Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PSIKOLOGI ADIKSI

tentang
ADIKSI INTERNET

Dosen Pengampu :
Elrisfa Magistarina S.Psi., M.Sc.

Disusun Oleh :
Nia Syamsuarni 17011042
Saskia Okti Granita 17011310
Yuni Asri 17011326
Yoza Okta Saputra 17011203
Zulia Anggraini 17011079

Jurusan Psikologi
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Padang
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang
Pada zaman modern ini, penggunaan Internet semakin meluas. Pengguna internet
tidak di negara-negara maju saja, tapi juga di Negara berkembang termasuk Indonesia,
India dan China.Umumnya orang menggunkan internet mencariinformasi, memudahka
npekerjaan atau untuk hal yang produktif lainnya.Namun,penggunaan Internet secara
kompulsif dapat berpengaruh buruk pada kehidupan, pekerjaan dan relasi dalam keluarga
sertalingkungan sosial. Jika Anda merasa lebih nyaman dengan teman-teman online dari
pada denganteman-teman di dunianyata, atau Anda tidak dapat menahan diri dari bermain
game online atau membuka smartphone atau gadget lainnya, maka ada kemungkinan
sudah mengalami kecanduan Internet.
Salah satu penyebab terjadinya kecanduan Internet ini adalah maraknya
penggunaan perangkat smartphone dan tablet di seluruhdunia, khususnya dalam sepuluh
tahun terakhir. Kini orang dapat mengakses Internet di mana pun dan kapan pun, bahkan
juga di toilet. Selain membawa dampak yang baik berupa komunikasi yang lebih mudah
dengan siapa saja dan di manasaja, namun juga muncul berbagai dampak buruk
khususnya bagi anak-anak dangan generasi muda.Aplikasi yang sering digunkan dalam
menggunakan internet seperti facebook, youtube, instagram atau twitter.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan adiksi internet?
2. Apa saja jenis adiksi internet?
3. Bagaimana Perilaku Adiksi Internet
4. Apa saja Instrumen Pengukuran Adiksi Internet
5. Apa saja intervensi untuk adiksi internet

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan adiksi internet
2. Untuk mengetahui apa saja jenih dari adiksi internet
3. Untuk mengetahui bagaimana perilaku dari adiksi internet
4. Untuk mengetahui apa saja instrument pengukuran dari adiksi internet
5. Untuk mengetahui apa saja intervensi untuk adiksi internet
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kecanduan Internet


Kebutuhan manusia dalam memenuhi informasi dan hiburan disertai kemudahan
dalam mengakses internet menyebabkan intensitas pengunaan internet meningkat.
Menurut Young (2011) kecanduan merupakan dorongan untuk terlibat terhadap suatu
aktivitas tertentu yang berakibat buruk pada fisik, sosial, spiritual, mental dan ekonomi.
Ditandai dengan penempatan kontrol yang buruk atau berlebihan, dorongan atau perilaku
yang berlebihan dan distress (Shaw & Black, 2008). Penggunaan internet berlebihan
dapat menjadi patologis hingga adiktif atau kecanduan internet (Griffiths, 1998).
Secara operasional kecanduan internet merupakan non-chemical yang melibatkan
interaksi manusia baik pasif maupun aktif yang dapat meningkatkan kecanduan
(Griffiths, 1998). Kecanduan internet dilihat sebagai bagian dari kecanduan perilaku
(Marks, 1990). Menurut Soetjipto (2010) kecanduan internet sebagai pathological
disorder.Menurut Young (1996) seseorang dikategorikan kecanduan jika menggunakan
internet selama 35 jam/minggu.
Dampak positif yang ditimbulkan oleh internet : memudahkan surat menyurat,
mengirim pesan, chatting, mengambil atau mengirim informasi dan sarana untuk hiburan
(Fauziawati, 2015). Dampak negatif dari penggunaan internet adalah kedisiplinan belajar
remaja menurun, muncul stres dan kecemasan, serta kehilangan konsep diri (Reski,
Taufik, & Ifdil, 2017).
1. Tingkat kecanduan internet pada remaja secara umum :
Kategori interval
Sangat tinggi ≥87
Tinggi ≥67-<86
Sedang ≥47<66
rendah <46
2. Gejala Kecanduan remaja : a). gejala komfulsif ; b). gejala penarikan ; c). gejala
toleransi
3. Masalah terkait dengan kecanduan internet pada remaja : a). masalah antarpribadi dan
masalah kesehatan ; b). masalah pengaturan waktu

