Anda di halaman 1dari 45

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN HYGIENE ALAT

REPRODUKSI DENGAN PERILAKU MENJAGA KESEHATAN


REPRODUKSI PADA SISWI SMA NEGERI 1 AMBON

PROPOSAL PENELITIAN

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

OLEH:

WIDYA AMBARI

2010-83-048

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2015
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal : HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KEJADIAN

DISMENORE PADA MAHASISWI FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA

Nama : Norma Mutia Dewi

NIM : 2012-83-034

PROPOSAL INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI,

Ambon, Oktober 2015

Pembimbing I Pembimbing II

drg. Christina Rialine Titalery, MPH. Ph. D. dr. Theresia N. Seimahuira, MKM.repro
NIP. 19800502 201504 2 002 NIP. 19811201 200812 2 003
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan yang Maha Kuasa karena

atas berkah dan karnia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian

untuk penyusunan skripsi sebagai syarat memperoleh gelar sarjana kedokteran

dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Hygiene Alat Reproduksi Dengan

Kesehatan Reproduksi Pada Siswi SMA Negeri 1 Ambon”.

Penulis menyadari sungguh bahwa penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan. Karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis

harapkan untuk perkembangan penulisan di waktu yang akan datang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga proposal ini

dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pihak.

Ambon, 24 Maret 2015

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR SINGKATAN ix

DAFTAR ISTILAH x

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Manfaat Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Remaja 6

2.1.1 Definisi Remaja 6

2.1.2 Masa Remaja 7

2.2 Pengetahuan 8

2.1.1 Definisi pengetahuan 8

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan 8

2.3 Alat Reproduksi Wanita 10

iv
Halaman
2.3.1 Ovarium 10

2.3.2 Tuba uterina 11

2.3.3 Uterus 11

2.3.4 Vagina 12

2.4 Hygiene 13

2.4.1 Definisi hygiene 13

2.5 Perilaku 14

2.5.1 Definisi Perilaku 13

2.5.2 Klasifikasi Perilaku 14

2.6 Kesehatan Reproduksi 15

2.6.1 Definisi kesehatan reproduksi 15

2.6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi 15

2.7 Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Kesehatan Reproduksi 16

2.8 Kerangka Konsep 17

2.9 Hipotesis 17

BAB III METODE PENELITIAN 18

3.1 Desain penelitian 18

3.2 Waktu dan tempat penelitian 18

3.3 Populasi dan sampel penelitian 18

3.4 Kriteria subjek penelitian 20

3.5 Kerangka Konsep 21

3.6 Variabel Penelitian 21

v
Halaman
3.7 Defenisi operasional 21

3.8 Instrumen penelitian 22

3.9 Teknik pengumpulan data 23

3.10 Pengolahan dan analisis data 23

3.11 Alur penelitian 25

3.12 Aspek etik 26

3.13 Jadwal pelaksanaan penelitian 28

DAFTAR PUSTAKA 29

LAMPIRAN 32

vi
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

3.1 Definisi Operasional 21

3.2 Tabel Kontingensi 26

3.3 Jadwal penelitian 29

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman


2.1 Kerangka Konsep 16

3.1 Rumus Analitik Komparatif Kategorik Tidak Berpasangan 16

3.2 Kerangka Konsep 16

3.3 Rumus Chi-Square 16

3.4 Rumus Fisher 25

3.5 Alur Penelitian 25

viii
DAFTAR SINGKATAN

PMS : Penyakit Menular Seksual

HIV/AIDS : Human Immunodeficiency Virus/ Acuired

Immunodeficiency Syndrom

ICPD : International Conference on Population and Development

PERMENKES : Peraturan Menteri Kesehatan

WHO : World Health Organization

SMA : Sekolah Menengah Atas

SMK : Sekolah Menengah Kejuruan

BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

ix
DAFTAR ISTILAH

Istilah Arti
Hygiene : Suatu usaha pencegahan penyakit yang

menitik beratkan pada usaha kesehatan

perseorangan atau manusia beserta

lingkungan tempat orang tersebut berada.

Menarche : Menstruasi pertama kali.

Genitalia Eksterna : Organ kelamin bagian luar.

Adolecene : : Remaja

To grow atau. To grow maturity : Bertumbuh atau mematangkan

Awarness : Kesadaran

Interest : Tertarik

Evaluation : Evaluasi

Trial : Mencoba

Adoption : Adopsi

Oval : Lonjong.

x
Arteri : Pembuluh darah

Vena : Pembuluh darah

Ovum : Sel telur

Lateral : Samping

Fertiliasasi : Pembuahan

Mulipara : Berulang kali bersalin

Fundus : Leher

Lanjutan

Istilah Arti

Corpus : Badan

Sagittal : Melintang

Pars anterior : Bagian depan

Pars posterior : Bagain belakang

Lateral dextra : Samping kanan

Lateral sinistra : Samping kiri

Hymen : Lapisan tipis tipis

Cultural : Budaya

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman


1. Lembaran permohonan menjadi responden 33

2. Persetujuan responden 35

3. Kuesioner penelitian 37

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa peralihan perilaku dari anak-anak ke

