Anda di halaman 1dari 24

KOMPLEMENTER KEBIDANAN

PERUT KEMBUNG PADA BAYI DAN BALITA

Tanggal 22 Januari 2022

Dosen Pembimbing: Bd. Retno Palupi Yonni Siwi, SST, S.Keb.,


M.Kes

Disusun Oleh :

Luluk Hidayati (2181A0107)

Mega Victorya (2181A0108)

Ni Putu Widya Putri L. (2181A0110)

Nur Kumalasari (2181A0114)

INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA


PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN
TAHUN AJARAN 2022/2023

i
i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, Kelompok dapat menyelesaikan


modul yang berjudul “Bayi/Balita dengan Perut Kembung” ini.
Terimakasih pula yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada
Bd. Retno Palupi Yonni Siwi, SST, S.Keb., M.Kes, selaku Dosen
mata kuliah komplementer kebidanan sehingga modul ini dapat
tersusun paripurna. Demikian penulis mengharapkan agar modul
ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswi kebidanan, Bidan,
ataupun para medis lainnnya.

Malang, 22 Januari 2022

Kelompok

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ................................................................... vi

I. PENDAHULUAN ............................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................... 1
B. Tujuan....................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................... 3


A. Definisi ......................................................................... 3
B. Etiologi ...................................................................... 4
C. Faktor Resiko............................................................. 5
D. Patofisiologi .............................................................. 5
E. Diagnosis................................................................... 8
F. Diagnosis Banding .................................................... 14
G. Tatalaksana .............................................................. 15
H. Pencegahan ............................................................... 17
I. Komplikasi ................................................................ 18
J. Prognosis ................................................................... 18

III. KESIMPULAN ................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 20

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Bakteri Intralumen ................................................. 7


Tabel 2. Manifestasi klinis bakteri tumbuh lampau di usus halus
.............................................................................................9
Tabel 3. Flora normal usus di saluran cerna normal............ 13
Tabel 4. Uji diagnostik bakteri tumbuh lampau di usus halus
.............................................................................................13

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Meteorismus atau kembung merupakan salah satu
kondisi yang sering dikeluhkan oleh orang tua untuk membawa
anaknya berobat. Penyebab terjadinya kembung dapat berupa
sebab bedah maupun non-bedah. Sebab non bedah tersering
adalah intoleransi laktosa, bakteri tumbuh lampau dan
gangguan fungsional saluran cerna (antara lain dyspepsia,
irritable bowel syndrome/ IBS) 1

Susu merupakan sumber nutrient esensial terutama


untuk bayi baru lahir dan anak yang sedang tumbuh dan
berkembang karena mengandung komponen yang diperlukan
pada diet yang sehat, antara lain karbohidrat, lemak, protein
dan mineral. Laktosa merupakan komponen karbohidrat dalam
susu yang akan dihidrolisis di usus halus (paling banyak di
jejunum) oleh enzim lactase menjadi glukosa dan galaktosa
yang mudah diserap1
Prevalensi maldigesti laktosa secara global ditemukan
sebanyak lebih dari 50% di Negara-negara Amerika selatan,
Afrika dan Asia, sedangkan di beberapa Negara Asia mencapai
hampir 100%. Di Amerika Serikat prevalensi intoleransi laktosa
adalah 15% untuk populasi kulit putih, 53% diantara populasi
Meksiko-Amerika dan 80% pada populasi kulit hitam. Di
Negara Eropa prevalensinya bervariasi antara 2% di
Skandinavia sampai 70% di Sisilia. Prevalensi di Australia dan
Selandia Baru adalah 6% dan 9%.1 Pada Negara dimana
populasi hipolaktasia primer cukup tinggi, seperti di Negara
Indnesia, maka akfifitas enzm laktase akan berkurang mulai
usia 2-3 tahun. Sebaliknya di Finnlandia onset kebanyakn
terjadi pada masa dewasa muda1

