Anda di halaman 1dari 9

Peranan atau Pengaruh Informasi Teknologi Terhadap

Masyarakat Indonesia dari Sisi Budaya dan Pengembangan


Karakter

Oleh:
1. Faradiba Safira
2. Irzam Husaini
3. Arief Rahman
BAB I
PENDAHULUAN

Era digital yang semakin marak pada berbagai macam bidang memaksa masyarakat
untuk beralih ke dunia digital melalui perkembangan aplikasi mulai dari pekerjaan, transportasi,
belanja dan lainnya. Teknologi bisa digunakan dengan bermanfaat namun teknologi juga bisa
menjadi pengaruh buruk bagi masyarakat, tidak selamanya kemajuan dunia teknologi dapat
memajukan bangsa pasti ada faktor-faktor yang dapat membuat teknologi menjadi pengaruh
buruk misalnya tindak kriminal, pornografi, perundungan, ujaran kebencian dan lain-lain, tetapi
seperti yang sudah kita semua ketahui bahwa teknologi dapat memudahkan segala persoalan dari
mulai promosi, perdagangan, hiburan, sarana pembelajaran dan hal lain yang baik bagi
masyarakat. Dalam bidang pendidikan pun kian sering kita menemukan metode pembelajaran
dengan teknologi agar lebih mempermudah murid dalam belajar atau mengerjakan tugas dengan
banyaknya referensi yang bisa didapat diinternet, dengan panduan belajar yang lebih mudah
dengan teknologi digital murid makin hari makin tergerus pendidikan karakternya. Murid-murid
lebih abai akan hal-hal sepele yang terjadi dilingkungan mereka, mereka melupakan atau bahkan
tidak memiliki pendidikan karakter yang cukup sebagai bangsa Indonesia.
BAB II

ISI

Berdasarkan artikel berita yang tersebut, menurut Ketua Masyarakat Anti-Fitnah


Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho, berpendapat bahwa edukasi tentang teknologi,
terutama internet, sangat dibutuhkan khususnya pada usia dini. Kami setuju dengan pendapatnya,
karena edukasi tentang teknologi dimulai dari lingkup keluarga, dan dibutuhkannya pengawasan
yg lebih untuk orang tua, terlebih lagi untuk usia dini yang masih belum dapat menyaring
informasi yang valid dan tidak valid. Selain itu, e-learning yang tidak diimbangi dengan tatap
muka dapat juga memengaruhi bagaimana seorang anak bermasyarakat dan berteman. Seorang
anak yang terlalu banyak memegang gawai, cenderung tidak memiliki banyak teman dan lebih
tertutup. Mereka tidak dapat berkomunikasi dengan baik dan tidak dapat berekspresi dan
mengasah keterampilan. Karena tiap manusia mempunyai keterampilan masing-masing jika
mereka tidak diimbangi oleh tatap muka kita tidak akan tahu keterampilan tiap anak, bahkan
seorang anak harus aktif dalam belajar agar keterampilan mereka terasah.

Dengan adanya pengawasan lebih dalam peran orang tua agar anak tidak mudah percaya,
karena kemungkinan besar akan terjadi perundungan terhadap temannya jika menerima
informasi yang tidak valid. Diharapkan pula penanganan dari pihak pemerintah dalam
mengedukasi para siswa, melalui adanya kurikulum khusus untuk membantu para siswa dalam
membedakan dan menyaring suatu berita, terutama yang bersinggungan dengan agama dan
politik, mengingat konsumen internet lebih banyak dari kalangan siswa (remaja) yang
diharapkan para remaja ini dapat menjadi produsen yang baik dalam menyampaikan suatu berita
dikemudian hari.
BAB III

KESIMPULAN

Selain pengaruh positif, teknologi informasi juga memiliki pengaruh negatif terhadap
pengembangan karakter di Indonesia, di antaranya menurunnya tingkat literasi dan rentan
terhadap berita bohong and radikalisme. Menjadi tanggung jawab semua pihak, dari orang tua
sampai pemerintah untuk mengawasi dan membimbing anak-anak dan remaja dalam
menggunakan teknologi informasi terutama internet.

Walaupun secara umum produsen, distributor dan konsumen teknologi informasi adalah
orang dewasa yang dianggap sudah bisa memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang
tidak, banyak juga anak-anak dan remaja yang menikmati teknologi informasi tersebut, dan ini
patut untuk mendapatkan perhatian dari semua pihak agar perkembangan teknologi informasi
tidak diiringi oleh punahnya karakter bangsa.

Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi informasi memengaruhi pula


perkembangan karakter manusia yang menggunakannya. Apabila disikapi dengan bijak,
teknologi informasi bisa membawa dampak positif yang tiada tara, namun sebaliknya, apabila
perkembangan teknologi informasi tidak diiringi dengan kesiapan diri, bencana lah hal pasti
yang akan dihadapi.
Pendidikan Karakter Bentengi Anak dari Pengaruh Teknologi Digital

Penulis: Antara

KEHIDUPAN masyarakat saat ini sudah semakin dimanjakan oleh berbagai layanan berbasis
teknologi digital melalui perkembangan aplikasi mulai dari belanja, transportasi,
pekerjaan dan lainnya.

Perkembangan digital berbasis aplikasi pun mulai merambah dunia pendidikan melalui
metode e-learning. Namun, perkembangan digitalisasi pendidikan lagi-lagi terjatuh pada
peningkatan kualitas IQ anak, bukan pada karakter anak.

Metode e-learning ini bahkan cenderung menggerus karakter anak karena tiadanya pertemuan
langsung. Dunia digital bukan mendidik anak menjadi individualis, tidak mandiri, tidak jujur,
dan tidak respek terhadap perbedaan.

Padahal, di era digital ini pendidikan karakter juga sangat penting untuk memberikan dasar sikap
dan mental anak dalam menggunakan teknologi digital.

Ketua Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho, mengatakan bahwa
dengan berkembangnya teknologi digital maka perlu adanya upaya untuk membentengi anak
bangsa terhadap informasi yang dapat merusak karakter anak tersebut meski hal itu tidak
mudah.

Namun, hal tersebut harus dimulai dari lingkup keluarga terlebih dahulu. Artinya, peran dari
orangtua harus dikembalikan lagi.

“Saat masuk ke era digital sekarang ini orangtua cenderung melepas anaknya di dunia digital.
Mereka cenderung memberi anaknya smartphone, tablet, atau mengoperasikan laptop komputer
di rumah tanpa pengendalian dan pengawasan yang cukup dari orangtua. Ini sangat berbahaya
sekali. Karena ada titik ketika nanti si anak merasa lebih percaya kepada informasi yang dia baca
di internet daripada harus percaya dengan informasi dari guru atau orangtuanya,” ujar Septiaji di
Jakarta, Sabtu (9/3).

Menurutnya, ketika anak memulai menggunakan teknologi, maka orangtua itu harus punya
pemahaman yang kuat terkait bagaimana mendidik anak menggunakan teknologi digital dengan
baik yang biasa disebut digital parenting.

"Ini agar jangan sampai anak terpapar hal-hal yang bisa membahayakan dia secara keamanan
atau mengunyah konten-konten negatif seperti hatespeech (ujaran kebencian) ataupun juga
konten-konten yang terkait dengan radikalisme," imbuhnya dalam keterangannya yang diterima
Minggu (10/3).

Lalu setelah ini akan naik ke tingkat yang lebih atas lagi, yakni lingkup masyarakat, yang
tentunya juga membutuhkan gerakan masyarakat untuk membuat aktivitas offline. Ini supaya
anak-anak kembali bertatap muka seperti zaman dulu, dan jangan sampai mereka waktunya habis
hanya bertemu dengan gawai saja.

“Di level-level masyarakat yang ada di perkampungan atau di kota, anak-anak itu perlu
dibuatkan dan diajak untuk melakukan aktivitas yang membuat mereka bisa berinteraksi secara
nyata dengan anak-anak yang lainnya. Ini agar mereka tidak hidup dalam dunia sendiri di dunia
digital,” ucapnya.

Untuk itu, dia berharap ada peran dari pemerintah dalam mengelola ketika anak-anak itu dididik
di lingkup sekolah dan di kampus di mana diperlukan materi terkait tentang literasi digital agar
seorang anak atau siswa itu memiliki keahlian, kemampuan untuk bisa menggunakan berbagai
perangkat teknologi digital dengan baik.

“Contoh seperti materi mengenai media sosial tentang bagaimana penggunaannya, apa
bahayanya, apa yang seharusnya tidak dilakukan, termasuk sikap pengamanan supaya bagaimana
informasi pribadi tidak diketahui orang lain, itu yang terkait dengan literasi digital,” ujarnya.

