Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ANTROPOLOGI KESEHATAN

FAKTOR RESIKO GIZI BURUK BERKAITAN DENGAN BUDAYA MASYARAKAT

DISUSUN OLEH :
Kelas/Kel: 1B/D3 Keperawatan

1. Afrina Nur Indah (21.1.041)


2. Aviva Quswatunn K. (21.1.048)
3. Dewi Rahmawati (21.1.051)
4. Fatya Arivalda (21.1.057)
5. Oven Setya P.L. (21.1.065)
6. Sherly Rosmawaty (21.1.068)
7. Yulinda Kusuma A. (21.1.076)
8. Zalsya Diva A. (21.1.077)

POLITEKNIK INSAN HUSADA SURAKARTA


Jl. Letjen Sutoyo No.10 Mojosongo, Surakarta.
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah,
serta inayah-Nya sehingga kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan
makalah yang berjudul “Faktor Resiko Gizi Buruk Berkaitan dengan Budaya
Masyarakat” ini dengan lancar tanpa ada halangan suatu apapun.
Harapan kami dengan adanya makalah yang kami buat dapat bermanfaat
khususnya untuk menambah pengetahuan tentang “Faktor Resiko Gizi Buruk
Berkaitan dengan Budaya Masyarakat” dan dapat memperoleh nilai yang baik pada
mata pelajaran “Antropologi Kesehatan”.
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari manapun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Surakarta, 15 Desember 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL.................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang....................................................................................................1
B. Rumusan masalah...............................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

I. Definisi gizi, gizi kurang, dan gizi buruk


a. Definisi gizi............................................................................................3
b. Definisi gizi kurang dan gizi buruk........................................................3
II. Ciri-Ciri Penderita Gizi Buruk dan Gizi Kurang..........................................4
III. Faktor Penyebab dari Gizi Kurang dan Gizi Buruk......................................4
IV. Faktor Resiko yang Berpengaruh dan Tidak Berpengaruh
Terhadap Gizi Kurang dan Gizi Buruk........................................................5
V. Kaitan dari Gizi Kurang dan Gizi Buruk dengan
Budaya yang Ada di Masyarakat..................................................................9
VI. Cara menangani masalah Gizi Kurang dan Gizi Buruk................................10

BAB III PENUTUP

A. Simpulan.............................................................................................................11
B. Saran...................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Indonesia telah mengalami banyak peristiwa penting dalam perjalanannya


untuk menjadi negara berpenghasilan menengah. Di antaranya penurunan angka
kematian anak dan meningkatnya penerimaan anak di sekolah dasar secara signifikan.
Kendati demikian, belum ada peningkatan  pada status gizi anak-anak. Jutaan anak-
anak dan remaja Indonesia tetap terancam dengan tingginya angka anak yang
bertubuh pendek (stunting) dan kurus (wasting) serta 'beban ganda' malnutrisi dimana
terjadinya kekurangan dan kelebihan gizi.

Perwakilan UNICEF untuk Indonesia, Debora Comini, pernah mengatakan


sebelum terjadi pandemi, ada sekitar 2 juta anak menderita gizi buruk dan lebih dari 7
juta anak di bawah usia lima tahun mengalami stunting di Indonesia. UNICEF juga
memperkirakan jumlah anak yang mengalami kekurangan gizi akut di bawah 5 tahun
bisa meningkat 15 persen secara global pada 2020 jika tidak ada tindakan. Menurut
Deborah, peningkatan jumlah anak kekurangan gizi di Indonesia lantaran banyak
keluarga kehilangan pendapatan akibat pandemi sehingga tidak mampu membeli
makanan sehat dan bergizi. "Jika tidak segera meningkatkan layanan pencegahan dan
perawatan untuk anak-anak yang mengalami masalah gizi, kita berisiko melihat
peningkatan penyakit dan kematian anak terkait dengan masalah ini," kata Comini
dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.
Presiden Joko Widodo juga telah menekankan bahwa program penanganan
pandemi COVID-19 tidak boleh menghentikan program penting nasional lain,
termasuk penanganan gizi buruk. Apalagi, Kementerian Kesehatan, khususnya
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Gizi, dinilai lamban dalam
upaya mengantisipasi naiknyamasalah kurang gizi anak Indonesia paska pandemi.
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 29 Tahun 2019 Tentang
Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit mulai diberlakukan pada
29 Agustus 2019. Namun, untuk pelaksanaan Permenkes ini, Kemenkes harus
mengeluarkan Petunjuk Teknis (Juknis) atau Petunjuk Pelaksanaan (Juklak).

