Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MATA KULIAH PSIKOLOGI KESEHATAN

NOMOPHOBIA

Nama Anggota:

1. Odilia Firsti W M 101611133001


2. Sinta Nabilah M 101611133133
3. Salsabila Saliha 101611133151
4. Putri Nabilah R 101611133220

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 1

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 2

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 2

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 4

1.3 Tujuan ............................................................................................................ 4

BAB 2 PEMBAHASAN ......................................................................................... 5

2.1 Nomophobia .................................................................................................. 5

2.2 Big-Five Personality Traits ........................................................................... 5

2.3 Hubungan Big-Five Personality Traits dengan Nomophobia ....................... 7

2.4 Pengukuran Nomophobia ............................................................................ 10

BAB 3 PENUTUP ................................................................................................ 15

3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada tahun 2012 ada tiga trend dalam industri telekomunikasi nasional,
yaitu berkembangnya teknologi smartphone, tumbuhnya angka pengguna
jejaring sosial, serta tumbuhnya infrastrktur internet (APJII, 2012). Dalam
waktu tiga tahun, trend ini berganti. Hasil sebuah riset terbaru memprediksi
bahwa sampai pada tahun 2020 jumlah konsumen yang membelanjakan uang
untuk membeli barang dan jasa dibanding kebutuhan dasar (consumer class)
akan bertumbuh secara signifikan di Indonesia (APJII, 2014). Jenis konsumen
ini akan mengembangkan gaya hidup yang serba digital karena industri
teknologi tengah mendorong mereka untuk menggunakan lebih dari satu
perangkat (APJII, 2014).
Moran (King et al, 2014) mengemukakan penggunaan ponsel
memberikan manfaat bagi orang untuk menjelajah internet, bekerja dengan
orang-orang dari kejauhan, berbicara dengan teman dan kolega,
menyelesaikan masalah dan memberikan layanan tanpa meninggalkan lokasi
saat ini. Kemudahan teknologi baru pada masing-masing fungsi tersebut
menyebabkan penerimaan dan kegembiraan yang meluas pada perangkat ini
baik dari kalangan anak-anak sampai kalangan dewasa. Banyaknya manfaat
yang dihasilkan dari penggunaan ponsel tentu juga harus diseimbangkan
dengan kemampuan diri dalam memanajemen penggunaan ponsel.
Ketidakmampuan seesorang memanajemen diri dalam menggunakan ponsel
diprediksi dapat menimbulkan dampak negatif, salah satunya yaitu
ketergantungan terhadap ponsel sehingga muncul perasaan gelisah, khawatir,
dan takut ketika jauh dari ponsel.
Ketergantungan seseorang terhadap ponsel disebut dengan no-mobile
phone phobia (nomophobia) yang merupakan ketakutan dan kecemasan
modern akibat dari perkembangan teknologi. Nomophobia adalah ketakutan
dan kecemasan yang terjadi karena tidak ada kontak akses terhadap ponselnya
(King et al, 2014). Nomophobia diartikan tidak hanya seseorang yang cemas

2
karena tidak membawa ponsel, namun ketakutan dan kecemasan tersebut
dapat terjadi karena berbagai kondisi, misal tidak ada jangkauan jaringan,
kehabisan baterai, tidak ada jaringan internet, kehabisan kuota, dan lain
sebagainya.
Jumlah pengidap nomophobia di Indonesia mengalami peningkatan
signifikan, pada tahun 2013 sekitar 75% dengan rentang usia 18-24 tahun
(Mahendra, dkk., 2013) dan tahun 2014 pengidap nomophobia sekitar 84%
direntang waktu 19-24 tahun (Mayangsari, 2014). Penelitian Mayangsari
(2014) menunjukan nomophobia pada wanita sekitar 56% dibandingkan 47 %
laki-laki dan rentang usia 18-24 tahun. Selain itu, studi lain menemukan
bahwa perempuan lebih rentan terhadap nomophobia, dengan 70% dari
wanita dibandingkan dengan 61% dari pria, pengidap nomophobia terbanyak
berada dalam kategori dengan rentang usia 18-24 tahun, sebanyak 77% dan
disusul oleh responden berusia 25-34 tahun sebanyak 68% (Securenvoy,
2012). Dilihat dari paparan diatas rentan usia yang mengalami nomophobia
18-34 tahun, maka responden termasuk kategori dewasal awal (Santrock,
2002).
Beberapa penelitian telah mengindikasikan adanya dugaan mengenai
hubungan antara kepribadian dengan nomophobia. Ciri-ciri kepribadian
adalah prediktor psikologis penggunaan smartphone bermasalah (Takao,
Takahashi, & Kitamura, 2009). Penelitian sebelumnya menyarankan untuk
dilakukan penelitian uji hubungan antara ciri-ciri kepribadian dengan
nomophobia (Yildirim, dkk., 2014). Kepribadian adalah keunikan individu
pada ciri-ciri perilaku yang bersifat konsisten pada usia dewasa (Weiten,
2011). Kepribadian dapat diukur dengan big five personality (Baumeister &
Danvohs, 2007). Big five personality merupakan salah satu pendekatan dalam
psikologi untuk melihat dan mengukur struktur kepribadian manusia, dimana
pendekatan ini memiliki lima ciri yaitu kemufakatan (agreeableness),
ekstraversi (extraversion), kesungguhan (conscientiousness), neurotis
(neuroticism), dan keterbukaan (openness) (Feist & Feist, 2009). Oleh karena
itu, kelompok kami akan membahas mengenai hubungan antara five
personality traits dengan nomophobia.