B. Jenis-jenis Adiksi Internet


Berdasarkan American Center for Online Addiction, secara umum adiksi internet
telah diidentifikasi menjadi lima jenis sebagai berikut :
1. Cyber Sexual Addiction. Orang kecanduan mengunduh, menggunakan dan
memperdagangkan materi pornografi cyber dan mereka juga sangat sering terlibat
dalam perbincangan dewasa, terobsesi dengan cybersex dan materi pornografi cyber.
2. Cyber Relationship Addiction. Orang kecanduan terlalu banyak terlibat dengan
hubungan dunia maya dan mereka bahkan dapat terjebak dalam perzinahan dunia
maya. Termasuk juga Social Network Addiction. Semua komunitas virtual dimana
orang dapat membuat profil publik atau semi-publik. Facebook adalah jaringan sosial
paling terkenal dengan 60 jutaan pengguna yang terus berkembang.
3. Net Gaming Addiction. Ini mencakup berbagai perilaku seperti perjudian, videogame,
belanja dan e-trading obsesif.
4. Information Overload. Juga dikenal sebagai kecanduan informasi yang berlebihan.
Banyaknya informasi di internet menciptakan perilaku kompulsif baru yang terkait
dengan berselancar web atau pencarian basis data. Orang kecanduan menggunakan
lebih banyak waktu untuk mencari dan mengatur data. Kecenderungan obsesif-
kompulsif dan pengurangan produktivitas kerja yang terkait dengan jenis kecanduan.
5. Computer Addiction. Di tahun 80-an, permainan komputer seperti Solitaire dan
Minesweeper yang diprogram ke dalam komputer dan peneliti menemukan bahwa
perilaku obsesif permainan komputer menjadi bermasalah dalam organisasi
(Salicetia, 2015).

C. Perilaku Adiksi Internet


Block dalam Weinstein dkk (2013) mengemukakan empat komponen penting
awal yang diusulkan untuk menegakkan diagnosis adiksi internet pada DSM-5: (1)
penggunaan internet yang berlebihan, sering dikaitkan dengan hilangnya rasa waktu atau
mengabaikan kebutuhan dasar; (2) withdrawal, termasuk perasaan marah, ketegangan,
dan/atau depresi saat komputer tidak dapat diakses; (3) toleransi, termasuk kebutuhan
untuk peralatan komputer yang lebih baik, perangkat lunak yang lebih banyak, atau
waktu penggunaan yang lebih lama; dan (4) konsekuensi yang merugikan, termasuk suka
membantah, berbohong, prestasi di sekolah yang buruk, kelelahan (fatigue) dan isolasi
sosial (Weinstein, dkk., 2013).
Adiksi internet awalnya diusulkan untuk dimasukkan dalam DSM-5 namun belum
diakui sebagai gangguan; Internet Gaming Disorder termasuk dalam DSM-5 bagian
ketiga sebagai pertimbangan yang memerlukan studi lebih lanjut (Weinstein, dkk., 2013).

Gejala perilaku yang paling penting mencirikan adiksi internet adalah:


1. Kebutuhan untuk menghabiskan lebih banyak waktu menggunakan internet untuk
mendapatkan kepuasan.
2. Kurangnya ketertarikan terhadap semua kegiatan kecuali internet.
3. Ketika adiksi berkurang atau terganggu, mengalami agitasi psikomotor, kecemasan,
depresi, berpikir obsesif tentang apa yang terjadi di internet, gejala khas
ketergantungan.
4. Kebutuhan untuk log on ke internet lebih banyak dan lebih sering dan untuk jangka
waktu lebih panjang dibandingkan dengan apa yang direncanakan sebelumnya.
5. Ketidakmampuan untuk mengganggu atau tetap di bawah kontrol penggunaan
internet.
6. Membuang waktu yang berkaitan dengan aktivitas internet.
7. Menjaga menggunakan internet meskipun kesadaran sehat, masalah psikologis sosial.