iv
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian gizi, gizi kurang, dan gizi buruk ?
2. Bagaimana ciri-ciri penderita gizi buruk dan gizi kurang?
3. Apa faktor penyebab dari gizi buruk dan gizi kurang?
4. Faktor resiko apa saja yang berpengaruh dan tidak berpengaruh terhadap kejadian
gizi kurang dan gizi buruk ?
5. Apa kaitan dari gizi buruk dan gizi kurang dengan budaya yang ada di
masyarakat?
6. Bagaimana cara menangani masalah gizi buruk dan gizi kurang?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari gizi, gizi kurang, gizi buruk.
2. Mengetahui ciri-ciri penderita gizi buruk dan gizi kurang.
3. Mendeskripsikan dan menjelaskan faktor penyebab dari gizi kurang dan gizi
buruk.
4. Mengetahui Faktor resiko yang berpengaruh dan tidak berpengaruh terhadap
kejadian gizi kurang dan gizi buruk.
5. Mendeskripsikan kaitan dari gizi buruk dan gizi kurang dengan budaya yang
ada di masyarakat.
6. Mengetahui cara menangani masalah gizi buruk dan gizi kurang.

v
BAB II

PEMBAHASAN

I. Definisi Gizi dan Gizi Buruk

A. Definisi Gizi

Gizi berasal dari kata bahasa Arab “Ghidza” yang berarti makanan. Ilmu gizi
berkaitan dengan makanan dan berkaitan pula dengan tubuh manusia. Kata
gizi selain berkaitan dengan kesehatan juga berkaitan dengan potensi ekonomi
seseorang, yaitu berhubungan dengan perkembangan otak, kemampuan
belajar, dan produktivitas kerja.

Berikut beberapa pengertian gizi dari beberapa ahli :

1. Tumer
Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari proses-proses dimana organisme
hidup yang mempergunakan material-material yang diperlukan untuk
pemeliharaan fungsi tubuh
2. Vrause
Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari makanan dalam hubungannya
dengan kesejahteraan tubuh meliputi kebutuhan makanan, nilai makanan,
pemeliharaan makanan untu golongan usia dan aktivitas tertentu.

B. Definisi Gizi Kurang dan Gizi Buruk

Gizi kurang dan gizi buruk merupakan status kondisi dimana seseorang
yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya dibawah rata-rata. Gizi kurang adalah
kekurangan bahan-bahan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, dan
vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh.

Gizi buruk biasanya terjadi pada anak balita dibawah usia 5 tahun. Gizi
buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.
Anak balita usia 12-59 bulan merupakan kelompok umur yang rawan terhadap
gangguan kesehatan gizi. Pada usia ini kebutuhan mereka meningkat,
sedangkan mereka tidak bisa meminta dan mencari makan sendiri dan

vi
seringkali pada usia ini tidak lagi diperhatikan dan pengurusannya diserahkan
kepada orang lain sehingga resiko gizi buruh akn semakin besar.

II. Ciri-Ciri Penderita Gizi Kurang dan Gizi Buruk


Saat tubuh kekurangan gizi, ada beberapa tanda yang dapat muncul, yaitu:
1. Penurunan berat badan.
2. Mudah lelah.
3. Konsentrasi menurun.
4. Gusi dan mulut sering luka atau nyeri.
5. Kulit dan rambut kering.
6. Jaringan lemak dan otot di dalam tubuh berkurang.
7. Pipi dan mata cekung.
8. Pembengkakan di bagian tubuh tertentu, seperti di perut, wajah atau
kaki.
9. Mudah terkena infeksi karena melemahnya sistem kekebalan tubuh.
10. Proses penyembuhan luka menjadi lambat.
11. Mudah kedinginan.
12. Perubahan mood atau suasana hati.
13. Kehilangan selera makan.
14. Mudah terjatuh karena otot melemah.