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep tentang five personality traits?
2. Bagaimana konsep mengenai nomophobia?
3. Bagaimana hubungan antara five personality traits dengan nomophobia?

1.3 Tujuan
1. Memahami konsep tentang five personality traits.
2. Memahami konsep mengenai nomophobia.
3. Mengetahui hubungan antara five personality traits dengan nomophobia.

4
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Nomophobia
Nomophobia dideskripsikan sebagai ketakutan yang dikarenakan ponsel
atau internet berada jauh dari jangkauan pemiliknya, nomophobia juga
diartikan sebagai perasaan cemas yang dikarenakan tidak tersedianya
perangkat seperti komputer atau perangkat komunikasi virtual, pada definisi
ini lebih berkaitan dengan ponsel (King dkk., 2014) Masalah lain yang
diperburuk oleh smartphone adalah nomofobia.
Nomophobia, atau no-mobile-phone-phobia adalah perasaan “takut
keluar kontak dari ponsel”. Istilah nomophobia ini pertama kali diciptakan
selama penelitian yang dilakukan pada tahun 2008 oleh Kantor Pos Inggris
untuk menyelidiki kecemasan yang diderita pengguna ponsel. Studi yang
dilakukan tahun 2008 di Inggris ini dilaksanakan dengan lebih dari 2100 orang
menunjukkan hasil bahwa sekitar 53% pengguna ponsel menderita
nomophobia). Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa pria lebih rentan
terhadap nomofobia daripada sebelumnya wanita, dengan 58% peserta pria
dan 48% peserta wanita menunjukkan perasaan cemas ketika tidak dapat
menggunakan telepon mereka.

2.2 Big-Five Personality Traits


Setiap individu memiliki kepribadian tertentu yang membedakan
dirinya dengan orang lain. Kepribadian personal merupakan pola karakteristik
yang meliputi cara berpikir, cara merasakan, dan cara berperilaku yang
cenderung konsisten. (Soto, 2018). Meskipun unik dan berbeda, kepribadian
individu dapat dikategorikan menurut beberapa macam teori. Salah satu teori
yang dapat digunakan adalah teori model Big-Five Personality Traits.
Menurut Barrick (2001), Model Big-Five Personality adalah model
kepribadian yang sahih dan telah diterima secara luas oleh para peneliti dan

5
para ahli. Model kepribadian ini terbagi menjadi lima domain yang setiap
domain merepresentasikan suatu karakter perilaku.

Lima domain dalam model Big-Five Personality Traits meliputi


extraversion, neuroticism, openness-to-experience, agreeableness, dan
conscientiousness. Berikut adalah penjelasan lima domain tersebut menurut
Soto (2018).

1) Extraversion
Domain extraversion merupakan representasi keterlibatan sosial,
ketegasan, dan tingkat energi. Orang dengan kepribadian ini senang
bersosialisasi dan merasa nyaman mengekspresikan dirinya ketika berada
dalam suatu grup. Extraversion mendapatkan energi dari luar dirinya.
Sebaliknya, orang dengan kepribadian introversion cenderung lebih tertutup
secara emosi dan sosial. Mereka mendapatkan energi dari dalam diri dengan
menikmati waktu dengan dirinya sendiri.