1
Pada saat lahir usus halus dalam keadaan steril, segera
setelah persalinan, organisme tertelan melalui mulut mulai
membuat kolonisasi di saluran cerna. Lambung maupun usus
halus tidak mengandung bakteri dalam jumlah yang bermakna
seperti halnya usus besar (kolon) yang normalnya mengandung
1010 organisme per milliliter. Mikroflora kolon baru akan
berproliferasi di usus halus jika mekanisme klirens di usus
halus terganggu, misalnya pada kondisi statis1
Kejadian meteorismus merupakan masalah yang banyak
dijumpai pada anak dan membutuhkan evaluasi yang cermat
terhadap kausanya. Maka dari itu, perlu pemahaman tentang
meteorismus secara mendalam untuk meningkatkan ketepatan
penanganan serta menurunkan morbiditas yang diakibatkan
oleh penyakit yang mendasarinya

B. TUJUAN
Penulisan modul ini bertujuan untuk mengetahui definisi
Meteorismus, penyebab, penatalaksanaan, dan prognosisnya
sehingga dapat dijadikan sebagai referensi tambahan ilmu
kesehatan anak khususnya di bidang neonatologi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Meterorismus atau perut kembung adalah suatu
peningkatan volume udara pada saluran cerna dan atau dalam
rongga peritonium, yang tampak sebagai perut yang sedikit
kembung pada bayi atau anak yang terbaring telentang2.
Distensi abdomen ini terkadang sulit dinilai karena banyaknya
variasi normal, Bayi yang gemuk misalnya memiliki perut yang
lebih besar dibandingkan bayi yang lebih kurus. Perut bayi
umumnya lebih bulat dibandingkan dengan anak yang lebih
besar. Adapun anamnesa memegang peranan penting dalam
mendiagnosa distensi abdomen ini3.
Meteorismus atau perut kembung yang penting pada
anak menurut IDAI (2010) diantaranya adalah intoleransi
laktosa dan bakteri tumbuh lampau. Intoleransi laktosa
merupakan sindrom klinis (sakit perut diare, flatus, dan
kembung) yang terjadi setelah mengkonsumsi 2 gram laktosa
per-Kg berat badan, maksimum 50 gram, dalam 20% larutan
(dosis unji toleransi standar terhadap laktosa). Jika terjadi
peninggian maksimum kadar glukosa darah tidak lebih dari 20
mh/dl setelah uji toleransi terhadap laktosa, maka keadaan ini
disebut malabsorbsi laktosa. Sedangkan bakteri tumbuh
lampau didefinisikan sebagai sindrom klinis yang terjadi
mempunyai sebutan bermacam-macam, diantaranya adalah
stagnant loop, blind loop, contaminated small bowel, small bowel
stasis dan small bowel bacterial overgrowth syndrome (sindrom
bakteri tumbuh lampau di usus halus). Karakteristik sindrom
ini adalah adanya kolonisasi bakteri abnormal di usus halus
oleh organism yang biasanya berada di kolom, steatorrhea, dan
anemia1

3
B. ETIOLOGI
Etiologi meteorismus dapat digolongkan menjadi kasus
bedah dan non bedah. Pada kasus bedah, meteorismus dapat
ditemukan pada kasus ileus baik obstuktif maupun paralitik,
serta enterokolitis subkutans. Sedangkan pada kasus non-
bedah (terutama di bagian Anak), penyebab meteorismus yang
penting adalah karena intoleransi laktosa dan adanya bakteri
tumbuh lampau.
1. Intoleransi laktosa
Intoleransi laktosa dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompk yaitu perimer (genetik), sekunder, dan bawaan.
Dikatakan primer jika sindrom klinis yang timbul tanpa
riwayat atau penyakit saluran cerna yang mendasari. Jika
didapatkan penyakit saluran cerna maka diklasifikasikan
sebagai intoleransi laktosa sekunder. Keduanya paling
sering dijumai di klinik. Intoleransi laktosa bawaan sangat
jarang dijumpai dan biasanya bermanifestasi sejak lahir.
Gambaran histologis mukosa saluran pencernaan biasanya
normal akan tetapi aktifitas enzim lactase di brush borderi
sangat rendah atau tidak ada sama sekali.
2. Bakteri tumbuh lampau
Beberapa predisposisi terjadinya bakteri tumbuh
lampau di usus halus dapat dikategorikan menjadi 4
kelompok yaitu kelainan anatomis (divertikula, duplikasi,
striktur, stenosis, web, blind loop), gangguan motilitas usus
(pseudoobstruction, hilangnya fungsi migratory motor
complex/MMC menyebabkan stasisi akibat terganggunya
fungsi peristatik, neuropati otonom pada diabetes, penyakit
vaskular kolagen pada scleroderma, adanya lesi yang
menyebabkan peningkatan jumlah bakteri usus halus
bagian proksimal (akhlorhidria, fistula, dan hilangnya katub

