Tahun 34 33,7
18 Tahun 1 1

346
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 9 No 4 Oktober 2019, Hal 327-334
LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Tabel 1. karakteristik responden berdasarkan responden adalah perempuan dan berusia rata-
jenis kelamin dan usia remaja sebagian besar rata berusia 16-17 tahun.

Tabel 2.
Konsep diri remaja (n=101)
Konsep diri f %
Tinggi 101 100
Rendah 0 0
Tabel 2. dapat diintepretasikan bahwa dari tangan. Tabel 4. bahwa dari 101 responden
seluruh responden memiliki konsep diri tinggi. yang diteliti yaitu 51 responden dengan perilaku
Tabel 3 menunjukkan perilaku seksual yang seksual beresiko tinggi.
dilakukan remaja mayoritas berpegangan

Tabel 3.
Jenis perilaku seksual beresiko remaja (n=101)
Perilaku seksual f %
Berpegangan tangan 65 64,3
Berpelukan 34 33,6
Berciuman 15 14,8
Meraba bagian sensitif 3 2,9
Petting 4 3,9
Oral sex 3 2,9
Intercourse 2 1,9

Tabel 4.
Perilaku seksual beresiko remaja (n=101)
Perilaku seksual f %
Risiko tinggi 51 50,5
Risiko rendah 50 49,5

Tabel 5.
Hubungan konsep diri dengan perilaku seksual beresiko pada remaja (n=101)
Konsep diri Perilaku Seksual PValue R
Risiko tinggi Risiko rendah
f % f %
Tinggi 51 50,5 50 49,5
0,018 -.234
Rendah 0 0 0 0
Tabel 5. Menunjukkan bahwa terdapat diri memiliki definisi yaitu gambaran mengenai
hubungan yang signifikan antara konsep diri diri responden yang diungkapkan sendiri oleh
dengan perilaku seksual beresiko pada responden yang meliputi dimensi internal dan
remaja(0,018), Dilihat dari nilai koefisien dimensi eksternal pada remaja di SMA “X”
korelasi (0,234), tingkat hubungan antara Kota Bandung. Dimensi internal dan dimensi
konsep diri dengan perilaku seksual beresiko ekternal yaitu mengenai diri identitas, diri
memiliki hubungan yang lemah dan pelaku, diri penerima, diri fisik, diri moral-etik,
berdasarkan arah hubungannya yaitu negatif diri pribadi, diri keluarga, dan diri sosial.
artinya berlawanan arah.
Hasil penelitian menunjukkan seluruh
PEMBAHASAN responden memiliki tingkat konsep diri yang
Konsep Diri pada remaja tinggi (100%). Seluruh responden yang diteliti,
Konsep diri merupakan cara individu menilai yakni 101 responden merupakan remaja yang
dirinya secara utuh, mengenai fisik, emosi, berada dalam kategori remaja pertengahan (15-
intelektual, sosial, dan spiritual (Sunaryo, 18 tahun). Tingginya konsep diri pada
2014). Konsep diri terdiri dari dimensi internal responden dapat dipengaruhi oleh usia. Menurut
dan dimensi eksternal ( Fitts (1971) dalam Kanopka (1973) dan Ingersoll (1989) dalam
Agustiani, 2009). Dalam penelitian ini, konsep Agustiani, 2009) remaja pertengahan ditandai
347
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 9 No 4 Oktober 2019, Hal 343-352
LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