Selain itu perlu adanya materi tentang literadi media supaya anak dikenalkan mengenai
bagaimana mengunyah informasi dari sumber-sumber yang ada, baik dari koran, majalah,
media online ataupun dari media sosial.
“Artinya mereka butuh diberikan skill untuk bisa melakukan teknik literasi media misalnya
perbandingan informasi teks, berita, mencari cari tahu seandainya ketemu dengan sebuah
gambar, gambar ini benar atau tidak, konteksnya tentang apa, tentunya itu harus ditanamkan
sejak awal,” tuturnya.

Dia mengakui bahwa dampak perkembangan teknologi digital tentunya memiliki sisi positif dan
negatif terhadap perkembangan karakter anak bangsa.

"Dari sisi dampak positif anak-anak ini cenderung gampang menguasai teknologi, sehingga
mereka juga bisa mencari konten atau bisa memanfaatkan konten yang ada di dunia digital. Tapi
kalau kita bicara dampak negatif tentu banyak sekali yang yang masih belum tertangani dengan
baik,” ujarnya.

Dikatakannya, sebenarnya yang cukup berbahaya adalah ketika anak-anak terlalu sering
menggunakan perangkat digital itu, maka kemampuan literasinya menjadi menurun.

“Artinya daya tahan mereka untuk membaca suatu tulisan itu menjadi menurun karena mereka
lebih suka untuk melihat konten yang pendek ataupun dalam bentuk-bentuk video atau
infografis. Padahal kalau mau menjadi generasi penerus yang berkualitas tentunya mereka tetap
harus menguasai material dalam bentuk teks,” ujarnya.

Yang kedua, menurutnya, anak-anak muda ini belum bisa membedakan informasi yang benar
dan bohong (hoaks). Generasi anak muda ini bukanlah tipe generasi yang suka menyebarkan
berita bohong, karena dalam catatannya sebenarnya yang lebih banyak menyebarkan berita
bohong itu ialah orang-orang yang lebih dewasa yang berusia 35 tahun ke atas.

“Meskipun bukan bagian dari ekosistem itu, mereka belum memiliki kemampuan untuk bisa
membedakan informasi yang benar dan tidak. Misalnya dalam urusan politik katakanlah ketika
menjadi pemilih pemula banyak yang sangat-sangat apatis dengan politik kita. Hal ini karena
ketidakmampuan mereka membaca atau mengetahui situasi yang sebenarnya,” ujarnya.

Kemudian yang cukup berbahaya sekali sebenarnya adalah anak muda ini literasinya juga
terbatas sehingga mereka sangat rentan sekali terpapar oleh konten-konten radikalisme.
"Jadi anak-anak muda ini lebih utamanya bukan masalah hoaks, tetapi yang lebih bahayanya
adalah keterkaitan isu radikalisme. Karena radikalisme juga sebagian juga menggunakan hoaks
yang berbungkus agama. Jadi itu dampak negatif yang perlu kita tangani,” ungkapnya.

Oleh karena itu, dia berharap bisa dibuatkan suatu kurikulum yang integratif oleh pemerintah,
meski bukan kurikulum khusus yang mungkin bisa disisipkan atau diintegrasikan dengan
kurikulum yang sudah ada.

“Pemerintah punya kurikulum teknologi, informasi, dan komputer (TIK) di mana itu sudah
dimasukkan lagi oleh Kemendikbud ke kurikulum, dan kami juga ikut terlibat untuk memberikan
masukan dalam masalah ini. Tetapi saya rasa perlu dipertajam dan diperkaya sehingga ketika
anak-anak ketemu dengan teknologi digital itu bisa menjadi lebih produktif, bukan justru
sebaliknya. Kalau sekarang ini kesannya anak-anak itu lebih banyak yang menjadi konsumen
informasi dari pada produsen,” ucapnya.

Untuk itu, semua pihak perlu mendorong supaya anak-anak muda ini ketika masuk ke dunia
digital tahu cara bagaimana memproduksi konten dengan baik.

"Hal-hal seperti itu yang perlu kita tanamkan dan perlu kita masukkan dalam kurikulum,
sehingga mereka kemudian tidak gagap atau dan bisa menangkal konten yang menyesatkan saat
menggunakan tehnologi digital,” pungkasnya. (OL-1)
REFERENSI

1. https://mediaindonesia.com/read/detail/222007-pendidikan-karakter-bentengi-anak-dari-
pengaruh-teknologi-digital

Anda mungkin juga menyukai