Oleh :
1830912320095
Pembimbing :
BANJARMASIN
Februari, 2020
DAFTAR ISI
Halaman
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Short Bowel Syndrome (SBS) mengarah pada suatu kondisi malabsorpsi yang
disebabkan oleh hilangnya sebagian besar bagian usus halus. Kumpulan gejala klinis
yang dialami pada SBS yaitu malnutrisi, diare, dehidrasi, penurunan berat badan dan
gejala/tanda yang terkait dengan berat badan yang rendah (keadaan bingung,
Penyebab dari SBS pada bayi dan anak-anak dapat karena kelainan kongenital dan
Salah satu gejala yang menonjol pada SBS adalah diare. Gejala diare dapat
klinis digunakan untuk mengetahui status gizi apakah termasuk gizi buruk atau tidak
yang dapat dilihat dari perubahan kulit, rambut atau mata. Sedangkan pada
World Health Organization (WHO) 2005. Istilah yang dituliskan berdasarkan berat
1
badan menurut usia (BB/U), panjang badan atau tinggi badan menurut usia (PB/U
atau TB/U), dan berat dan menurut panjang badan atau tinggi badan (BB/PB atau
BB/TB). Panjang badan merupakan istilah pengukuran untuk anak usia 0-24 bulan.
Tinggi badan merupakan istilah pengukuran untuk anak usia di atas 24 bulan. Istilah
gizi kurang dan gizi buruk yang ditentukan dari indeks berat badan menurut usia
(BB/U) yang memiliki padan istilah dengan underweight (gizi kurang) dan severely
underweight (gizi buruk). Istilah pendek atau sangat pendek yang didasarkan pada
indeks panjang badan atau tinggi badan menurut usia (PB/U atau TB/U) yang
merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek).
Istilah kurus dan sangat kurus yang didasarkan pada indeks berat badan menurut
Panjang badan atau tinggi badan (BB/PB atau BB/TB) yang merupakan padanan
Gizi buruk merupakan status gizi kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi
atau nutrisinya di bawah dari standar normal. Usia 0-2 tahun merupakan usia dimana
masa tumbuh kembang yang optimal (golden period) terjadi sehingga bila terjadi
gangguan pada masa ini gizi tidak dapat dicukupi pada masa berikutnya dan akan
Gizi buruk merupakan status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan
menurut Umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah underweight (gizi kurang)
dan severely underweight (gizi buruk). Gizi buruk sebagai salah satu penyebab
tersering kesakitan dan kematian anak di dunia juga dapat menyebabkan gangguan
2
pertumbuhan yang berpengaruh pada kesehatan, kecerdasan serta produktivitas pada
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
malabsorbsi berat yang terjadi setelah dilakukannya tindakan reseksi luas pada
usus halus. SBS biasanya mengikuti reseksi usus yang luas yang membuat
panjang usus halus di bawah dari panjang normal untuk suplai nutrisi yang
malnutrisi.6
2. Etiologi
Penyebab SBS pada bayi dan anak-anak dapat disebabkan karena kelainan
kongenital dan penyakit perinatal seperti atresia usus, defek dinding abdomen
adalah necrotizing enterocolitis (NEC) yang banyak dialami pada bayi prematur.7
3. Epidemiologi
tingkat kematian pada SBS tinggi. Tingkat kelangsungan hidup yang dilaporkan
pada SBS pediatri berkisar dari 73% hingga 89%. Data ini menjadikan SBS pada
pediatri menjadi salah satu kondisi yang paling mematikan pada masa bayi dan
4
anak-anak. Program pengobatan yang multidisiplin telah dikaitkan dengan
4. Klasifikasi
Klasifikasi SBS berdasarkan segmen anatomis usus yang masih tersisa ada 3
yaitu:6
a. End-jejunostomy, tipe ini dapat terjadi kronis, dapat berupa kelainan reversibel
hidup.
colon, paling sering di colon sebelah kiri. Tipe ini terjadi secara subakut,
Tipe ini biasanya terjadi akut, seringkali self-limiting, dan tidak membutuhkan
dukungan parenteral baik berupa nutrisi maupun cairan intravena dalam jangka
waktu lama.6
5
Setelah prosedur operasi, evolusi SBS terjadi melalui 3 tahap yaitu:9
a. Tahap akut
Tahap ini dimulai segera setelah reseksi usus dan umumnya berlangsung selama
hormon inhibitor dari ileum terminal dan colon, biasanya berlangsung hingga 6
bulan. Manajemen dan observasi pasien yang cermat dalam pengawasan rumah
sakit diperlukan untuk menghindari komplikasi utama dalam tahap ini seperti
b. Tahap adaptasi
Tahap ini berlangsung selama 1 hingga 2 tahun. Tahap ini terdiri dari proses
spontan yang bertujuan untuk memastikan lebih banyak penyerapan nutrisi yang
efisien per satuan panjang usus yang tersisa. Hal ini disebabkan karena adanya
terjadi. Adaptasi pasca operasi didorong oleh adanya nutrien dalam lumen usus,
pankreas dan sekresi empedu serta hormon usus yang diproduksi oleh sisa ileum
dan usus besar. Tahap ini tampaknya tidak ada atau terganggu pada SBS tipe end-
jejunostomy. Tahap adaptasi ditandai oleh tipe III CIF (chronic intestinal failure),
6
Pada tahap pemeliharaann, insufisiensi usus mungkin terjadi jika reversibilitas
intestinal failure (IF) terjadi selama tahap adaptasi. Status nutrisi dan kesehatan
usus untuk menyelamatkan hidup (ITx) jika HPN terkait atau risiko kematian
5. Patofisiologi
Sindrom usus pendek terjadi akibat kelainan bawaan atau reseksi usus
kecil. Kehilangan >50% usus kecil dengan atau tanpa usus besar dapat
tergantung pada bagian usus yang direseksi. Pada saat lahir, panjang usus kecil
adalah sekitar 200-250 cm, usus tumbuh hingga 300-800 cm pada saat dewasa.
Reseksi usus pada bayi memiliki prognosis yang lebih baik daripada orang
dewasa karena pada bayi adanya potensi untuk pertumbuhan usus. Bayi dengan
katup ileosekal memiliki potensi untuk bertahan dan pada akhirnya bisa terlepas
Selain panjang usus, lokasi anatomis usus yang direseksi juga penting.
Jejunum memiliki lebih banyak lipatan sirkular dan villi yang lebih panjang.
Jejunum bagian proksimal (panjang 100-200 cm) adalah lokasi utama untuk
absorpsi karbohidrat, protein, zat besi dan vitamin larut air, sedangkan absorpsi
lemak terjadi lebih lama di usus halus. Tergantung dari bagian usus yang
7
direseksi, malabsorpsi zat nutrisi tertentu dapat terjadi. Vitamin B12 dan garam-
garam empedu hanya diabsorpsi di ileum bagian distal. Reseksi bagian jejunum
umumnya dapat ditoleransi lebih baik daripada reseksi ileum karena ileum dapat
beradaptasi untuk absorpsi zat nutrisi dan cairan. Absorpsi natrium dan air relatif
jauh lebih banyak di ileum. Reseksi ileum memiliki efek lebih menonjol pada
absorpsi cairan dan elektrolit karena malabsorpsi natrium dan air oleh bagian
8
6. Tatalaksana
mengurangi diare, dan menjaga pertambahan berat badan yang adekuat untuk
tumbuh kembang anak. Diare pada pasien SBS umumnya diterapi dengan
antimotilitas seperti loperamid yang efektif untuk mengurangi motilitas usus dan
asam empedu, juga dapat membantu dalam terapi diare koleretik. Meskipun
begitu, penggunaannya harus diperhatikan karena pada pasien dengan reseksi ileal
masif terjadi kekurangan asam empedu akibat ekskresi yang melebihi sintesis oleh
steatorrhea dan malabsorpsi lemak. Selain itu, kolestiramin juga dapat berikatan
Hipersekresi gaster terjadi pada lebih dari setengah pasien yang mengalami
reseksi usus. Inhibitor pompa proton atau PPI merupakan lini pertama karena
menetap namun bisa muncul hingga 12 bulan sehingga pasien harus dimonitor
(SIBO) dan asidosis asam D-laktat (DLA), terapi nutrisi tidak kalah penting
feses dan tetap menjaga hidrasi yang cukup. Untuk terapi farmakologis,
9
kebanyakan kasus DLA timbul pada pasien dengan SIBO, sehingga pencegahan
Kesulitan yang dapat dihadapi dalam terapi SIBO adalah anjuran penghentian
utama pada tahap awal SBS namun dapat meningkatkan risiko timbulnya SIBO.