perilaku dewasa. Pada fase ini remaja mulai mengalami pubertas. Pada remaja

wanita ditandai dengan menstruasi.1 Pada masa ini, kesehatan reproduksi menjadi

perhatian karena sering kali remaja menghadapi berbagai resiko kesehatan

reproduksi. Dikatakan beresiko, karena pada masa pubertas banyak timbul

gangguan terhadap kesehatan reproduksi, diantaranya adalah infeksi bakteri dan

jamur pada organ genitalia karena perubahan fisiologis. Apabila masalah-masalah

tersebut tidak diperhatikan maka akan timbul resiko kesehatan reproduksi yang

lebih besar seperti penyakit menular seksual (PMS), HIV/AIDS dan lain-lain.1,2

Pentingnya kesehatan reproduksi menarik perhatian khusus dunia

internasional dan pemerintah. Hal ini dibuktikan dalam konferensi Internasional

tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on

Population and Development, ICPD) pada tahun 1994 di Mesir yang telah

menyepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan

pembangunan dari pendekatan dan pengendalian populasi serta fertilitas menjadi

pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi juga upaya pemenuhan hak-

hak reproduksi.3 Selain itu, Pemerintah Indonesia juga mendukung upaya tersebut

dengan mengeluarkan PERMENKES NO. 433/Menkes/SK/1998 tentang

pembentukan komisi kesehatan reproduksi.3,4

1
2

Walaupun mendapatkan perhatian dari Organisasi Internasional dan

Pemerintah, namun angka kesehatan reproduksi masih sangat kurang. Di Amerika

Serikat terdapat sekitar 7.4 juta kasus baru vaginitis setiap tahun.5 Secara

global WHO (World Health Organization) memperkirakan terdapat sekitar 180

juta kasus baru tiap tahunnya di seluruh dunia. Menurut data WHO, pada Tahun

2008, jumlah gangguan kesehatan reproduksi yang diobati mencapai 498 juta

kasus.6 Jumlah ini meningkat dibadingkan pada Tahun 2005 yang mencapai 448,3

juta kasus. Di Indonesia menurut data Tahun 2007, prevalensi infeksi saluran

reproduksi 53% disebabkan oleh bakteri dan 3% disebabkan oleh jamur.7 Menurut

profil kesehatan Provinsi Maluku Tahun 2008 angka penyakit menular seksual di

Maluku mencapai 380 kasus, dengan jumlah kasus terbanyak berada di kota

Ambon yakni 345 kasus.5,6,7,8

Kurangnnya pengetahuan tentang higienitas seseorang merupakan suatu hal

yang mendasari timbulnya masalah gangguan kesehatan reproduksi. Kurangnnya

pengetahuan mempengaruhi perilaku dalam menjaga organ reproduksi.

Khususnya area genitalia eksterna yang sangat rentan terhadap infeksi. Infeksi

mudah terjadi karena letak vagina yang sangat dekat dengan uretra dan anus,

sehingga mikroorganisme (jamur, bakteri dan parasit) mudah masuk ke vagina

dengan cara pembersihan yang salah.9 Perilaku buruk dalam menjaga kebersihan

genitalia, seperti mencuci dengan air kotor, menggunakan celana yang tidak

menyerap keringat, jarang mengganti celana dalam, jarang mengganti pembalut

pada saat menstruasi dapat menjadi pencetus timbulnya gangguan kesehatan


3

reproduksi. Kebiasaan membersihkan vagina dengan sabun kewanitaan juga

meningkatkan terjadinya gangguan kesehatan reproduksi.9,10

Perilaku yang kurang dalam menjaga kesehatan reproduksi akibat

kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi akan mengakibatkan angka

kejadian gangguan kesehatan reproduksi semakin meningkat. Pada penelitian

yang dilakukan oleh Dewi pada Tahun 2012 mengenai praktik responden dalam

perawatan organ genitalia eksternal pada anak usia 10-11 tahun yang mengalami

menarche dini di sekolah dasar kota Semarang mendapatkan hasil perilaku

responden yang kurang dalam perawatan organ genitalia eksterna (66%).

Minimnya perhatian terhadap pencetus organ genitalia dapat disebabkan karena

kurangnya informasi tentang kesehatan reproduksi dari rumah dan di sekolah,

adanya keterbatasan orang tua dalam membicarakan tentang perawatan organ

genitalia eksternal, kurangnya kesiapan mental dalam menghadapi menarche dini

dan adanya keterbatasan waktu orang tua responden untuk berdiskusi tentang

perawatan organ genitalia eksternal.11 Penelitian lain yan dilakukan oleh Dontila