4
ileosekal) dan defisiensi imun pejamu (imunodefisiensi,
malnutrisi, dan prematuritas)1

C. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang meningkatkan kejadian intoleransi
laktosa adalah pemberian susu yang tidak terus menerus yang
mengakibatkan kurangnya rangsangan terhadap mikrovili
untuk membentuk laktase. Defisiensi laktase mengakibatkan
gangguan absorbs serta pengangkuran monosakarida dalam
usus halus. Sedangkan faktor resiko terjadinya bakteri tumbuh
lampau sering tumpang tindih. Pada Negara yang belum
berkembang sangat sulit memisahkan apakah kondisi tersebut
akibat buruknya hygiene perorangan atau akibat malnutrisi,
dan prematuritas. Bayi dengan sindrom usus pendek sering
disertai komplikasi bakteri tumbuh lampau, akibat multi
faktor1

D. PATOFISIOLOGI
Menurut IDAI (2010), patofisiologi yang mendasari pada
meteorismus adalah adanya penimbunan gas di usus dengan
penyebab yang sering dijumpai di bagian anak. Patofisiologi
meteorismus ditinjau berdasarkan adanya intoleransi laktosa
dan adanya bakteri tumbuh lampau.
1. Intoleransi laktosa
Mekanisme tinja cair akibat karbohidrat yang tidak
diabsorbsi dengan baik, sehingga terjadi beban osmotik yang
meningkat, menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit.
Dilatasi usus yang terjadi akibat proses osmotic tersebut,
akan menginduksi percepatan waktu singgah di usus halus
dan hal ini sesuai dengan derajat maldigesti. Waktu singgah
yang cepat ini akan menyebabkan proses hidrolisis akan

5
berkurang karena kurangnya waktu kontak anatara laktosa
dan enzim lactase yang tersisa3
Gejala perut kembung atau distensi abdomen dan rasa
sakit (cramp) yang terjadi berasal dari modifikasi keadaan
usus halus dan kolon, seperti waku singgah dan komposisi
flora usus dan hal tersebut mempengaruhi derajat beratnya
gejala. Gejala malabsorbsi laktosa bervariasi setiap individu.
jika laktosa dikonsumsi dalam jumlah sedikit tetapi dalam
jangka waktu yang lama oleh individu yang intoleransi
laktosa, maka flora usus akan beradaptasi terhadap beban
laktosa tersebut, sehingga gejala yang timbul akibat gas dan
asam di kolon akan berkurang atau hilang1
2. Bakteri tumbuh lampau
Jumlah bakteri intralumen usus yang berlebihan akan
menyebabkan perubahan sekresi dan produksi metabolit,
enzim serta toksin intralumen yang akan merusak mukosa
dan selanjutnya akan diabsorbsi. Dampak lanjut terhadap
pejamu dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu efek intralmen,
efek terhadap mukosa dan efek sistemik1
Tabel 1. Bakteri intralumen

Efek intralumen Efek terhadap Efek sistemik


mukosa
Dekonjugasi Hilangnya Absorbsi toksin
garam empedu disakaridase bakteri, antigen
11α-hidroksilase Kerusakan Inflamasi hati
Deplesi garam enterosit Pembentukan
empedu Inflamasi kompleks imun
Malabsobsi lemak Hilang protein Vaskulitis kulit
Malabsorbsi Perdarahan Poliarteritis
vitamin B12
Fermentasi asam