Oleh karena itu, dibutuhkan pemantauan ketat untuk menilai apakah adaptasi
keseimbangan jumlah bakteria di usus. Hal ini dapat tercapai dengan pemberian
probiotik atau prebiotik, serta repopulasi flora normal usus melalui transplan
mikrobiota feses. Belum ada konsensus yang menyatakan pilihan utama terapi
antibiotik pada pasien SIBO, sehingga rekomendasi yang tersedia saat ini
Terapi antibiotik yang dianjurkan adalah regimen tunggal selama 7-14 hari,
sebisa mungkin antibiotik yang tidak diabsorpsi dan memiliki efek terhadap
bakteri aerob dan anaerob. Beberapa antibiotik yang dapat dipakai adalah
terjadinya resistensi.7,11
10
Pemberian probiotik diduga dapat membantu repopulasi usus dengan cara
enterocolitis dan mengurangi durasi pemberian nutrisi parenteral pada pasien bayi
dengan berat badan lahir sangat rendah, belum ada bukti terkait penggunaannya
pada pasien dengan SBS dimana absorpsi usus berkurang drastis. Beberapa klinisi
timbulnya DLA.11,12
absorpsi usus dengan cara membantu pertumbuhan mukosa dan pada akhirnya
lebih lama dibandingkan dengan GLP-2 yang diproduksi oleh tubuh. Studi oleh
dengan baik oleh pasien anak dengan kegagalan usus terkait SBS, dengan dosis
dilakukan pasca operasi yang menyebabkan timbulnya SBS. Tujuan terapi nutrisi
parenteral adalah untuk mengembalikan kalori dan nutrisi secara intravena, tanpa
11
mL/kgBB/hari, sedangkan pada bayi preterm, khususnya dengan berat badan lahir
sangat rendah (BBLSR), dibutuhkan volume yang lebih besar yaitu sekitar 100-
120 mL/kgBB/hari.6
osmolalitas larutan rendah, yakni < 900 mOsm, dapat dipertimbangkan pemberian
melalui vena perifer jika akses sentral sulit didapatkan. Larutan untuk nutrisi
parenteral anak sebaiknya disesuaikan dengan berat badan dan kondisi anak
nutrisi parenteral yang sering digunakan terdiri dari 2 jenis larutan, yaitu larutan
asam amino/dekstrosa dan larutan emulsi lipid. Kebutuhan dekstrosa adalah 5-7
Lipid dimulai dari 1 gr/kgBB/hari hingga 1-2 gr/kgBB/hari pada anak-anak atau 3
gr/kgBB/hari pada bayi. Asam amino dimulai dari 1,5-2 gr/kgBB/hari hingga 2-3
berdiskusi pula dengan ahli gizi dan farmasi mengenai pilihan larutan nutrisi
pasien stabil agar proses adaptasi intestinal dapat berlangsung dengan baik.
Nutrisi yang dipilih bagi bayi adalah ASI, karena mengandung asam amino bebas
12
factors yang dapat membantu proses adaptasi intestinal. Apabila ASI tidak
tersedia, formula berbasis asam amino dapat menjadi sumber nutrisi pilihan.
Formula ini sebaiknya dipilih yang mengandung lebih banyak trigliserid rantai
empedu dan langsung diabsorpsi oleh usus halus tanpa melewati sistem porta
hepar. Trigliserida rantai panjang bagus untuk membantu proses adaptasi dan
Suplementasi zat besi, vitamin, dan mikronutrien lain juga penting. Pada
pasien dengan diare kronis, kekurangan zink dan selenium yang signifikan dapat
yang mengalami reseksi kolon karena absorpsi air dan sodium tertinggi terjadi di
dari volume produk stoma atau gejala diare yang dialami pasien. 6
Nutrisi enteral dapat diinisiasi sesuai dengan penilaian respon klinis pasien
(produk stoma/feses), serta berat badan harian. Evaluasi intake dan output harus
dibandingkan dengan baseline output selama 24 jam mencakup urin dan feses.
Pastikan pasien dapat mencapai output urin minimal 1200 mL/hari untuk menjaga
hidrasi yang adekuat. Output sebaiknya dievaluasi setiap minggu untuk menilai
efektivitas terapi hingga kondisi klinis stabil. Secara umum, produk stoma/feses
cairan serta elektrolit yang seimbang. Pasien dengan volume produk stoma/feses >
13
pertambahan berat badan cenderung buruk. Berat badan dinilai setiap hari untuk
produk stoma atau feses pasien. Nutrisi enteral sebaiknya mulai diberikan melalui
infus kontinyu via NGT atau OGT bersamaan dengan nutrisi parenteral.
pasien yaitu produk stoma/feses yang meningkat tinggi sekitar ≥ 50%, emesis,
serta distensi abdomen. Apabila nutrisi enteral sudah dapat ditoleransi dengan
baik, nutrisi parenteral bisa diberikan dengan siklus siklik, misal 2-4 jam sekali,
Apabila pemberian nutrisi enteral telah ditoleransi dengan baik pula dan
nutrisi parenteral sudah mulai dilepas, bolus ASI atau susu formula peroral untuk
menstimulasi perkembangan motorik oral. Diet padat peroral dapat dimulai sesuai
dengan usia tumbuh kembang anak dan harus mencakup karbohidrat kompleks
serta protein dan lipid yang sesuai kebutuhan. Apabila kolon dipertahankan,
dianjurkan pemberian karbohidrat kadar tinggi (50-60% dari total kalori) dan lipid
yang lebih rendah (20-30% dari total kalori). Namun, jika kolon juga ikut
direseksi, anjuran diet lipid lebih tinggi (30-40%) dibanding karbohidrat (40-
50%).6
14
Pasien SBS harus menghindari asupan karbohidrat simpleks karena
laktat pada pasien dengan komplikasi SIBO. Karbohidrat kompleks yang paling
baik sebagai sumber energi adalah yang mengandung amilum seperti nasi,
kentang, dan bahan makanan yang terbuat dari tepung. Pemberian suplementasi
serat seperti pectin dapat membantu mengeraskan tinja dan membantu absorpsi
asam lemak rantai pendek hasil fermentasi bakteri terhadap karbohidrat yang tidak
terabsorpsi dan mencapai kolon. Pasien yang telah mengalami asidosis asam D-
laktat sebaiknya tidak diberikan asupan karbohidrat lewat enteral hingga gejala
B. Diare Persisten
1. Definisi
jumlah besar dalam feses. Diare akut didefinisikan sebagain onset mendadak
keluarnya feses berlebihan >10mL/kg/hari pada bayi dan >200g/24 jam pada
anak-anak yang berlangsung selama <14 hari. Ketika episode diare berlangsung
2. Epidemiologi
15% setiap tahun dan menyebabkan kematian sebesar 36-54% dari seluruh
kematian akibat diare. Hal ini menunjukkan bahwa diare persisten dan kronis
15
menjadi suatu masalah kesehatan yang mempengaruhi tingkat kematian anak di
3. Etiologi
intoleransi protein susu sapi/kedeai (pada anak usia < 6bulan, tinja sering disertai
bermula dari diare akut akibat infeksi saluran cerna. Diare jenis ini banyak terjadi
di negara-negara berkembang.17
4. Patogenesis
memicu kerusakan mukosa usus dan mengakibatkan diare kronis. Seringkali diare
kronis dan diare persisten tidak dapat dipisahkan, sehingga beberapa referensi
hanya menggunakan salah atau istilah untuk menerangkan kedua jenis diare
tersebut. Meskipun sebenarnya definisi diare persisten dan diare kronis berbeda,
namun, kedua jenis diare tersebut lebih sering dianggap sebagai diare oleh karena
infeksi.18
16
Secara umum, patofisiologi diare kronis/persisten digambarkan secara jelas
1. Sekretoris
Pada diare sekretoris, terjadi peningkatan sekresi Cl- secara aktif dari sel
kripta akibat mediator intraseluler cAMP, cGMP, dan ca2+. Mediator tersebut
juga mencegah terjadinya perangkaian antara Na+ dan Cl- pada sel vili usus. Hal
ini berakibat cairan tidak dapat terserap dan terjadi pengeluaran cairan secara
masif ke lumen usus. Diare dengan mekanisme ini memiliki tanda khas yaitu
konsentrasi Ba= dan Cl- > 70mEq, dan tidak berespon terhadap penghentian
2. Osmotik
proses pencernaan dan/atau penyerapan nutrien dalam usus halus sehingga zat
tekanan osmotik di lumen usus sehingga menarik cairan ke dalam lumen usus.