Dari segi perilaku kognitif, beberapa penulis mengatakan bahwa beberapa


persepsi salah yang diamati pada orang adiksi internet antara lain:
a. Terdistorsi pikiran tentang diri dan dunia.
b. Terdistorsi persepsi tentang pengalaman tidak mampu, ketidakamanan, kepercayaan
diri yang rendah dan masalah hubungan.
Penelitian yang dilakukan Salicetia dkk (2015) telah menunjukkan bahwa orang
adiksi mungkin memiliki gangguan kepribadian seperti gangguan mood, kecemasan, dan
dyscontrol impuls. Sehubungan dengan masalah kesehatan, orang yang adiksi memiliki
gangguan tidur, sakit kepala (headache), Carpal Tunnel Syndrome, mata lelah, kebiasaan
makan yang buruk (Salicetia, 2015).

D. Instrumen Pengukuran Adiksi Internet


Berbagai jenis instrumen telah dikembangkan untuk menegakkan diagnosis adiksi
internet. Beberapa instrumen mengacu pada DSM IV-TR dengan ketergantungan zat dan
gangguan judi patologis (Li, dkk., 2014). Beberapa contoh alat ukur yang dipakai adalah
Internet Addiction Test (IAT) yang sudah valid untuk mengukur ketergantungan internet
yang dikembangkan oleh DR. Kimberly Young pada tahun 1998 (Young, dkk., 2011).
Telah dilakukan penelitian pada siswa di Amerika dengan memberikan tingkat
respons sebesar 70%. IAT juga memiliki bukti yang valid dan reliabel untuk penapisan
adiksi internet pada remaja di Cina dengan hasil reabilitas 0,781 dengan koefisien
validasi 0,255 sampai 0,653. Kuesioner ini juga telah divalidasi pada siswa SMA negeri
di Denpasar dengan angka reabilitas sebesar 0,851 dengan koefisien validasi 0,235
sampai 0,822. Kuisioner ini terdiri dari 20 aitem pertanyaan yang mengukur ringan,
menengah dan beratnya tingkat adiksi internet pada seseorang.

E. Teknik Intervensi Adiksi Internet


1. Terapi Kognitif Perilaku (CBT)
Terapi dapat memberikan dorongan yang kuat untuk mengontrol penggunaan
Internet. Misalnya Terapi Kognitif Perilaku (Cognitive Behavioral Therapy= CBT)
memberikan langkah demi langkah untuk menghentikan perilaku Internet kompulsif dan
mengubah persepsi Anda mengenai Internet, smartphone dan komputer. Terapi juga
dapat menolong Anda untuk mempelajari cara-cara yang lebih baik untuk mengatasi
emosi-emosi tidak nyaman, seperti kecemasan, stress, atau depresi. Terapi Kognitif
Perilaku (CBT) telah menjadi metode yang berguna dan efektif untuk menangani
gangguan kompulsif seperti gangguan ledakan emosi, judi patologis, trichotillomania.
CBT juga efektif untuk menanggulangi kecanduan obat, gangguan emosional dan
gangguan makan.
CBT adalah perawatan yang sudah lazim dan didasarkan pada premis bahwa
pikiran mengendalikan perasaan. Pasien diajar untuk memantau pikiran-pikiran mereka
dan mengidentikasikan mana yang memicu perasaan dan tindakan kecanduan, sementara
mereka belajar ketrampilan menanggulangi kecanduan tersebut serta cara-cara untuk
mencegah kambuh (relapse). CBT biasanya memerlukan 3 bulan perawatan atau sekitar
12 kali pertemuan mingguan.