6
lemak rantai
pendek
Pelepasa protease,
toksin
Sumber: IDAI (2010).
Efek patologis akan maksimal jika baktteri lampau
menempati usus halus bagian proksimal. Bakteri anaerob
intralumen, terutama yang berasal dari tinja dan memiliki
enzim yang akan mendekonjugasi garam empedu dan
mengubah asam kolat dan kenodeoksikolat menjadi asam
deoksikolat dan litokolat. Hasil akhirnya adalah
menurunkan konsentrasi garam empedu di duodenum dan
jejunum, menyebabkan trigliserid dan kolesterol tidak
dihidrolisis menjadi misel (campuran asam lemak dan mono
serta digliserid) dan garam empedu, melainkan akan banyak
terbentuk emulsi yang berbentuk Kristal dan tidak larut
dalam air. Akibat lebih lanjut akan terjadi maldigesti lemak
dan malabsirbsi lemak, bakteri intralumen terutama
bacteroides dan coliform juga menggunakan B12 sehingga
merupakan competitor dan menyebabkan malabsorbsi
vitamin B121
Bakteri yang jumlahnya berlebihan tersebut akan
memproduksi enzim dan metabolit yang dapat merusak
mukosa usus. Sebagai akibatnya aktifitas enzim
disakaridase akan berkurang akibat elsi mukosa setempat
(patchy) yang menyebabkan atrofi villi dan respon inflamasi
subepitel. Penelitian pada bayi menunjukkan adanya
hubungan tumbuh lampau di usus halus multi faktor dan
sebagian besar dapat dikoreksi secara bedah. Oleh sebab itu
evaluasi ke arah penyebab kasus bedah harus dilakukan
dengan cermat. Gejala akut penyakit crohn, sebagi penyakit
yang mendasari, jika diberikan steroid akan memperbaiki

7
keadaan. Pemberian cisaprid untuk gangguan motilitas pada
pseudoobstruksi usus dilaporkan efektif 2

E. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis ditemukan adanya keluhan perut
kembung. Perlu diveluasi apakah perut kembung tersebut
disertai dengan rasa nyeri yang hebat, disertai gangguan
defekasi, dan buang angin (flatus) untuk membedakan
kasus meteorismus akibat kasus bedah 4. Pada kasus non
bedah yang sering dijumpai pada anak perlu dicermati
tentang adanya riwayat komsumsi laktosa (misal susu
formula) yang mengawali keluhan perut kembung. Perlu
dievaluasi apakah keluhan disertai dengan gejala mual
muntah5
Aktifitas enzim laktase yang mulai berkurang pada
usia 2-3 tahun (pada intoleransi laktosa primer), biasanya
akan memberikan gejala setelah usia lebih dari 6 tahun, dan
hal ini tergantung dari kecepatan penurunan enzim laktase
di usus maupun asupan laktosa pada diet. Gejala klini
intoleransi laktosa dapat berupa kembung, sakit perut dan
flatus yang terjadi sekitar 1 jam setelah mengkonsumsi
susu sapi atau produk susu sapi. Tinja cair disertai flatus
yang berlebihan dan rasa mules dapat terjadi beberapa jam
kemudian1
Pada meteorismus yang disebabkan oleh adanya
bakteri tumbuh lampau gejala klinis yang ditemukan pada
sepertiga pasien dan variasi gejala dapat ringan sampai
berat bahkan menjadi kronis. Gejala yang berat sesuai
dengan letak bakteri tumbuh lampau pada usus halus
proksimal, sedangkan makin ke distal maka manifestasi
gejala makin ringan. Gejala sistemik biasanya terjadi setelah

8
operasi pintas (bypass) usus2. Gejala klinis pada keadaan
bakteri tumbuh lampau ditampilkan pada tabel 2.
Tabel 2. Manifestasi klinis bakteri tumbuh lampau di usus
halus

Gejala klasik Gejala lain


Diare kronis, Steatorea Berat badan menurun
Anemia Perawakan pendek
Sistemik Sakit perut
Arthritis, Tenosinovitis Enteropati hilang protein
Ruam vesikopustular, Eritema Hipoalbuminemia
nodosum, Fenomena Raynaud Osteomalasia, Rabun
Nefritis, Hepatitis, Stetosis hati senja, Ataksia
Sumber: IDAI (2010).
Selain gejala klinis pada tabel 1, dapat pula terjadi
maldigesti lemak, karbohidrat dan protein serta kehilangan
protein endogen melalui usus. Sakit perut yang terjadi
adalah akibat intoleransi karbohidrat sekunder. Defisiensi
vitamin jarang terdeteksi secara klinis. Defisiensi vitamin B 12
dapat dicegah karena terdapatnya cadangan kobalamin yang
adekuat dalam tubuh. Anemia defisiensi besi dapat terjadi
karena kehilangan besi memalui usus. Asam folat serum
akan meningkat karena bakteri tersebut pun memproduksi
vitamin K dan asam folat. Pneumoperitoneum dan asites
dilaporkan dapat terjadi sekunder akibat bakteri tumbuh
lampau 1

