Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS, BAYI DAN

BALITA TENTANG

“ OBSTRUKSI BILIARIS “

DOSEN PENGAMPU :

RATNA WATI, SST

DISUSUN OLEH :

ELIN BETTRILLIA ARMANTO

( P07224219013 )

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN SAMARINDA

TINGKAT II

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kesempatan pada saya untuk menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul
tentang “ Obstruksi biliaris “ dengan tepat waktu. . Laporan ini disusun untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah asuhan kebidanan neonatus. Selain itu, saya
juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang
kasus obstruksi biliaris pada neonatus.

Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen pengampu dan


kepada teman – teman. Dan semoga tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan kepada para pembaca.

Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya terima demi kesempurnaan makalah
ini.

Sendawar, 04 Juni 2020

ELIN BETTRILLIA ARMANTO

2
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER......................................................................... 1

KATA PENGANTAR........................................................................ 2

DAFTAR ISI..................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 4

A. LATAR BELAKANG................................................................... 4

B. RUMUSAN MASALAH............................................................... 7

C. TUJUAN........................................................................................ 8

BAB II TINJAUAN TEORI............................................................. 9

A. DEFINISI....................................................................................... 9

B. ETIOLOGI..................................................................................... 13

C. PATOFISIOLOGI.......................................................................... 13

D. DIAGNOSIS.................................................................................. 14

E. PENATALAKSANAAN................................................................ 17

F. KONSEP DASAR MANAJEMEN................................................. 18

BAB III TINJAUAN KASUS............................................................ 19

KASUS................................................................................................ 19

BAB IV PENUTUP......................................................................... .. 32

A. KESIMPULAN............................................................................... 32

B. SARAN.......................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 33

3
4
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Harus diakui bahwa bayi sangat rentan terserang beberapa kelainan
bawaan atau penyakit – penyakit lainnya, dikarenakan pada umumnya bayi
belum memiliki daya tahan tubuh yang sempurna.
Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah sustu kelainan pada
struktur fungsi maupun metabolism tubuh yang ditemukan pada bayi
ketika dia dilahirkan. Sekitar 3-4 % bayi baru lahir memiliki kelainan
bawaan yang berat. Beberapa kelainan baru ditemukan pada saat anak
mulai tumbuh, yaitu sekitar 7,5% terdiagnosa ketika anak berusia 5 tahun,
tetapi kebayakan bersifat ringan (Muslihatum, 2010).
Malformasi kongenital (kelainan kongenital) adalah kelainan
dalam pertumbuhan janin yang terjadi sejak konsepsi dan selama dalam
kandungan. Diperkirakan 10 – 20 % dari kematian janin dalam kandungan
dan kematian neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital. Khususnya
pada bayi berat badan diperkirakan kira- kira 20 % diantaranya meninggal
karena kelainan kongenital dalam minggu pertama kehidupannya (Sofian,
2011).
Sebab terjadinya kelainan kongenital dapat di sebabkan: kelainan
kromosom, kekurangan nutrisi tertentu, agen teratogenic. Dengan
demikian, dapat digambarkan bahwa kejadian kelainana kongenital dapat
di sebabkan oleh: factor genetik 40%, gangguan perkembangan janin
terdiri atas: akibat infeksi 5%, obat-obatan 5%, gangguan metabolisme
ibu; pada kelainan kongenital mi;tipel kematiannya lebih dari 50-60%.
Kelainana kongenital dimaksud dengan ketidakmampuan berfungsi normal
atau ketidakmampuan hidup normal. Kejadian kelainan kongenital
tergantung dari: factor lingkungan geografis dan factor rasia (Manuaba,
2007).

5
Semua bayi baru lahir harus dinilai tanda-tanda
kegawatan/kelainan yang menunjukkan suatu penyakit. Bayi baru lahir
dinyatakan lahir sakit apabila mempunyai satu atau tanda-tanda sesak
napas, frekuensi napas lebih dari 60 kali per menit, tampak tertraksi
dinding dada, malas minum, panas atau suhu badan bayi rendah, kurang
aktif berat badan lahir rendah dengan kesulitan umum sedangkan pada
bayi labioskizis ditandai dengan adanyta kelainan pada bentuk bibir
sumbing atau tidak sempurna (Muslihatun, 2010).
Neonatus adalah bayi yang baru lahir 28 hari pertama kehidupan
(Rudolph, 2015). Neonatus adalah usia bayi sejak lahir hingga akhir bulan
pertama (Koizer, 2011). Neonatus adalah bulan pertama kelahiran.
Neonatus normal memiliki berat 2.700 sampai 4.000 gram, panjang 48-53
cm, lingkar kepala 33-35cm (Potter & Perry, 2009). Dari ketiga pengertian
di atas dapat disimpulkan neonatus adalah bayi yang lahir 28 hari pertama.
Neonatus memiliki ciri berat badan 2700-4000gram, panjang,
panjang 48- 53 cm, lingkar kepala 33-35cm (Potter & Perry, 2009).
Neonatus memiliki frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit, pernapasan
40-60 x/menit, lanugo tidak terlihat dan rambut kepala tumbuh sempurna,
kuku agak panjang dan lemas, nilai APGAR >7, refleks-refleks sudah
terbentuk dengan baik (Dewi, 2010).
Asuhan kebidanan neonatus adalah sebuah asuhan atau perawatan
yang diberikan kepada bidan kepada neonatus ( bayi baru lahir berusia 0 –
28 hari ). Asuhan atau perawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan
bayi tersebut, bayi yang memiliki kelainan bawaan membutuhkan
perawatan yang benar dan sesuai dengan standar operasional prosedur.
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada
sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik.
Kelainan bawaan adalah sesuatu kelainan yang timbul sejak saat
pertumbuhan hasil konsepsi didalam rahim. Kelainan tersebut
menyebabkan pertumbuhan struktur janin tidak sesuai dengan keadaan
normal. Penyebab kelainan bawaan sampai saat ini belum diketahui pasti,

6
tetapi dari beberapa kasus ada yang disebabkan oleh faktor genetik dan
faktor lingkungan.
Kelainan kongenital bisa langsung diketahui melalui pemeriksaan
fisik ketika bayi dilahirkan. Namun pada kondisi tertentu, misalnya
kelainan jantung bawaan, dokter akan menjalankan pemeriksaan
penunjang, seperti foto Rontgen, MRI, echo jantung, atau EKG. Pada
beberapa kasus, kelainan bawaan pada bayi dapat terdeteksi sejak masa
kehamilan. Misalnya, untuk mendeteksi spina bilfida, dokter akan
melakukan tes darah, USG kehamilan, dan pemeriksaan sampel cairan
ketuban pada ibu hamil.
Ada beberapa kelainan yang sudah menjadi kelainan bawaan, dan
salah sayunya adalah obstruksi biliaris. Obstruksi biliaris sendiri
merupakan sebuah kelainan kongenital yang menyebabkan tersumbatnnya
saluran empedu, sehingga cairan empedu tidak bisa mengalir kedalam usus
dan dikeluarkan dalam fases. ( Vivian Nani Lia Dewi,2010 ). Obstruksi
biliaris adalah penyakit yang sering diderita oleh bayi, balita maupun usia
dewasa. Laporan yang berjudul “ Obstruksi Biliaris pada neonatus “ ini
dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan pada
Neonatus, yang bertujuan untuk memperdalam pengetahuan
mengenai Obstruksi Biliaris. Sehingga mahasiswa mampu mengetahui
tentang definisi, kepatologisan, gejala, dan penatalaksanaan dalam
menghadapi penyakit ini agar mahasiswa calon bidan juga dapat mencegah
terjadinya penyakit ini