dengan berkembangnya kemampuan berpikir Hasil analisis yang didapatkan dari penelitian
yang baru dan dapat mengarahkan dirinya ini mengenai perilaku seksual beresiko pada
sendiri. Pada masa ini remaja mulai remaja lebih dari setengah responden (64,3%)
mengembangkan kematangan tingkah laku, melakukan pegangan tangan, lalu 33,6%
belajar mengendalikan impulsivitas, dan melakukan pelukan. Jika dilihat dari persentase,
memutuskan tujuan yang ingin dicapai. sebagian besar responden melakukan perilaku
(Agustiani, 2009) berpendapat bahwa konsep seksual beresiko rendah seperti pada item
diri seseorang mengalami perubahan yang bepegangan tangan dan berpelukan. Hal ini
cukup signifikan pada usia remaja. Hal ini dapat dapat terjadi karena remaja menganggap bahwa
terjadi karena pada masa remaja sedang perilaku tersebut merupakan sasuatu yang
mengalami proses pencarian jati diri sehingga wajar, padahal jika dinilai dalam penelitian ini
dapat mempengaruhi nilai konsep diri. perilaku tersebut merupakan perilaku seksual
yang memiliki risiko rendah. Jika dilakukan
Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi secara intens dari jumlah pertemuan dengan
nilai konsep diri pada remaja. Konsep diri di pacar, perilaku seksual bisa saja menjadi lebih
sekolah tampaknya dipengaruhi oleh penilaian berani dan beresiko tinggi.
dari orang-orang yang dianggap penting seperti
guru, orang tua, dan teman sebaya dan dengan Meningkatnya risiko dapat dilihat dari 15
interaksi sosial dengan orang lain (Tang, 2011). responden (14,8%) mulai berani pada tahap
Lingkungan sosial yang berbeda akan kissing, lalu 3 responden sampai pada tahap
mempengaruhi konsep diri individu dengan meraba bagian sensitif (2,9%), 4 responden
cara yang berbeda. Perasaan diterima atau (3,9%) melakukan petting, 3 responden (2,9%)
ditolak dalam suatu hubungan sosial akan melakukan oral sex, dan yang melakukan
secara signifikan mempengaruhi cara pandang intercourse sebanyak 2 responden (1,9%). Hal
seseorang dalam mengevaluasi diri sendiri ini menunjukkan bahwa remaja mulai berani
(Schmidt, M., Cagram, 2008). Remaja di melakukan hal yang lebih ekstrem pada saat
sekolah biasanya membuat suatu kelompok berpacaran. Menurut Widyastuti (2009)
dimana didalamnya mereka merasa diterima perilaku seksual beresiko tinggi pada remaja
dan dihargai sebagai seseorang yang berarti, erat kaitannya dengan permasalahan seksualitas
sehingga hal ini memungkinkan untuk karena pada masa remaja pola perilaku dan
meningkatkan konsep diri pada remaja. kematangan seksual mulai terbentuk. Akibat
kematangan seksual, hasrat seksual meningkat
Perilaku Seksual Beresiko pada remaja dan remaja akan berusaha mendapatkan
Perilaku seksual adalah tingkah laku yang kepuasan seksual (Hidayat, 2013). Jika
didorong oleh hasrat seksual yang dapat dikategorikan, setengah dari total responden
dilakukan sendiri atau dengan lawan jenisnya memiliki perilaku seksual beresiko tinggi
(Sarwono, 2016). Perilaku seksual dianggap (50,5%) dan setengah lainnya memiliki perilaku
beresiko karena memiliki dampak negatif bagi seksual beresiko rendah (49,5%).
kesehatan fisik dan psikis. Dalam penelitian ini,
perilaku seksual beresiko dinilai secara Usia remaja merupakan usia yang rentan
bertahap mulai dari berpegangan tangan, melakukan perilaku seksual, pada masa ini
berpelukan, berciuman, meraba bagian sensitif, remaja menyadari hal ini terjadi karena remaja
petting, oral sex, dan intercourse, selanjutnya memiliki dorongan hasrat seksual yang cukup
di kategorikan kedalam dua kelompok yaitu tinggi. Pada masa ini terjadi pematangan organ
risiko tinggi dan risiko rendah. seksual dan perubahan hormonal yang
mengakibatkan dorongan seksual pada remaja.
Hasil penelitian yang dilakukan pada 101 Dorongan hasrat seksual tersebut akan
remaja di SMA “X” Kota Bandung terdapat 64 memunculkan ketegangan fisik dan psikis pada
responden perempuan dan 37 responden laki- remaja sehingga mereka berusaha
laki. Jika dilihat dari sebaran jenis kelamin, melampiaskannya dengan lawan jenis (Desmita,
remaja perempuan lebih dominan dibandingkan 2015). Selain itu, karakteristik remaja yang
dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan berani