pada Tahun 2011 mengenai hubungan antara pengetahuan dan perilaku menjaga

kebersihan genitalia eksterna dengan kejadian keputihan di SMA Negeri 4

Semarang mendapatkan hasil tingkat pengetahuan siswi SMA Negeri 4 Semarang

dalam hal menjaga kebersihan genitalia eksterna juga masih kurang yaitu sekitar

82,8% sehingga mengakibatkan angka kejadian keputihan sangat tinggi yaitu

sebanyak 96,9% responden mengalami keputihan.11,12


4

Penelitian lain dilakukan oleh Endato dan Purnomo tentang hubungan

tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual

beresiko pada remaja di SMK Negeri 4 Yogyakarta mendapatkan hasil rata-rata

pengetahuan siswi SMK Negeri 4 Yogyakarta memiliki pengetahuan kesehatan

reproduksi yang baik yaitu 52,2%. Faktor pengetahuan tentang kesehatan

reproduksi memberikan pengaruh terhadap perilaku seksual remaja karena

semakin baik pengetahuan tentang kesehatan reproduksi maka semakin baik

perilaku seksual remaja di SMK Negeri 4 Yogyakarta.13

Berdasarakan uraian tersebut terlihat bahwa kasus gangguan kesehatan

reproduksi masih tinggi sehingga pengetahuan hygiene alat reproduksi merupakan

faktor penting dalam memelihara kesehatan reproduksi. Meskipun peraturan

pemerintah tentang pembentukan komisi kesehatan reproduksi disekolah telah

dibuat, namun belum ada penyuluhan dan pelajaran yang membahas secara

khusus tentang kesehatan reproduksi di sekolah ini berpengaruh terhadap

pengetahuan siswi tentang kesehatan reproduksi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya maka rumusan masalah

penelitian ini yaitu karena masih tingginya angka kejadian gangguan kesehatan

reproduksi dan belum dapat ditangani secara baik maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang hubungan antara tingkat pengetahuan hygiene alat

reproduksi dengan kesehatan reproduksi pada siswi SMA Negeri 1 Ambon.


5

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

tingkat pengetahuan hygine alat reproduksi dengan kesehatan reproduksi pada

siswi SMA Negeri 1 Ambon.

1.4. Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan nantinya dapat menambah pengetahuan peneliti

dan pembaca mengenai kesehatan reproduksi.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Pada Siswi SMA Negeri 1 Ambon.

Penelitian ini nantinya dapat menambah informasi dan pengetahuan

tentang kesehatan reproduksi.

b. Pada Sekolah

Penelitian ini dapat membantu pihak sekolah paham terhadap pentignya

membentuk komisi kesehatan reproduksi.

c. Pada Fakultas Kedokteran

Kerjasama fakultas kedokteran dengan sekolah untuk memberikan

penyuluhan tentang kesehatan reproduksi untuk remaja SMA.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

2.1.1 Definisi remaja

Kata remaja berasal dari Bahasa Latin yaitu adolescence yang berarti to

grow atau. to grow maturity. Menurut Hurlock masa remaja adalah masa transisi

atau peralihan dari masa anak ke dewasa, pada masa ini individu banyak

mengalami perubahan-perubahan fisik maupun psikis.14 DeBrun mendefinisikan

remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa

dewasa.15 Menurut Depkes RI, remaja merupakan suatu proses tumbuh kembang

yang berkesinambungan, yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke

dewasa muda.14,15,16

Menurut WHO, definisi remaja lebih bersifat konseptual. Dalam definisi

tersebut terdapat tiga aspek yaitu biologi, psikologik dan sosial ekonomi. Ketiga

definisi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama

kali dia menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat dia

mencapai kematangan seksualnya.17

2. Remaja adalah suatu masa dimana individu mengalami perkembangan

psikologik dan pola identifikasi dari masa kanak-kanak menjadi dewasa.17

6
7

3. Remaja adalah suatu masa dimana terjadi suatu peralihan dari

ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif

lebih mandiri.17

2.1.2 Pengertian masa remaja

Masa remaja sering disebut sebagai masa peralihan dari masa anak-anak

ke dewasa. Monks pada Tahun 1994 memberikan batasan usia remaja adalah

masa di antara 12-21 tahun dengan perincian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-

18 tahun masa remaja pertengahan dan 18-21 tahun masa remaja akhir. Hal ini

didukung dengan pendapat Suryabrata pada Tahun 1998 membagi masa remaja

menjadi tiga, yaitu: masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja pertengahan 15-

18 tahun dan masa remaja akhir 18-21 tahun.17 Menurut Papalia dan Olds pada

Tahun 2001, masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-

kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun

dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluh tahun.18 Menurut

WHO batasan usia remaja adalah 10 sampai 24 tahun. Sedangkan dari segi

program pelayanan, definisi remajaa yang digunakan oleh Departemen Kesehatan

adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Sementara itu,

menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan

usia remaja adalah 10 sampai 21 tahun. 17,18,19,20

Berdasarkan uraian diatas maka diambil batasan usia remaja dimulai dari

usia 10 sampai 21 tahun sesuai dengan pendapat menurut BKKBN dan dibagi

menurut menjadi 3 fase yaitu awal, menangah dan akhir menurut Monk.
8

2.2 Pengetahuan

2.2.1 Definisi pengetahuan

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia karena penggunaan

pancaindra. Pengetahuan berbeda dengan kepercayaan (believes), takhayul

(superstition), dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation).21

Pengetahuan dapat juga diartikan sebagai hasil penginderaan manusia atau

hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung

dan sebagainya), dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

menghasilkan pengetahuan. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas

perhatian dan persepsi terhadap objek. 21

Menurut Roger, sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri

orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.22

b. Interest, yakni orang yang mulai tertarik pada stimulus.22

c. Evaluation, menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya.22

d. Trial, orang yang telah mencoba perilaku baru.22

e. Adoption, yakni subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.22

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Mubarak, ada faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang,

yaitu:
9

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain

terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa

makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima

informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya.

Sebaliknya, jika tingkat pendidikan seseorang rendah, maka akan menghambat

perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru

yang diperkenalkan.23

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.23

c. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek

psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat

kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-

ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ.

Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan

dewasa.23

d. Minat

Minat merupakan ketertarikan yang timbul sebagai suatu kecenderungan

atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk

mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang

lebih dalam.23
10

e. Pengalaman

Suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan

lingkungannya adalah pengalaman. Ada kecenderungan pengalaman yang baik

seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap

objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang

membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif.23

f. Kebudayaan

Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai

budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat

sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.23

2.3 Alat Reproduksi Wanita

2.3.1 Ovarium

Masing-masing ovarium berbentu oval, berukuran 1½ X ¾ inci (4 X 2 cm

dan diletakan pada bagian belakang ligamentum latum oleh mesovarium.

Ovarium biasanya terletak di depan dinding lateral pelvis, lekukan yang

disebut fossa ovarica. Fossa ini dibatasi oleh arteria dan vena illiaca externa

serta dibelakang oleh arteria illiaca intrena.24

Ovarium merupakan organ yang bertanggung jawab terhadap produksi sel

benih wanita yang disebut ovum dan hormon sex wanita, esterogen dan

progesteron pada wanita dewasa. 24


11

2.3.2 Tuba Uterina

Terdapat dua buah tuba uterine, setiap tuba uterina memiliki panjang

sekitar 4 inci (10 cm) dan terteltak pada pinggir atas ligamentum latum.

Masing-masing tuba menghubungkan cavitas peritonealis di region ovarium

dengan cavitas uteri, tuba uterina terbagi menjadi empat bagian yaitu24:

1. Infundibulum tubae uterine adalah ujung latrela tuba uterina yang

berbentuk corong dan menjorok ke luar ovarium. Ujung bebasnya

membentuk tonjolan seperti jari-jari yang melingkupi ovarium dan dieknal

sebagai fimbria tuba uerina.

2. Ampula tuba uterine merupakan bagian tuba uterine yang paling luas.

3. Isthmus tubae uterine merupakan bagian tuba uterine yang paling sempit

dan terletak tepat lateral terhadap uterus.

Tuba uterine berfungsi menerima ovum dari ovarium dan merupakan

tempat terjadinya fertiliasasi (biasanya di ampula tuba uterine). Tuba uterine

menyediakan makanan untuk ovum yang telah difertlisasi ke dalam cavitas

uteri. Tuba uterine juga merupakan saluran yang dialui oleh spermatozoa

untuk mencapai ovum. 24

2.3.3 Uterus

Uterus merupakan organ yang berongga yang berbentuk buah pir dan

berdinding tebal. Pada orang dewasa muda mulipara, panjang uterus 3 inci (8

cm), lebar 2 inci (5 cm) dan tebal 1 inci (2,5). Uterus terbagi mejadi fundus,

corpus dan cervix uteri. 24


12

Fundus uteri merupakan bagian uterus yang terletak di atas muara tuba

uterine. 24

Corpus uteri merupakan bagian uterus yang terletak di bawah muara tuba

uterine. Bagian bawah corpus menyempit, yang akan berlanjut sebagai cervix

uteri. Cervix menembus dinding anterior vagina dan dibagi menjadi prtio

supravaginalis dan protio vaginalis cervicis uteri. 24

Cavitas uteri berbentuk segitiga pada penampang koronal, tetapi pada

penampang sagital hanya berbentuk celah. Rongga pada cervix uteri yang

disebut canalis cervicis berhubungan dengan rongga di dalam corpus uteri

melalui ostium histologicum uteri internum dan dengan melalui ostium

uteri.24

Uterus berfungsi sebagai tempat untuk menerima, mempertahankan dan

memberi makan ovum yang telah dibuahi. 24

2.3.4 Vagina

Vagina adalah saluran otot yang terbentang ke atas dan belakang dari

vulva sampai uterus. Panjang vagina kurang lebih 3 inci (8 cm) dan

mempunyai paries anterior dan paries posterior yang dalam keadaan normal

terletak berhadapan. Pada ujung atasnya, paries anterior ditembus oleh cervix

yang menonjol ke bawah dan belakang vagina. Daerah lumen vagina yang

mengelilingi cervix dibagi atas empat daerah atau fornix vaginae : pars

anterior, posterior, lateral dextra dan lateral sinistra. Ostium vaginae pada

wanita yang masih perawan mempunyai selapis tipis lipatan mukosa, yang
13

disebut hymen, yang mempinyai lubang ditengahnya. Setelah melahirkan

biasanya hymen hanya tinggal rumbai-rumbai.24

Vagina tidak hanya sebagai saluran kelamin pada wanita, tetapi juga

merupakan saluran eksresi untuk menstruasi dan membentuk jalan lahir. 24

2.4 Hygiene

2.4.1 Pengertian

Kata “hygiene” berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu untuk

membentuk dan menjaga kesehatan. Dalam sejarah Yunani, Hygiene berasal dari

nama seorang Dewi yaitu Hygea (Dewi pencegah penyakit). Hygiene adalah

upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya

seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan

tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring, membuang bagian makanan yang

rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Hygiene adalah

suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada usaha kesehatan

perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada.25,26

2.5 Perilaku

2.5.1 Defenisi

Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau

lingkungan. Dari pandangan biologis perilaku merupakan suatu kegiatan atau

aktifitas organisme yang bersangkutan.27


14

Pengertian perilaku sehat menurut Soekidjo Notoatmojo adalah perilaku

adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa perilaku

(aktivitas) yang ada pada individu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi akibat

dari adanya rangsang yang mengenai individu tersebut.28

2.5.2 Klasifikasi perilaku

Klasifikasi Perilaku yang berhubungan dengan kesehatan menurut Becker

sebagai berikut :