Absorpsi usus tidak hanya tergantung pada faktor keutuhan epitel saja, tetapi juga
pada kecukupan waktu yang diperlukan dalam proses pencernaan dan kontak
dengan epitel. Perubahan waktu transit usus, terutama bila disertai dengan
absorpsi nutrien. Contoh klasik dari jenis diare ini adalah diare akibat intoleransi
17
laktosa. Absennya enzim laktase karena berbagai sebab baik infeksi maupun non
terbawa ke usus besar dalam keadaan tidak terserap. Karbohidrat yang tidak
terbentuk laktat dan asam laktat. Kondisi ini menimbulkan tanda dan gejala khas
yaitu pH<5, bereaksi positif terhadap substansi reduksi, dan berhenti dengan
pertukaran ion Cl-/HCO3- pada sel brush border apical usus ileo-colon,
berdampak pada gangguan absorpsi Cl- dan menyebabkan HCO3- tidak dapat
tersekresi. Hal ini berlanjut pada alkalosis metabolik dan pengasaman isi usus
yang kemudian mengganggu proses absorpsi Na+. Kadar Cl- dan Na+ yang tinggi
di dalam usus memicu terjadinya diare dengan mekanisme osmotik. Pada kelainan
ini, anak mengalami diare cair sejak prenatal dengan konsekuensi polihidramnion,
kelahiran prematur dan gangguan tumbuh kembang. Kadar klorida serum rendah,
sedangkan kadar klorida di tinja tinggi. Kelainan ini telah dilaporkan di berbagai
daerah di dunia seperti Amerika Serikat, Kanada, hampir seluruh negara di Eropa,
Timur Tengah, Jepang dan Vietnam. Selain mutasi pada penukar Cl-/HCO3-,
didapat juga mutasi pada penukar Na+/H+ dan Na+-protein pengangkut asam
empedu.
18
Oleh karena berbagai gangguan pada usus, pada kondisi-kondisi tertentu
Diare dengan pathogenesis ini ditandai dengan kehilangan cairan dan elektrolit
pada mekanisme diare sekretorik. Perubahan gerakan usus pada diabetes mellitus
terjadi akibat neuropati saraf otonom, misalnya saraf adrenergik, yang pada
kondisi normal berperan sebagai antisekretori dan atau proabsortif cairan usus,
5. Manifestasi Klinis
bahwa gejala penurunan nafsu makan, muntah, demam, adanya lendir dalam tinja,
dan gejala-gejala flu, lebih banyak ditemukan pada diare persisten dibandingkan
diare akut. Gejala lain yang mungkin timbul tidak khas, karena sangat terkait
19
6. Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis harus dapat menjelaskan perjalanan penyakit diare, antara lain saat
adanya darah atau lendir, gejala ekstraintestinal seperti gejala infeksi saluran
pernafasan bagian atas, failure to thrive sejak lahir (fibrosis kistik), terjadinya
diarrhea).
2. Pemeriksaan fisik
abdomen, ekskoriasi pada bokong, manifestasi kulit, juga penting untuk mengukur
berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, perbandingan berat badan terhadap
tinggi badan, gejala kehilangan berat badan, menilai kurva pertumbuhan, dan
sebagainya
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
ureum darah, tes fungsi hati, vitamin B12 folat, kalsium, feritin, laju endap darah,
20
b. Pemeriksaan tinja
ii. Mikroskopis :
karbohidrat di dalam usus kecil yang diikuti fermentasi oleh bakteri yang
3. Clini test, untuk memeriksa adanya substansi reduksi dalam sample tinja
6. Biakan kuman dalam tinja untuk mendapat informasi tentang flora usus
dan kontaminasi
c. Pemeriksaan radiologi/endoskopi:
7. Tatalaksana
21
1. Penilaian awal, resusitasi, dan stabilisasi
Pada tahap ini, perlu dilakukan penilaian status dehidrasi dan rehidrasi
kultur diperoleh.
2. Pemberian nutrisi
i. Diet elemental
amino kristalin atau protein hidrosilat, mono- atau disakarida, dan kombinasi
trigliserida rantai panjang atau sedang. Kelemahan diet elemental ini adalah
harganya mahal. Selain itu, rasanya yang tidak enak membuat diet ini sulit
untuk mendapatkan hasil maksimal. Oleh karena itu, diet elemental mayoritas
Diet berbahan dasar susu yang utama adalah ASI. ASI memiliki keunggulan
dalam mengatasi dan mencegah diare persisten, antara lain mengandung nutrisi
22
dalam jumlah yang mencukupi, kadar laktosa yang tinggi (7 gram laktosa/100
gram ASI, pada susu non-ASI sebanyak 4,8 gram laktosa/100 gram) namun
mudah diserap oleh sistem pencernaan bayi, serta membantu pertahanan tubuh
demikian dapat mencegah invasi bakteri ke dalam saluran pencernaan. ASI juga
pemberian diet berbahan dasar unggas pada diare persisten memberikan hasil
mengingat harga bubur refeeding ayam empat kali lebih tinggi daripada bubur
refeeding tempe, penggunaan bubur tempe dapat menjadi pilihan tatalaksana diare
b. Pemberian mikronutrien
asupan nutrisi yang tidak adekuat dan pembuangan mikronutrien melalui defekasi.
23
Suplementasi multivitamin dan mineral harus diberikan minimal dua RDA
(Recommended Daily Allowances) selama dua minggu. Satu RDA untuk anak
umur 1 tahun meliputi asam folat 50mikrogram, zinc 10mg. WHO (2006)
(½ tablet) dan untuk anak berusia > 6 bulan sebesar 20 mg (1 tablet), dengan masa
pemanjangan diare akut sebesar 24% dan mencegah kegagalan terapi diare persisten
sebesar 42%.
c. Probiotik
penderita diare persisten selama 5 hari menurunkan jumlah tinja, durasi diare, dan
durasi muntah yang menyertai. Meta-analisis yang dilakukan Johnston et al. (2006)
associated diarrhea.
d. Tempe
Anak yang mendapat bahan makanan campuran tempe-terigu berhenti diare setelah
2,39 ± 0,09 hari (rerata), lebih cepat bila dibandingkan dengan anak yang mendapat
bahan makanan campuran beras-susu (rata-rata 2,94 ± 0,33 hari). Sebuah studi uji
mempersingkat durasi diare akut serta mempercepat pertambahan berat badan setelah
Nutrisi enteral
24
Kandungan formula yang ditetapkan meliputi:10,19
i. Karbohidrat
(glukosa a-dekstrinase), lactase, dan trehalase. Semua enzim ini berkurang pada
penyakit yang mengenai mukosa usus halus. Lactase merupakan enzim yang paling
ii. Lemak
Pemberian lemak pada penderita diare kronik sangat penting karena sering disertai
iii. Protein
Kebutuhan anak akan protein dapat dipenuhi dengan penggunaan protein utuh,
Kekurangan vitamin dan mineral dapat terjadi pada anak dan pemasukan kalori
yang cukup apabila terdapat malabsorbsi lemak atau terjadi interaksi obat/nutrient
Formula yang paling baik diberikan pada diare kronik ialah yang
medium chain triglyceride, osmolaritas kurang sedikit dari 600 mOsm/l dan
25
Menaikkan jumlah formula dilakukan perlahan-lahan, mula-mula
dianjurkan konsentrasi 1/3 IV, selanjutnya dinaikkan menjadi 2/3 oral : 1/3 IV dan
bila keadaan sudah cukup baik (kenaikan BB minimal 1kg) diberikan pregistimil
mampu atau tidak mau menerima makanan secara oral, namun keadaan saluran
26
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : An. M. T
Tempat &
tanggal lahir : Negara, 12 April 2019
Umur : 8 Bulan
Agama : Islam
Suku : Banjar
Bangsa : Indonesia
II. Anamnesis
Pasien datang atas rujukan dari RS Hasan Basry Kandangan pada tanggal
bulan di RSUD Hasan Basry Kandangan karena operasi laparotomi reseksi usus
27
dengan anastomosis et causa intususepsi pada bagian usus jejunum, ileum hingga
colon. Setelah dioperasi menurut pengakuan ibu pasien, pasien mengalami diare
>15x sehari disertai lendir dan darah. BAB cair berwarna kuning, kadang
berdarah tergantung susu yang diminum. BAB juga terkadang tampak seperti susu
yang belum dicerna. Pasien juga mengeluhkan lemas dan dehidrasi berulang.
BAB darah disertai lendir dan muntah berwarna hijau. Ibu pasien mengaku 2 hari
sebelum BAB darah dan lendir pasien mengalami demam. Ibu pasien langsung
hari di sana dan mengeluh BAB cair dan lendir disertai muntah-muntah selama
dirawat. Pada 28 Agustus 2019 pasien dirujuk ke RS Hasan Basry Kandangan dan
dari 15 kali sehari. Ibu pasien mengaku berat badan anaknya turun selama 3 bulan,
Tidak ada
4. Riwayat Antenatal
kesehatan yaitu 9 kali selama kehamilan (tiap bulan 1 kali) dan melakukan
28
pemeriksaan USG sebanyak 3 kali yaitu pada usia kehamilan 4 bulan, 7 bulan, dan
9 bulan.
5. Riwayat Natal
Anak lahir dengan cara spontan pervaginam. Berat badan lahir 3100 gram dan
panjang lahir 50 cm. Anak lahir cukup bulan ditolong oleh dokter umum dan
6. Riwayat Neonatal
7. Riwayat Perkembangan
Riwayat perkembangan anak saat ini sudah bisa tiarap. Anak juga bisa duduk
ketika didudukkan oleh orangtuanya. Anak juga bisa merespon perkataan dan bisa
8. Riwayat Imunisasi
9. Riwayat Makanan
Usia 0-4 bulan : diberikan ASI eksklusif dan diselingi susu formula khusus. Ibu
pasien mengaku menyusui pasien setiap 2 jam dan pada saat bayinya ingin
menyusui.