Komponen-Komponen Perilaku dan Motivasional dari CBT Adiksi Internet (Young)


Strategi Pemulihan Tujuan
Akuilah apa yang telah hilang Mengenali masalah
Bawa kartu pengingat Mengenali masalah
Dengarlah suara-suara penyangkal Mengenali masalah
Tinjau waktu online anda Pengamatan diri
Akuilah dorongan anda kecanduan Pengamatan diri
internet
Pelarian obat bius dari internet Pengamatan diri
Gunakan manajemen waktu Manajemen waktu
Ambillah langkah nyata untuk Pengembangan aktivitas off-line
menanggulangi masalah
Hadapi kesepian Anda Pengembangan aktivitas off-line
Carilah dukungan dalam dunia nyata Pengembangan aktivitas off-line
Pertimbangkan manfaat dari pemulihan Pencegahan relapse (kambuh)
(recovery benefits)
Tip-tip untuk perjalanan menuju Pencegahan relapse (kambuh)
pemulihan

2. Teknik Pengelolaan Diri


Menurut Averill (Ghufron & Risnawita, 2010) kontrol perilaku adalah salah satu
aspek yang terdapat dalam kontrol diri. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan juga
menjelaskan bahwa pengguna internet bermasalah cenderung memiliki kontrol diri yang
rendah. Oleh karena itu, perlu peningkatan kontrol diri agar penggunaan internet bisa
lebih bijaksana. Salah satu strategi peningkatan kontrol diri dalam buku “Encyclopedia of
Psychology” yang ditulis oleh Corsini (1994) adalah teknik pengelolaan diri perilakuan
(Behavioral Self Management).
Pengelolaan diri perilakuan adalah salah satu strategi pengelolaan diri yang
berguna untuk meningkatkan kontrol diri secara konseptual yang didasarkan pada teori
pembelajaran sosial yang dikemu-kakan oleh Bandura. Teknik ini merupa-kan teknik
modifikasi perilaku yang berguna untuk mengatur dan mengarah-kan perilaku
bermasalah (Miltenberger, 2004). Menurut Soetarlinah Soekadji (Purwanta, 2012)
langkah-langkah pelak-sanaan teknik ini melalui empat tahapan, yaitu tahap monitor atau
observasi, tahap pengaturan lingkungan, tahap evaluasi diri dan tahap pemberian
pengukuhan, penghapus dan penghukum.
Pengelolaan diri bermanfaat untuk meningkatkan kontrol diri dalam melaku-kan
segala sesuatu (Corsini, 1994). Kontrol diri di sini diperlukan oleh maha-siswa sebagai
pengguna internet yang seringkali mengalami kesulitan dalam menghentikan penggunaan
internet. Teknik ini memiliki kelebihan dalam penggunaannya yaitu perubahan yang
diperoleh lebih tahan lama, karena subjek menganggap keberhasilannya dipengaruhi oleh
usahanya sendiri (Purwanta, 2012).
RIVIEW JURNAL

Judul Tingkat kecancuan internet pada remaja awal


Penulis Ayu Permata Sari, Asmidir Ilyas, Ifdil Ifdil.
Tahun Terbit 2017
Sumber Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia
Volume 3 (2)
ISSN 2302-8103 doi: https://doi.org/10.29210/02018190