III. Faktor Penyebab Gizi Kurang dan Gizi Buruk

Faktor Penyebab dari kurangnya gizi dan gizi buruk pada balita yaitu :
1. Status Sosial Ekonomi
Merupakan suatu keadaan atau kedudukan seseorang dalam masyarakat
yang ditinjau dari beberapa faktor, yaitu pendidikan, pekerjaan, dan
pendapatan.
2. Ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak.
Ibu adalah primary care yang mempunyai keterlibatan langsung dalam
perawatan dan pemberian makan pada balita, oleh karena itu ibu memiliki
peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan anak. Dalam
pemberian nutrisi, ibu berperan merencanakan varias makanan,
menyediakan daftar menu yang diperlukan anak dan keluarga, serta
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi yang diperlukan anak
3. Berat Badan Bayi Rendah (BBLR)

vii
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah berat badan lahir yang kurang
dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BBLR akan terlihat lebih kecil dan
kurus, serta memiliki ukuran kepala yang terlihat lebih besar. BBLR dapat
terjadi ketika bayi lahir secara prematur atau mengalami gangguan
perkembangan saat di dalam kandungan. Pada tahun 2018, ada sekitar 6,2
persen bayi di Indonesia yang terlahir dengan berat badan rendah.
4. Makanan Keluarga
Makanan keluarga, yaitu makanan padat yang biasanya disediakan di
keluarga dimana tekstur dari makanan keluarga yaitu makanan padat
Contoh: lontong, nasi tim, kentang rebus, biskuit.
5. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi adalah masalah kesehatan yang disebabkan oleh
organisme, seperti bakteri, virus, jamur, atau parasit. Beberapa organisme
ini hidup di dalam tubuh manusia dan memberikan manfaat. Namun, pada
kondisi tertentu, organisme ini justru dapat menyebabkan penyakit.
Penyakit infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung dengan individu
yang terinfeksi, gigitan hewan, serta tanah atau air yang terkontaminasi.
Penyebaran penyakit ini juga bisa terjadi melalui kontak tidak langsung,
misalnya menyentuh benda yang baru dipegang oleh orang yang terinfeksi.

IV. Faktor Resiko yang Berpengaruh dan Tidak Berpengaruh terhadap


Gizi Kurang dan Gizi Buruk
A. Faktor Resiko yang Berpengaruh Terhadap Gizi Kurang dan Gizi
Buruk

1. Sikap Ibu Terhadap Makanan


Faktor risiko yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian gizi
kurang dan gizi buruk adalah sikap ibu terhadap makanan yang
buruk dengan OR 6,98, artinya ibu yang mempunyai balita 12-59
bulan mempunyai risiko menderita gizi kurang dan gizi buruk
sebesar 6,98 kali lebih besar bila dibandingkan dengan ibu yang
mempunyai balita gizi baik.
Kejadian gizi kurang dan gizi buruk berkaitan dengan sikap ibu
terhadap makanan. Sikap terhadap makanan berarti juga berkaitan

viii
dengan kebiasaan makan, kebudayaan masyarakat, kepercayaan
dan pemilihan makanan. Persoalan gizi kurang dan gizi buruk pada
balita dapat disebabkan sikap atau perilaku ibu yang menjadi
faktor dalam pemilihan makanan yang tidak benar. Pemilahan
bahan makanan, tersedianya jumlah makanan yang cukup dan
keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu
dapat menyebabkan kesalahan pemilihan makanan terutama untuk
anak balita, sehingga zat-zat gizi dalam kualitas dan kuantitas
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
2. Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan buruk terbukti sebagai faktor risiko kejadian
gizi kurang dan gizi buruk pada balita dengan OR 5,03, artinya ibu
yang mempunyai balita gizi kurang dan gizi buruk mempunyai
risiko 5,03 kali untuk menderita gizi kurang dan gizi buruk bila
dibandingkan dengan ibu yang mempunyai balita gizi
baik.Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup dominan
dalam penyedianan lingkungan yang mendukung kesehatan anak
dan proses tumbuh kembangnya. Sanitasi lingkungan yang buruk
akan menyebabkan anak balita akan lebih muda terserang penyakit
infeksi yang akhirnya dapat mempengaruhi status gizi anak.