perempuan biasanya lebih cepat mengalami mencoba hal baru, namun tidak diimbangi
pubertas dibandingkan dengan remaja laki-laki dengan kontrol diri yang baik sehingga
sehingga remaja perempuan biasanya lebih mendukung untuk melakukan perilaku seksual.
awal memulai kegiatan berpacaran (Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia, 2012).
348
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 9 No 4 Oktober 2019, Hal 343-352
LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Hubungan konsep diri dengan perilaku peluang lebih besar berperilaku seksual
seksual beresiko pada remaja beresiko dibandingkan dengan remaja yang
Berdasarkan data sebelumnya yang telah memiliki pengetahuan tinggi. Adanya anggapan
diuraikan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa membicarakan tentang kesehatan seksual
bahwa terdapat hubungan yang signifikan adalah hal yang memalukan dan tabu membuat
antara konsep diri dengan perilaku seksual remaja yang haus informasi berusaha mencari
beresiko pada remaja di SMA “X” Kota sendiri dan tak jarang informasi yang
Bandung. Hasil penelitian menunjukkan nilai didapatkan justru menggiring ke konten
koefisien korelasi negatif. Hal ini menunjukkan pornografi. Penelitian Nursal (2008) juga
bahwa hubungan antara konsep diri dengan menyatakan bahwa sikap memberi pengaruh
perilaku seksual beresiko merupakan hubungan pada perilaku seksual beresiko karena
yang berlawanan. Hubungan yang berlawanan merupakan faktor predisposisi tingkah laku.
dalam penelitian ini dapat diinterpretasikan Dalam hal ini dapat diartikan jika remaja
apabila nilai konsep diri semakin tinggi maka mempunyai sikap positif terhadap berbagai
perilaku seksual beresiko akan semakin rendah. jenis perilaku seksual maka potensi untuk
Nilai koefisien korelasi dalam penelitian ini berperilaku positif cukup besar pula.
cukup rendah (R=0,234), yang bermakna bahwa
variabel konsep diri memiliki hubungan yang Penelitian (Rosidah, 2012) religiusitas
lemah dengan perilaku seksual beresiko. mempengaruhi perilaku seksual pada remaja.
Religiusitas dalam kehidupan seseorang
Penelitian ini seluruh responden yang dianalisa berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang
memiliki konsep diri tinggi, lalu setengah dari memuat norma tertentu dan secara umum
responden memiliki konsep diri tinggi disertai menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan
dengan perilaku seksual beresiko rendah. Hal berprilaku agar sejalan dengan keyakinan
ini sesuai dengan pendapat ( Moreira dan Eric agama yang dianutnya. Ketika religiusitas
((2006) dalam Irmawaty, 2013) yang seseorang baik maka ia akan mempunyai
menyatakan bahwa semakin baik konsep diri keimanan dan ketakwaan yang kuat dan dapat
individu maka semakin berkurang perilaku mengendalikan keinginan-keinginan yang
seksual beresiko, sebaliknya jika konsep diri bertentangan dengan norma-norma agama
rendah akan memicu perilaku seksual beresiko termasuk perilaku seksual beresiko. Hubungan
tinggi. Hasil penelitian ini mendukung teori teman sebaya dapat mempengaruhi perilaku
yang dikemukakan oleh Fitss (1971, dalam seksual, memiliki teman sebaya yang
Agustiani, 2009) bahwa konsep diri seseorang melakukan perilaku seksual dan intensitas
dapat mempengaruhi perilakunya. Kemudian waktu yang lebih banyak dihabiskan bersama
hasil penelitian ini juga didukung oleh Ferreira teman sebaya dapat meningkatkan peluang
et al., (2014) yang mengemukakan bahwa remaja untuk melakukan perilaku seksual
perilaku dalam konteks seksualitas yang salah beresiko. Selanjutnya, menurut Laily dan
satunya adalah perilaku seksual beresiko Matulessy, (2004, dalam Munawaroh, 2012)
berkaitan dengan konsep diri dan harga diri mengatakan bahwa informasi atau pengetahuan
pada individu tersebut. Selanjutnya, hasil mengenai seksualitas yang diberikan pada
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang remaja dapat dilakukan oleh keluarga, sehingga
dilakukan oleh Irmawaty (2013) di kota Bekasi cara lain yang dapat diusahakan untuk
yang menyatakan bahwa konsep diri merupakan mengurangi perilaku seksual pada remaja
salah satu faktor yang berhubungan dengan adalah dengan meningkatkan kualitas
perilaku seksual beresiko pada remaja. komunikasi orang tua dan anak.