Masalah Pada tahap perkembangannya remaja berada pada tahap krisis


identitas, cenderung mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, selalu
ingin mencoba hal-hal baru, mudah terpegaruh oleh teman
sebayanya. Tidak sedikit remaja yang terkena dampak negatif dari
penggunaan internet, salah satunya ialah remaja menjadi snangat
tergantung pada pengaksesan internet untuk mencapai kepuasan
dengan menghabiskan waktu berlarut-larut, sehingga mengalami
kecanduan.
Kajian Teori Kecanduan merupakan suatu keterlibatan secara terus menerus
dengan sebuah aktivitas meskipun hal-hal tersebut mengakibatkan
konsekuensi negatif (Ma’rifatul Laili & Nuryono, 2015). Pada
kesempatan ini, kenikamatan dan kepuasanlah yang awalnya dicari,
namun perlu keterlibatan selama beberapa waktu dengan aktivitas itu
agar seseorang merasa normal. Seseorang yang mengalami
kecanduan pada internet dapat menggunakannya dalam waktu yang
lama.
Seseorang bisa dikatakan kecanduan internet jika penggunaannya
bisa lebih dari tiga puluh menit dalam sehari atau jika dilihat dari
frekuensinya maka penggunaannya bisa lebih dari tiga kali dalam
sehari (Ma’rifatul Laili & Nuryono, 2015). Sedangkan menurut
penelitian yang dilakukan oleh Markeeters pada tahun 2013, hampir
70% pengguna internet di Indonesia berusia lima belas sampai usia
dua puluh dua tahun menghabiskan waktu lebih dari tiga jam sehari
menggunakan internet. Tiga hal utama yang dilakukannya adalah
mengakses media sosial 94%, mencari info 64% dan membuka
email 60,2% (Santika, 2015).
Seseorang yang kecanduan internet akan kesulitan mengembangkan
kemampuan atau kecakapannya dalam berhubungan dengan orang
lain sehingga membuat hubungan sosial dan interaksi mereka
dengan keluarga, teman dan orang disekitarnya menjadi kurang baik
serta mengalami prestasi akademik yang menurun (Jannah,
Mudjiran, & Nirwana, 2015).
Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif untuk mendeskripsikan
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dari sifat-
sifat populasi atau mencoba menggambarkan fenomena secara
detail. Dengan demikian, penelitian ini mengungkapkan tingakti
kecanduan internet pada remaja awal di SMA Negeri 7 Padang,
dengan jumlah subjek 240 orang. Instrumen penelitian yang
digunakan adalah kuesioner medel skala likert. Data yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan teknik persentase.
Subjek Remaja awal di SMA N 7 Padang
Hasil dan Analisis Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan, hasil
penelitian disajikan dan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian
yang diajukan sebelumnya, yaitu mendeskripsikan: 1) tingkat
kecanduan internet pada remaja awal secara umum, 2) tingkat
kecanduan internet pada remaja awal berdasarkan gejala inti
kecanduan internet, 3) tingkat kecanduan internet pada remaja awal
berdasarkan masalah terkait kecanduan internet.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan
pada Bab IV mengenai tingkat kecanduan internet pada remaja awal
di SMA N 7 Padang, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Tingkat
kecanduan internet pada remaja awal secara umum sebagian besar
berada pada kategori sedang dengan persentase 50%, 2) Gejala inti
kecanduan internet pada remaja awal sebagian besar berada pada
kategori tinggi dengan persentase 43%, terdiri dari indikator
compulsive symptoms, withdrawal symptoms dan tolerance
symptoms, 3) Masalah terkait kecanduan internet pada remaja awal
sebagian besar berada pada kategori sedang dengan persentase 49%
terdiri dari dua indikator interpersonal & health problem dan time
management problem.
Saran Saran kepada pihak-pihak terkait, yaitu: 1) Bagi guru Bk agar dapat
memperhatikan penggunaan internet oleh siswa, 2) Bagi wali kelas
diharapkan mampu bekerjasama dengan guru Bk dalam mengawasi
penggunaan internet oleh siswa khususnya di sekolah, 3) Bagi
kepala sekolah diminta untuk dapat lebih memberikan perhatian
besar terhadap penggunaan koneksi internet di sekolah, 4) Bagi
peneliti selanjutnya agar bisa mengembangkan studi lain yang
berkaitan dengan kecanduan internet pada remaja.
Hasil Wawancara

a) Biodata
1. Nama: WMP
2. Jenis kelamin: Perempuan
3. Umur: 20 tahun
4. Anak ke: anak ke 1 dari 3 bersaudara
5. Asal: Lubuk Alung

b) Orang tua
1. Pekerjaan ayah: Wiraswasta
2. Pekerjaan ibu: IRT (ibu rumah tangga)
3. Pecandu: Internet

c) Status Praesent

Pada saat bertemu W memakai baju tidur berwarna biru bercorak bunga-bunga
dan menjepit ramburnya yang lurus. Saat bertemu W menjabat tangan dan duduk diatas
kursi yang ada di depan kosnya.

d) Observasi

Saat bicara W menatap wajah lawan bicaranya dan menjawab serta mencerikatan
dengan jelas apa yang ditanyakan. Tangan kiri W memegang gadget dan tangan kanan
diletakkan diatas paha.

W adalah mahasiswa semester lima Fakultas Bahasa dan Seni di Uniuversitas


Negeri Padang. W merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. W merupakan anak kos.
W merasa mulai kecanduan internet saat menjadi mahasiswa. W menghabiskan waktu
dalam sehari 7-8 jam untuk mengakses internet. Bahkan apabila W di rumah ketika di
tegur oleh ibunya untuk segera tidur dan tidak lagi menyentuh gadgetnya, W
mengiyakan namun diam-diam tetap begadang mengakses internet. Baik itu mengakses
sosial media (instagram, whatsapp, facebook dan lain sebagainya), game dan situs drama
korea.