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari obstruksi biliaris ?
2. Apa etiologi dari obstruksi biliaris ?
3. Bagaimana patofisiologi dari obstruksi biliaris ?
4. Bagaimana cara mendiagnosis dari obstruksi biliaris ?
5. Bagaimana penatalaksanaan asuhan kebidanan pada neonatus dengan
obstruksi biliaris ?
6. Bagaimana konsep manajemen dari asuhan kebidanan pada neonatus ?

7
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan pelaksanaan asuhan kebidanan pada neonatus dengan
menggunakan pola pikir ilmiah melalui pendekatan manajemen kebidanan
menurut varney dan mendokumentasikan asuhan kebidanan dalam bentuk
catatan SOAP.
2. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan konsep dasar teori dari obstruksi biliaris.
2. Menjelaskan etiologi dari obstruksi biliaris.
3. Menjelaskan patofisiologi dari obstruksi biliaris.
4. Menjelaskan cara untuk mendiagnosis obstruksi biliaris.
5. Menjelaskan penatalaksanaan asuhan kebidanan pada neonatus.
6. Menjelaskan konsep manajemen dari obstruksi biliaris.

8
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI OBSTRUKSI BILIARIS


Obstruksi billiaris merupakan suatu kelainan bawaan karena
adanya penyumbatan pada saluran empedu, sehingga cairan empedu tidak
dapat mengalir ke dalam usus dan akhirnya dikeluarkan dalam feses.
(Vivian Nanny Lia Dewi,2010 ).
Obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga
empedu tidak dapat mengalir kedalam usus untuk dikeluarkan sebagai
sterkobilin dalam feses. Etiologi dari obstruksi biliaris adalah saluran
empedu belum terbentuk sempurna, sehingga tersumbatnya pada saat
amnion tertelan masuk. ( Wafi Nur Muslihatun, 2010 )
Obstruksi billiaris adalah tersumbatnya saluran kandung empedu
karena terbentuknya jaringan fibrosis. ( Marmi,S.ST dan Kukuh Rahardjo,
2012). Mengetahui faktor resiko yang dimiliki, sehingga mendapatkan
prompt diagnosis dan pengobatan jika saluran empedu tersumbat.
Penyumbatan itu sendiri tidak dapat dicegah. (Attasaranya S, Fogel EL,
2008)
Dalam hal ini bidan dapat memberikan pendidikan kesehatan pada
orang tua untuk mengantisipasi setiap faktor resiko terjadinya obstruksi
biliaris (penyumbatan saluran empedu) dengan keadaan fisik yang
memnunjukkan anak tampak ikterik, feses pucat dan urine berwarna gelap
(pekat). (Sarjadi.2000) Gambaran gejala klinis gejala mulai terlihat pada
akhir minggu pertama yakni, bayi ikterus kemudian feses bayi berwarna
putih agak keabu-abuan dan liat seperti dempul, lalu urine menjadi lebih
tua karena mengandung urobilinogen, perut sakit di sisi kanan atas,
demam, mual dan muntah (Zieve David,2009), Nafsu makan berkurang,
sulit buang air besar.
Kantung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah pir
yang terletak di bagian sebelah dalam hati (scissura utama hati) di antara

9
lobus kanan dan lobus kiri hati. Panjang kurang lebih 7,5 – 12 cm, dengan
kapasitas normal sekitar 35-50 ml (Williams, 2013). Kantung empedu
terdiri dari fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus mempunyai
bentuk bulat dengan ujung yang buntu. Korpus merupakan bagian terbesar
dari kandung empedu yang sebagian besar menempel dan tertanam
didalam jaringan hati sedangkan Kolum adalah bagian sempit dari
kandung empedu (Williams, 2013; Hunter, 2014). Kantung empedu
tertutup seluruhnya oleh peritoneum viseral, tetapi infundibulum kandung
empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan peritoneum.
Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu,
bagian infundibulum menonjol seperti kantong yang disebut kantong
Hartmann (Sjamsuhidayat, 2010).
Duktus sistikus memiliki panjang yang bervariasi hingga 3 cm
dengan diameter antara 1-3 mm. Dinding lumennya terdapat katup
berbentuk spiral yang disebut katup spiral Heister dimana katup tersebut
mengatur cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu, akan
tetapi dapat menahan aliran cairan empedu keluar. Duktus sistikus
bergabung dengan duktus hepatikus komunis membentuk duktus biliaris
komunis (Sjamsuhidayat, 2010; Williams, 2013). Duktus hepatikus
komunis memiliki panjang kurang lebih 2,5 cm merupakan penyatuan dari
duktus hepatikus kanan dan duktus hepatikus kiri. Selanjutnya penyatuan
antara duktus sistikus dengan duktus hepatikus komunis disebut sebagai
common bile duct (duktus koledokus) yang memiliki panjang sekitar 7 cm.
Pertemuan (muara) duktus koledokus ke dalam duodenum, disebut
choledochoduodenal junction. Duktus koledokus berjalan di belakang
duodenum menembus jaringan pankreas dan dinding duodenum
membentuk papila vater yang terletak di sebelah medial dinding
duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter oddi yang
mengatur aliran empedu masuk ke dalam duodenum. Duktus pankreatikus
umumnya bermuara ditempat yang sama dengan duktus koledokus di
dalam papila vater, tetapi dapat juga terpisah (Sjamsuhidayat, 2010;
Williams, 2013; Doherty, 2015).