1. Perilaku kesehatan, yaitu tindakan seseorang dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatannya.29

2. Perilaku sakit, yakni segala tindakan seseorang yang merasa sakit untuk

merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya termasuk juga

pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, serta usaha

mencegah penyakit tersebut.29

3. Perilaku peran sakit, yakni segala tindakan seseorang yang sedang sakit

untuk memperoleh kesembuhan.29

Menurut Notoatmojo, perilaku kesehatan dibagi menjadi dua :

a. Healthy Behavior yaitu perilaku orang sehat untuk mencegah penyakit

dan meningkatkan kesehatan. Disebut juga perilaku preventif dan

promotif.29

b. Health Seeking Behavior yaitu perilaku orang sakit untuk memperoleh

kesembuhan dan pemulihan kesehatannya. Disebut juga perilaku kuratif

dan rehabilitative.29
15

2.6 Kesehatan Reproduksi

2.6.1 Definisi

Menurut WHO, kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan fisik, mental

dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam

segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya

atau suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta

mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman.

Pengertian lain mengenai kesehatan reproduksi telah dijelaskan dalam Konferensi

International Kependudukan dan Pembangunan, yaitu keadaan sejahtera fisik,

mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran

dan sistem reproduksi.30

Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut

sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat

disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun

juga sehat secara mental serta sosial cultural.30

2.6.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi

Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi, secara garis

besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak, yaitu:

1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat

pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual

dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil). 31

2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang

berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak


16

banyak rezeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan

anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dan

sebagainya).31

3. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca

penyakit menular seksual).31

Pengaruh dari semua faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi di

atas dapat dikurangi dengan strategi intervensi yang tepat guna, terfokus pada

penerapan hak reproduksi wanita dan pria dengan dukungan tingkat administrasi,

sehingga dapat diintegrasikan ke dalam berbagai program kesehatan, pendidikan,

sosial dan pelayanan non kesehatan lain yang terkait dalam pencegahan dan

penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.31

2.7 Hubungan Antara Pengetahuan dengan Kesehatan Reproduksi

Pada studi internasional dan penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa

diberikannya pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah akan menghasilkan

kehidupan perilaku seksual yang lebih bertanggung jawab dan perilaku seks yang

aman. Namun, banyak orang di Indonesia percaya bahwa pendidikan kesehatan

reproduksi akan meningkatkan kegiatan seksual remaja, sebenarnya pendapat ini

sangat tidak benar. Penelitian menunjukkan bahwa ketidak pedulian tentang

diberikannya pendidikan kesehatan reproduksi bukanlah suatu kebijakan yang

baik yang dapat mencegah seks sebelum menikah, tetapi sering remaja yang tidak

mendapatkan pendidikan tersebut justru dapat menjadi korban kehamilan yang

tidak diinginkan dan penyakit menular seksual yang berbahaya. Informasi tentang
17

pendidikan kesehatan reproduksi di lain pihak, akan berfungsi sebagai

perlindungan bagi remaja. 32

Telah dilaporkan oleh Mahrani Muin yang menggunakan siswi SMA

Nasional Makasar bahwa semakin baik pengetahuan remaja putri tentang penyakit

menular seksual maka akan semakin baik pula tindakan kebersihan alat

reproduksinya. Sebagian besar remaja putri kelas X dan XI SMA Nasional

Makassar memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakit menular seksual.

Sebagian besar remaja putri kelas X dan XI SMA Nasional Makassar memiliki

tindakan yang baik terhadap kebersihan alat reproduksi ekternal. Mareta Wulan

Permatasari juga melaporkan hal yang sama dengan menggunakan siswi SMA

Negeri 9 Semarang yaitu semakin baik pengetahuan yang dimiliki oleh remaja

putri tentang personal hygiene maka tindakan pencegahan keputihan pada remaja

putri juga akan semakin baik. Sebaliknya jika remaja putri kurang memiliki

pengetahuan tentang personal hygiene maka tindakan pencegahan keputihan juga

berlangsung kurang baik. Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang

karena tidak terpelihara kebersihan perseorangan dengan baik.33, 34


18

2.8 Kerangka Teori


Pendidikan
Usia (10-21 tahun) Remaja
Pengalaman

Pengetahuan Hygiene Perilaku

KESEHATAN
REPRODUKSI

Gambar 2.1 Grafik Kerangka Teori.21,22,23,25,27,28,29,30,31

2.9 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

Ada hubungan antara tingkat pengetahuan hygiene alat reproduksi dengan

perilaku menjaga kesehatan reproduksi pada siswi SMA Negeri 1 Ambon.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitis komparatif dengan pendekatan

cross sectional. Penelitian cross sectional adalah jenis penelitian yang

menekankan waktu observasi data variable bebas dan terikat hanya satu kali

dalam satu waktu.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan:

a. Tempat : SMA Negeri 1 Ambon

b. Waktu : Oktober 2015

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

a. Populasi Target: sekelompok atau subyek atau data dengan

karakteristik klinis dan demografi. Populasi target dalam penelitian ini

yaitu Siswi SMA.

b. Pupolasi Terjangkau: bagian dari populasi target yang dibatasi oleh

tempat dan waktu. Populasi terjangkau dalam penelitian ini yaitu Siswi

SMA Negeri 1 Ambon tahun ajaran 2015/2016 yang berusia 14 sampai

17 tahun.
19

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagain dari subjek dalam populasi yang diteliti, yang sudah

tentu mampu secara representatif dapat mewakili populasinya. Sampel

merupakan suatu bagian dari populasi, dengan demikian sebagian elemen

dari populasi merupakan sampel. Dengan mengambil sampel penelitian

ingin menarik kesimpulan yang akan di generalisasi terhadap populasi.