Anamnesis yang cermat merupakan hal yang penting


untuk menentukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan
untuk mendiagnosis keadaan yang mendasari teradinya
bakteri tumbuh lampau. Riwayat operasi di daerah perut
sebelumnya perlu diatnyakan karena bakteri tumbuh
lampau di usus halus merupakan komplikasi jangka

9
penjang akibat perbahan motilitas atau akibat stasis yang
terjadi pada perubahan antomik tersebut 2

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik jarang disertai gangguan
tumbuh (gagal tumbuh atau malnutrisi). Sakit perut yang
tidak spesifik dan tidak berfokus biasanya tidak
memberikan rasa sakit yang bermakna pada palpasi. Pada
pemeriksaan lokasis abdomen ditemukan dinding abdomen
yang distensi, dengan peningkatan bising usus (borborigmi)
anak sering terdengar pada saat palpasi ataupun auskultasi
di daerah perut. Pada kasus bakteri tumbuh lampau dapat
ditemukan adanya bercak minyak di celana akibat adanya
lemak yang tidak diabsorbsi (steatorhea) 3

3. Pemeriksaan penunjang
Malabsorbsi laktosa dapt didiagnosis berdasarkan
kombinasi manifestasi klinis dan uji diagnostic antara lain
uji toleransi laktosa, uji hydrogen nafas (breath hydrogen
test) dan pengukuran enzim laktase melalui biopsy usus
halus. Cara lain adalah pemeriksaan pH (asam) dan reduksi
tinja (>0,5%). Tetapi cara ini tidak dianjurkan untuk
penelitian karena uji ini dinayatakan valid bila pengukuran
dilakukan setelah laktosa dikonsumsi, waktu singgah usus
halus, tinja dalam keadaan segar dan pemeriksaan
dilakukan sesegera mungkin, serta degradadi laktosa dalam
kolon oleh bakteri tidak komplit. Pengukuran kadar laktase
secara langsung dibandingka sukrase melalui biopsy
jejunum jarang dilakukan karena merupakan pemeriksaan
yang invasif. Hal ini sulit diterapkan terutama untuk pasien
klinik. Pemeriksaan secara tidak langsung yang sering
dilakukan adalah pemeriksaanglukosa darah serial (setiap 2
jam) setelah menkonsumsi laktosa secara oral (2 gram per-
kg berat badan, maksimum 50 gram laktosa). Jika kadar

10
gula darah tidak meningkat lebih dari 20 mg/dl, maka
diagnosis malabsorbsi laktosa dapat ditegakkan2
Pemeriksaan yang sederhana dan tidak invasif adalah
uji hidrogen nafas. Dosis laktosa yang dibutuhkan adalah 2
gram laktosa per kg berat badan dan maksimum 50 gram
dalam 20% larutan dalam air. Setelah puasa sejak malam
hari (4 jam pada bayi kecil), dilakukan uji nafas dengan cara
mengukr udara ekshalasi sebelum mengkonsumsi laktosa
dan pada interval 30 menit setelah konsumsi laktosa sampa
total 2-3 jam. Produksi hidrogen yang dieksresikan melalui
udara nafas merupakan hasil fermentasi laktosa yang tidak
dapat dicerna oleh bakteri kolon. Pada 30 menit pertama
jika terjadi peningkatan antara 10-20 ppm dinggap
bermakna jika disertai gejala. Hasil peningkatan > 20 ppm
dianggap malabsorbsi laktosa. Uji hidrogen nafas dapat
merupakan hasil yang negatif palsu jika sebelumnya
mendapat antibiotik atau bakteri kolon tidak memproduksi
hidrogen (sekitar 1% dari populasi) 1

Pemeriksaan barium meal dengan follow-trough dapat


mendeteksi adanya striktur usus, divertikel dan
perlambatan waktu singgah. Meski demikian asil
pemeriksaan barium meal yang normal tidak dapat
mengeksklusi adanya bakteri tumbuh lampau di usus halus
yang secara klinis bermakna 1