10
Fungsi dari kandung empedu adalah sebagai reservoir (wadah) dari
cairan empedu sedangkan fungsi primer dari kandung empedu adalah
memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium (Doherty, 2015).
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1000 ml/hari. Dalam
keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialirkan ke dalam kandung
empedu dan akan mengalami pemekatan 50%. Setelah makan, kandung
empedu akan berkontraksi, sfingter akan mengalami relaksasi kemudian
empedu mengalir ke dalam duodenum. Sewaktu-waktu aliran tersebut
dapat disemprotkan secara intermitten karena tekanan saluran empedu
lebih tinggi daripada tahanan sfingter. Aliran cairan empedu diatur oleh
tiga faktor yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan
tahanan dari sfingter koledokus (Sjamsuhidayat, 2010; Williams, 2013).
Menurut Guyton & Hall, 2008 empedu melakukan dua fungsi penting
yaitu :
 Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi
lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam
empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar
menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang
disekresikan dalam getah pankreas, asam empedu membantu transpor dan
absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran
mukosa intestinal. 12
 Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk
buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir
dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk
oleh sel- sel hati. Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon
kolesistokinin, hal ini terjadi ketika makanan berlemak masuk ke
duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang menyebabkan
pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi
efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari
sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam
duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat
oleh serat-serat saraf yang mensekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus

11
dan enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya
ke dalam duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan
kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan
kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak
yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara
menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam (Townsend, 2012). Garam empedu,
lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan
empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik.
Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari
kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik
yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan
(Sjamsuhidayat, 2010; Hunter, 2014).
Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :
 Produksi
Sebagian besar bilirubin sebagai akibat degradasi hemoglobin pada
sistem retikulo endotelial. Tingkat penghancuran hemoglobin ini
pada neonatus lebih tinggi daripada bayi yang lebih tua.
 Transportasi
Bilirubin di transper melalui sel ke dalam hepatosit, sedangkan
albumin tidak.
 Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemudian di konjugasi menjadi bilirubin
diglukosonide. Walaupun ada sebagan kecil dalam bentuk
monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi di glokoronode terjadi di
membran kanilikulus.
 Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut
dalam air dan dan di ekskresi dengan cepat ke sistem empedu.
Kemudian ke usus, dalam usus bilirubin direk ini tidak di absorpsi,
sebagian kecil bilirubin dehidrolisis menjadi bilirubin indirek dan
di reabsorpsi
 Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus

12
Produksi bilirubin pada petus dan neonatus diduga sama besarnya
tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat
terbatas.

B. ETIOLOGI
Penyebab ostruksi biliaris adalah tersumbatnya empedu sehingga
empedu tidak dapat mengalir dalam usus untuk dikeluarkan
(sebagaistrekobilin) di dalam feses. Penyebab obstruksi biliaris juga
disebabkan karena kelainan kongenital dan degenerasi sekunder. Obstruksi
duktus biliaris ini sering ditemukan, kemungkinan desebabkan:
1. Batu empedu
2. Karsinoma duktus biliaris
3. Karsinoma kaput panksreas
4. Radang duktus biliaris komunis yang menyebabkan striktura
5. Ligasi yang tidak sengaja pada duktus biliaris komunis
Penderita tampaki kterik, akan sangat beratapa bila obstruksi tidak dapat
diatasi, bilirubin serum yang terkonjugasi meningkat, feses pucat dan urine
berwarna gelap (pekat). Biasanya terdapat juga peningkatan kadar alkalin
fosfate serum terutama transaminase.
Apabila terjadi obstruksi biliaris persisten, empedu yang terbendung dapat
mengalami infeksi, menimbulkan kolangitis dan abses hepar. Kekurangan
empedu dalam usus halus mempengaruhi absorpsi lemak dan zat yang
terlarut dalam lemak (misalnya beberapa jenis vitamin).

C. PATOFISIOLOGI
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada
dinding misalnya ada tumor, atau penyempitan karena trauma(iatrogenik).
Batu empedu dan cacing askariasis sering dijumpai sebagai penyebab
sumbatan didalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor caput pankreas,
tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum
hepato duodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan
gangguan aliran empedu.

13
Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab
sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, di
ventrikel duodenum dan striktur sfingter papila vater. (Reskoprojo,1995)
Kurangnya bilirubin dalam saluran usus bertanggung jawab atas
tinja pucat biasanya dikaitkan dengan obstruksi empedu. Penyebab gatal
(pruritus) yang berhubungan dengan obstruksi empedu tidak jelas.
Sebagian percaya mungkin berhubungan dengan akumulasi asam empedu
di kulit. Lain menyarankan mungkin berkaitan dengan pelepasan opioid
endogen (Judarwanto,2009).
Penyebab obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu
sehingga empedu tidak dapat mengalir kedalam usus untuk dikeluarkan
( sebagai strekobilin ) didalam feses. (Ngastiyah, 2005)
Kemungkinan penyebab saluran empedu tersumbat meliputi:
1. Kista dari saluran empedu
2. Lymp node Diperbesar dalam porta hepatis
3. Batu empedu
4. Peradangan dari saluran-saluran empedu
5. Trauma cedera termasuk dari operasi kandung empedu
6. Tumor dari saluran-saluran empedu atau pankreas
7. tumor yang telah menyebar ke sistem empedu (Zieve David,2009)

D. DIAGNOSIS OBSTRUKSI BILIARIS


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
fisik, adanya tanda ikterus atau kuning pada kulit, pada mata dan di bawah
lidah. Pada pemeriksaan perut, hati teraba membesar kadang juga disertai
limfa yang membesar.
 Pemeriksaan Laboratorium dan Imaging
Pemeriksaan darah (terdapat peningkatan kadar bilirubin)
Pemeriksaan darah dilakukan pemeriksaan fungsi hati khususnya
terdapat peningkatan kadar bilirubin direk. Disamping itu
dilakukan pemeriksaan albumin, SGOT, SGPT, alkali fosfatase,
GGT. Dan faktor pembekuan darah.

14
 Rontgen perut (tampak hati membesar)
Kolangiogram atau kolangiografi intraoperatif, Yaitu dengan
memasukkan cairan tertentu ke jaringan empedu untuk mengetahui
kondisi saluran empedu. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif
dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi
saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.
 Breath test
Dilakukan untuk mengukur kemampuan hati dalam memetabolisir
sejumlah obat. Obat-obat tersebut ditandai dengan perunut
radioaktif, diberikan per-oral (ditelan) maupun intravena (melalui
pembuluh darah). Banyaknya radioaktivitas dalam pernafasan
penderita menunjukkan banyaknya obat yang dimetabolisir oleh
hati.
 USG
Menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan hati,
kandung empedu dan saluran empedu. Pemeriksaan ini bagus
untuk mengetahui kelainan struktural, seperti tumor. USG
merupakan pemeriksaan paling murah, paling aman dan paling
peka untuk memberikan gambaran dari kandung empedu dan
saluran empedu. Dengan USG, dokter dengan mudah bisa
mengetahui adanya batu empedu di dalam kandung empedu. USG
dengan mudah membedakan sakit kuning (jaundice) yang
disebabkan oleh penyumbatan saluran empedu dari sakit kuning
yang disebabkan oleh kelainan fungsi sel hati. USG Doppler bisa
digunakan untuk menunjukkan aliran darah dalam pembuluh darah
di hati. USG juga bisa digunakan sebagai penuntun pada saat
memasukkan jarum untuk mendapatkan contoh jaringan biopsi.
 Imaging radionuklida (radioisotop)
Menggunakan bahan yang mengandung perunut radioaktif, yang
disuntikkan ke dalam tubuh dan diikat oleh organ tertentu.
Radioaktivitas dilihat dengan kamera sinar gamma yang
dipasangkan pada sebuah komputer.