Metode pengumpulan sampel menggunakan total sampling, dimana jumlah

sampel minimal yang diambil adalah 452 responden dengan rumus :

𝑍𝛼 √2𝑃𝑄+𝑍𝛽 √𝑃1 𝑄 1 +𝑃₂𝑄₂


n1 = n2 = ( )²
𝑃₁−𝑃₂
Gambar 3.1 Rumus Analitik komparatif kategorik tidak berpasangan

Keterangan :

Zα = derivat baku alfa

Zβ = derivat baku beta

P2 = proprosi kelompok yang sudah diketahui nilainya

dari penelitian sebelumnya yang berjudul hubungan

antara pengetahuan dan perilaku menjaga kebersihan

genitalia eksterna dengan kejadian keputihan pada

siswi SMA Negeri 4 Semarang oleh Donatila

Novrinta Ayuningtyas : 0,82.

Q2 = 1 – P2

P1 = proporsi nilai kelompok yang nilainya judgement

peneliti.
20

Q1 = 1 – P1

P1 - P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna

P = proporsi total = (P1 + P2)/2

Q =1–P

1,96 √2𝑥 0,18 𝑥 0,82 + 0,842 √0,28 𝑥 0,82+0,08𝑥 0,92


n1 = n2 = ( )²
0,28−0,08

1,03 + 1,07
n1 = n2 = ( )²
0,2

n1 = n2 = (10,5)²

n1 = n2 = 110,25 (dibulatkan menjadi 111)

Koreksi sampel 10% = 111 x 10% = 11,1 (dibulatkan menjadi 11)

= 111 + 11 = 122

Jadi, jumlah minimal sampel dalam penelitian ini adalah 122 siswi.

3.4 Kriteria Subjek Penelitian

3.4.1 Inklusi
1. Terdaftar sebagai siswi SMA Negeri 1 Ambon

3.4.2 Eksklusi

1. Tidak hadir saat penelitian

2. Tidak bersedia menjadi responden

3. Siswi yang berusia 14 sampai 17 tahun


21

3.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan gambaran alur pemikiran penelitian yang

dirumuskan dari fakta, observasi, dan tinjauan pustaka. Kerangka konsep ini

terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Berikut kerangka konsep dari

penelitian ini.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi


Kesehatan Reproduksi

Gambar 3.2 Bagan Kerangka Konsep

3.6 Variabel Penelitian

3.6.1 Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan

hygiene alat reproduksi siswi SMA Negeri 1 Ambon.

3.6.2 Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Kesehatan Reproduksi.

3.7 Definisi Operasional


Table 3.1 definisi operasional
Variabel Definisi Alat ukur dan Cara Hasi Ukur Skala
Operasional Pengukuran Pengukuran
Pengetahuan Pengetahuan Kuesioner meliputi item Menurut Arikunto Ordinal
Siswi adalah pernyataan seputar pengetahuan
segala pengetahuan tentang cara seseorang dapat
sesuatu yang Membersihkan Alat diketahui dan
diketahui Reproduksi, diinterpretasikan
oleh siswi dengan skala yang
tentang Waktu membersihkan Alat bersifat
kesehatan Reproduksi dan Cara kualitatif,yaitu:
reproduksi menjaga Alat Reproduksi.
a. Baik:76%-100%
dari 15 pernyataan

Dilanjutkan
22

Lanjutan Table 3.1 Defenisi Oparasioanl

Variabel Definisi Alat ukur dan Cara Hasi Ukur Skala


Operasional Pengukuran Pengukuran
yang Setiap Penrnyataan yang b. Cukup:56%-75%
meliputi pada kuesioner yang dari 15 pernyataan
cara siswi dijawab dengan benar c. Kurang: < 56%
menjaga bernilai 1 poin dan dari 15 pernyataan
kebersihan pernyataan yang dijawab
organ salah bernilai 0 poin.
reproduksi
yang akan
diukur
dengan
kuesioner.

Ordinal
Perilaku Perilaku Kuesioner meliputi item Perilaku Menjaga
Menjaga Menjaga pernyataan seputar Kesehatan
Kesehatan Kesehatan perilaku responden dalam reproduksi
Reproduksi reproduksi mengenali gangguan seseorang :
adalah suatu Gejala gangguan kesehatan
tindakan reproduksi dan Menjaga a. Baik:76%-100%
perlindungan Kesehatan Alat dari 19 pernyataan
dalam Reproduksi b. Cukup:56%-75%
menjaga dari 19 pernyataan
kesehatan Setiap Penrnyataan yang c. Kurang: < 56%
reproduksi pada kuesioner yang dari 19 pernyataan
agar dijawab dengan benar
terbekeadaan bernilai 1 poin dan
bebas dari pernyataan yang dijawab
gejala salah bernilai 0 poin.
penyakit
yang akan
dinilai
berdasarkan
kuesioner
yang akan
diisi oleh
siswi sesuai
dengan
perilaku
mereka.