29
Usia 4 bulan – 8 bulan: diberikan susu formula 6 sampai 8 kali sehari sebanyak
90-120 ml. Ibu pasien mengaku tidak menyusui pasien lagi karena ASI nya tidak
Ikhtisar keturunan:
Garis Ayah Garis Ibu
Ket :
: Perempuan : Laki-laki
: Pasien
Susunan keluarga :
30
11. Riwayat Sosial Lingkungan
Rumah dihuni oleh 8 orang anggota keluarga, 1 ayah, 1 ibu , 2 orang anak,
kakek, nenek dan 2 saudara ibu pasien. Rumah jauh dari tempat pembuangan
sampah. Rumah dekat dengan tetangga. Sumber air yang digunakan keluarga
Suhu : 37,2°C
Respirasi : 31 kali/menit
Tinggi badan : 62 cm
6. Kepala/leher:
31
Kepala: Bentuk kepala mesosefali, ubun-ubun besar dan
jernih.
membran/pseudomembran.
7. Toraks:
32
Inspeksi :
ada.
b. Jantung
midclavicular sinistra).
8. Abdomen
33
di regio umbilicus, permukaan rata, konsistensi
9. Ekstremitas
Ekstremitas atas dan bawah hangat dan tidak ada edema. Gerakan
cukup aktif, tonus normal, atrofi otot ada, klonus tidak ada, refleks
11. Genitalia
12. Anus
Paten
34
BB/U : 5,1 (< -3 SD% Standar BB/U) = Severely Underweight
35
IV. Pemeriksaan Penunjang
36
Hasil pemeriksaan laboratorium darah tanggal 26 November 2019 (22:15:42)
37
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
GINJAL
Ureum 9 0-50 mg/dL
Kreatinin 0.47 0.72-1.25 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 139 136-145 Meq/L
Kalium 4.0 3.5-5.1 Meq/L
Chlorida 115 98-107 Meq/L
38
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Chlorida 107 98-107 Meq/L
39
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Control Normal PT 10.8 -
Hasil APTT 25.0 22.2 - 37.0 detik
Control Normal APTT 24.8 -
40
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
REMATIK
CRP <6.0 <6.00 mg/L
41
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Leukosit 10.5 4.0 – 10.5 rb/μL
Eritrosit 3.48 4.10 – 6.00 juta/μL
Hematokrit 28.5 42.0 – 52.0 Vol%
Trombosit 386 150 – 450 ribu/μL
RDW-CV 17.0 12.1 – 14.0 %
MCV.MCH.MCHC
MCV 81.9 75.0 – 96.0 fl
MCH 27.3 28.0 – 32.0 pg
MCHC 33.3 33.0 – 37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.2 0.0-1.0 %
Eosinofil% 0.2 1.0-3.0 %
Gran% 66.4 50.0-81.0 %
Limfosit% 25.6 20.0-40.0 %
Monosit% 7.6 2.0-8.0 %
Basofil# 0.02 <1.00 ribu/ul
Eosinofil# 0.02 <3.00 ribu/ul
Gran# 6.95 2.50-7.00 ribu/ul
Limfosit# 2.68 1.25-4.00 ribu/ul
Monosit# 0.79 0.30-1.00 ribu/ul
HEMOSTASIS
Hasil PT 14.0 9.9 – 13.5 detik
INR 1.32 -
Control Normal PT 10.8 -
Hasil APTT 29.4 22.2 – 37.0 detik
Control Normal APTT 24.8 -
KIMIA
ELEKTROLIT
Natrium 134 136-145 Meq/L
Kalium 3.7 3.5-5.1 Meq/L
Chlorida 107 98-107 Meq/L
42
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematokrit 30.6 42.0 – 52.0 Vol%
Trombosit 411 150 – 450 ribu/μL
RDW-CV 18.0 12.1 – 14.0 %
MCV.MCH.MCHC
MCV 80.7 75.0 – 96.0 fl
MCH 26.6 28.0 – 32.0 pg
MCHC 33.0 33.0 – 37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.2 0.0-1.0 %
Eosinofil% 3.1 1.0-3.0 %
Gran% 35.4 50.0-81.0 %
Limfosit% 48.6 20.0-40.0 %
Monosit% 12.7 2.0-8.0 %
Basofil# 0.02 <1.00 ribu/ul
Eosinofil# 0.25 <3.00 ribu/ul
Gran# 2.87 2.50-7.00 ribu/ul
Limfosit# 3.94 1.25-4.00 ribu/ul
Monosit# 1.03 0.30-1.00 ribu/ul
43
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Sisa Pencernaan Negatif -
Reduksi Negatif -
Eritrosit Negatif
Leukosit Negatif -
pH 6.0 -
Telur Cacing Negatif Negatif
44
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
ANALISA FAECES
MAKROSKOPIS
Benzidin Negatif -
Bakteri (Batang Gram +) Negatif -
Bakteri (Batang Gram -) Positif -
Bakteri (Coccus Gram +) Negatif -
Bakteri (Coccus Gram -) Negatif -
Warna Kuning
Konsistensi Cair
Darah Negatif Negatif
Lendir Negatif Negatif
MIKROSKOPIS
Amilum Negatif Negatif -
Entamoeba histolytica Negatif -
Entamoeba coli Negatif -
Sisa Pencernaan Negatif -
Reduksi Negatif -
Eritrosit Negatif
Leukosit Negatif -
pH 6.0 -
Telur Cacing Negatif Negatif
45
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Konsistensi Lembek
Darah Negatif Negatif
Lendir Negatif Negatif
MIKROSKOPIS
Amilum Negatif Negatif -
Entamoeba histolytica Negatif -
Entamoeba coli Negatif -
Sisa Pencernaan Negatif -
Reduksi Negatif -
Eritrosit Negatif
Leukosit Negatif -
pH 6.0 -
Telur Cacing Negatif Negatif
46
Pemeriksaan Foto Babygram (29 Agustus 2019)
Kesimpulan :
47
Pemeriksaan Foto BNO (28 November 2019)
Foto BNO
Kesimpulan
48
Pemeriksaan Foto Rontgen Dada (8 Januari 2020)
Hasil Pemeriksaan
Foto thorax:
normal
Sinus tajam
Diafragma normal
Kesimpulan:
Bronchopneumonia
49
V. Resume
Nama : An. MT
Usia : 8 bulan
Uraian :
Pasien datang atas rujukan dari RS Hasan Basry Kandangan pada tanggal
selama 3 bulan di RSUD Hasan Basry Kandangan karena operasi reseksi usus
Setelah dioperasi menurut pengakuan ibu pasien, pasien mengalami diare >15x
sehari disertai lendir dan darah. BAB cair berwarna kuning, kadang berdarah
tergantung susu yang diminum. BAB juga terkadang tampak seperti susu yang
belum dicerna. Pasien juga mengeluhkan lemas dan dehidrasi berulang. Pasien
saat ini berusia 8 bulan, pasien lahir di Puskesmas Negara, ditolong oleh bidan
dan dokter, bayi cukup bulan dan berat lahir 3100 gram.
Pemeriksaan Fisik :
CRT : 2 detik
Suhu : 37,2°C
Pernapasan : 31 kali/menit
50
Kulit : Sawo matang, kulit tampak kendor di kedua paha
Toraks
kenyal
Anus : Paten
51
VIII. Prognosis
IX. Usulan/Saran
XI. Penatalaksanaan
1. IVFD D40 (65 ml) + D10 (135 ml) + KCL (5 ml) + NaCl 3% (20 ml)
XII. Follow Up
SOAP Keterangan
2 Januari 2020
Subjective BAB cair (+) 7x sehari, muntah (-), demam (-)
Objective HR: 114x/menit
RR: 26x/menit, Suhu: 36,6oC SpO2: 95% tanpa O2, BB: 5,2kg
52
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), ubun-ubun cekung
Pulmo : Retraksi (-), Suara nafas vesikuler, Rhonki : (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-)
Abdomen : Supel (+), ikterik (-), BU (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (+), teraba massa kenyal berbatas tegas di atas
umbilikus
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)
Assesment 1. Short Bowel Syndrome
2. Diare Persisten
Planning CVC
IVFD D40 (65 ml) + D10 (135 ml) + NaCl 3% (20 ml) +
KCL (5 ml) 200 ml/hari (20 jam).