15
 Skening hati
Merupakan penggambaran radionuklida yang menggunakan
substansi radioaktif, yang diikat oleh sel-sel hati.
 Koleskintigrafi
Menggunakan zat radioaktif yang akan dibuang oleh hati ke dalam
saluran empedu. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui
peradangan akut dari kandung empedu (kolesistitis).
 CT scan
Bisa memberikan gambaran hati yang sempurna dan terutama
digunakan untuk mencari tumor. Pemeriksaan ini bisa menemukan
kelainan yang difus (tersebar), seperti perlemakan hati (fatty liver)
dan jaringan hati yang menebal secara abnormal
(hemokromatosis). Tetapi karena menggunakan sinar X dan
biayanya mahal, pemeriksaan ini tidak banyak digunakan.
 MRI
Memberikan gambaran yang sempurna, mirip dengan CT scan.
Pemeriksaan ini lebih mahal dari CT scan, membutuhkan waktu
lebih lama dan penderita harus berbaring dalam ruangan yang
sempit, menyebabkan beberapa penderita mengalami klaustrofobia
(takut akan tempat sempit).
 Kolangiopankreatografi endoskopik retrograd
Merupakan suatu pemeriksaan dimana suatu endoskopi
dimasukkan ke dalam mulut, melewati lambung dan usus dua belas
jari, menuju ke saluran empedu. Suatu zat radiopak kemudian
disuntikkan ke dalam saluran empedu dan diambil foto rontgen
dari saluran empedu. Pemeriksaan ini menyebabkan peradangan
pada pankreas (pankreatitis) pada 3-5% penderita.
 Kolangiografi transhepatik perkutaneus
Menggunakan jarum panjang yang dimasukkan melalui kulit ke
dalam hati, kemudian disuntikkan zat radiopak ke dalam salah satu
dari saluran empedu. Bisa digunakan USG untuk menuntun

16
masuknya jarum. Rontgen secara jelas menunjukkan saluran
empedu, terutama penyumbatan di dalam hati.
 Kolangiografi operatif
Menggunakan zat radiopak yang bisa dilihat pada rontgen. Selama
suatu pembedahan, zat tersebut disuntikkan secara langsung
kedalam saluran empedu. Foto rontgen akan menunjukkan
gambaran yang jelas dari saluran empedu.
 Foto rontgen sederhana
Sering bisa menunjukkan suatu batu empedu yang berkapur.
 Pemeriksaan Biopsi hati
Untuk melihat struktu organ hati apakah terdapat sirosis hati atau
kompilkasi lainnya. Laparotomi biasanya dilakukan sebelum bayi
berumur 2 bulan.
 Laparotomi (biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan).
(Indonesia, USA & internasional berkumpul, 2000)

E. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan obstruksi biliaris
bertujuan untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan
aliran empedu. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan pembedahan
misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor. Dapat pula upaya untuk
menghilangkan sumbatan dengan tindakan endoskopi baik melalui papila
vater atau dengan laparoskopi.
Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk
menghilangkan penyebab sumbatan, dilakukan tindakan drenase yang
bertujuan agar empedu yang terhambat dapat dialirkan. Drenase dapat
dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan pipa naso bilier, pipa
T pada duktus koledokus, atau kolesistostomi. Drenase interna dapat
dilakukan dengan membuat pintasan bilio digestif. Drenase interna ini
dapat berupa kelesisto-jejunostomi, koledoko-duodenostomi, koledoko-
jejunustomi atau hepatiko-jejunustomi.
1. Medis

17
Penatalaksanaan medisnya dengan tindakan operasi. (Ngastiyah,2005)
2. Asuhan kebidanan
a) Pertahanan kesehatan bayi dengan pemberian makanan cukup gizi
sesuai dengan kebutuhan, pencegahan hipotermia, pencegahan infeksi dan
lain-lain.
b) Beri perawatan layaknya bayi normal yang lain, misalnya pemberian
nutrisi yang adekuat, pencegahan infeksi, dan pencegahan hipotermia.
c) Berikan konseling pada orangtua agar mereka mengerti keadaan bayi
mereka dan mengetahui tindakan apa yang perlu dilakukan. Dapatkan
informed consent untuk melakukan rujukan ke pusat pelayanan yang lebih
memadai atau untuk melakukan tindakan operasi (Syaputra,2014)
c) Lakukan inform consent dan inform choice untuk dilakukan rujukan.
d) Penatalaksanaan medisnya ialah dengan tindakan operasi selektif.

F. KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA


NEONATUS DENGAN OBSTRUKSI BILIARIS
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh
bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis
mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi (Asri. 2009). Menejemen asuhan kebidanan
menurut Varney (7 langkah) meliputi :
1. Langkah I : Pengumpulan data dasar Mengumpulkan data adalah
menghimpun informasi tentang klien / orang yang minta asuhan.
Pengumpulan data mengenai seseorang tidak akan selesai jika setiap
informasi yang dapat diperoleh hendak dikumpulkan. Maka dari itu
sebelumnya harus mempertanyakan : data apa yang cocok dalam situasi
kesehatan seseorang pada saat bersangkutan. Data yang tepat adalah data
yang relefan dengan situasi yang sedang ditinjau. Data yang mempunyai
pengaruh atas/ berhubungan dengan situasi yang sedang ditinjau. Kegiatan
pengumpulan data dimulai saat klien masuk dan dilanjutkan secara terus
menerus selama proses asuhan kebidanan berlangsung. Data secara garis
besar, di klasifikasikan menjadi data subjektif dan objektif. Pada waktu

18
mengumpulkan data subyektif bidan harus mengembangkan antar personal
yang efektif dengan pasien/klien yang diwawancarai, lebih memperhatikan
hal -hal yang menjadi keluhan utama 34 pasien dan yang mencemaskan
berupaya mendapat data fakta yang sangat bermakna dalam kaitan dengan
masalah pasien.
2. Langkah II : Interpretasi Data Dasar Dilakukan indentifikasi yang benar
terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan
interpretasi yang benar atas data-data yang dikumpulkan.Data dasar yang
sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau
diagnosa yang spesifik.
3. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Mengidentifikasikasikan masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan
rangkaian masalah dan diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian
masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan penceghan,
sambil mengamati klien bidan diharapkan dan bersiap siap bila diagnosa/
masalah potensial ini benar-benar terjadi.
4. Langkah IV : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang
memerlukan penanganan segera Beberapa data menunjukan situasi
emergensi dimana bidan perlu tindakan segera demi keselamatan bayi dan
balita, beberapa data menunjukan situasi yang memerlukan konsultasi
dengan tim kesehatan lain. Bidan mengevaluasi situasi setiap pasien untuk
menentukan asuhan pasien yang paling tepat. 35
5. Langkah V : Merencanakan asuhan yang komperhesif menyeluruh Pada
langkah ini direcanakan asuhan yangmenyeluruh ditentukan oleh langkah
sebelumnya.Langka ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap
diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau antisipasi, pada
langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dilengkapi.
6. Langkah VI : Melaksanakan perencanaan Rencana asuhan yang
menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah 5 dilaksanakan
secara efesien dan aman. Dalam langkah ini bidan dapat berkolaborasi

19
dengan dokter dalam manajemen asuhan bagi pasien yang mengalami
komplikasi.
7. Langkah VII : Evaluasi Melakukan evaluasi keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan apakah benar-benar
telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan diagnosa.Rencana tersebut dapat
dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya.