3.8 Instrumen Penelitian

Kuesioner yang dibuat oleh peneliti yang dilakukan uji validitas dan

reabilitas kuesioner terhadap 30 orang siswi. Kuesioner akan diberikan

kepada responden untuk diisi dengan didampingi oleh peneliti. Setelah


23

pengisian oleh responden maka peneliti akan mengevaluasi pengisian

tersebut.

3.9 Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini adalah data primer yang didapatkan langsung dari

hasil pengisian kuesioner oleh responden. Kuesioner yang digunakan adalah

kuesioner yang dibuat sesuai dengan variabel yang akan diteliti.

3.10 Pengolahan dan Analisis Data

3.10.1 Pengolahan data

Data yang terkumpul selanjutnya diproses dengan tahapan-tahapan sebagai

berikut:

a. Editing

Pada tahap ini akan dilakukan pengecekan terhadap hasil pengisian kuesioner,

apakah diisi dengan lengkap, jawaban cukup jelas, relevan dengan pertanyaan

dan konsisten.

b. Coding

Pada tahap ini data yang telah diedit akan dilakukan pengkodean, yaitu data

yang berbentuk kalimat atau huruf akan diubah menjadi data angka atau

bilangan, dengan tujuan mempermudah peneliti pada saat analisis data dan

mempercepat dalam memasukkan data (data entry) di komputer.


24

c. Memasukkan data (data entry)

Pada tahap ini jawaban dari masing - masing responden yang dalam bentuk

kode dimasukkan ke software komputer.

3.9.2 Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan yaitu secara manual dan komputerisasi

dengan software Microsoft Excel dan Software Statistic Packages for Social

Sciences (SPSS) for windows SPSS versi 16.0. Analisis yang akan dilakukan

adalah sebagai berikut:

a. Analisis Univariat

Analisis data secara univariat dilakukan untuk menggambarkan karakteristik

dari variabel independen dan variabel dependen. Hasil daari analisis variabel

kategorik adalah jumlah dan persen. Penyajian data hasil analisis univariat

dalam bentuk table dan diagram disertai deskripsi

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan variable bebas (tingkat

pengetahuan hygiene) dengan variable terikat (perilaku menjaga kesehatan

reproduksi). Analisis ini menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat

kemaknaan = 0,05.

∑(𝑓0−𝑓𝑒)2
X2 = ( )
𝑓𝑒

Gambar 3.3 Rumus Chi-Square


25

Keterangan :

X2 : Nilai chi-kuadrat

fe : Frekuensi yang diharapkan

f0 : Frekuensi yang diperoleh/diamati

Jika chi-square tidak memenuhi syarat-syarat berikut:

1. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan lebih kecil dari 1

(satu)

2. Tidak lebih dari 20% sel mempunyai nilai harapan lebih kecil dari 5

(lima)

Maka alternative uji statistik yang digunakan adalah uji Fisher

Interpretasi nilai p yaitu hasil uji statistik menunjukan p < 0,05 maka

hipotesis diterima sehingga ada hubungan yang bermakna antara variabel bebas

dan variabel terikat dan bila nilai p > 0,05 maka hipotesis ditolak sehingga tidak

adda hubungan yang bermakna antara variabel bebas dan variabel terikat.

3.11 Alur Penelitian

Berikut ini adalah alur jalannya penelitian yang akan dilaksanakan.


26

Persiapan Penelitian

Penyusunan kuesioner

Uji validitas terhadap 30 siswi

Kuesioner valid

Penentuan sampel

Eksklusi Inklusi

Isi Kuesioner

Masukan SPSS

Pengolahan data

Analisis data

Gambar 3.5 Alur Penelitian

3.12 Aspek Etik Penelitian

Secara garis besar, dalam penelitian ini ada 4 aspek etik penelitian, yaitu :

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (restpect for person).

Peneliti menghormati harkat dan martabat subjek penelitian dalam

bentuk mempersiapkan formulir persetujuan subjek (informed consent)

yang mencakup :

a. Penjelasan tujuan penelitian


27

b. Penjelasan manfaat penelitian

c. Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek penelitian

kapan saja.

d. Jaminan kerahasiaan terhadap identitas dan informasi yang diberikan

oleh responden.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek peelitian dalam bentuk

tidak menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan

identitas subjek. Peneliti hanya menggunakan coding sebagai pengganti

identitas responden.

3. Keadilan dan inklusivikasi/keterbukaan (Justice).

Prinsip keterbukaan dan adil dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,

keterbukaan dan kerhati-hatian. Untuk itu, lingkungan penelitian perlu

dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan

menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa

semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan kuntungan yang

sama, tanpa membedakan agama, etnis dan sebagainya.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (Benefience

and maleficence).

Penelitian ini hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin

bagi masyarakat pada umumnya dan subjek penelitian pada khususnya.

Peneliti berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subjek.