Aminofusin 5% 200 ml/24 jam
IV Lipid 20% 75 ml/hari
Diet PG 8x45 ml
PO. Oralit 50 ml/BAB cair
Lacto B 2x1 sachet
PCT 3x1/2 cth (k/p)
Loperamid 4x2 mg
Kolestiramin 2x1/3 sachet
Ranivel syr 2x1,5 UI
Supralysine 1x1 ml
3 Januari 2020
Subjective BAB Cair (+) 3x sehari, nafsu makan dan minum (+), muntah (-)
Objective HR: 114x/menit
RR: 26x/menit, Suhu: 36,6oC SpO2: 95% tanpa O2, BB: 5,2 kg
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), ubun-ubun cekung
Pulmo : Retraksi (-), Suara nafas vesikuler, Rhonki : (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-)
Abdomen : Supel (+), ikterik (-), BU (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (+), teraba massa kenyal berbatas tegas di atas
umbilikus
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)
Assesment 1. Short Bowel Syndrome
2. Diare Persisten
Planning CVC
IVFD D40 (65 ml) + D10 (135 ml) + NaCl 3% (20 ml) +
KCL (5 ml) 200 ml/hari (20 jam).
Aminofusin 5% 200 ml/24 jam
IV Lipid 20% 75 ml/hari
Diet PG 8x45 ml
PO. Oralit 50 ml/BAB cair
Lacto B 2x1 sachet
PCT 3x1/2 cth (k/p)
Loperamid 4x2 mg
53
Kolestiramin 2x1/3 sachet
Ranivel syr 2x1,5 UI
Supralysine 1x1 ml
4 Januari 2020
Subjective BAB (+) 8x lembek berampas warna hijau, muntah (-), demam (-)
Objective HR: 109x/menit ; BB: 5,2 kg
RR: 24/menit, Suhu: 37,0oC SpO2: 95% tanpa O2
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), ubun-ubun cekung
Pulmo : Retraksi (-), Suara nafas vesikuler, Rhonki : (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-)
Abdomen : Supel (+), ikterik (-), BU (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (+), teraba massa kenyal berbatas tegas di atas
umbilikus
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)
Assesment 1. Short Bowel Syndrome
2. Diare Persisten
Planning CVC
IVFD D40 (65 ml) + D10 (135 ml) + NaCl 3% (20 ml) +
KCL (5 ml) 250 ml/hari (24 jam).
Aminofusin 5% 200 ml/24 jam
IV Lipid 20% 75 ml/hari
Diet PG 8x45 ml
PO. Oralit 50 ml/BAB cair
Lacto B 2x1 sachet
Zinc 1x1/2 cth
PCT 3x1/2 cth (k/p)
Kolestiramin 2x1/3 sachet
Supralysine drop 1x1 ml
Metronidazole syrup 3x4 ml (H1)
Inj. Omeprazole 2x5 mg
5 Januari 2020
Subjective BAB cair (+) 7 kali, BAB berampas dan berwarna kehijauan, muntah
(-), demam (-)
Objective HR: 128x/menit ; BB: 5,2 kg
RR: 36x/menit, Suhu: 36,6oC SpO2: 97% tanpa O2
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-),
UUB cekung
Pulmo : Retraksi (-), Suara nafas vesikuler, Rhonki : (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-)
Abdomen : Supel (+), ikterik (-), BU (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (+), teraba massa kenyal berbatas tegas di atas
umbilicus, turgor cepat kembali
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)
Assesment 1. Short Bowel Syndrome
2. Diare Persisten
54
Planning CVC +
IVFD D40 (65 ml) + D10 (135 ml) + NaCl 3% (20 ml) +
KCL (5 ml) 200 ml/hari (20 jam).
Aminofusin 5% 200 ml/24 jam
IV Lipid 20% 75 ml/hari 2 jam
Diet PG 8x45 ml
PO. Oralit 50 ml/BAB cair
PCT 3x1/2 cth (k/p)
Loperamid 4x2 mg
Kolestiramin 2x1/3 sachet
Ranivel syr 2x1,5 UI
Supralysine 1x1 ml
Metronidazole syrup 3x4 ml (H2)
Inj. Omeprazole 2x5 mg
6 Januari 2020
Subjective BAB cair (+), muntah (+) 3 kali, demam (-)
Objective HR: 106x/menit ; BB : 5,2 kg
RR: 24x/menit, Suhu: 36,8oC SpO2: 96% tanpa O2
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-),
UUB cekung
Pulmo : Retraksi (-), Suara nafas vesikuler, Rhonki : (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-)
Abdomen : Supel (+), ikterik (-), BU (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (+), teraba massa kenyal berbatas tegas di atas
umbilicus, turgor cepat kembali
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)
Assesment 1. Short Bowel Syndrome
2. Diare Persisten
Planning CVC
IVFD D40 (65 ml) + D10 (135 ml) + NaCl 3% (20 ml) +
KCL (5 ml) 200 ml/hari (20 jam).
Aminofusin 5% 200 ml/24 jam
IV Lipid 20% 75 ml/hari
Diet PG 8x45 ml
PO. Oralit 50 ml/BAB cair
Zinc 1x1/2 cth
Lacto B 2x1 sach
PCT 3x1/2 cth (k/p)
Kolestiramin 2x1/3 sachet
Metronidazole syr 3x4 ml (H3)
Inj. Omeprazole 2x5 mg
Supralysine drop 1x1 ml
7 Januari 2020
Subjective BAB cair (+) hijau, muntah (+) hijau, demam (+), batuk (+), makan
55
dan minum (+)
Objective HR: 106x/menit, BB: 5,2 kg
RR: 32x/menit, Suhu: 37oC SpO2: 96% tanpa O2
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-),
UUB cekung
Pulmo : Retraksi (-), Suara nafas vesikuler, Rhonki : (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-)
Abdomen : Supel (+), ikterik (-), BU (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (+), teraba massa kenyal berbatas tegas di atas
umbilicus, turgor cepat kembali
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)
Assesment 1. Short Bowel Syndrome
2. Diare Persisten
Planning CVC
IVFD D40 (65 ml) + D10 (135 ml) + NaCl 3% (20 ml) +
KCL (5 ml) 200 ml/hari (20 jam).
Aminofusin 5% 200 ml/24 jam
IV Lipid 20% 75 ml/hari
Diet PG 8x45 ml
PO. Oralit 50 ml/BAB cair
Zinc 1x1/2 cth
Lacto B 2x1 sach
PCT 3x1/2 cth (k/p)
Kolestiramin 2x1/3 sachet
Metronidazole syr 3x4 ml (H4)
Inj. Omeprazole 2x5 mg
Supralysine drop 1x1 ml
SOAP Keterangan
8 Januari 2020
Subjective BAB cair (+), muntah (+), demam (+), batuk (+)
Objective HR: 96x/menit, BB: 5,2 kg
RR: 34x/menit, Suhu: 38,2oC SpO2: 95% tanpa O2
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), UUB cekung
Pulmo : Retraksi (-), Suara nafas vesikuler, Rhonki : (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-)
Abdomen : Supel (+), ikterik (-), BU (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (+), teraba massa kenyal berbatas tegas di atas
umbilikus
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)
Assesment 1. Short Bowel Syndrome
2. Diare Persisten
56
Planning CVC
IVFD D40 (65 ml) + D10 (135 ml) + NaCl 3% (20 ml) +
KCL (5 ml) 200 ml/hari (20 jam).
Aminofusin 5% 200 ml/24 jam
IV Lipid 20% 75 ml/hari
Diet PG konsentrat 8x50 ml
PO. Oralit 50 ml/BAB cair
Lacto B 2x1 sachet
PCT 3x1/2 cth (k/p)
Kolestiramin 2x1/3 sachet
Metronidazole 3x4ml (H5)
Ranivel syr 2x1,5 UI
Supralysine 1x1 ml
Zinc 1x1/2 cth
Inj. OMZ 2x5mg
9 Januari 2020
Subjective BAB Cair (+) 5xsehari ampas hijau, nafsu makan dan minum (+),
muntah (+) 1x, demam (+), batuk (+)
Objective HR: 138x/menit, BB: 5 kg
RR: 36x/menit, Suhu: 37,3oC SpO2: 95% tanpa O2
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), UUB cekung
Pulmo : Retraksi (-), Suara nafas vesikuler, Rhonki : (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-)
Abdomen : Supel (+), ikterik (-), BU (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (+), teraba massa kenyal berbatas tegas di atas
umbilikus
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)
Assesment 1. Short Bowel Syndrome
2. Diare Persisten
3. Pneumonia
Planning CVC
IVFD D40 (65 ml) + D10 (135 ml) + NaCl 3% (20 ml) +
KCL (5 ml) 200 ml/hari (20 jam).
Aminofusin 5% 200 ml/24 jam
IV Lipid 20% 75 ml/hari
Diet PG konsentrat 8x50 ml
PO. Oralit 50 ml/BAB cair
Lacto B 2x1 sachet
PCT 3x1/2 cth (k/p)
Kolestiramin 2x1/3 sachet
Metronidazole 3x4ml (H7)
Supralysine drop 1x1 ml
Zinc 1x1/2 cth
Inj. OMZ 2x5mg
Inj. Cefotaxime 3x200mg (H1)
57
10 Januari 2020
Subjective BAB (+) cair warna kuning dan berampas, muntah (-), demam (+),
batuk (+)
Objective HR: 103x/menit, BB: 5 kg
RR: 40x/menit, Suhu: 36,3oC SpO2: 98% tanpa O2
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), UUB cekung
Pulmo : Retraksi (-), Suara nafas vesikuler, Rhonki : (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-)
Abdomen : Supel (+), ikterik (-), BU (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (+), teraba massa kenyal berbatas tegas di atas
umbilikus
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)
Assesment 1. Short Bowel Syndrome
2. Diare Persisten
3. Pneumonia
Planning CVC
IVFD D40 (65 ml) + D10 (135 ml) + NaCl 3% (20 ml) +
KCL (5 ml) 200 ml/hari (20 jam).