1) KONSEP DASAR MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA


NEONATUS DENGAN OBSTRUKSI BILIARIS

I. PENGKAJIAN
Pengkajian data subyektif dan data obyektif menggunakan konsep
refocusing atau menggunakan data fokus yang disesuaikan dengan
kebutuhan klien, berlandaskan teori yang ada, untuk menegakkan
diagnosis.
A. Data Subyektif
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama :
Umur/Tanggal lahir :
- Insidens sindrom nefrotik jarang menyerang anak di
bawah usia 1 tahun (Betz & Sowden, 2002).
- Insidens puncak sarcoma osteogenik terdapat antara usia
10-15 tahun (Betz & Sowden, 2002).
Jenis kelamin : insidens meningitis lebih banyak
terjadi pada laki-laki daripada
perempuan (Betz & Sowden,
2002).
Insidens ITP (Idiopatik
Trombositopenia Purpura) lebih
sering terjadi pada wanita (Kapita
Selekta Kedokteran FKUI, 2000)
Tanggal MRS :
Diagnosis medis :
b. Identitas orang tua

20
Nama ayah :
Nama ibu :
Usia ayah / ibu :
Pendidikan ayah / ibu :
Pekerjaan ayah / ibu :
Agama :
Suku/bangsa :
Alamat :

2. Alasan MRS dan Keluhan Utama


a. Alasan MRS
Alasan MRS adalah alasan klien masuk Rumah Sakit, bisa
disebabkan klien datang sendiri karena adanya keluhan
ataupun rujukan.
b. Keluhan Utama

keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang menyebabkan


pasien dibawa berobat, beberapa keluhan yang sering dijumpai
anatara lain demam, batuk, mencret, kejang, muntah,
edema, sesak napas, sianosis, ikterus dan perdarahan
(Matondang, dkk; 2000)
Contoh :
- Pada kasus diare keluhan utama adalah peningkatan
frekuensi buang air besar > 4 kali (bayi) dan > 3 kali
(anak); konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau
dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
(Ngastiyah, 2005)
- Pada penyakit asma, keluhan yang biasa terjadi adalah
sesak nafas, rasa dada tertekan, batuk dan mengi berulang,
khususnya pada malam atau dini hari (Kapita Selekta
Kedokteran FKUI, 2000).

3. Riwayat Kesehatan Klien


a Riwayat Kesehatan sekarang
 Riwayat perjalanan penyakit dan upaya untuk mengatasi

21
(Pada riwayat perjalanan penyakit, disusun cerita yang
kronologis, terinci dan jelas pada dokumentasi SOAP
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum terdapat
keluhan sampai ia dibawa berobat)

b Riwayat Kesehatan yang lalu


 Riwayat kehamilan dan kelahiran :
Contoh : infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara.
Balance (1961) dalam buku kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak
FKUI membagi dalam 3 golongan, yaitu infeksi antenatal,
intranatal dan postnatal.
- Riwayat antenatal : infeksi janin melalui sirkulasi ibu
ke plasenta, misal infeksi virus
rubella
Contoh lain :
- Status hematologik wanita hamil
merupakan salah satu faktor
predisposisi anemia defisiensi
besi pada anak (Kapita Selekta
Kedokteran FKUI, 2000).
Pengkajian riwayat antenatal dirincikan mulai dari :
a) corak reproduksi ibu yang meliputi umur ibu saat
hamil, jarak kelahiran dan jumlah kelahiran (paritas),
termasuk aborsi.
b) kunjungan antenatal
c) keadaan kesehatan saat hamil
d) makanan ibu selama hamil,
e) obat-obat yang diminum pada saat hamil, terutama
trimester pertama kehamilan
f) riwayat imunisasi tetanus toksoid
g) riwayat terpapar infeksi saat hamil, misalnya TORCH
h) riwayat merokok dan minum minuman keras/alkohol
(Matondang, dkk, 2000)
- Riwayat intranatal: ketuban pecah dini, partus lama,
manipulasi vagina

22
Contoh lain :
- Berat badan lahir rendah
menyebabkan depo besi kurang,
sehingga merupakan salah satu
faktor predisposisi anemia
defisiensi besi pada anak (Kapita
Selekta Kedokteran FKUI, 2000).
- Bayi yang lahir dengan umur
kehamilan < 36 minggu
meningkatkan insidens penyakit
jantung asianotik karena duktus
arteriosus gagal menutup (Insley,
2003)
Pengkajian riwayat intranatal meliputi : Tanggal dan
tempat kelahiran, penolong dan cara kelahiran, adanya
kehamilan ganda, masa kehamilan, berat dan panjang
badan saat lahir, morbiditas yang berhubungan dengan
kelahiran, misalnya trauma lahir, infeksi intrapartum,
asfiksia, dll.
- Riwayat postnatal : kontaminasi pada saat
penggunaan alat, perawatan tidak
steril.
Contoh lain :
- Salah satu faktor predisposisi
tetanus neonatorum adalah
riwayat pemotongan dan
perawatan tali pusat yang tidak
steril (Ismoedijanto, 2008)
Pengkajian riwayat postnatal meliputi keadaan segera
setelah lahir, morbiditas pada hari-hari pertama setelah
lahir, serta pemberian asupan nutrisi pasca lahir.
 Riwayat imunisasi : Pada kasus tetanus perlu ditanyakan
status imunisasi (Ismoedijanto, 2008)
 Riwayat alergi

23
Contoh : Alergi makanan pada bayi biasa terjadi pada bayi
yang mulai mengenal makanan pendamping ASI.
Selain protein susu, alergen yang umum dijumpai
adalah telur, kedelai, gandum, kacang, ikan, dan
kerang-kerangan. Riwayat alergi ini dapat menjadi
faktor predisposisi kasus diare pada bayi/anak
(Ngastiyah, 2005).
 Riwayat penyakit yang pernah di derita :
Contoh : Demam reumatik
Demam reumatik merupakan penyakit peradangan
akut yang cenderung berulang dan dipandang
sebagai penyebab terpenting penyakit jantung
didapat pada anak (Kapita Selekta Kedokteran
FKUI, 2000)
 Riwayat operasi/pembedahan
 Riwayat tumbuh kembang
Riwayat Pertumbuhan
Contoh : - Pada kasus Tuberkulosis anak, berat badan turun
tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1
bulan dengan penanganan gizi (Kapita Selekta
Kedokteran FKUI, 2000)
Status pertumbuhan anak ditelaah dari kurva berat badan
terhadap umur dan panjang badan terhadap umur, data ini
dapat diperoleh dari KMS.
Riwayat perkembangan :
- Kemandirian dan bergaul
- Motorik halus
- Motorik kasar
- Kognitif dan bahasa
Contoh :anak dengan riwayat asfiksia berat,
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir, dan
sindrom down dapat mengalami hambatan
perkembangan (Matondang, dkk, 2000).
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
a. Riwayat penyakit menular
b. Riwayat penyakit menurun :
Contoh : pada kasus kejang demam pada anak biasanya
didapatkan riwayat kejang demam pada anggota