2) Neuroticism
Neurocitism merepresentasikan perbedaan dalam menangkap emosi
negatif. Orang dengan kepribadian neuroticism yang tinggi cenderung mudah
mengalami mood swings, anxiety, dan kesedihan karena emosi yang tidak
stabil. Karakteristik tersebut berkebalikan dengan orang dengan neurocitism
rendah yang memiliki stabilitas emosi.

3) Openness-to-experience
Domain ini mewakilkan intelektualitas. Opennes-to-experience
merepresentasikan perbedaan dalam rasa ingin tahu, sensitivitas terhadap
keindahan, dan imajinasi. Orang yang terbuka menyukai proses berpikir dan
belajar, sensitif terhadap seni dan keindahan, serta penuh dengan ide.
Sedangkan orang dengan pikiran tertutup memiliki intelektualitas dan
kreativitas yang rendah.

4) Agreeableness
Representasi domain agreeableness adalah rasa hormat dan penerimaan
atas orang lain. Individu dengan kepribadian agreeable memiliki kepedulian

6
yang tinggi terhadap kesejahteraan dan memperlakukan orang lain secara
manusiawi. Berkebalikan dengan individu dengan kepribadian disagreeable
yang cenderung memiliki rasa hormat dan kesopanan yang lebih rendah.

5) Conscientiousness
Conscientiousness mewakili perbedaan dalam tanggung jawab dan
produktivitas. Seseorang dengan kepribadian conscientiousness yang tinggi
menyukai pekerjaan yang terstruktur dan bekerja dengan gigih untuk
mencapai tujuannya. Sedangkan orang dengan kepribadian
unconscientiousness cenderung kurang termotivasi dalam bekerja.

2.3 Hubungan Big-Five Personality Traits dengan Nomophobia

BIG FIVE PERSONALITY Dampak


Kesehatan
 Extraversion
 Agreeableness NOMOPHOBIA
 Neuroticism
 Conscientiousness Pengukuran
 Opennes-to-experience Kesehatan

Gambar 1. Hubungan Big-Five Personality Traits dengan Nomophobia


2.3.1 Extraversion
Extraversion merupakan uatu sifat yang terkait dengan kata sifat
seperti keaktifan, hati yang hangat, mencari sensasi, emosi positif, dan
cenderung lebih terbuka untuk pengungkapan diri (McCrae & Costa, 1985).
Temuan penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi rendah tetapi
signifikan antara sifat-sifat tertentu dan tingkat nomofobia dari para peserta.
Ada korelasi positif dan signifikan antara sifat extraversion dan tingkat
nomofobia (Argumasa-Villar et al., 2017). Menurut Bianchi dan Phillips
(2005), extravert cenderung lebih menggunakan telepon seluler karena
mereka pada dasarnya bersifat sosial. Hubungan antara extraversion dan
nomophobia dapat dijelaskan dengan fungsi komunikasi dari smartphone
karena keinginan extraverts untuk bersosialisasi.

7
2.3.2 Agreeableness
Agreeableness merupakan salah satu karakteristik dalam Big Five
Theory yang diidentifikasi sebagai pribadi yang simpatik, kooperatif, dan
pemaaf. Agreeableness memiliki hubungan dengan penggunaan teknologi.
(Devaraj, 2008). Namun, korelasi yang ada bersifat negatif. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, korelasi
positif ditemukan pada orang dengan kepribadian disagreeableness. Orang
dengan kepribadian disagreeableness menghabiskan waktu lebih lama
dalam menggunakan telepon genggam. (Ehrenberg, 2008) dan (Philips, et
al, 2006). Mereka menggunakan telepon genggam untuk menghabiskan
waktu luang, seperti mendengarkan lagu dan bermain game. Telepon
genggam pada orang dengan kepribadian disagreeableness digunakan untuk
mengurangi dan membatasi interaksi dengan orang lain. Hal ini berbeda
dengan penggunaan telepon genggam pada orang dengan kepribadian
agreeableness yang cenderung melakukan panggilan dan bertukar pesan
karena kecenderungan mereka yang menyukai hubungan interpersonal.
2.3.3 Conscientiousness
Conscientiousness merupakan kepribadian dengan karakteristik utama
dapat diandalkan, optimis, gigih, dan teratur. Orang dengan kepribadian
conscientiousness memiliki pertimbangan yang baik akan penggunaan
telepon genggam untuk efisiensi kerja. Orang dengan conscientiousness
yang tinggi memiliki durasi penggunaan telepon genggam yang cukup lama.
(Devaraj, 2008). Penggunaan telepon genggam cenderung untuk melakukan
pekerjaan karena orang dengan kepribadian conscientiousness merupakan
memiliki performa yang baik dalam pekerjaannya. Selain itu, penggunaan
pada kepribadian conscientiousness berkaitan dengan pendidikan, umur, dan
pekerjaan. Durasi penggunaan telepon genggam pada orang dengan
kepribadian ini yang berusia 30 tahun dengan tingkat pendidikan sarjana
dan merupakan pekerja kantor multinasional akan lebih banyak
dibandingkan orang dengan kepribadian yang sama dengan usia 15 tahun
dan masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah.

8
2.3.4 Neuroticism
Neuroticism adalah suatu sifat yang sering diidentifikasi sebagai
stabilitas emosi dan fluktuasi emosional. Karakteristik umum dalam
neuroticism digambarkan sebagai cemas, depresi, gugup, bosan, emosional,
sedih, dan tidak percaya pada orang lain. Individu neurotik memiliki
kecenderungan untuk mengalami emosi negatif jangka panjang dan
mengembangkan patologi perilaku dan psikologis. Individu-individu ini
akan mempertahankan hubungan dengan cara yang sehat dan mengalami
stres jangka panjang. Individu yang mendapat skor tinggi dalam neurotisme
sering cemas, marah, dan sedih dan mereka mengatasi stres dengan buruk;
individu dengan skor rendah dalam neurotisme dianggap stabil, mudah
marah dan mereka berhasil mengatasi stres (Yoğurtçu, 2018)
Pada studi yang dilakukan oleh Motoharu Takao (2014), pengguna
ponsel yang bermasalah condong ke arah neuroticism tinggi. Hal ini
memungkinkan mengingat neuroticism dikaitkan dengan harga diri rendah
dan motivasi persetujuan tinggi. Studi lain juga menunjukkan bahwa
neuroticism berhubungan positif terhadap ketergantungan internet
(Yoğurtçu,2018).
2.3.5 Openness-to-experience
Openness-to-experience adalah suatu sifat mengacu pada individu
yang suka berpetualang, asli, kreatif, ingin tahu, berorientasi pada pikiran
dan perasaan mereka sendiri; sedangkan yang tingkat rendah digambarkan
sebagai tradisional, konservatif, dan acuh tak acuh. Individu yang terbuka
terhadap pengalaman adalah individu yang otentik dan mandiri dengan
imajinasi yang kuat. Sifat ini juga menyatakan tingkat keinginan individu
untuk menemukan situasi baru. Individu-individu yang mendapat nilai
tinggi dalam keterbukaan terhadap pengalaman seringkali memiliki rasa
ingin tahu yang intelektual, lebih menyukai keanekaragaman dan
pengalaman hidup baru. Individu dengan level rendah umumnya
konservatif, lebih menyukai keseragaman, dan acuh tak acuh dalam
pengertian intelektual (Yoğurtçu, 2018).

9
Chittaranjan et al. (2011) mengungkapkan bahwa individu dengan
tingkat Openness-to-experience yang tinggi cenderung lebih kecil untuk
kehilangan panggilan dan skor Openness-to-experience yang rendah
dikaitkan dengan penggunaan SMS yang tinggi. Takao (2014) menemukan
korelasi antara Openness-to-experience dan penggunaan ponsel yang
bermasalah serta ketergantungan ponsel. Studi lain juga menunjukkan
bahwa ada hubungan yang signifikan dan linier antara durasi harian yang
dihabiskan di situs jejaring sosial dan rata-rata skor Openness-to-experience
(Yoğurtçu,2018).