W menceritakan bahwasanya dia merasakan perasaan senang yang berlebih saat


browsing situs favoritnya. W merasa tidak banyak yang dapat dilakukan ketika tidak
mengakses internet dan merasa membosankan ketika tidak mengakses internet. W
berusaha mencoba untuk mengontrol penggunaan internet tapi tidak berhasil. Disaat
menggunakan internet W mengatakan dia sering mengabaikan orang-orang atau teman
disekitarnya, karena banyak dari temannya yang memberikan pernyataan yang sama,
bahwasanya dia mengabaikan teman-temannya ketika mengunakan internet. W
cenderung lebih suka di kamar mengakses internet dengan gadgetnya ketimbang
berkumpul dengan teman-teman di kos nya. Karena W merasa bersosialisasi dengan
teman-teman kos nya bukan lah hal yang terlalu menarik untuk dilakukan. W juga
mengatakan alangkah lebih baik mengurus urusan masing-masing ketimbang ikut campur
dalam urusan orang lain.

W merasa internet sering mengganggu aktivitasnya, seperti online saat


perkuliahan berlangsung. Dan W juga sering begadang karena mengakses internet. Efek
yang dirasakan W dari kecanduan internet adalah kurang tidur, kelelahan, tugas kuliah
keteteran, sakit kepala dan sakit mata karena terpapar gadget. Namun W tetap mengakses
internet secara berlebihan meskipun hal itu menggangu aktivitasnya.
KEPUSTAKAAN

Salicetia, F. (2015). Internet Addiction Disorder (IAD). Procedia - Soc Behav Sci, 1372-1376.
doi:10.1016/j.sbspro.2015.04.292.
Weinstein, A.M. (2010). Computer and video game addiction a comparison between game users
and non game users. The American Journal of Drug and Alcohol Abuse, 36, 268–276.
doi: 10.3109/009529902010491879.
Li, C., Dang, J., Zhang, X., Zhang, Q., & Guo, J. (2014). Internet addiction among Chinese
adolescents: The effect of parental behavior and self-control. Computer in Human
Behavior, 41, 1-7.
Young, K., & Abreu, C. N. (2011). Internet addiction: a handbook and guide to evaluation and
treatment. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Griffiths M. (1998). Internet addiction: does it really exist. In J. Gackenbach, Psychology and the
Internet: intrapersonal, interpersonal, and transpersonal implications. New
York:Academic.

Shaw, M. & Black, D. W. (2008). Internet addiction: Definition, assessment, epidemiologyand


clinical managementLeading article: CNS Drugs.22 (5): 353-365

Soetjipto, H. P. (2010). Pengujian validitas konstruk kriteria kecanduan internet.


Jurnal psikologi. Vol. 32, (2) : 74-91

Reski, N., Taufik, T., & Ifdil, I. (2017). Konsep diri dan kedisiplinan belajar siswa. Jurnal
EDUCATIO: Jurnal Pendidikan Indonesia, 3(2), 85-91.

Sari, A., I, A., & I,I. (2017). Tingkat kecanduan internet pada remaja awal. JJPI, 3(2), 110-117.
Diunduh dari http://jurnal.iicet.org

Salicetia, F. (2015). Internet Addiction Disorder (IAD). Procedia - Soc Behav Sci, 1372-1376.
doi:10.1016/j.sbspro.2015.04.292.
Weinstein, A.M. (2010). Computer and video game addiction a comparison between game users
and non game users. The American Journal of Drug and Alcohol Abuse, 36, 268–276.
doi: 10.3109/009529902010491879.
Li, C., Dang, J., Zhang, X., Zhang, Q., & Guo, J. (2014). Internet addiction among Chinese
adolescents: The effect of parental behavior and self-control. Computer in Human
Behavior, 41, 1-7.
Young, K., & Abreu, C. N. (2011). Internet addiction: a handbook and guide to evaluation and
treatment. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai