PENDAHULUAN
kebutuhan dan
penampilan diri.
Rini (2002) mengatakan bahwa konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak
masa perkembangan seseorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman
dan pola asuh orang tua turut memberi pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang
terbentuk. Sikap positif orang tua yang terbaca oleh anak, akan mengembangkan konsep diri
dan pemikiran yang positif serta menghargai diri sendiri. Sikap negatif orang tua akan
mengundang pertanyaan pada anak dan menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak cukup
berharga untuk dikasihi, disayangi. Semua ini akibat kekurangan yang ada padanya sehingga
orang tua tidak menyayangi.
Rosenberg & Thompson (dalam Yenas, 2002) mengemukakan konsep diri
berkembang dari interaksi seseorang dengan orang yang berpengaruh dalam kehidupannya,
apakah itu orang tua, guru atau teman. Konsep diri muncul dari pengalaman hidupnya,
sebagai contoh orang tua yang masa bodoh atau memiliki harapan yang tak rasionalterhadap
anaknya dapat membuat anak memiliki konsep diri yang kurang.
Hasil
penelitian
Nova
(http.//www.psikologi-untar.com/abstrak/tampil.php)
menunjukkan bahwa konsep diri remaja obesitas mengalami pola asuh orang tua yang
demokratik lebih tinggi dibandingkan dengan yang otoriter. Konsep diri remaja obesitas yang
mengalami pola asuh orang tua yang demokratik lebih tinggi dibandingkan dengan yang
permisif, dan tidak ada perbedaan konsep diri remaja obesitas yang mengalami pola asuh
yang otoriter dan permisif. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hutabarat (2001)
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua tipe
demokratik dengan harga diri dan ada hubungan yang signifikan antara pola asuh tipe
pengabaian dengan harga diri. Menurut Rakhmat (2000) harga diri merupakan komponen
afektif dari konsep diri, jadi ada hubungan yang positif antara konsep diri dengan pola asuh
orang tua.
Robert Agnew (1985) bahwa pengaruh negatif yang timbul jika orang tua
menggunakan hubungan badan yang tidak konsisten terhadap anak, adalah remaja yang
semakin menjadi. Michaela Lifshitz (1978) menyatakan bahwa remaja yang berasal dari
keluarga kacau (gagal) lebih banyak memiliki konsep diri negatif, lebih banyak mengalami
kesulitan dalam hubungan sosial, lebih ekstrim mengekspreasikan perasaan, lebih penakut,
dan lebih sulit mengontrol jasmaninya daripada remaja dari keluarga utuh. Dua pernyataan
tersebut dikutip dari Scochib (1998).
Pada tanggal Agustus 2014 penulis melakukan wawancara kepada guru BK di SMA
Kristen 1 Salatiga. Dari hasil wawancara diperoleh gambaran ditemukan siswa yang memiliki
konsep diri positif yaitu siswa yang penuh optimis, yakin akan kemampuannya mengatasi
masalah dapat menerima diri kelebihan, kekurangannya dan mempunyai sikap yang positif
terhadap kegagalan yang dialaminya, sedangkan orang yang mempunyai konsep diri negatif
akan merasa kurang percaya diri, pesimis, tidak yakin akan kemampuannya dalam mengatasi
masalah dan mempunyai sikap negatif terhadap kegagalan yang dialaminya. Konsep diri
sendiri diperoleh individu dari hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan fisiknya dan
refleksi dari diri sendiri yang diperoleh dari orang-orang yang dekat dengan dirinya, dalam
hal ini yang menjadi orang terdekat adalah keluarga (orang tua) oleh sebab itu baik atau
buruknya konsep diri seseorang dipengarungu oleh keluarga(orang tua).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis ingin meneliti adanya hubungan yang
signifikan antara pola asuh orang tua dengan konsep diri siswa kelas II di SMA Kristen 1
Salatiga.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Konsep diri
Berikut ini akan diuraikan beberapa landasan teori tentang konsep diri, dan pola asuh
www.kompas.com. Taylor, et al; 1977, menyebutkan bahwa konsep diri bukan hanya sekedar
gambaran diskriptif, tetapi juga penelitian seseorang tentang diri sendiri. Jadi konsep diri
meliputi apa yang seseorang rasakan tentang dirinya. (all you think and feel about you, the
entire complex of beliefs and attitudes you hold about yourself). Sedangkan menurut Susilo,
B (1992), konsep diri atau self concept adalah persepsi individu tentang dirinya sendiri yang
muncul akibat interaksinya dengan lingkungan dan mempengaruhi berbagai perilaku
individu.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, maka penulis mengemukakan
bahwa konsep diri adalah pandangan dan penilitian seseorang terhadap diri sendiri baik
secara fisik, sosial maupun psikologis sebagai hasil interaksi dengan orang lain atau
lingkungannya.
2.1.2. Konsep Diri Positif dan Konsep Diri Negatif
Seseorang dapat mempunyai konsep diri yang positif atau negatif. Konsep diri positif
bukanlah berarti kebanggaan yang besar terhadap diri sendiri, tetapi lebih berupa penerimaan
atas diri kita apa adanya, baik kelebihan maupun kekuragan yang kita miliki sehingga dapat
menerima diri sendiri juga orang lain. konsep diri negatif dapat berakibat pada
ketidakpercayaan diri sehingga merasa bahwa dirinya tidak dapat mencapai sesuatu apapun
yang berharga dalam hidup ini (Hidayati & Utamadi, G; 2002). Konsep diri tersebut dapat
diketahui dari tanda-tanda atau ciri yang ada pada diri seseorang tersebut. Broiks, W.D. dan
Emmert, P (1976), mengemukakan bahwa ada lima tanda orang yang memiliki konsep diri
negatif, yaitu : pertama ia peka terhadap kritik, merupakan orang yang sangat tidak tahan
kritik yang diterimanya dan mudah marah atua naik pitam. Bagi orang ini, koreksi seringkali
dipersepsikan sebagi usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. Dalam berkomunikasi, orang
yang memiliki konsep diri yang negatif cenderung menghindari dialog yang terbuka, dan
bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai justifikasi atau logika yang keliru.
Kedua orang yang memiliki konsep diri yang negatif responsif sekali terhadap pujian.
Meskipun
ia
berpura-pura
menghidari
pujian,
ia
tidak
dapat
menyembunyikan
antuasiasmenya pada waktu menerima pujian. Buat orang-orang seperti ini, segala macam
embel-embel yang menunjang harga dirinya menjadi pusat perhatiannya. Ketiga adalah sikap
hiperkritis. Bersamaan dengan kesenangannya terhadap pujian, merekapun bersikap
hiperkritis terhada orang lain. ia selalu mengeluh, mencela, atau meremehkan apapun dan
siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau
pengakuan pada kelebihan orang lain. keempat, orang yang konsep dirinya negatif cenderung
merasa tidak disenangi orang lain dan merasa tidak diperhatikan. Oleh karena itu ia bereaksi
kepada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban
persahabata. Ia tidak pernah mempersalahkan dirinya, tetapi akan menganggap dirinya
sebagai korban dari sistem sosial yang tidak beres. Kelima, orang konsep dirinya negatif
bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap dalam keengganannya untuk bersaing
dengan orang lain dalam membuat prestasi. Menganggap tidak akan berdaya melawan
persaingan yang merugikan dirinya.
Sedangkan orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal
sebagai berikut:
-
Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri yang positif memiliki
peranan penting dalam kehidupan sosial kita agar didalam bergaul kita bisa bertindak
berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa salah.
Menurut Rini, J.F (2002) seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia
menyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa,
tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai, dan kehilangan daya tarik
terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik,
terhadap kehidupannya dan kesempatan yang dihadapinya. Sedangkan seseorang dengan
konsep diri positif, akan terlihat optimistik, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif
terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan
dipandang sebagai kematian, tetapi lebih menjadikannya sebagai penemuan dan pelajaran
berharga untuk melangkah kedepan. Orang dengan konsep diri positif akan mampu untuk
menghargai dirinya yang dapat dilakukan demi keberhasilan.
Menurut penulis, orang yang mempunyai konsep diri positif lebih percaya diri, penuh
optimis, yakin akan kemampuannya mengatasi masalah dapat menerima diri kelebihan,
kekurangannya dan mempunyai sikap yang positif terhadap kegagalan yang dialaminya,
sedangkan orang yang mempunyai konsep diri negatif akan merasa kurang percaya diri,
pesimis, tidak yakin akan kemampuannya dalam mengatasi masalah dan mempunyai sikap
negatif terhadap kegagalan yang dialaminya.
Konsep diri adalah persepsi individu tentang dirinya sendiri yang muncul akibat
interaksinya dengan lingkungan dan mempengaruhi berbagai perilaku individu (Susilo, B.
1992). Sedangkan Hasbiansyah, O. (1987) dalam Majalah Anda, berisi 132 tahun 1987,
konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Pandangan seseorang
tentang dirinya bisa bersifat psikologis, sosial dan fisis. Konsep diri merupakan semua
perasaan dan pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri, hal ini meliputi kemampuan diri,
sikap, tujuan hidup, kebutuhan, dan penampilan diri (Wahyurini dan Mashum, 2003).
Calhoun (1995) mendefinisikan konsep diri adalah pandangan diri adalah tentang
anda sendiri, yang memiliki tiga dimensi, yaitu pengetahuan anda tentang anda sendiri (apa
yang kita ketahui tentang sendiri), pengharapan diri anda tentang diri anda (kita mau
menjadi apa di masa yang akan datang) dan penilaian tentang diri anda sendiri (saya dapat
menjadi apa dan saya seharusnya menjadi apa).
Pendapat tersebut tidak jauh beda dengan apa yang diungkapkan oleh Marsh (1990)
yang mendefinisikan konsep diri sebagai gambaran mental diri sendiri yang terdiri atas
pengetahuan, harapan dan penilaian tentang diri sendiri. Pengetahuan ialah informasi yang
dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri, harapan ialah gagasan tentang apa yang individu
inginkan dalam hidup ini, penilaian adalah pengukuran diri atas kondis ideal yang seharusnya
terjadi pada diri sendiri. Sedangkan Soetoe (1982) berpendapat bahwa konsep diri serangkian
kesimpulan yang diperoleh seserang mengenai dirinya berdasarkan pengalaman, baik secara
lansung maupun secara tidak langsung. Secara langsung, misalkan seorang anak mengetahui
bahwa ialah yang terkuat (secara fisik) diantara teman-temannya di sekolah, karena setiap
dalam perlombaan dan pertandingan memerlukan kekuatan fisik selalu unggul. Sedangkan
yang secara tidak langsung, misalkan guru selalu mengatakan bahwa si A lemah dalam
matematika, A menerima hal itu sebagai konsep yang dapat dipercaya dan ia menambahkan
gelar itu pada konsep dirinya dengan berkata saya tidak begitu pandai dalam Matematika
(kedua pernyataan tersebut dikutip oleh Pasaribu, 2004).
Rini (2002) mendefinisikan konsep diri secara umum sebagai keyakian, pandangan
atau penilaian seseorang terhadap dirinya. seseorang dikatakan mempunyai konsep diri
negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat
berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan
daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap
pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Sebaliknya seseorang
dengan konsep diri positif akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap
positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan
dipandang sebagai kematian, namun lebih menjadikannya sebagai penemuan dan pelajaran
berharga untuk
menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan
di masa akan datang.
Burns (1993) berpendapat bahwa suatu konsep diri yang positif maka dapat
disamakan dengan evaluasi diri yang positif, penghargaan diri yang positif, perasaan harga
diri yang positif, penerimaan diri yang positif, konsep diri yang negatif menjadi sinonim
dengan evaluasi diri yang negatif, membenci diri, perasaan rendah diri dan tiadanya perasaan
yang menghargai pribadi dan penerimaan diri.
Berdasarkan beberapa definisi dari ahli yang tertulis di atas, maka penulis
mengemukakan bahwa konsep diri adalah pandangan individu terhadap dirinya sendiri baik
itu psikologi, fisik maupun sosial yang mengandung pengetahuan, harapan dan penilaian
tentang dirinya sendiri dan pandangan trsebut diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya.
2.1.3.
lain :
1. Penilaian diri merupakan pandangan diri kita terhadap :
a. Pengendalian keinginan dan dorongan-dorongan dalam diri. Bagaimana kita
mengetahui dan mengendalikan dorongan, kebutuhan dan perasaan-perasaan dalam
diri kita.
b. Suasana hati yang sedang kita hayati seperti bahagia, sedih, cemas. Keadaan ini akan
mempengaruhi konsep diri kita positif atau negatif.
c. Bayangan subyektif terhadapat kondisi tubuh kita. Konsep diri yang positif akan
miliki kalau kita merasa puas (menerima) keadaan fisik kita. Bila sebaliknya yang
terjadi, yaitu jikalau kita tidak merasa puas (tidak menerima) keadaan, maka konsep
diri kita juga negatif atau kita jadi meimiliki perasaan rendah diri.
2. Penilaian sosial merupakan evaluasi terhadap bagaimana kita menerimaa penilaian
lingkungan sosial pada diri kita. Penilaian sosial terhadap diri kita yang cerdas, supel
akan mampu meningkatkan konsep diri dan kepercayaan diri kita.
3. Konsep lain yang terdapat dalam pengertian konsep diri adalah self image atau citra
diri, yaitu merupakan gambaran :
a. Siapa saya ; yaitu bagaimana menilai keadaan pribadi seperti tingkat kecerdasan,
status sosial ekonomi keluarga atau peran lingkungan sosial kita.
b. Saya ingin jadi apa ; kita memiliki harapan-harapan dan cita-cita ideal yang ingin
dicapai yang cenderung tidak realistis. Bayang-bayang kita mengenai ingin jadi apa
kita nantinya, tanpa disadari sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokoh ideal yang menjadi
idola, baik itu di lingkungan kita atau tokoh fantasi kita.
c. Bagaimana orang lain memandang saya ; pertanyaan ini menunjukkan pda perasaan
keberartian diri kita bagi lingkungan sosial maupun bagi diri kita sendiri.
Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa ada 3 unsur penting dalam konsep diri
yaitu: 1. memiliki penilain diri yang merupakan pandangan tehadap diri kita, 2. Memiliki
penilai sosial, 3. Memiliki citra diri. Ketiga unsur tersebut sangat penting, dan ketiga unsur
itu tidak dapat dipisahkan satu sama lainya, karena ketiga unsur tersebut saling berkaitan dan
merupakan satu kesatuan.
Menurut Marsh (Pasaribu, 2004), konsep diri terdiri dari 11 aspek yang terbagi
menjadi tiga konsep diri akademik, tujuh konsep diri non akademik, dan satu konsep diri
secara umum. Secara rinci, semua hal itu akan dikemukakan di bawah ini.
1. Konsep Diri Akademik, terdiri dari :
a. Matematika (Math)
Aspek ini termasuk dalam konsep diri akademik yang ditujukan untuk mengetahui
kamampuan, kesukaan dan ketertarikannya terhadap Mata Pelajaran Matematika di
sekolah.
b. Bahasa (Verbal)
Aspek ini termasuk dalam konsep diri akademik yang bertujuan agar siswa dapat
mengetahui sejauh mana penguasaan, kesenangan terhadap Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia, membaca dan bertutur kata dengan orang lain. Burns (1993) berpendapat
bahwa perkembangan bahasa membantu perkembangan dari konsep diri, karena
penggunaan me, he, dan them berguna untuk membedakan diri (self) dari orangorang lainnya. Simbol-simbol bahasa juga membentuk dasar dari konsepsi-konsepsi dan
evaluasi-evaluasi tentang diri, misalnya sedang sedih, merasa bahagia. Umpan balik
dari orang orang lain sering kali dari dalam bentuk verbal. Dengan perkataan lain,
konsep diri dipahami di dalam hubungannya dengan bahasa dan perkembangannya dibuat
mudah oleh bahasa. Pemakaian dan ketepatan kata-kata ganti yang bertanda
mencerminkan kemampuan yang bertambah dari anak tersebut untuk memahami dirinya
sendiri sebagai seorang individu dengan mempunyai perasaan, kebutuhan-kebutuhan dan
sifat.
c. Sekolah secara umum (General School)
Aspek ini termasuk dalam konsep diri akademik bertujuan untuk mengetahui
bagaimana sikap, tingkah laku dan penyesuaian diri terhadap guru, teman, pelajaran dan
lingkungan sekolah itu sendiri. Penyelidikan Alban Metcalfe (1978) dalam Burns (1993)
menunjukkan bahwa adalah remaja yang masih muda dengan konsep diri yang tinggi
yang mempunyai kemungkinan paling besar untuk gagal di dalam penyesuaian diri pada
lingkungan sekolah yang berubah. Anak dengan konsep diri rendah kemungkinan besar
juga untuk menjadi mudah terancam, lebih banyak lagi perhatian yang harus diberikan
untuk memberikan dukungan dan persiapan yang lebih besar bagi peralihan ke sekolah
menengah oleh guru-guru dari kedua tipe sekolah tersebut. Pada masa remaja bahwa
guru-guru dan kelompok teman-teman sebaya mulai menggantikan orang tua sebagai
sumber untuk informasi diri. Dengan pancaran keahlian mereka, otoritas dan evaluasi
mereka, guru merupakan orang lain yang dihormati yang memberikan kepada konsep diri
murid-murid mereka penguatan yang positif, netral dan yang negatif, dan menciptakan
sebuah etos di dalam hubungan tersebut yang mungkin meningkatkan ataupun
menurunkan prestasi akademis.
2. Konsep Diri Non Akademik. Hal ini terdiri dari :
a. Penampilan Fisik (Phisical Apperiance)
Aspek ini termasuk dalam konsep diri Non Akademik yang bertujuan untuk
mengetahui bagaimana siswa menilai penampilan fisik dirinya, kekurangan dan
kelebihan dan penampilan fisik yang dimiliki siswa. Burns (1993) mengemukakan bahwa
konsep diri pada mulanya adalah citra tubuh, sebuah gambaran yang dievaluasikan
mengenai diri fisik. Dari fisik diterima sebagai unsur yang vital dari konsep diri oleh
William James pada awal tahun 1980. Seperti anak wanita melakukan diet sampai tingkat
yang berlebihan karena mereka percaya bahwa tubuh mereka kegemukan, walaupun
pengamat-pengamat hanya menyaksikannya dan menggunakan pengukuran untuk
membuktikan bahkan memiliki bintik-bintik di wajahnya ataupun memakai kaca mata
dapat menjadi diperkuat sebagai cacat-cacat besar, tetapi memiliki cacat fisik mungkin
dapat dipandang sebagai keadaan puncak yang mengarah kepada perasaan tidak puas dan
penolakan dari diri fisik
b. Kejujuran-Kepercayaan (Honesty Trustworthiness)
Aspek ini termasuk dalam konsep diri Non Akademik yang bertujuan untuk
mengetahui kejujuran dan kepercayaan siswa terhadap orang lain dan juga terhadap diri
sendiri dalam segala hal yang dilakukan. Kepercayaan diri yang rendah tidak hanya dapat
membawa ke arah kegagalan tetapi juga ke arah ketidakjujuran suatu kemungkinan
yang dinyatakan dalam suatu eksperimen yang dilakukan oleh Eliot Aronson dan David
Mette (1968). Penelitian lain, Maracek Mette (1972) menunjukkan bahwa orang dengan
harga diri rendah akan menolak penggunaan secara penuh kemampuan dasarnya,
kemungkinan karena mereka tidak memandang tinggi sekali kemampuan dasarnya. Tetapi
apa yang ingin dikemukakan penelitian ini adalah bahwa orang-orang seperti itu juga
akan mengkompensasi, melalui ketidakjujuran, apa yang mereka rasa tidak akan meraka
capai dengan kemampuan mereka. Hal ini menunjukkan selanjutnya bahwa rasa hargadiri dapat menjadi sebab utama terjadinya tingkah laku kriminal (Calhoun:1994).
c. Kemampuan Fisik (Phisical Aliibitas)
Aspek ini termasuk dalam konsep diri Non Akademik yang bertujuan agar siswa
dapat mengukur sampai dimana kemampuannya dalam melakukan hal yang berkaitan
dengan fisiknya, seperti olah raga, menari.
d. Stabilitas Emosional (Emotional Stability)
Aspek ini termasuk dalam konsep diri Non Akademik yang bertujuan untuk
mengetahui, bagaimana siswa mengenal, mengendalikan dan menunjukkan emosinya
dan segala situasi dan kondisi di sekelilingnya.
e. Hubungan dengan Orang Tua (Parent Relation)
Aspek ini termasuk dalam konsep ini Non Akademik yang bertujuan untuk
mengetahui bagaimana hubungan antara siswa dengan orang tuanya selama ini
terutama dalam komunikasi. Karena konsep diri ini berhubungan erat dengan nilainilai, harapan, dan perilaku yang diterima, maka nilai sistem, harapan dan perilaku
yang paling awal berpengaruh adalah dari orang tua. Nilai sistem yang akan diserap
anak adalah yang terjadi dalam pengalaman dan percakapan sehari-hari di dalam
keluarga. Maier, dalam hal ini sangat menyoroti perubahan nilai sistem yang
disodorkan oleh orang tua pada masa kini. Dikatakan bahwa diantara orang tua
Kristenpun, nilai yang ditekankan lebih kepada materialisme, atletik atau olahraga,
kepandaian intelektual, humanisme, penampilan (good looks), dari pada kharakter
yang saleh (godly caharacter). Dengan demikian pujian-pujian yang diberikan oleh
orang tua dalam membangun konsep diri anak yang bertumpu pada kemampuan
intelektual dan bersifat fisik, dari kharakter dan kebiasaan yang baik dari anak,
menghasilkan konsep diri yang lebih bernilai duniawi. Ini berarti bahwa orang tua
lebih menginginkan anaknya dalam bidang intelektual dari pada kepatuhan seorang
anak terhadap agama
(http://www.kompas.com/kompascetak/0311/07/muda/673004.htm)
4. Nama dan pakaian. Kedua hal ini umumnya dianggap sebagai faktor yang kurang
penting dibandingkan faktor-faktor lainnya, tetapi nyatanya hal ini mempunyai
pengaauh yang cukup dalam perkembangan konsep diri seorang remaja.
Kesimpulan yang didapat dari ahli diatas, bahwa yang mempengaruhi konsep
diri adalah jenis kelamin, harapan-harapan, suku bangsa, dan nama dan pakaian.
Dimana keempat bagian tersebut tidak bisa dipisakan dari konsep diri.
Konsep diri anak juga dipengaruhi oleh penggolongan jenis kelamin dan
identitas sejak masa kanak-kanak awal seorang telah dipengaruhi oleh pengertian
penggolongan jenis kelamin, harapan sosial dan pemakaian perilaku yang berbeda
antara pria dan wanita. Dengan demikian anak sejak awal mulai mengidentifikasikan
dirinya sesuai dengan nilai-nilai harapan dan pola perilaku yang diterima dari
lingkungan, khususya orang tua.
(http://www.kompas.com/kompas-cetak/0311/07/muda/673004.htm).
2.2. Pola Asuh Orang Tua
2.2.1. Pengertian Pola Asuh
Pada dasarnya setiap manusia yang dilahirkan ke dunia memiliki sifat-sifat bawaan
yang tidak jauh dari kedua orang tuanya. Selain sifat bawaan manusia juga dibentuk oleh
lingkungan dimana ia tinggal. Ketika manusia lahir kedunia pertama-tama yang ia mampu
lakukan hanyalah tangisan semata. Kemudian semakin berjalannya waktu iapun bertumbuh,
namun dalam pertumbuhan itu bukan berarti lepas dari asuhan dan bimbingan orang tua.
Tetapi justru pada usia 0 (nol) tahun hingga pada batas waktu tertentu anak akan bergantung
sepenuhnya pada orang tua. Dari mulai mandi makan dan segala kebutuhan yang ia butuhkan
semuanya tanpa kecuali ia bergantung pada orang tua terlebih pada ibu yang hampir
sepanjang waktu tercurah untuk memperhatikan anaknya tercinta.
Peletakan dasar pola asuh pertama yang diterapkan pada anak sangat berpengaruh
besar pada pertumbuhan pembentukan pribadi anak nantinya termasuk juga dalam
Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi
anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang kehidupan, baik
agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk
mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat (Shochib, 1998).
Umi (1989) mendefinisikan pola asuh anak adalah cara bentuk atau strategi dalam
pendidikan keluarga yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Pembentukan pribadi
anak yang positif tidak terlepas dari pola asuh anak yang diterapkan orang tua di dalam
keluarga. Orang tua sebagai kepala dalam keluarga mempunyai peranan penuh untuk
mengatur dan mendidik anak-anaknya. Meichati mendefinisikan pola asuh adalah perlakuan
orang tua dalam memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan dan mendidik anak dalam
kehidupan sehari-hari. Dua pernyataan tersebut di atas dikutip dalam Hutabarat (2001).
Dari beberapa definisi tersebut di atas penulis mengemukakan pola asuh orang tua
adalah cara bentuk atau strategi dalam pendidikan keluarga yang dilakukan oleh orang tua
kepada anaknya, perlakuan orang tua dalam memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan
dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari, serta orang tua dalam keluarga mempunyai
peranan penuh untuk mengatur dan mendidik anak-anaknya.
2.2.2. Tipe Pola Asuh Orang Tua
Terdapat beberapa pola sikap dan perlakuan orang tua terhadap anak dan dampaknya
terhadap kepribadian anak (Hurlock, 1956;Schneiders, 1964;Lore, 1970 yang dikutip oleh
Shochib, 1998).
Tabel 2.2
Pola Perlakuan Orang Tua, Perilaku Orang Tua
Dan Profil Tingkah Laku Anak
Pola perlakuan orang
tua
Anak
1. Overprotection (tidak 1. Kontak yang berlebihan dengan1. Perasaan tidak aman
melindungi)
anak.
perhatian.
7. Bersikap menyerah.
8. Lemah dalam ego
strengh. Asprasi dan
toleransi terhadap frustasi.
9. Kurang mampu
mengendalikan emosi.
10. Menolak tanggung jawab.
11. Kurang percaya diri.
12. Mudah terpengaruh.
13. Peka terhadap kritik.
14. Bersikap Yes men
15. Egois/selfish.
16. Suka bertengkar.
17. Troublemaker.
18. Sulit dalam bergaul.
19. Mengalami homesick
2. Permissiveness
(pembolehan)
kelemahan anak.
5. Cenderung lebih suka memberi
yang diminta anak daripada
menerima.
3. Rejection
(penolakan)
2. Bersikap kaku.
3. Kurang memperdulikan
kesejahteraan anak.
dan nakal).
mengerjakan tugas,
pemalu, suka
mengasingkan diri, mudah
tersinggung dan penakut).
3. Sulit bergaul.
4. Pendiam.
4. Acceptance
(Penerimaan)
5. Sadis.
1. Memberikan perhatian dan cinta1. Mau bekerjasama.
kasih kepada anak.
2. Bersahabat.
7. Jujur.
pendapatnya.
8. Dapat dipercaya.
9. Memiliki perencanaan
mendengarkan masalahnya.
masa depan.
Mendominasi anak
(Dominasi)
objektif).
1. Bersikap sopan dan sangat
hati-hati.
2. Pemalu, penurut, inferior
dan mudah bingung.
6. Submission
(penyerahan)
(Terlalu disiplin)
4. Bersikap otoriter.
Hurlock (1999) dalam Setiawan (2012) menyatakan ada tiga tipe cara yang digunakan
oleh orang tua dalam mendidik putra-putrinya, yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis,
pola asuh permisif. Dalam penerapannya tidak bisa dibedakan secara tegas sehingga
kecenderungan pola asuh tertentu yang diterapkan oleh orang tua kepada anak-anaknya.
Ketiga pola asuh tersebut sebagai berikut :
1. Pola Asuh Otoriter
Adanya kontrol yang ketat dari orang tua, aturan dan batasan dari orang tua harus
ditaati oleh anak, anak harus bertingkah sesuai aturan yang ditetapkan orang tua.
Orang tua tidak memperhatikan pendapat anak. Apabila anak melanggar ketentuan
yang telah digariskan oleh orang tua, anak tidak diberi kesempatan untuk memberikan
alasan atau penjelasan sebelum hukuman diterima anak.
2. Pola Asuh Permisif
Tidak ada bimbingan dan aturan dari orang tua, tidak ada tuntutan kepada anak, tidak
ada pengendalian atau pengontrolan orang tua,anak harus belajar sendiri untuk
berperilaku dalam lingkungan sosial. Tidak adanya hukuman terhadap anak.
Meskipun melanggar peraturan dan tidak diberi ganjaran atau hadih bila berperilaku
baik. Karena tidak ada kontrol dari orang tua, anak dapat berbuat sekehendak hatinya.
Maka anak kurang respek terhadap orang tua, kurang menghargai apa yang diperbuat
orang tua untuk anak. Anak yang diasuh dan dididik dengan pola asuh ini biasanya
dapat proteksi yang berlebihan, sehingga apapun yang dilakukan anak dibiarkan oleh
orang tua. Dengan demikian, perhatian serta hubungan orang tua dengan anak akan
terganggu, karena tidak ada pengarahan atau informasi dari orang tua dengan anak
terganggu, karena tidak ada pengarahan atau informasi dari orang tua, maka anak
tidak akan mengerti apa yang sebaiknya dikerjakan dan mana yang sebaiknya
ditinggalkan. Pola asuh seperti ini biasanya anak berperilaku sering melanggar normanorma masyarakat karena itu akan terbentuk sikap penolakan dari lingkungan dan
akibatnya kepercayaan diri goyah serta penghargaan pada diri sendiri kurang.
3. Pola Asuh Demokratis
Aturan dibuat oleh seluruh keluarga, orang tua memperhatikan pendapat anak, selalu
mengadakan diskusi untuk mengambil keputusan. Anak mendapat kesempatan untuk
mengemukakan pendapatnya dan diberi kepercayaan. Pola asuh semacam ini baik
digunakan dalam lingkungan pendidikan,bagaimana guru sebagai pendidik apabila
siswa harus melakukan tugas tertentu. Orang tua atau guru memberikan penjelasan
atau alasan perlunya hal tersebut dilakukan dan bila melanggar peraturan yang telah
ditetapkan. Hukuman yang diberikan berkaitan dengan perbuatannya dan berat
ringannya hukuman tergantung pada pelanggarannya. Hadiah atau pujian diberikan
oleh orang tua untuk perilaku yang diharapkan. Pada tipe ini hubungan antara anak
dan orang tua harmonis, kontrol orang tua terhadap anaknya tidak berlebihan.
Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa tipe pola asuh orang tua akan
berpengaruh pada konsep diri anak, dimana anak akan mencontoh apa yang sering orang tua
lakukan padanya dan dipraktikan dalam kehidupannya.
2.3. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dengan Konsep Diri
Di dalam proses perkembangannya, seorang anak membutuhkan teladan yang jelas
dari orangtuanya. Standar yang jelas dan yang diolakukan oleh orang tua, yang akan
membekali anak bahwa apa yang dilakukan adalah benar. Demikian juga untuk menemukan
konsep dirinya, anak membutuhkan figur seorang pemimpin. Figur seorang pemimpin yang
dimulai dari rumah akan sangat membantu anak untuk berkembang dengan sehat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Reynold (1975) menyatakan bahwa anak yang
berhasil di sekolah adalah anak yang berlatar belakang dari keluarga yang berhubungan
akrab, penuh kasih sayang, dan menerapkan disiplin berdasarkan kecintaan. Robert, Agnew
(1985) bahwa pengaruh negatif yang timbul jika orang tua menggunakan hukuman badan
yang tidak konsisten terhadap anak, adalah kenakalan remaja yang semakin menjadi.
Michaela lifshitz (1978) menyatakan bahwa anak remaja yang berasal dari keluarga kacau
(gagal) lebih banyak memiliki konsep diri negatif, lebih banyak mengalami kesulitan dalam
hubungan sosial, lebih ekstrim mengekspresikan perasaan, lebih penakut, dan lebih sulit
mengontrol jasmaninya dari pada anak remaja dari keluarga utuh. Tiga pernyataan tersebut
dikutip dari Schochib, Moh (1998).
Hasil
penelitian
Nova
(htp://www.psikologi-untar.com/abstrak/tampil.php)
menunjukkan bahwa konsep diri remaja obesitas mengalami pola asuh orang tua yang
demokratik lebih tinggi dibandingkan dengan yang otoriter. Konsep diri remaja obsitas yang
mengalami pola asuh orang tua yang demokratik lebih tinggi dibandingkan dengan yang
permisif, dan tidak ada perbedaan konsep diri remaja obesitas yang mengalami pola asuh
yang otoriter dan permisif. Laksmisari (http://www.psikologi-untar.com/abstrak/tampil.php)
meneliti 201 siswa SD bahwa ada perbedaan yang signifikan pada konsep diri anak usia (10
th 12 th) yang mengalami pola pengasuhan ibu yang demokratik, otoruter, dan permisif.
Sedangkan penelitian yang diakukan oleh Hutabarat (2001) menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua tipe demokratik dengan harga diri dan
ada hubungan yang signifikan antara pola asuh tipe pengabaian dengan harga diri. Menurut
Rakhmat (2000) harga diri merupakan komponen afektif dari konsep diri, jadi ada hubungan
yang positif antara pola asuh orang tua dengan konsep diri.
Scott (1939) yang mempelajari 1.800 anak-anak remaja mencatat bahwa anak-anak
yang berasal dari kelurga di mana terdapat penerimaan, rasa saling percaya, dan kecocokan
diantara orang tua dan anak, lebih banyak penyesuaian dirinya, lebih mandiri dan
berpandangan lebih positif tentang diri mereka sendiri. Anak-anak yang berasal dari anggota
di mana terdapat ketidakcocokan di antara anggota-angota keluarga pada umumnya
kemampuan untuk menyesuaikan dirinya kurang. Behrens (1954) juga memperlihatkan gaya
pribadi orang tua dapat mempengaruhi konsep diri anak untuk menjadi lebih baik ataupun
lebih buruk dikutip dari Burns (1993).
Berdasarkan apa yang telah diungkapkan di atas penulis menyimpulkan bahwa pola
asuh orang tua memberi pengaruh yang besar terhadap konsep diri seseorang. Jadi tinggi
rendahnya konsep diri seseorang dipengaruhi oleh pola orang tua
2.4. Hipotesa
Hipotesa penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang
kebenarannya masih harus diuji secara empiris (Suryabrata 2003). Hipotesa yang diajukan
dalam penelitihan ini adalah: ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua
dengan konsep diri siswa kelas II SMA Kristen 1 Salatiga.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
dengan kondisi variabel yang lain yang disebut bebas (Nawawi dan Martini, 1994). Di dalam
penelitian yang menjadi variabel bebas adalah pola asuh orangtua dan yang menjadi variabel
terikat adalah konsep diri.
1. Pola asuh orangtua adalah cara bentuk atau strategi dalam pendidikan keluarga yang
dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Pembentukan pribadi anak yang positif
tidak terlepas dari pola asuh anak yang diterapkan orang tua di dalam keluarga. Orang
tua sebagai kepala dalam keluarga mempunyai peranan penuh untuk mengatur dan
mendidik anak-anaknya.
2. Konsep diri adalah pandangan individu terhadap dirinya sendiri baik itu psikologi,
fisik maupun sosial yang mengandung pengetahuan, harapan dan penilaian tentang
Sub
variabel
1
Pola Asuh
Otoriter
2
Pola Asuh
Permisif
3
Pola Asuh
Demokratis
Indikator
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1.
2.
3.
4.
No
item
1-16
17-30
31-45
5.
6.
Prosedur pengisian instrument atau angket pola asuh orang tua sangatlah mudah dan
sederhana. Responden hanya diminta memilih jawaban SS untuk jawaban sangat setuju, S
untuk jawaban setuju, AS untuk jawaban agak setuju, KS untuk jawaban kurang setuju, TS
untuk jawaban tidak setuju, dan STS untuk jawaban sangat tidak setuju terhadap item-item
yang tercantum pada angket tersebut sesuai dengan keadaan.
Cara pemakaian dengan memberi skor 6 untuk jawaban SS, skor 5 untuk jawaban S, skor
4 untuk jawaban AS, skor 3 untuk jawaban KS, skor 2 untuk jawaban TS dan skor 1 untuk
jawaban STS.
Kisi-kisi Skala Penilaian Konsep Diri
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7
8
9
Indikator
Matematika
Bahasa
Sekolah secara umum
Penampilan fisik
Kejujuran-kepercayaan
Kemampuan fisik
Stabilitas emosional
Hubungan dengan orang tua
Hubungan dengan teman sejenis kelamin
Item
1,12,23,34,45,56,67,78,89,96
6,17,28,39,50,61,72,83,92,99
9,20,31,42,53,64,75,86,94,101
2,13,24,35,46,57,68,79
4,15,26,37,48,59,70,81,91,98
5,16,27,38,49,60,71,82
7,18,29,40,51,62,73,84,93,100
8,19,30,41,52,63,74,85
10,21,22,32,43,44,54,55,65,76
Jumlah
10
10
10
8
10
8
10
8
15
10
,77,87,95,101,102
11,12,22,33,43,44,54,55,66,76
13
11
kelamin
Konsep diri secara umum
,77,88,102
3,14,25,36,47,58,69,80,90,97
10
Alternatif jawaban dalam konsep diri adalah 6. Item tersebut terdiri dari item positif
dan item negatif. Item positif pada angket konsep diri adalah nomor : 1, 3, 5, 7, 9, 15, 17, 19,
21, 21, 23, 25, 27, 29, 31, 35, 37, 39, 40, 43, 44, 45, 47, 49, 51, 53, 57, 59, 61, 63, 65, 66, 67,
69, 71, 75, 79, 81, 83, 85, 87, 88, 89, 90, 93, 94, 98, 99, 102. Adapun penilaian pada item
positif adalah B : 6, HB : 5, AB : 4, AS : 3, HS : 2, S : 1. Item negatif pada angket konsep diri
adalah nomor : 2, 4, 6, 8, 10, 11, 12, 14, 16, 18, 2, 24, 26, 30, 32, 33, 34, 36, 38, 40, 42, 46,
48, 50, 52, 54, 55, 56, 58, 60, 62, 68, 70, 72, 73, 74, 76, 77, 78, 80, 82, 84, 86, 91, 92, 95, 96,
97, 100, 101. Penilaian pada item negatif adalah sebagai berikut : B : 1, HB : 2, AB : 3, AS :
4, HS : 5, S : 6.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1983. Prosedur Penelitian : Suara Pendekatan Praktis. Jakarta : PT.
Bina Aksara
Azwar, Saifudin. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Burns, R.B. 1993. Konsep Diri : Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku, Jakarta.
Arean.
Calhoun, James F., Acocella, James F., 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan
Kemanusiaan. Terjemahan : Satmoko, R.S., Semarang ; IKIP Semarang press.
Gunarso, S.D. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : BPK. Gunung
Mulia.
Harbiansyah, O., 1987. Konsep Diri. Majalah Anda Edisi 132.
Hutabarat, M. T., 2001. Hubungan antara Pola Asuh dengan harga Diri Siswa SLTP Kristen
Satya Wacana Salatiga Tahun Ajaran 2000-2001. Skripsi, Salatiga; Universitas
Kristen Satya Wacana.
Nawawi, H. Hadari., Martini., 1994. Penelitian
University Press.
Nova, C. Perbandingan Remaja Obesitas yang Mengalami Pola Asuh Orang Tua yang
Otoriter, Permisif, dan Demkrasi. Suatu Studi pada SMU IPEKA Tomang.
http://www.psikologi-untar.com/abstrak/tampil.php?id=65.
Pasaraibu, Diana M. 2004. Hubungan Konsep Diri dengan Prestasi Belajar Siswa SMA
Theresiana Salatiga. Skripsi. Salatiga ; Universitas Kristen Satya Wacana.
Rakhmat, J. 2000. Psikologi Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Rini, JF., 2000., Konsep Diri.http://www.e-psikologi.com/dewasa/1605023.htm.
Setiawan, Albertus H. 2012. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kemampuan Berfikir
Divergen Pada Siswa Kelas 4-5 Sekolah Dasar Di SDK Girisonta Karangjati Kab.
Semarang. Skripsi. Salatiga ; Universitas Kristen Satya Wacana.
Shochib. Moh. 1998. Pola Asuh Orang Tua : Dalam Membantu Anak Mengembangkan
Disiplin Diri. Jakarta : Rineka Cipta.
Kelas
Usia
Tanggal mengerjakan :
Jenis Kelamin
Petunjuk Pengisian
1. Anda dimohon untuk menjawab setiap pertanyaan dengan bebas, jujur dan obyektif dan
tanpa prasangka.
2. Ada 102 item pertanyaan dalam angket ini. Untuk masing-masing pertanyaan tuliskan
jawaban anda pada tempat yang telah disediakan atau tentukanlah pilihan anda dengan
memberikan tanda chek (V) pada alternatif jawaban sebagai berikut :
: Salah
HS
: Hampir salah
AS
: Agak salah
AB
: Agak benar
HS
: Hampir benar
: Benar
3. Pernyataan yang bertanda ** hanya diisi oleh siswa laki-laki, sedang pertanyaan yang
bertanda * hanya diisi oleh siswi perempuan.
4. Tidak ada jawaban yang benar atau salah. Jadi pilihlah jawaban yang paling tepat untuk
menggambarkan anda sendiri.
*) Adaptasi Marsh, 1990
Terima kasih Atas kerjasama Anda !
No.
1.
2.
S
HS
AS
AB
HB
B
: Salah
: Hampir salah
: Agak salah
: Agak benar
: Hampir benar
: Benar
Pertanyaan
Matematika adalah Mata Pelajaran terbaik saya.
Tidak ada yang berpikir bahwa saya menarik.
HS
AS
AB
HB
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Matematika.
Wajah saya menarik.
Secara jujur saya tidak berguna.
Saya jujur.
Saya malas bila harus berolahraga atau melakukan kegiatan
17.
18.
19.
20.
21**
22 *
23
24.
bagus.
Saya mudah berteman dengan laki-laki.
Saya mudah berteman dengan perempuan.
Saya menyukai pelajaran Matematika
Kebanyakan teman-teman saya lebih menarik dibandingkan
25.
26.
27.
28.
saya.
Banyak hal-hal dapat saya kerjakan.
Terkadang saya berbohong untuk menghindari masalah.
Saya mahir olah raga, senam, dan menari.
Saya mendapat nilai yang jelek untuk tes yang mengharuskan
29.
30.
31.
32.
33.
34.
terbaik.
Tak banyak teman sesama jenis kelamin yang menyukai saya.
Saya tidak populer diantara teman lawan jenis saya.
Saya sulit memahami hal yang berhubungan dengan pelajaran
35.
Matematika.
Saya menarik.
No.
36.
37.
S
HS
AS
AB
HB
B
: Salah
: Hampir salah
: Agak salah
: Agak benar
: Hampir Benar
: Benar
Pertanyaan
Apa yang saya lakukan tidak pernah benar
Saya selalu berkata jujur.
HS
AS
AB
HB
38.
39.
40.
41.
42.
43 **
44 *
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54 **
55 *
56
57
58.
59.
60.
sekolah.
Saya tidak begitu akrab dengan teman laki-laki.
Saya tidak begitu akrab dengan teman perempuan.
Nilai ulangan Matematika saya jelek.
Orang lain mengatakan saya menarik.
Tidak banyak hal yang dapat saya banggakan.
Kejujuran sangat penting bagi saya.
Saya mencoba tidak ikut dalam mata pelajaran olahraga,
61.
62.
63.
64.
65.
S
HS
AS
AB
HB
B
: Salah
: Hampir salah
: Agak salah
: Agak benar
: Hampir Benar
: Benar
No.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
Pertanyaan
Saya memiliki banyak teman lawan jenis kelamin.
Saya mendapat nilai Matematika yang baik.
Saya jelek.
Saya dapat mengerjakan banyak hal sebaik orang lain.
Kadang saya berbuat curang.
Saya dapat berlari jarak jauh tanpa berhenti.
Saya benci membaca.
Saya sering merasa bingung.
Saya tidak menyukai orang tua saya sama sekali.
Saya dapat mengerjakan tes dengan baik di seluruh mata
76 **
77 *
78.
pelajaran di sekolah.
Banyak teman laki-laki mahir dari saya.
Banyak teman perempuan mahir dari saya.
Saya tidak pernah berkeinginan untuk mengambil les
HS
AS
AB
HB
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
98.
99.
100.
101.
102.
yang benar.
Saya dapat memahami pelajaran Bahasa Indonesia.
Saya mengkhawatirkan banyak hal.
Kebanyakan mata pelajaran di sekolah terlalu sulit bagi saya.
Saya menghabiskan waktu senggang dengan teman sesama
jenis.
Nama
Kelas
Usia
Tanggal mengerjakan :
Jenis Kelamin
Petunjuk Pengisian
Berikut ini ada beberapa pernyataan mengenai sikap orangtua. Anda diminta untuk memilih
salah satu dari sikap orangtua yang paling sesuai atau paling mendekati dengan kehidupan
anda sehari-hari, dengan cara memberikan tanda centang (). Dalam hal ini tidak ada
penilaian baik dan buruk, juga tidak ada benar dan salah. Usahakan agar tidak ada satupun
pernyataan yang terlewatkan. Kami sangat menghargai kejujuran dan keterbukaan anda.
No
SS
S
AS
KS
TS
STS
: Sangat Setuju
: Setuju
: Agak Setuju
: Kurang Setuju
: Tidak Setuju
: Sangat Tidak Setuju
Pertanyaan
Jawaban
SS
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
AS
KS
TS
STS
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
orangtua
Bila saya berprestasi orangtua bangga dan
memberi semangat
Bila saya ingin mengubah letak perabotan di
rumah, orangtua tidak keberatan bila memang ide
saya lebih baik dari mereka
Orangtua membuat peraturan dalam keluarga
dengan melibatkan seluruh anggota keluarga
PROPOSAL PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KONSEP
DIRI SISWA KELAS XI SMA KRISTEN 1 SALATIGA
TAHUN PELAJARAN 2014 / 2015
Disusun oleh:
Ganda Saputra (132011028)