2.4 Dampak Kesehatan


Penggunaan smartphone di kalangan siswa dan mahasiswa
menimbulkan kecemasan. Javid, Malik dan Gujjar dalam risetnya
menekankan sejumlah kelemahan dan dampak negatif smartphone pada
prestasi siswa. Siswa tetap sibuk menulis dan mengirim pesan tidak berguna,
mengirim panggilan dan menerima panggilan, mendengarkan musik dan
menonton film dengan cara yang membuang-buang uang dan waktu mereka
yang berharga. Selain itu, salah satu gejala yang ditemukan menjadi
kurangnya konsentrasi siswa selama berada dalam ruangan kelas. Smartphone
menyediakan berbagai pesan gratis dan berbagai macam aplikasi media
sosial, yang berguna dan menyenangkan. Tapi ini juga memiliki efek
samping, yang memungkinkan siswa untuk mengirim pesan gratis dan
chatting di mana pun mereka bisa mendapatkan akses Wi-Fi (Wireless
Fidelity) tanpa mengenal waktu. Lepp dan koleganya dalam sebuah riset
menemukan bahwa pengguna smartphone dengan intensitas frekuensi tinggi
cenderung memiliki prestasi akademik yang lebih rendah, kecemasan yang
lebih tinggi dan kepuasan yang lebih rendah dengan kehidupan dibandingkan
dengan rekan-rekan mereka yang menggunakan smartphone lebih jarang atau
intensitas penggunaan smartphone dengan frekuensi sedang dan rendah.

10
Berikut ini adalah beberapa efek negatif dari nomophobia yang berhasil
menurut Hafni (2018):
1. Stres
Penderita nomophobia memiliki kecenderungan terhadap tingkat
stres yang tinggi. Tingkat stres ini lah yang kemudian menjadikan
tingkat emosional orang tersebut menjadi tidak stabil.
2. Kurang Fokus
Penderita nomophobia akan memiliki keterikatan dengan gadget
yang sangat kuat. Hal ini lah yang menyebabkan pikiran orang
tersebut akan selalu fokus dengan gadgetnya, meskipun dia sedang
melakukan aktifitas lain. Ketidakfokusan ini akan menjadi hal yang
fatal manakala orang tersebut sedang melakukan pekerjaan
berbahaya seperti menyetir, membawa alat berat, dan sebagainya.
Berdasarkan statistik yang terjadi di Amerika, pada tahun 2012, 26%
kecelakaan pada lalu lintas disebabkanoleh ketidakfokusan
pengendara yag diakibatkan oleh penggunaan ponsel pintar pada saat
berkendara. Sedangkan 1500 pejalan kaki mengalami cidera yang
diakibatkan oleh pengendara yang tidak fokus akibat ponsel pintar.
3. Anti sosial
Penderita nomophobia menghabiskan lebih banyak waktu
dengan membuka jejaring sosial atau bermain di ponsel pintarnya.
Mereka akan terjebak dengan kebahagiaan yang mereka dapatkan di
dunia maya. Penderita Nomophobia lebih mementingkan interaksi
di dunia maya dibanding dengan komunikasi face to face dengan
teman di dunia nyata.
4. Insomnia
Salah satu efek stres akibat nomophobia bisa diekspresikan
dalam bentuk gejala insomnia. Rasa tidak mau berpisah dengan
ponsel pintar memberi instruksi kepada otak untuk terus menerus
memikirkannya sehingga mengusir rasa kantuk. Penderita
nomophobia biasanya tidak bisa jauh dari telfon genggam ketika
akan tidur.