Aminofusin 5% 200 ml/24 jam
IV Lipid 20% 75 ml/hari
Diet PG 8x45 ml
Inj. Cefotaxime 3x200 mg (H2)
OMZ 2x5 mg
PO. Oralit 50 ml/BAB cair
Lacto B 2x1 sachet
PCT 3x1/2 cth (k/p)
Kolestiramin 2x1/3 sachet
Supralysine drop 1x1 ml
Metronidazole 3x4 ml (H8)
Zinc 1x1/2 cth
Ambroxol 1,5 mg dan Salbutamol 0,5 mg (3 x 1 pulv)
11 Januari 2020
Subjective BAB cair (+) warna kuning dan berampas, batuk berkurang, muntah
(-), demam (-)
Objective HR: 115x/menit, BB: 5,1 kg
RR: 26x/menit, Suhu: 36,5oC SpO2: 97% tanpa O2
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-),
UUB cekung
Pulmo : Retraksi (-), Suara nafas vesikuler, Rhonki : (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-)
Abdomen : Supel (+), ikterik (-), BU (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (+), teraba massa kenyal berbatas tegas di atas
umbilicus, turgor cepat kembali
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)
Assesment 1. Short Bowel Syndrome
58
2. Diare Persisten
3. Pneumonia
Planning CVC
IVFD D40 (65 ml) + D10 (135 ml) + NaCl 3% (20 ml) +
KCL (5 ml) 200 ml/hari (20 jam).
Aminofusin 5% 200 ml/24 jam
IV Lipid 20% 75 ml/hari
Diet PG 8x45 ml
Inj. Cefotaxime 3x200 mg (H3)
OMZ 2x5 mg
PO. Oralit 50 ml/BAB cair
Lacto B 2x1 sachet
PCT 3x1/2 cth (k/p)
Kolestiramin 2x1/3 sachet
Supralysine drop 1x1 ml
Metronidazole 3x4 ml (H9)
Zinc 1x1/2 cth
Ambroxol 1,5 mg dan Salbutamol 0,5 mg (3 x 1 pulv)
12 Januari 2020
Subjective BAB cair (+) berkurang dan berampas warna kuning, muntah (-),
demam (-)
Objective HR: 94x/menit, BB: 5,1 kg
RR: 23x/menit, Suhu: 36,8oC SpO2: 96% tanpa O2
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-),
UUB cekung
Pulmo : Retraksi (-), Suara nafas vesikuler, Rhonki : (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-)
Abdomen : Supel (+), ikterik (-), BU (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (+), teraba massa kenyal berbatas tegas di atas
umbilicus, turgor cepat kembali
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)
Assesment 1. Short Bowel Syndrome
2. Diare Persisten
3. Pneumonia
Planning CVC
IVFD D40 (65 ml) + D10 (135 ml) + NaCl 3% (20 ml) +
KCL (5 ml) 200 ml/hari (20 jam).
Aminofusin 5% 200 ml/24 jam
IV Lipid 20% 75 ml/hari
Diet PG 8x45 ml
Inj. Cefotaxime 3x200 mg (H4)
OMZ 2x5 mg
PO. Oralit 50 ml/BAB cair
Lacto B 2x1 sachet
PCT 3x1/2 cth (k/p)
59
Kolestiramin 2x1/3 sachet
Supralysine drop 1x1 ml
Metronidazole 3x4 ml (H10)
Zinc 1x1/2 cth
Ambroxol 1,5 mg dan Salbutamol 0,5 mg (3 x 1 pulv)
13 Januari 2020
Subjective BAB cair (+) warna kuning, muntah (+) berlendir, demam (+), batuk
berkurang
Objective HR: 112x/menit, BB: 5,7 kg
RR: 20x/menit, Suhu: 38,1oC SpO2: 96% tanpa O2
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-),
UUB cekung
Pulmo : Retraksi (-), Suara nafas vesikuler, Rhonki : (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-)
Abdomen : Supel (+), ikterik (-), BU (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (+), teraba massa kenyal berbatas tegas di atas
umbilicus, turgor cepat kembali
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)
Assesment 1. Short Bowel Syndrome
2. Diare Persisten
3. Pneumonia
Planning CVC
IVFD D40 (65 ml) + D10 (135 ml) + NaCl 3% (20 ml) +
KCL (5 ml) 200 ml/hari (20 jam).
Aminofusin 5% 200 ml/24 jam
IV Lipid 20% 75 ml/hari
Diet PG 8x45 ml
Inj. Cefotaxime 3x200 mg (H5)
OMZ 2x5 mg
PO. Oralit 50 ml/BAB cair
Lacto B 2x1 sachet
PCT 3x1/2 cth (k/p)
Kolestiramin 2x1/3 sachet
Supralysine drop 1x1 ml
Metronidazole 3x4 ml (H11)
Zinc 1x1/2 cth
Ambroxol 1,5 mg dan Salbutamol 0,5 mg (3 x 1 pulv)
SOAP Keterangan
14 Januari 2020
Subjective BAB cair (+), muntah (-), demam (-), batuk berkurang
Objective HR: 110x/menit, BB: 5,7 kg
RR: 24x/menit, Suhu: 36,7oC SpO2: 95% tanpa O2
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), UUB cekung
60
Pulmo : Retraksi (-), Suara nafas vesikuler, Rhonki : (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-)
Abdomen : Supel (+), ikterik (-), BU (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (+), teraba massa kenyal berbatas tegas di atas
umbilikus
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)
Assesment 1. Short Bowel Syndrome
2. Diare Persisten
3. Pneumonia (Perbaikan)
Planning CVC terlepas
IVFD D40 (65 ml) + D10 (135 ml) + NaCl 3% (20 ml) +
KCl (5 ml) 200 ml/hari (20 jam).
Aminofusin 5% 200 ml/24 jam
IV Lipid 20% 75 ml/hari
Diet PG 8x45 ml
Inj. Cefotaxime 3x200 mg (H6)
OMZ 2x5 mg
PO. Oralit 50 ml/BAB cair
Lacto B 2x1 sachet
PCT 3x1/2 cth (k/p)
Kolestiramin 2x1/3 sachet
Supralysine drop 1x1 ml
Zinc 1x1/2 cth
Ambroxol 1,5 mg dan Salbutamol 0,5 mg (3 x 1 pulv)
15 Januari 2020
Subjective BAB Cair (+) ampas kuning, nafsu makan dan minum (+), muntah (-
), demam (-), batuk berkurang
Objective HR: 104x/menit
RR: 24x/menit, Suhu: 36,5oC SpO2: 95% tanpa O2
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), UUB cekung
Pulmo : Retraksi (-), Suara nafas vesikuler, Rhonki : (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-)
Abdomen : Supel (+), ikterik (-), BU (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (+), teraba massa kenyal berbatas tegas di atas
umbilikus
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)
Assesment 1. Short Bowel Syndrome
2. Diare Persisten
3. Pneumonia (Perbaikan)
Planning CVC gagal terpasang
IVFD D10% (340 ml) + NaCl 3% (20 ml) +
KCl (5 ml) 200 ml/hari (20 jam).
Aminofusin 5% 115 ml/24 jam (selama 3 jam)
IV Lipid 20% 20 ml/hari (selama 1 jam)
Diet PG 8x60 ml
61
Inj. Cefotaxime 3x200 mg (H8)
OMZ 2x5 mg
PO. Oralit 50 ml/BAB cair
Lacto B 2x1 sachet
PCT 3x1/2 cth (k/p)
Kolestiramin 2x1/3 sachet
Supralysine drop 1x1 ml
Zinc 1x1/2 cth
Ambroxol 1,5 mg dan Salbutamol 0,5 mg (3 x 1 pulv)
16 Januari 2020
Subjective BAB (+) cair 10x warna kuning dan berampas, muntah (-), demam
(+), batuk (berkurang)
Objective HR: 116x/menit, BB: 5,1 kg
RR: 40x/menit, Suhu: 36,3oC SpO2: 99% tanpa O2
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), UUB cekung
Pulmo : Retraksi (-), Suara nafas vesikuler, Rhonki : (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-)
Abdomen : Supel (+), ikterik (-), BU (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (+), teraba massa kenyal berbatas tegas di atas
umbilikus
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)
Assesment 1. Short Bowel Syndrome
2. Diare Persisten
3. Pneumonia (Perbaikan)
Planning CVC gagal terpasang
IVFD D10% (340 ml) + NaCl 3% (20 ml) +
KCl (5 ml) 200 ml/hari (20 jam).