Adanya bakteri anaerob di cairan usus halus bagian


proksimal yang bukan merupakan flora normal mulut, perut
maupun usus halus proksimal dan jumlah lebih dari 10 6
koloni merupakan baki emas uji diagnostic pada bakteri
tumbuh lampau. Misalnya ditemukan spesies Bacteriodes.
Karena sangay sulit melakukan biakan bakteri anaerob,
maka ditemukannya bakteri anaerob fakultatif, seperti

11
strain E.coli lebih dari 106 pada biakan tersebut dapat
merupakan bukti adanya kolonisasi bakteri anaerob 1

Pengukuran H2 nafas merupakan pemeriksaan


noninvasive yang dapat digunakan pada anak ataupun bayi.
Sel mamalia tidak memprodulsi H2, sedagkan mikroflora
kolon komensal pada umumnya memproduksi H2. Hidrogen
yang diproduksi tersebut akan diabsorsi dan didistribusikan
ke seluruh tubuh dan akhirya dikeluarkan lerat udara
nadas. Konsumsi karbohidrat yang tidak diserap, seperti
laktulossa akan menyebabkan peningkatan kadar H 2 yang
dihasilkan uang berkorelasi dengan adanya bakteri tumbuh
lampau 1

Tabel 3. Flora normal usus di saluran cerna normal.

Usus halus proksimal


< 106 organisme per milliliter
Bakteri aerob, dominasi flora mulut
Streptococcus, lactobacillus, Neisseria
Usus halus distal
>106 organisme permililiter
Sejumlah besar bakteri anaerob dan bakteri anaerob
fakultatif
Bacteriodes, Escherechia coli Bifidobancterium
Kolon
<1010 organisme per milliliter
Bakteri anaerob dan anaerob fakultatif
Bacteroides, E.coli, Bifidobacterium,Clostridium.
Sumber: IDAI (2010)
Uji tapis dan uji diagnosis bakteri tumbuh lampau
menurut IDAI (2010) ditampilkan pada tabel 4.
Tabel 4. Uji diagnostik bakteri tumbuh lampau di usus
halus.

12
Uji tapis Uji diagnostic
Pewarnaan Sudan untuk Invasif
lemak dalan tinja Aspirasi duodenum- biakan
Pengukuran lemak dalam (bakteri aerob, bakteri
tinja tampunf 72 jam anaerob, eksklusi
Uji Schilling terhadap faktor enteropatogen yang telah
intrinsic diketahui)
Barium meal dengan follow- Garam empedu dekonjugasi
through Asam lemak rantai pendek

Non invasif
Indikanuria
Asam empedu serum
Uji hidrogen nafas.
Sumber: IDAI (2010).
Peningkatan bermakna kadar konjudar asam 5-
aminosalisilat urodeoksikolat monofosfat (5-ASA-UDCA
monofosfat) di urin pada bakteri tumbuh lampau di usus
halus merupakan pemeriksaan noninvasif yang menjanjikan
dan masih dalam tahap penelitian 1

F. DIAGNOSIS BANDING
1. Aerofagi
Akibat dari banyaknya udara yang tertelan 3

2. Ileus paralitik.
Suatu keadaan dimana peristaltik usus berhenti sehingga
terjadi akumulasi udara dan cairan didalam usus yang
berdilatasi. Penyebab paling sering antara lain peritonitis
dan pasca operasi 3

3. Ileus obstruktif
Penyebab obstruksi usus bervariasi sesuai usia. Malformasi
gastrointestinal biasanya terjadi pada janin atau bayi baru

13
lahir. Pada bayi yang lebih besar atau anak, penyebab
tunggal tersering adalah hernia inguinalis. Pada anak yang
lebih kecil, kehilangan cairan dan elektrolir dengan cepat
akan menyebabkan dehidrasi dan kegagalan sirkulasi.
Gejala utama obstruksi usus antara lain muntah (dengan
atau tanpa bercampur empedu), Nyeri, Konstipasi dan juga
distensi abdomen. Obstruksi dapat pula disebabkan antara
lain oleh penyakit Hirschprung, ang disebabkan oleh tidak
adanya pleksus mesenterika pada satu segmen usus besar,
tersering pada daerah rektosigmoid. Pasase mekonium yang
terlambat diikuti oleh konstipasi dan distensi 3