11
2.5 Pengukuran Nomophobia
Seiring dengan meningkatnya minat mengenai nomophobia, instrumen
psikometrik diperlukan bagi penyedia layanan kesehatan dan peneliti untuk
mengidentifikasi dan menilai fobia semacam itu. Namun, sampai saat ini
hanya Nomophobia Questionnaire (NMP-Q) yang telah dikembangkan dan
menjalani semua jenis pengujian psikometri. NMP-Q adalah kuesioner self-
report dengan skala 20-item yang dikembangkan oleh Yildirim dan Correia
(2015) melalui prosedur menyeluruh termasuk fase kualitatif dan kuantitatif.
NMP-Q terdiri dari empat faktor (Faktor 1: tidak dapat berkomunikasi; Faktor
2: kehilangan koneksi; Faktor 3: tidak dapat mengakses informasi; dan Faktor
4: memberikan kenyamanan). Faktor-faktor ini muncul dari wawancara semi-
struktur selama fase kualitatif. Dua puluh item kemudian dihasilkan
berdasarkan fase kualitatif lalu dilakukan perhitungan dari data yang didapat
pada fase kuantitatif. Lebih khusus, struktur empat faktor di antara instrumen
20 item didukung dalam analisis faktor eksplorasi dengan penilaian α
Cronbach sangat baik di seluruh NMP-Q (α = .945) dan di setiap faktor (α =
.814 – .939).
Penilaian dari NMP-Q ini menggunakan skala Likert 7 poin mulai dari
skor 1 (sangat tidak setuju) hingga 7 (sangat setuju) yang diterapkan untuk
setiap item NMP-Q. Skor total dihitung dengan merangkum skor tanggapan
untuk setiap item, yang menghasilkan skor nomofobia mulai dari 20 hingga
140. Semakin tinggi skor, semakin besar keparahan nomofobia. Interpretasi
skor NMP-Q ke tingkat nomofobia (dari total skor antara 20 dan 140) adalah
20 untuk tidak adanya nomophobia; 21–59 untuk nomophobia tingkat ringan;
60–99 untuk nomophobia tingkat moderat; dan ≥100 untuk nomophobia
tingkat parah.
Faktor pertama pada pengukuran nomophobia dengan NMP-Q adalah
“tidak dapat berkomunikasi”, faktor ini mengacu pada perasaan kehilangan
komunikasi instan dengan orang dan tidak dapat menggunakan layanan yang
memungkinkan komunikasi instan. Item di bawah tema ini terkait dengan
perasaan tidak bisa menghubungi orang dan dihubungi oleh orang lain. Faktor
yang kedua adalah “kehilangan koneksi”. Item yang dikelompokkan dalam

12
faktor ini terkait dengan perasaan kehilangan konektivitas di mana-mana yang
disediakan smartphone, dan keberadaannya yang terputus dari identitas online
seseorang terutama di media sosial. Faktor yang ketiga adalah “tidak dapat
mengakses informasi”. Item di bawah tema ini mencerminkan
ketidaknyamanan kehilangan mengambil akses pada sumber informasi
melalui smartphone, sedang tidak dapat mengambil informasi melalui telepon
pintar dan pencarian untuk informasi tentang smartphone. Faktor yang
keempat adalah “memberikan kenyamanan”. Item yang dikelompokkan
dalam faktor ini terkait dengan perasaan memberikan kenyamanan yang
disediakan smartphone dan mencerminkan keinginan untuk memanfaatkan
kenyamanan memiliki smartphone. Berikut adalah contoh lembar kuesioner
NMP-Q:

13
14
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Nomophobia memeiliki beberapa hubungan positif dengan beberapa


sifat Big Five Personality dan beberapa hubungan negatif. Extraversion
memiliki hubungan positif dengan nomophobia karena ponsel memenuhi
kebutuhan extrovert untuk dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dengan
mudah. Neuroticism memiliki hubungan positif dengan nomophobia
dikarenakan mereka memiliki rasa cemas apabila berada jauh dengan
ponselnya. Openess to experience memiliki hubungan negatif dengan
nomophobia karena seseorang dengan skor tinggi akan cenderung
mengabaikan ponselnya dan lebih suka berinteraksi secara langsung.
Agreeableness memiliki hubungan negatif dengan nomophobia karena
mereka lebih suka berinteraksi interpersonal secara langsung. Sedangkan
conscientiousness memiliki hubungan positif dengan nomophobia karena
merasa ponsel dapat meningkatkan performa kerjanya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, S., Pokhrel, N., Roy, S., & Samuel, A. J. 2019. “Impact of Nomophobia:
A Nondrug Addiction Among Students of Physiotherapy Course Using An
Online Cross-Sectional Survey”. Indian Journal of Psychiatry, 61(1), 77–80.
doi:10.4103/psychiatry.IndianJPsychiatry_361_18
Andrew Lepp, Jacob E Barkley, & Aryn C Karpinski, “The Relationship
Between Cell Phone Use, Academic Performance, Anxiety, and
Satisfaction with Life in College Students. Computers in Human
Behavior Volume 31, 2014, hal. 343-350.
APJII. 2012. Profil Pengguna Internet Indonesia 2012. Asosiasi Penyelenggara
Jasa Internet Indonesia
APJII. 2014. Profil Pengguna Internet Indonesia 2014. Asosiasi Penyelenggara
Jasa Internet Indonesia
Argumosa-Villar, L., Boada-Grau, J., & Vigil-Colet, A. (2017). Exploratory
investigation of theoretical predictors of nomophobia using the Mobile
Phone Involvement Questionnaire (MPIQ). Journal of adolescence, 56,
127-135.
Barrick, M. R., et al. 2001. Personality and performance at the beginning of the
new millennium: What do we know and where do we go next? International
Journal of Selection Assessment 9(1/2) 9–30.
Baumeister, R. F. & Danvohs, K. D. 2007. Encyclopedia of social psychology.
California: Sage publications.
Chittaranjan, G., Blom, J., & Gatica-Perez, D. 2011. Who's who with big-five:
Analyzing and classifying personality traits with smartphones. In Wearable
Computers (ISWC), 2011 15th Annual International Symposium on (pp. 29-
36). IEEE.
Devaraja, S.R. F., et al. 2008. How Does Personality Matter? Relating the Five
Factor Model to Technology Acceptance and Use. Information Systems
Research 19 1, 93-105.
Ehrenberg, A. S., et al. 2008. Personality and self-esteem as predictors of young
people’s technology use. Cyber Psychology and Behavior 11 6, 739-741.