Hasil penelitian juga menunjukkan pada SIMPULAN


setengah responden yang lainnya memiliki Ada hubungan yang signifikan antara konsep
perilaku seksual beresiko tinggi. Hal tersebut diri dengan periaku seksual beresiko pada
dapat terjadi karena adanya faktor lain yang remaja di SMA “X” Kota Bandung. Semakin
dapat mempengaruhi perilaku seksual beresiko tinggi konsep diri perilaku seksual beresiko
pada remaja. Selain konsep diri, beberapa faktor akan semakin rendah. Nilai koefisien korelasi
yang mempengaruhi perilaku seksual beresiko yang rendah juga bermakna bahwa variabel
tersebut dibuktikan berdasarkan penelitian konsep diri yang bersifat lemah menunjukkan
sebelumnya. Menurut Nursal (2008) aspek adanya faktor lain yang berhubungan dengan
kognitif atau pengetahuan remaja tentang perilaku seksual bersiko pada remaja.
kesehatan seksual yang rendah memiliki
349
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 9 No 4 Oktober 2019, Hal 343-352
LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

DAFTAR PUSTAKA Kementrian Kesehatan RI. (2015). Situasi


Agustiani, H. (2009). Psikologi Perkembangan Kesehatan Reproduksi Remaja. Pusat
(Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Data dan Informasi kementerian
Konsep Diri dan Penyesuaian Diri Pada Kesehatan RI.
Remaja). Bandung: PT Refika Aditama.
Lestary, H., & Sugiharti, S. (2011). Perilaku
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana berisiko remaja di Indonesia menurut
Nasional. (2017). Seks bebas kini survey kesehatan reproduksi remaja
menjadi masalah utama remaja indonesia (SKRRI) Tahun 2007. Jurnal
Indonesia. Kesehatan Reproduksi, 1(3 Agt), 136–
144.
Desmita. (2015). Psikologi Perkembangan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Munawaroh, F. (2012). Konsep Diri, Intensitas
Komunikasi Orang Tua-Anak, dan
Ferreira, M., Bento, M., Chaves, C., & Duarte, Kecenderungan Perilaku Seks Pranikah.
J. (2014). The impact of self-concept and Persona: Jurnal Psikologi Indonesia,
self-esteem in adolescents’ knowledge 1(2).
about HIV/AIDS. Procedia-Social and
Behavioral Sciences, 112, 575–582. Mutiara, W., Komariah, M., & Karwati. (2008).
Gambaran perilaku seksual dengan
Hamid, A. Y. S. (1999). Buku Ajar Aspek orientasi heteroseksual mahasiswa kos di
Psikoseksual dalam Keperawatan. (Y. kecamatan Jatinangor-Sumedang.
Asih, Ed.) (2nd ed.). Jakarta: Widya Nursing Journal of Padjadjaran
Medika. University, 10(18), 14–27.

Herfianti, E. (2013). Hubungan pendidikan Narendra, M. B., Sularyo, T. S., Soetjiningsih,


seksual dari orang tua dengan perilaku Suyitno, H., & Ranuh, I. N. G. (2008).
seksual remaja yang berpacaran di Desa Tumbuh Kembang Anak dan Remaja (1st
Cibeusi Kecamatan Jatinangor. ed.). Jakarta: CV. Sagung Seto.
Universitas Padjadjaran.
Nursal, D. G. A. (2008). Faktor-faktor yang
Hidayah, R. (2009). Psikologi Pengasuhan berhubungan dengan perilaku seksual
Anak. Malang: Malang Press. murid SMU Negeri di Kota Padang tahun
2007. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Hidayat, K. (2013). Pengaruh Harga Diri Dan Andalas, 2(2), 175–180.
Penalaran Moral Terhadap Perilaku
Seksual Remaja Berpacaran Di Smk Ragin, D. F. (2011). Health Psychology An
Negeri 5 Samarinda. EJournal Psikologi, Interdisciplinary Approach To Health.
20. Boston: Pearson.

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Rosidah, A. (2012). Religiusitas, Harga Diri


Perkembangan. (R. max Sijabat, Ed.) Dan Perilaku Seksual Pranikah Remaja.
(5th ed.). Jakarta: Erlangga. Jurnal Psikologi, Volume 7 N, 585–593.

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Santrock, J. W. (2007). Remaja. Jakarta:


Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Erlangga.

Hurlock, E. B. (2008). Psikologi Sarwono, S. W. (2016). Psikologi Remaja :


Perkembangan: Suatu Pendekatan Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta:
Erlangga. Schmidt, M., Cagram, B. (2008). Self Concept
of Student in Inclusive Settings.
Irmawaty, L. (2013). Perilaku seksual pranikah International Journal of Special
pada mahasiswa. Jurnal Kesehatan Education, 23(1), 8–17.
Masyarakat, 9(1), 44–52.
Sibero, J. T. (2013). Pengaruh konsep diri
wanita terhadap penyesuaian diri pada

350
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 9 No 4 Oktober 2019, Hal 343-352
LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

masa menopause di kota Binjai.


Universitas Sumatra Utara.

Stuart, G. W. (2006). Prinsip dan


PraktikKeperawatan Kesehatan Jiwa
(5th ed.). Jakarta: Buku kedokteran EGC.

Sunaryo. (2014). Psikologi Untuk Keperawatan


(2nd ed.). Jakarta: Buku kedokteran
EGC.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia.


(2012). Kesehatan reproduksi remaja.

Tang, S. F. (2011). The Relationship of Self


concept Academic Achievement and
Future Pathway of First year busines
Studies Diploma Student. International
Journal of Psychological Studies, 3(2),
123–134.

Trisiani, D. (2011). Epidemilogi kehamilan


remaja di kota bandung tahun 2008.
Bhakti Kencana Medika, 1(2), 35–39.

Widyastuti, E. S. A. (2009). Personal dan sosial


yang mempengaruhi sikap remaja
terhadap hubungan seks pranikah. The
Indonesian Journal of Health Promotion
(Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia),
4(2), 75–85.

351
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 9 No 4 Oktober 2019, Hal 343-352
LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

352

Anda mungkin juga menyukai