Aminofusin 5% 115 ml/24 jam (selama 3 jam)
IV Lipid 20% 20 ml/hari (selama 1 jam)
Diet PG 8x60 ml
Inj. Cefotaxime 3x200 mg (H9)
OMZ 2x5 mg
PO. Oralit 50 ml/BAB cair
Lacto B 2x1 sachet
PCT 3x1/2 cth (k/p)
Kolestiramin 2x1/3 sachet
Supralysine drop 1x1 ml
Zinc 1x1/2 cth
Ambroxol 1,5 mg dan Salbutamol 0,5 mg (3 x 1 pulv)
17 Januari 2020
Subjective BAB cair (+) 12x warna kuning dan berampas, batuk berkurang,
muntah (-), demam (-)
Objective HR: 110x/menit, BB: 5,2 kg
RR: 36x/menit, Suhu: 36oC SpO2: 99% tanpa O2
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-),
62
UUB cekung
Pulmo : Retraksi (-), Suara nafas vesikuler, Rhonki : (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-)
Abdomen : Supel (+), ikterik (-), BU (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (+), teraba massa kenyal berbatas tegas di atas
umbilicus, turgor cepat kembali
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)
Assesment 1. Short Bowel Syndrome
2. Diare Persisten
3. Pneumonia (Perbaikan)
Planning CVC gagal terpasang
IVFD D10% (340 ml) + NaCl 3% (20 ml) +
KCl (60 ml) (20 jam).
Aminofusin 5% 150 ml/24 jam (selama 2 jam)
IV Lipid 20% 50 ml/hari (selama 2 jam)
Diet PG 8x60 ml
Inj. Cefotaxime 3x200 mg (H10)
OMZ 2x5 mg
PO. Oralit 50 ml/BAB cair
Lacto B 2x1 sachet
PCT 3x1/2 cth (k/p)
Kolestiramin 2x1/3 sachet
Supralysine drop 1x1 ml
Zinc 1x1/2 cth
Ambroxol 1,5 mg dan Salbutamol 0,5 mg (3 x 1 pulv)
63
BAB IV
DISKUSI KASUS
Pasien ini didiagnosis dengan short bowel syndrome ec post operasi reseksi
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini, pasien MT seorang
anak berusia 8 bulan, berjenis kelamin laki-laki dibawa orang tuanya ke RSUD Ulin
Banjarmasin rujukan dari RSUD Hasan Basry Kandangan dengan keluhan diare
terus-menerus selama 3 bulan terakhir pasca operasi reseksi usus halus ec intususepsi.
Keluhan awal pasien terjadi pada 24 Agustus 2019 adalah BAB bercampur darah
disertai lendir disertai muntah berwarna hijau. Ibu pasien mengaku 2 hari sebelum
BAB darah lendir dan muntah hijau, pasien mengalami demam. Setelah dilakukan
pasien berusia 4 bulan dengan berat badan 8 kg. Penderita kemudian menjadi rewel
Intususepsi adalah suatu keadaan inversi segmen usus ke segmen usus lainya.
Intususepsi menjadi penyebab tersering obstruksi intestinal pada bayi dan anak-anak.
Puncak insidensi tertinggi pada anak usia 4 sampai 9 bulan. 20 Pada kasus ini, dilihat
dari segi usia pasien memiliki risiko mengalami intususepsi dimana pada kasus ini
Trias gejala klasik terdiri dari nyeri perut, muntah dan darah pada feses atau
sering disebut currant jelly. Jika ketiga gejala klasik in ada, nilai prediktif diagnosis
64
intutusepsi menjadi 93%. Namun, ketiga gejala ini hanya muncul pada kurang dari
intususepsi pada pasien ini yaitu nyeri perut, darah pada feses dan muntah hijau.
Gambaran anak yang bergantian antara rewel dan tenang juga mendukung
berlangsung cukup lama, muncul gejala obstruksi seperti muntah hijau. Riwayat
demam juga ditanyakan karena terdapat hubungan antara intususepsi dengan infeksi
virus. Bising usus yang meningkat dan ditemukannya lendir, feses, dan darah
Pemeriksaan radiologis yang dilakukan pada kasus ini adalah foto babygram
dan foto BNO. Gambaran obstruksi yang ditemukan berupa dilatasi usus halus dan
pertama untuk menyingkirkan penyebab abdomen akut lainnya dan untuk melihat jika
terdapat gambaran udara bebas yang terdapat pada kasus perforasi usus. Pemeriksaan
akibat dehidrasi.22
cairan dan antibiotik spektrum luas segera diberikan. Reduksi intususepsi dilakukan
karena keterbatasan tenaga ahli untuk reduksi radiologik dan tingkat keberhasilan
65
Setelah dilakukan reseksi usus jejunum, ileum hingga colon transversum,
pasien mengalami diare >15 kali selama 3 bulan. Kondisi yang dialami pada pasien
dalam kasus ini dikenal dengan istilah short bowel syndrome (SBS) yang merupakan
kumpulan gejala akibat kondisi malabsorpsi berat yang terjadi setelah dilakukannya
tindakan reseksi luas pada usus halus. Permukaan mukosa usus yang berkurang akibat
Pasien dalam kasus ini mengalami diare lebih dari 3 bulan. Diare merupakan
hilangnya cairan dan elektrolit dalam jumlah besar yaitu >10mL/kg/hari pada bayi
dan >200g/24 jam pada anak-anak. Ketika episode diare berlangsung >14 hari maka
disebut sebagai diare kronik atau persisten. Pada pasien ini diare berlangsung selama
kurun waktu 3 bulan. Menurut kurva BB/U dari WHO, pasien dikategorikan < -3SD
% yaitu severely underweight atau gizi buruk. Pada kurva PB/U pasien dikategorikan
Pasien dalam kasus ini berisiko mengalami gagal tumbuh (FTT, failure to
thrive). Suatu istilah yang digunakan dalam menyatakan bahwa bayi atau anak yang
tidak mengalami penambahan berat badan yang sesuai dengan kurva pertumbuhan
normal atau mengalami penurunan berat badan. Gagal tumbuh lebih merupakan tanda
atau gejala dari suatu masalah pada pasien dan bukan merupakan suatu diagnosis atau
66
jadi bukan berarti gizi kurang atau gizi buruk, yang merupakan suatu keadaan yang
ditentukan pada satu titik pengamatan. Penyebab gagal tumbuh dapat diklasifikasikan
sebagai asupan kalori yang tidak adekuat, absorpsi kalori yang tidak adekuat dan
kebutuhan kalori.26 Pada pasien ini penyebab gagal tumbuh adalah absorbsi makanan
penggantian cairan, manajemen elektrolit dan nutrisi yang hilang, mengurangi diare,
dan menjaga pertambahan berat badan yang adekuat untuk tumbuh kembang anak.
Asuhan nutrisi pediatric adalah suatu pelayanan kesehatan pencegahan berupa asuhan
nutrisi yang diberikan kepada setiap pasien rawat jalan dan rawat inap untuk
masalah nutrisi dan mencegah malnutrisi pada rumah sakit. Langkah-langkah asuhan
nutrisi pediatrik:26
1, Assessment (Penilaian)
proses pemberian makanan dan diagnosis klinis pasien. Penentuan status gizi
berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau BB/PB. Grafik
pertumbuhan yang digunakan pada kasus ini adalah grafik WHO 2006 karena pasien
di kasus ini berusia di bawah 5 tahun. Pada kasus ini, status gizi anak pasien adalah
gizi buruk (< - 3 SD standar BB/PB). Diagnosis klinis pada pasien ini adalah short
2. Penentuan Kebutuhan
67
Kebutuhan kalori ditentukan berdasarkan berat badan ideal (BBI) dikalikan
RDA (Recommended Daily Allowance) menurut usia tinggi (height age). Usia tinggi
adalah usia saat tinggi badan anak tersebut merupakan P 50 pada grafik. Berdasarkan
perhitungan target BB ideal: BB ideal x RDA menurut usia tinggi dengan pemberian
kalori awal sebesar 50-75% dari target untuk menghindari sindrom refeeding. Pada
Data Pasien
RMK : 1-44-59-06
Pemberian nutrisi melalui oral atau enteral merupakan pilihan utama. Jalur
parenteral hanya digunakan pada situasi tertentu saja. Pemberian nutrisi enteral untuk
jangka panjang dapat dilakukan melalui pipa nasogastrik. Untuk nutrisi parenteral
jangka pendek (< 14 hari) dapat digunakan akses perifer dan untuk jangka panjang (>
14 hari) harus menggunakan akses sentral. Pada pasien ini pemberian nutrisi melalui
oral, enteral (pipa nasogastrik) dan parenteral (CVC). Pada tanggal 28 Desember
2019 dilakukan pemasangan CVC pada pasien. Berat badan pasien pada saat itu
68
adalah 5,2 kg. Pada pasien ini dilakukan pemasangan CVC (Central Vein Catheter)
sebagai jalur nutrisi akses vena sentral untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
usia dan kemampuan oromotor pasien, misalnya usia 0-6 bulan ASI dan/atau formula,
6 bulan-1 tahun ASI dan/atau formula ditambah makanan pendamping. Jenis sediaan
makanan untuk enteral disesuaikan dengan fungsi gastrointestinal dan dapat dibagi
dalam beberapa jenis yaitu polimerik (untuk fungsi GI normal, makronutrien intak
dengan formula standar atau formula makanan padat kalori), oligomerik dan modular.