4. Enterokolitis nekrotikans
Paling sering di ICU anak, suatu kegawatdaruratan bedah
yang paling sering pada kedokteran neonatal, pembedahan
biasanya diperlukan, dengan mortalitas sekitar 20%. Biasa
pada bayi prematur. Etiologinya tidak diketahui, tetapi
imaturitas, infeksi, iskemia usus, dan pemberian susu
enteral berperan pada patogenesis penyakit ini. Dengan
gejala berupa diare berdarah dan sepsis. Pada foto polos
abdomen didapatkan gambaran ileus (dilatasi usus), dengan
karakteristik pnematosis intestinalis, yaitu gambaran udara
berupa garis atau bubble kecil di dinding usus, dan udara di
vena porta 3

G. TATALAKSANA
Penatalaksanaan meteorismus tergantung dari penyakit
yang mendasarinya. Pada meteorismus yang disebabkan
karena adanya intoleransi laktosa, terapi sesuai dengan usia
anak. Pada anak berusia kurang dari 5 tahun, malabsorbsi
lakosa yang dibuktikkan dengan uji hydrogen nafas,

14
menunjukkan kerusakan usus halus jika terjadi pasca
gastroenteritis1. Walaupun demikian beberapa penelitian
menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil kelompok ini yang
memerlukan susu formula rendah laktosa, karena penggantian
epitel yang rusak tersebut sangat cepat dan tidak semua infeksi
usus akan menyebabkan kerusakan mukosa. Selain itu pada
bayi barusia kurang dari 6 bulan sebaiknya diberikan susu
formula normal setelah rehidrasi tercapai. Pada diare persisten
sebaiknya upaya pemberian rendah laktosa dengan cara
mencampur susu dengan sereal atau susu fermentasi daripada
dengan air. Pada anak yang berusia lebih dari 5 tahun,
malabsorbsi laktosa dapat akibat kadar enzim lactase yang
rendah ataupun karena mukosa usus yang rusak pasca
gastroenteritis 2

Jika reduksi ataupun restriksi laktosa dibutuhkan maka


perlu substitusi alternative sumber nutrient untuk
menghindarkan berkurangnya asupan energy dan protein serta
kebutuhan kalsium perlu diperhitungkan dalam dietnya.
Suplementasi kalsium dapat berupa kalsium glukonat cair
(untuk bayi dan anak) atau kalsium karbonat (untuk anak yang
lebih besar). Produk lain yang mengandung kalsium antara lain
adalah ikan, sayuran dan kacang-kacangan. Terapi lain adalah
substitusi enzim laktase yang berasal dari ragi yang dapat
berupa preparat tetes (dengan cara menambahkan pada produk
susu sapi) ataupun tablet kunyah (yang dikonsumsi sebelum
mencerna makanan yang mengandung laktosa) 2

Tatalaksana bakteri tumbuh lampau di usus halus dapat


dibagi 3 yaitu dengan mengkoreksi penyakit yang
mendasari,pemberian antibiotic dan terapi suportif. Penyebab
terjadinya bakteri tumbuh lampau di usus multi faktor dan
sebagian besar dapat dikoreksi secara bedah. Oleh sebab itu
evaluasi ke arah penyebab harus dilakukan dengan cermat 2

15
Pemilihan jenis antibiotik berdasarkan efektifitasnya
terhadap bacteroides. Pilihan terapi yang utama adalah
metronidazol dan dapat diberikan selama 2 sampai 4 minggu.
Jika terjadi kekambuhan dapat diberikan antibiotik dengan
spektrum luas, misalnya trimetoprim-sulfametoksazol atau
gentamisin. Kloramfenikol dan linkomisin sebaiknya digunakan
jika terhadap antibiotic yang lain yang telah resisten.
Penggunaan probiotik merupakan alternative terapi yang saat
ini dilaporkan cukup efektof untuk terapi bakteri tumbuh
lampau 1

Terapi suportif terutama untuk mencegah komplikasi


metabolic dan deficit nutrient. Pemberian nutrisi dengan bahan
dasar yang mudah dicerna dan rendah lemak (mengandung
asam lemak rantai sedang), sangat diperlukan untuk menjaga
tumbuh kembang yang normal. Pemberian suplementasi
vitamin yang larut dalam lemak perlu untuk mencegah
komplikasi rabun senja, osteomalasia, ataupun kelainan
neurologis 1