24
keluarga lainnya, ayah, ibu atau saudara kandung
(Suharso, 2008).
c. Riwayat penyakit menahun

5. Pola Fungsional Kesehatan

Kebutuhan Dasar Keterangan


Pola Nutrisi Neonatus yang minum susu formula
merupakan salah satu faktor risiko
neonatal teradinya sepsis neonatorum
(Protokol Asuhan Neonatal PONEK,
2008).
Pola Eliminasi
Pola Istirahat
Pola Personal Hygiene
Pola Aktivitas
6. Riwayat Psikososiokultural Spiritual
a. Komposisi, fungsi dan hubungan keluarga (Genogram)
Dari data ini dapat diketahui antara lain apa keluarga pasien
termasuk keluarga batih (nuclear family) atau keluarga besar
(extended family), yang masing masing mempunyai implikasi
dalam praktik pengasuhan anak. Selain itu, terdapatnya
perkawinan dengan keluarga dekat (konsanguinasi) antara ayah
dan ibu juga dapat berpengaruh terhadap penyakit
bawaan/keturunan (Matondang, dkk, 2000)
b. Keadaan lingkungan rumah dan sekitar
c. Kultur dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan

B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : composmentis / apatis / somnolen / sopor /
koma / delirium
Tanda Vital : Tekanan darah :
Contoh : - tekanan darah sistolik dan
diastolik meninggi pada pelbagai
kelainan ginjal/hipertensi renal
- Peningkatan tekanan darah
sistolik tanpa peningkatan
tekanan diastolik terdapat pada

25
pasien dengan duktus arteriosus
persisten (Matondang, dkk, 2000)
Nadi : demam dan dehidrasi dapat
menyebabkan takikardia
(Matondang, dkk, 2000)
Pernapasan : takipnea pada bayi dan anak kecil
merupakan tanda dini gagal
jantung (Matondang, dkk, 2000)
Suhu : hipotermia terdapat pada keadaan
dehidrasi dan renjatan
(Matondang, dkk, 2000)
Antropometri : Tinggi badan
Berat badan : sebelum sakit :
saat ini :
contoh : - Dehidrasi dan infeksi akut dapat
berhubungan dengan berat badan
yang menurun atau gagal
menambah berat badan (Engel,
1998)
- Penyakit ginjal kronis dan
disfungsi endokrin pada anak
dapat menyebabkan pertambahan
berat badan yang berlebihan
(Engel, 1998).
LILA :
Matondang, dkk (2000) menyatakan pada anak
berumur 1-5 tahun, LILA saja sudah dapat
menunjukkan status gizi, dengan interpretasi sbb :
< 12,5 cm : gizi buruk (merah)
12,5-13,5 cm : gizi kurang (kuning)
>13,5 cm : gizi baik (hijau)
Lingkar kepala :
Lingkar dada :
Lingkar perut :
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe mulai dari inspeksi,
palpasi, auskultasi dan perkusi.
Inspeksi :
Kulit :
Kepala :

26
Wajah :
Mata :
Telinga :
Hidung : pernapasan cuping hidung merupakan salah satu
manifestasi klinis dari pneumonia (Betz &
Sowden, 2002)
Mulut : - pada kasus thypoid, mulut terdapat napas
berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah, lidah tertutup selaput putih kotor, ujung
dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor
(Ngastiyah, 1997)
- Mulut mencucu seperti mulut ikan merupakan
gejala khas pada tetanus neonatorum
(Ngastiyah, 1997)
Leher :
Dada : pada pneumonia dapat terjadi retraksi dinding
dada (Betz & Sowden, 2002)
Abdomen :
Genetalia eksterna :
Anus :
Ekstremitas :
Palpasi :
Kepala :
Wajah :
Mata :
Telinga :
Hidung :
Mulut :
Leher :
Dada :
Abdomen :
Genetalia eksterna :
Anus :
Ekstremitas :
Auskultasi :
Contoh : - auskultasi bunyi jantung pada stenosis pulmonal,
didapatkan bunyi jantung I normal, bunyi
jantung II terpecah agak lebar dan lemah
(Matondang, dkk, 2000)
- Frekuensi peristaltik akan bertambah pada
gastroenteritis, serta berkurang bahkan

27
menghilang pada peritonitis (Matondang, dkk,
2000).
Perkusi :
Contoh : perkusi abdomen untuk menentukan asites pada
anak yang dapat disebabkan oleh penyakit hati
kronik misalnya sirosis hepatis (Matondang,
dkk, 2000).
3. Pemeriksaan Neurologis/Refleks
Pada neonatus, pemeriksaan refleks yang dilakukan antara lain :
Refleks moro :
Refleks tonic neck :
Refleks rooting :
Refleks sucking :
Refleks graps (plantar & palmar grasp)
Refleks babynski :
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
- Tromobositopenia (<100.000/ul) dan hemokonsentrasi (nilai
hematokrit lebih dari 20% dari normal) merupakan gejala
laboratories untuk menegakkan diagnosis DBD (Kapita Selekta
Kedokteran FKUI, 2000).
- Biakan urin pancaran tengah (midstream urine) dianggap
positif ISK bila jumlah kuman ≥ 100.000 kuman/ml urin
(Kapita Selekta Kedokteran FKUI, 2000).
- Diagnosis definitive sepsis hanya bisa ditegakkan dengan
kultur darah postif (Protokol Asuhan Neonatal PONEK, 2008)
Pemeriksaan USG : USG dapat mendeteksi ketinggian rectum
distal untuk membantu penegakkan
diagnosis anus imperforata (Protokol
Asuhan Neonatal PONEK, 2008)
Pemeriksaan diagnostik lainnya
II. INTERPRETASI DATA DASAR
Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat
merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.

Diagnosis :

28
Diagnosis kebidanan adalah diagnosis yang ditegakkan oleh profesi
(bidan) dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar
nomenklatur diagnosis kebidanan.
Cara penulisan diagnosis :
 NKB/NCB/NLB , KMK/SMK/BMK, Usia …….. (jam/hari) dengan
…………………….
Keterangan : NKB : Neonatus kurang bulan
NCB : Neonatus cukup bulan
NLB : Neonatus lebih bulan
KMK : Kecil Masa Kehamilan
SMK : Sesuai Masa Kehamilan
BMK : Besar Masa Kehamilan
Contoh : NCB- SMK, usia 2 hari dengan hiperbilirubinemia
 Bayi usia ….. (bulan) dengan …………….
 Balita usia …… (tahun) dengan …………….
 Anak usia …….. (tahun) dengan ……………………
Masalah : Hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman/hal yang
sedang dialami klien yang ditemukan dari hasil pengkajian
atau yang menyertai diagnosis.
Contoh masalah :
kurangnya pengetahuan orang tua terhadap penyakit yang diderita
anak
Kebutuhan : Hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan belum
teridentifikasi dalam diagnosis dan masalah.
Contoh kebutuhan : Pemberian KIE/pendidikan kesehatan

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/MASALAH POTENSIAL


Langkah ini diambil berdasarkan diagnosis dan masalah aktual yang telah
diidentifikasi. Pada langkah ini juga dituntut untuk merumuskan tindakan
antisipasi agar diagnosis/masalah potensial tersebut tidak terjadi.
Contoh Diagnosis Potensial :
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, pada
kasus diare berdasarkan Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak FKUI dapat
terjadi :
1. Dehidrasi
2. Syok Hipovolemik
3. Hipoglikemia
4. Hipokalemia

29
IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA
Langkah ini mencakup rumusan tindakan emergensi /darurat yang harus
dilakukan. Rumusan ini mencakup tindakan segera yang bisa dilakukan
secara mandiri, kolaborasi, atau bersifat rujukan.
Contoh kebutuhan tindakan segera :
 Pada kasus diare dengan dehidrasi ,berdasarkan Buku Kuliah 1 Ilmu
Kesehatan Anak FKUI , kebutuhan tindakan segeranya adalah
Rehidrasi

V. INTERVENSI
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh sebagai kelanjutan
manajemen terhadap diagnosis dan masalah yang telah diidentifikasi.
Contoh pembuatan intervensi :
- Berikan suplementasi zinc ! (pada kasus diare)
Rasional : Zinc mempunyai efek pada fungsi kekebalan saluran cerna
dan berpengaruh pada fungsi dan struktur saluran cerna serta
mempercepat proses penyembuhan epiel selama diare
(Ngastiyah, 2005).
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tindakan fototerapi! (pada
kasus hiperbilirubinemia)
Rasional : Pemberian terapi sinar (fototerapi) diberikan pada neonatus
pada jumlah serum bilirubin tertentu sesuai panduan
penatalaksanaan hiperbilirubinemia menurut American
Academy of Pediatrics (Damanik, 2008)
- Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan pembedahan ! (pada kasus
omfalokel)
Rasional : Pada kasus omfalokel harus dilakukan pembedahan sesegera
mungkin untuk menghindari terjadinya peritonitis (Protokol
Asuhan Neonatal PONEK, 2008).
- Lakukan rujukan ! (pada kasus penyakit jantung kongenital)
Rasional : Tatalaksana penyakit jantung kongenital perlu rujukan segera
ke pusat perawatan khusus yang memiliki tenaga ahli jantung
anak (Protokol Asuhan Neonatal PONEK, 2008).

VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana
asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh

30
bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya.

VII. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan asuhan
kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan dalam bentuk
SOAP.

31
BAB III

TINJAUAN KASUS

Asuhan Kebidanan Pada Bayi Ny.“S”

Dengan Obstruksi Biliaris

Di BPS Erina Medika Tangerang

I. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 30 Oktober 2019
Waktu pengkajian : 10.15 WIB
Tempat pengkajian : BPS Erina Medika Tangerang
Nama Pengkaji : Bidan Lisa

S:
A. Data Subyektif
1. Identitas
c. Identitas klien
Nama : By. C
Umur/Tanggal lahir : 3 minggu/ 07 Oktober 2019
Jenis kelamin : Laki Laki
Tanggal MRS : 30 Oktober 2019
Diagnosis medis : Obstruksi Biliaris
d. Identitas orang tua
Nama ayah : Tn. R
Nama ibu : Ny. S
Usia ayah / ibu : 29th / 27th
Pendidikan ayah / ibu : S1 / S1
Pekerjaan ayah / ibu : PNS / Apoteker
Agama : Kristen
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Tanggerang

32
2. Alasan MRS dan Keluhan Utama
a. Alasan MRS
Ibu mengatakan ingin mengecek kesehatan bayinya karena
bayi terlihat tidak normal
b. Keluhan Utama
Ibu mengatakan bahwa tubuh bayi bewarna kuning, perut
membesr dann tinja bewarna putih
3. Riwayat Kesehatan Klien
a Riwayat Kesehatan sekarang
Ibu mengatakan bahwa bayinya pernah demam tetapi hanya 2
hari
b Riwayat Kesehatan yang lalu
 Riwayat kehamilan dan kelahiran :
- Riwayat antenatal :
i) corak reproduksi
Saat hamil ibu berusia 28 tahun 3 bulan 0 hari
j) kunjungan antenatal
Trimester I : Frekuensi : 3 kali, oleh Bidan
Keluhan : Mual dan muntah selama 2 Bulan dan
diberikan obat mual oleh bidan.
Trimester II : Frekuensi : 3 kali, oleh Bidan
Keluhan : Tidak ada keluhan
Trimester III : Frekuensi : 4 kali, oleh Bidan
Keluhan : Tidak ada keluhan
k) keadaan kesehatan saat hamil
Ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit kehamilan
seperti perdarahan, pre-eklampsi, eklampsi, penyakit
kelamin.
l) makanan ibu selama hamil
Makan 3x sehari (nasi, lauk, sayur, buah) porsi sedang
habis

33
m) obat-obat yang diminum pada saat hamil, terutama
trimester pertama kehamilan
Tidak pernah mengonsumsi jamu atau obat – obatan
selain yang diberikan oleh bidan.
n) riwayat imunisasi tetanus toksoid
Ibu sudah melakukan imunisasi TT 2x.
o) riwayat terpapar infeksi saat hamil, misalnya TORCH
Ibu mengatakan tidak pernah
p) riwayat merokok dan minum minuman keras/alkohol
Ibu dan suami tidak merokok ataupun minum minuman
keras.
- Riwayat intranatal:
- Jenis persalinan : Normal
- Usia Kehamilan : 38 minggu
- Penolong persalinan : Bidan
- Lama persalinan : 8 jam 7 menit
- Ketuban pecah : sponta
- Warna : putih keruh
- Bau khas : amis
- jumlah : ±900 c
- Plasenta : utuh
- Komplikasi persalinan : Tidak ada
 Riwayat imunisasi : Bayi sudah diberikan imunisasi BCG,
HB-0 dan Polio pada saat lahir
diklinik bidan.
 Riwayat alergi : Tidak memiliki alergi
 Riwayat penyakit yang pernah di derita : Bayi pernah
mengalami demam ringan pada saat usia baru 3 hari selama 2
hari.
 Riwayat operasi/pembedahan
Bayi belum pernah menjalani operasi apapun.
 Riwayat tumbuh kembang

34
Riwayat perkembangan :
- Kemandirian dan bergaul : Belum terlihat
- Motorik halus : Bayi bisa menggenggam jari ibu
- Motorik kasar : Belum sedang belajar menahan
kepalanya.
- Kognitif dan bahasa : Belum terlihat
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
d. Riwayat penyakit menular
Ibu mengatakan tidak ada yang menderita penyakit menular
e. Riwayat penyakit menurun :
DM, dan Hipertensi
f. Riwayat penyakit menahun
Tidak ada
5. Pola Fungsional Kesehatan