28

3.13 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Bulan ke-
Kegiatan
2 3 4 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penyusunan proposal

Kuliah Kerja Nyata


(KKN)
Seminar proposal

Perbaikan proposal

Pengumpulan data

Analisis data

Penyusunan skripsi

Ujian Skripsi

Tabel 3.2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian


29

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjiningsih. Remaja usia 15-18 tahun banyak lakukan perilaku seksual

pranikah. 2004. Available from: http://www.ugm.ac.id/index.

2. Respati WS. Problematika remaja akibat kurangnya informasi kesehatan

reproduksi. Fakultas psikologi universitas esa unggul. Jakarta. Available

from : http://www.esaunggul.ac.id/article/problematika-remaja-akibat-

kurangnya-informasi-kesehatan-reproduksi/

3. Konfrensi dunia tentang kependudukan dan pembangunan (International

conference on population and development/ICPD); Cairo, 1994.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Kesehatan remaja. [Online]. Cited

2009 [2014 January 05]. Available from:

http://ykesehatanperempuan.org/wp-content/uploads/draf-PP-Kesehatan-

Remaja200910.pdf

5. Center for Disease Control and Prevention. Sexually transmitted disease

surveillance 2007 – division od std prevention december 2008. USA:

departement of health and human services, center for disease control and

prevention. [Online]. Cited 2009 [2014 January 05]. Available from:

http://www.cdc.gov/std/strat07/Surv2007FINAL.pdf

6. World Healt Organization. Global incidence and prevalence of seleced

curable sexully transmitted infection. 2008


30

7. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Advokasi Dan KIE.

Keluarga berencana, kesehatan reproduksi, gender dan pembangunan

kependudukan. Jakarta: 2007.

8. Dinas Kesehatan Provinsi Maluku. Profil kesehatan Maluku. 2008.

9. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. EGC.

Jakarta; 2006.

10. Alice. Screening for bacterial vaginosis at the time of intrauterine

contraceptive device insertion: is there a role? Cited 2012 [23 agustus

2014]. Available from:

http://www.jogc.com/abstracts/full/201202_Gynaecology_1.pdf

11. Puspitaningrum D. Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perawatan

organ genitalia eksterna pada anak usia 10-11 tahun yang mengalami

menache dini di sekolah dasar kota Semarang. Jurusan kebidanan

Universitas Muhammadiyah Semarang. Junal unismus. Semarang; 2012.

12. Ayuningtias DN. Hubungan Antara Pengetahuan dan Perilaku Menjaga

Kebersihan Genitalia Eksterna Dengan Kejadian Keputihan Pada Siswi

SMA Negeri 4 Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

2011.

13. Endarto Y dan Purnomo PS. Hubungan tingkat pengetahuan tentang

kesehatan reproduksi dengan perilaku sekseal beresiko pada remaja di

SMK Negeri 4 Yogyakarta. Jurnal kesehatan surya medika. Yogyakarta;

2006.
31

14. Monk FJK dan Haditono SR. Psikologi perkembangan. Yogyakarta : Gajah

Mada University Press; 1999.

15. Rice, FP. The Adolescent development, relationship and culture. 6th edition. Boston:

Ally and Bacon. 1990.

16. Departemen Kesehatan R.I. Rencana strategi departemen kesehatan. Jakarta:

Depkes RI. 2005.

17. Mubarak WI. Promosi kesehatan sebuah pengantar proses belajar mengajar

dalam pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2007.

18. Papalia O. Perkembangan pada remaja. Jakarta: Rineka Cipta; 2001.

19. Muangma D. Adolescent fertility study in Thailand. ICARP Searcrh. 1980.

20. Policy Brief. Kajian profil penduduk remaja. 2011.

21. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta;

2007.

22. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta;

2003.

23. Mubarak WI. Promosi kesehatan sebuah pengantar proses belajar mengajar

dalam pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2007.

24. Moore KL and Agur AMR. Essential clinical anatomy. Third edition.

Toromto: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.

25. Depkes RI. Hygiene sanitasi makanan dan minuman. Ditjen PPM dan PL.

Jakarta. 2004.

26. Widyati, Retno, Yuliarsih. Higiene dan sanitasi umum dan perhotelan.

Jakarta: Grasindo; 2002.


32

27. Depdiknas. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005

Tentang Stamdar Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas; 2005

28. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta;

1997.

29. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta;

2010.

30. Harahap J. Kesehatan reoroduksi. Cited 2003 [23 Agustus 2014]. Available

from: http://ajangberkaryawordpress.com//

31. BKKBN Yayasan Mitra Inti. Tanya jawab kesehatan reproduksi remaja. Seri

informasi KRR. Mitra Inti . Jakarta; desember 2011.

32. Utomo IW, Peter Reimondos. Trence Hull dan Ariana Utomo. Pelayanan

kesehatan reproduksi untuk penduduk dewasa muda lajang. Policy Brief

No. 5. Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia. Jakarta; 11

januari 2011.

33. Muin M, Ummu Salmah, Mukhsen Sarake. Hubungan pengetahuan penyakit

menular seksual (pms) dengan tindakan kebersihan alat reproduksi

eksternal remaja putri di SMA Nasional Makassar Tahun 2013.

34. Permatasari MW, Budi Mulyono, Siti Istiana. Hubungan tingkat pengetahuan

remaja putri tentang personal hygiene dengan tindakan pencegahan

keputihan Di SMA Negeri 9 Semarang Tahun 2012. Jurnal unimus.

Semarang; 2012.

Anda mungkin juga menyukai