Pada pasien ini diberikan susu pregestimil yang tergolong oligomerik. Pada
makanan (reaksi simpang makanan). Reaksi simpang yang dapat timbul pada
Berat badan pasien pada saat itu adalah 5,2 kg. Pada pasien ini dilakukan pemasangan
CVC (Central Vein Catheter) sebagai jalur nutrisi akses vena sentral untuk
69
nutrisi bagi pasien yang tidak dapat mengonsumsi atau menyerap sejumlah makanan
melalui traktus gastrointestinal selama paling sedikit 5-7 hari. Akses vena sentral
digunakan bila nutrisi parenteral direncanakan diberikan >14 hari. Pada akses ini
Pasien diberikan nutrisi berupa nutrisi enteral dan parenteral. Nutrisi enteral
yang diberikan adalah susu pregistimil 8x45 ml per hari. Nutrisi parenteralnya adalah
IVFD D40%, IVFD D10%, NaCl 3%, KCL, aminofusin 5% dan IV lipid 20%. Pada
kasus ini, nutrisi parenteral bersifat parsial dimana pemberian makanan tidak
sepenuhnya melalui pembuluh vena tetapi juga diusahakan melalui enteral. Hal ini
bertujuan agar fungsi saluran pencernaan bagian atas tetap berfungsi dengan baik.
dekstrosa, protein asam amino, dan lemak), dan mikronutrien (elektrolit, trace
Berat badan pasien saat pertama kali diberikan nutrisi parenteral adalah 5,2
kg. Berikut jumlah kebutuhan cairan, kalori, protein pada pasien ini:
a. Total kebutuhan cairan menurut RDA = 750 ml/hari (728 – 832 ml)
70
f. Total kebutuhan lemak = 15 gr/hari (1-3 gr/kgBB/hari = 5-15 gr/hari)
ml yang setara dengan 360 ml/hari. Nutrisi enteral yang diserap dan masuk ke dalam
darah diketahui sebanyak 70% dari 360 ml susu yaitu 250 ml/hari. Sisa cairan yang
dapat dijadikan patokan untuk pemberian nutrisi parenteral adalah kebutuhan cairan
total dikurangi nutrisi enteral yang masuk dalam darah yaitu 500 ml/hari. 26
Kebutuhan protein (10 gram/hari) terpenuhi dari 200 ml aminofusin fed 5%.
Kebutuhan lipid (15 gram/hari) terpenuhi dari 75 ml IV lipid 20%. Kebutuhan NaCl
terpenuhi dari 20 ml infus NaCl 3% dan kebutuhan kalium terpenuhi dari 5 ml infus
karbohidrat. Untuk memenuhi itu, digunakan infus dextrose. Infus dextrose yang
diberikan adalah infus D40% sebanyak 85 ml dan infus D10% sebanyak 135 ml.
c. Karbohidrat : D40% diberikan 65 ml setara dengan 104 kkal dan D10% diberikan
Total asupan kalori yang terpenuhi: 40 + 135 + 104 + 54 + 288 = 621 kkal
71
IVFD D40% (65 ml) + D10% (135 ml) + NaCl 3% (20 ml) + KCl (5 ml)
Pasien BAB cair hingga saat ini. Fungsi pencernaan pasien berubah. Waktu
pemulihan dan masa adaptasi usus pasien diperlukan waktu yang lama (1-2 tahun).9
Pasien dalam kondisi baik tetapi belum dapat dipulangkan karena masih
Setelah dilakukan follow up, pada hari Minggu hingga Jumat, 5-10 Januari
2020, pasien mengalami demam tinggi dan rewel. Setelah dilakukan pemeriksaan
foto rontgen dada pada 8 Januari 2020 didapatkan bahwa pasien mengalami
pneumonia. Pada kasus ini, kejadian infeksi memiliki risiko terjadi lebih tinggi,
Kejadian pneumonia terjadi lebih berisiko terjadi pada anak yang memiliki faktor
risiko. Beberapa faktor risiko yang ada dan terdapat pada pasien ini adalah usia 0-24
bulan, jenis kelamin laki-laki, pemberian ASI yang tidak eksklusif, dan status gizi
buruk. Pada anak yang berusia 0-24 bulan imunitas belum sempurna dan saluran
pernapasan relatif sempit. Status gizi buruk dapat menurunkan kapasitas kekebalan
loperamid, kolestiramin, ranivel dan supralisin. Pemberian oralit diberikan segera bila
72
anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Pemberian zinc dapat
mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan
anak. Dasar pemberian zinc dalam pengobatan diare didasarkan pada efektivitasnya
terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap
proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat
meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan
regenerasi sel epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical dan
Lacto B merupakan suatu probiotik bentuk bubuk yang dapat diberikan untuk
memperbaiki fungsi normal dari saluran pencernaan dan untuk memperbaiki kondisi
seperti diare. Lacto B mengandung komponen bakteri baik untuk saluran pencernaan
resin yang dapat mengikat asam empedu, juga dapat membantu dalam terapi diare
dengan reseksi ileal masif terjadi kekurangan asam empedu akibat ekskresi yang
juga dapat berikatan dengan obat lain, termasuk loperamid, sehingga penggunaan
hipersekresi asam lambung yang bersifat patologis. Hipersekresi gaster terjadi pada
73
lebih dari setengah pasien yang mengalami reseksi usus. Inhibitor pompa proton atau
PPI merupakan lini pertama karena efektivitasnya dalam mensupresi sekresi asam
lambung. Hipersekresi gaster tidak menetap namun bisa muncul hingga 12 bulan
sehingga pasien harus dimonitor ketat untuk melihat timbulnya rebound setelah
yang terdiri dari vitamin B-complex, vitamin A, D C. Obat ini membantu memenuhi
kebutuhan vitamin dan lysine pada masa pertumbuhan pada bayi dan anak-anak.
74
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan kasus short bowel syndrome post laparotomi reseksi usus
halus ec intususepsi + diare persisten pada seorang anak berusia delapan bulan.
pada penggantian cairan, manajemen elektrolit dan nutrisi yang hilang, mengurangi
diare, dan menjaga pertambahan berat badan yang adekuat untuk tumbuh kembang
anak. Pasien diberikan nutrisi berupa nutrisi enteral dan parenteral. Nutrisi enteral
yang diberikan adalah susu pregestimil 8x45 ml per hari. Nutrisi parenteralnya
adalah IVFD D40%, IVFD D10%, NaCl 3%, KCL, aminofusin 5% dan IV lipid
20%. Pada kasus ini, nutrisi parenteral bersifat parsial dimana pemberian makanan
tidak sepenuhnya melalui pembuluh vena tetapi juga diusahakan melalui enteral.
Hal ini bertujuan agar fungsi saluran pencernaan bagian atas tetap berfungsi dengan
baik. Pasien hingga saat ini masih dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin.
75
DAFTAR PUSTAKA
9. Pironi L. Definitions of intestinal failure and the short bowel syndrome. Best
Practice & Research Clinical Gastroenterology. 2016;30:173-185.
13. Carter BA, Cohran VC, Cole CR., Corkins MR, Dimmitt RA, Duggan, Merrit
RJ. Outcomes from a 12-week, open-label, multicenter clinical trial of
76
teduglutide in pediatric short bowel syndrome. The Journal of pediatrics.
2017. 181:102-111.
16. Carroll RE, Benedetti E, Schowalter JP, Buchman AL. Management and
complications of short bowel syndrome: an updated review. Current
gastroenterology reports. 2016. 18(7), 40.
17. Bhutta ZA. Persistent diarrhea in developing countries. Ann Nestle. 2006; 64:
39-47
18. Field M. Intestinal ion transport and the pathophysiology of diarrhea. J. Clin
Invest. 2003; 111(7): 931-943
19. Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY,
Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar
Gastroentero-hepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI
2011; 121-136.
23. Ignacio RC, Fallat ME. Intussusception. Dalam: Holcomb III GW, Murphy JP,
penyunting. Aschraft’s pediatric surgery. Ed ke-5. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2010. h. 508-16.
24. Peh WCG, Khong PL, Lam C, Chan KL, Saing H, Cheng W, et al.
Ileoileocolic intussusception in children: diagnosis and significance. The
British Journal of Radiology. 1997; 70:891-6.
77
25. Hendarto A, Nasar SS. Aspek Praktis Nutrisi Parenteral pada Anak. Sari
Pediatri. 2002;3(4):227-234.
78