16
Feist, J & Feist, G. J. 2009. Teori kepribadian. Penerj. Oktaviani, Ed.) (7th ed.).
New York, NY: McGrawHill.
Hafni, Dina N. 2018. NOMOPHOBHIA, PENYAKIT MASYARAKAT
MODERN. http://jurnal.staiba.ac.id/index.php/alhikmah/article/view/71.
Diakses pada 28 Mei 2019
Lane, Wilburn., & Manner, Chris. 2017. The Impact of Personality Traits on
Smartphone Ownership and Use. International Journal of Business and
Social Science. Vol. 2. No.17
Lin, C. Y., Griffiths, M. D., & Pakpour, A. H. 2018. Psychometric Evaluation Of
Persian Nomophobia Questionnaire: Differential Item Functioning And
Measurement Invariance Across Gender. Journal of Behavioral
Addictions, 7(1), 100–108. doi:10.1556/2006.7.2018.11
King, A. L. S., Valença, A. M., Silva, A. C., Sancassiani, F., Machado, S., &
Nardi, A. E. 2014. Nomophobia: Impact of Cell Phone Use
Interfering with Symptoms and Emotions of Individuals with Panic
Disorder Compared with a Control Group. Clinical practice and
epidemiology in mental health, 10, 28–35
Mahendra, A.R., Fajariah, I., Ikawidjaja, M., Sudrajad, M & Putri. N. E. (2013).
Gangguan Kesehatan akibat Nomophobia pada Mahasiswa Universitas
Airlangga Surabaya. Surabaya: Airlangga University.
Mayangsari, A. P. 2015. Hubungan Antara Self-Esteem dengan Ketergantungan
Telepon Genggam (Nomophobia) pada Remaja. Surabaya: Universitas
Airlangga.
McCraeR. R.,Costa,P. T.1985.Updating Norman's Adequate
Taxonomy:Intelligence and Personality Dimensions in Natural Language
and in Questionnaires, Journal of Personality and Social Psychology, 49,
710-721.
Santrock, J.W. (2002). Life Span Development (5th ed.). New York: McGraw
Hill,Inc.
Securenvoy. (2012, Februari). 66% Of The Population Suffer From Nomophobia
The Fear Of Being Without Their Phone. Diakses pada 15 Mei 2019 dari

17
https://www.securenvoy.com/ blog/2012/02/16/66-of-the-population-suffer-
from-nomophobia-the-fear-of-being-without-theirphone/
Soto, C. J. 2018. Big-Five Personality Traits. In M. H. Bornstein, M. E.
Arterberry, K. L. Fingerman, & J. E. Lansford (Eds.), The SAGE
encyclopedia of lifespan human development (pp. 240-241). Thousand
Oaks, CA: Sage.
Takao, M. 2014. Problematic mobile phone use and big-five personality domains.
Indian Journal of Community Medicine, 39(2), 111.
Yildirim, C. & Correia, A. 2015. “Exploring The Dimensions of Nomophobia:
Development and Validation of A Self-Reported Questionnaire”. Computers
in Human Behavior, 49, 130-137. 10.1016/j.chb.2015.02.059..
Yoğurtçu. 2018. The Relationship Between Five Factor Personality Traits and
Nomophobia Levels Among University Students. [Dissertation]. Yeditepe
University, Department of Guidance and Psychological Counseling

18

Anda mungkin juga menyukai