Kebutuhan Dasar Keterangan


Pola Nutrisi Saat ini keinginan menyusu bayi
berkurang, hanya 5-8 kali sekali dalam
sehari.
Pola Eliminasi BAK : 1-6 kali sehari urin bewarna gelap
BAB : 1x sehari ( fases bewarna putih )
Pola Istirahat Bayi tidur 14 jam sehari dan rewel
Pola Personal Hygiene Bayi dimandikan air hangat 2x sehari pada
saat pagi dan sore
Pola Aktivitas Bayi mulai malas bergerak dan sangat
rewel
6. Riwayat Psikososiokultural Spiritual
d. Komposisi, fungsi dan hubungan keluarga (Genogram)
Ayah dan ibu bayi tinggal disatu rumah yang terpisah dari
anggota keluarga yang lainnya dan tidak ada hubungan keluarga
sebelum menikah
e. Keadaan lingkungan rumah dan sekitar
Keadaan lingkungan rumah aman, tentram dan bersih
f. Kultur dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan
Tidak ada

35
O:
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : composmentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 80/60mmHg
Nadi : 130x/menit
Pernapasan : 50x/menit
Suhu : 37,0°C
Antropometri :
Tinggi badan : 50cm
Berat badan :
sebelum sakit : 4000gr
saat ini : 4800gr
LILA : 14Cm
Lingkar kepala : 34cm
Lingkar dada : 33cm
Lingkar perut : 40cm
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe mulai dari inspeksi,
palpasi, auskultasi dan perkusi.
Inspeksi :
Kulit : Turgor kurang, pucat, kulit berwarna kuning
Kepala : Bulat,
Wajah : Simetris
Mata : Normal, pupil miosis, konjungtiva anemis dengan
warna kekuningan
Telinga : bersih
Hidung : Tidak ada polip, ada pernafasan cuping hidung
Mulut : mukosa bibir kemungkinan terdapat ikterik
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe
pada leher
Dada : asimetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan
dan tekanan pada otot diafragma akibat
pembesaran hati (hepatomegali) dan denyutan
jantung teraba cepat, terdapat nyeri tekan(-),
bunyi jantung dullnes, punyi paru sonor
Abdomen : bulat dan membesar, Frekuensi peristaltik terdapat
bising usus 10x/menit, bunyi sonor

36
3. Refleks
Pada neonatus, pemeriksaan refleks yang dilakukan antara lain :
Refleks moro : positif
Refleks tonic neck : positif
Refleks rooting : positif
Refleks sucking : positif
Refleks graps : positif
Refleks babynski : positif
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium : Tidak dilakukan
Pemeriksaan USG : Tidak dilakukan
Pemeriksaan diagnostik lainnya : Tidak dilakukan

A : ( ASSESMENT )
Diagnosa : NCB-SMK, Usia 25, hari dengan kelainan bawaan obstruksi
biliaris
Masalah : Kulit bayi kuning, dengan perut yang semakin membesar
Masalah potensial :
Akibat penyumbatan pada saluran empedu maka beberapa masalah
mungkin akan muncul seperti :
5. Demam
6. Anoreksia
7. Sulit BAB
Kebutuhan segera : Membutuhkan rujukan untuk diberikan tindakan
drenase atau pembedahan.

P : ( PLANNING )
Intervensi. Implementasi, dan evaluasi.
1. Menjelaskan keadaan klien kepada keluarga atau orangtua.
Rasional : Agar orang tua atau keluarga mengerti dan mengetahui keadaan
klien.
2. Memberi tahu dan menjelaskan tindakan yang akan diberikan kepada
klien.
Rasional : Agar tenaga kesehatan terhindar dari segala macam tuntutan jika
terjadi sesuatu.
3. Menjaga bayi agar tetap hangat dengan selimut
Rasional : Agar bayi tetap terjaga dan dapat merasa nyaman.
4. Memberikan injeksi vit K
Rasional : Untuk mencegah perdarahan pada bayi

37
5. Segera Merujuk bayi ke RS agar dapat dilakukan pembedahan.
Rasional : Harus dilakukan pembedahan oleh dokter spesialis bedah anak
sesegera mungkin untuk menghindari terjadinya komplikasi yang lebih
parah.

38
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Asuhan kebidan adalah perawatan yang di berikan oleh bidan. Jadi
asuhan kebidan pada neonatus, bayi dan balita adalah perawatan Yang di
berikan oleh bidan pada bayi baru lahir, bayi dan balita.
Obstruksi biliaris adalah penyumbatan saluran empedu sehingga
mengakibatkan penumpukan bilirubin dan terjadi kuning atau ikterus. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yang salah satunya karena
penyumbatan kandung empedu oleh bati empedu. Biasanya, ditandai
dengan kuning pada bayi sehingga sangat sulit dibedakan antara ikterus
yang fisiologis dan ikterus patologis atau obstruksi biliaris apabila tidak
dilakukan pemeriksaan lebih mendetail.
Dan jika mendapatkan kasus seperti ini, bidan harus segera merujuk pasien
tersebut.

B. SARAN
Pemeriksaan pada masa kehamilan itu sangat penting untuk
mengetahui apa yang terjadi pada janin yang masih dalam rahim dan juga
ketika saat lahir nanti,terutama penyakit yang mungkin di derita bayi pada
saat lahir.
Semoga makalah ini menembah wawasan mahasiswi kebidan
dalam memberikan suhan kebidan kepada bayi dan anak. Bila dalam
penyusunan makalah ini banayak mengalami kesalahn dan kekeliruan
kami dari pihak penulis mohon kritik dan saranya agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, Hanifa. 2014. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo
2. Syaifuddin, Abdul Bari. 2010. Buku panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Bima Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
3. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
4. dr.Lyndon Saputra. 2014. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita,
Tangerang Selatan : BINAPURA AKSARA
5. Rukiyah, ai yeyeh, dkk. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak
Balita. Jakarta: TIM
6. Sudarti,M.Kes.2010. Kelainanan Dan Penyakit Pada Bayi Dan
Anak .Yogyakarta :Medical books
7. Ai Yeyeh Rukiyah S.SiT.2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak
Balita. Jakarta:Trans info Media
8. Attasaranya S, 2008. Choledocholithiasis, ascending cholangitis,
and gallstone
9. Craft-Rosernberg, Martha & Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa
Keperawatan. Yogyakarta: Digna Pustaka
10. Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M.2006. Patofisiologi,
Konsep Klinis, Proses-proses Penyakit, Volume 1, edisi 6.J akarta:
EGC
11. Sarjadi, 2000. Patologi umum dan sistematik. Jakarta. EGC
12. Sloane, Ethel.2004. Anatomi dan Fisiologi untk Pemula.
Jakarta:EGC
13. Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G.. 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC
14. Wilkinson, Judith M.2007. Buku Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

40

Anda mungkin juga menyukai