H. PENCEGAHAN
Menurut IDAI (2010) untuk mengurangi bertambah
buruknya gejala intoleransi laktosa maka perlu dicermati untuk
menghindarkan susu sapi atau produk susu sapi dalam diet.
Kegagalan dalam mengenali intoleransi laktosa yang sementara
pada bayi maupun anak dapat menyebabkan keluhan diare
kronik dan kembung, sehingga menggangu masukan makanan
yang adekuat. Hal ini merupakan pemicu terjadinya gangguan
pertumbuhan pada bayi dan anak 1

I. KOMPLIKASI
Pada meteorismus yang disebabkan oleh intoleransi
laktosa, dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia akibat

16
kurangnya asupan nutrisi (laktase). Pada meteorismus yang
disebabkan bakteri tumbuh lampau, toksin bakteri dapat
diabsorbsi, dan mencapai hati kemudian menyebabkan
inflamasi hati. Efek sistemik lainnya yaitu dapat terjadi
vaskulitis kulit serta poliarteritis. Dampak lokal pada usus
halus yang diakibatkan karena adanya kolonisasi bakteri
tumbuh lampau ialah menyebabkan kerusakan mukosa
sehingga dapat terjadi perdarahan 1

J. PROGNOSIS
Menurut IDAI (2010), prognosis meteorismus akibat
intoleransi laktosa cukup baik. Hal ini dikarenakan penyebab
kelainan bawaan sangat jarang terjadi maka diagnosis alergi
protein susu sapi pada bayi perlu dipertimbangkan jika terjadi
gejala intoleransi terhadap susu sapi atau produk susu sapi
yang dikonsumsi. Jika penyebab intoleransi adalah kelainan
primer (kongenital) prognosis kurang baik, namun pada yang
sekunder (didapat) prognosis umumnya baik. Sedangkan pada
meteorismus akibat bakteri tumbuh lampau tergantung dari
penyakit yang mendasari dan respon terhadap terapi 1

17
BAB III
KESIMPULAN

1. Meterorismus atau perut kembung merupakan suatu


keadaan dimana perut berisi gas yang dapat disebabkan
oleh intoleransi laktosa dan bakteri tumbuh lampau.
2. Intoleransi laktosa merupakan sindrom klinis (sakit perut
diare, flatus, dan kembung) yang terjadi setelah
mengkonsumsi 2 gram laktosa per-Kg berat badan,
maksimum 50 gram, dalam 20% larutan (dosis unji toleransi
standar terhadap laktosa).
3. Bakteri tumbuh lampau adalah sebagai sindrom klinis yang
terjadi mempunyai sebutan bermacam-macam, diantaranya
adalah stagnant loop, blind loop, contaminated small bowel,
small bowel stasis dan small bowel bacterial overgrowth
syndrome (sindrom bakteri tumbuh lampau di usus halus).
4. Penanganan meterorismus akibat intoleransi laktosa adalah
melakukan reduksi laktosa dan diberikan substitusi
alternative nutrient (misal yoghurt). Sedangkan pada
meterorismus yang diakibatkan oleh bakteri tumbuh lampau
penanganan meliputi koreksi penyakit yang mendasari,
pemberian antibiotic, dan terapi suportif.
5. Prognosis meteorismus akibat intoleransi laktosa cukup
baik, namn jika disebabkan kelainan primer (kongenital)
prognosis kurang baik. Sedangkan pada meteorismus akibat
bakteri tumbuh lampau tergantung dari penyakit yang
mendasari dan respon terhadap terapi

18
DAFTAR PUSTAKA

Graber, Mark A. 2006. Buku saku dokter keluarga edisi 3. Jakarta:


penerbit buku kedokteran EGC

Hull, David. 2008. Dasar-dasar Pediatri edisi 3. Jakarta: penerbit


buku kedokteran EGC.

IDAI. 2010. Buku ajar Gastroenterologi-hepatologi jilid I. Jakarta:


Badan Penerbit IDAI.

IDAI. 2011. Pedoman pelayanan medis: ikatan dokter anak


Indonesia edisi II. Jakarta: badan penerbit IDAI.

Vesa, TH., Marteu, P., Korpela R. 2005. Lactose intolerance. J Am


Coll Nutr. 19 suppl: 165-75.

19

Anda mungkin juga menyukai