B. Faktor Resiko yang Tidak berpengaruh Terhadap Gizi Kurang dan


Gizi Buruk
1. Asi Eksklusif
Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa nilai OR : 0, 44 (95% CI
0,182 – 4, 945) p = 0,180, artinya tidak ada hubungan antara tidak
diberikan ASI eksklusif dengan kejadian gizi kurang dan gizi buruk
pada balita. Hasil penelitian ini juga berbeda dengan berbagai
penelitian epidemiologis yang menunjukkan bahwa pemberian ASI
eksklusif mempunyai keuntungan terhadap kesehatan pada
umumnya dan pertumbuhan tinggi badan bayi.
2. Asupan Energi

ix
Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa nilai OR : 1,18 (95% CI
0,383–3,630) p = 1,000, artinya tidak ada hubungan yang
bermakna antara asupan energi kurang dengan kejadian gizi kurang
dan gizi buruk pada balita. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang lakukan sebelumnya oleh Asrar dan Boediman
bahwa tidak ada,
hubungan bermakna antara asupan protein dengan status gizi anak
balita menurut indeks BB/TB nilai p valuenya sama dengan 0,187.
3. Asupan Protein
Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa nilai OR : 1,65 (95% CI
0, 525–5,154 ) p = 0,567, artinya tidak ada hubungan yang
bermakna antara asupan protein kurang dengan kejadian gizi
kurang dan gizi buruk pada balita. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang lakukan sebelumnya oleh Asrar dan
Boediman bahwa tidak ada hubungan bermakna antara asupan
protein kurang dengan status gizi anak balita menurut indeks
BB/TB nilai p valuenya sama dengan 0,187.
4. Frekuensi ISPA
Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa nilai OR : 2,18 (95% CI
0,504 –9,391) p = 0,479, artinya tidak ada hubungan antara
frekuensi ISPA ≥ 3 kali dalam dua bulan dengan kejadian gizi
kurang dan gizi buruk pada balita. Hasil penelitian ini berbeda
dengan penelitian di Erbyl bahwa risiko mengalami ISPA sebesar 2
kali lipat lebih tinggi dibandingkan pada kelompok kasus
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
5. Frekuensi Diare
Hasil analisa bivariat menunjukan bahwa nilai OR : 0,81 (95% CI
0,226–2,903 ) p = 1,000, artinya tidak ada hubungan antara
frekuensi diare ≥ 3 kali dalam dua bulan dengan kejadian gizi
kurang dan gizi buruk pada balita. Hal ini berbanding lurus dengan
frekuensi diare mengingat penyebab kejadian diare antara lain
disebabkan oleh karena adanya kontamidasi pada makanan atau
peralatan pada saat menyajikan makanan atau kontamidasi akibat
tidak mencucui tangan dengan sabun.

x
6. Pendapatan keluarga
Berdasarkan hasil analisa multivariat tentangpenghasilan
ataupendapatan
keluarga perbulan menunjukkan bahwa nilai p adalah 0,340 dengan
OR : 2,16 (95 % CI 0,445-10,489) artinya tidak ada hubungan yang
bermakna antara penghasilan rendah atau pendapatan rendah
dengan kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Sulistya bahwa
pengeluaran atau pendapatan keluarga yang rendah tidak
berpengaruh terhadap status gizi anak balita.
7. Pendidikan Ibu
Berdasarkan hasil analisa multivariat menunjukkan bahwa nilai OR
: 2,45 (95% CI 0,707-8,464) p= 0,158, artinya tidak ada hubungan
yang bermakna antara pendidikan ibu rendah dengan kejadian gizi
kurang dan gizi buruk pada balita. Hasil penelitian ini mendukung
terhadap hasil penelitian sebelumnya oleh Miller yang menunjukan
bahwa tingkat pendidikan ibu yang rendah tidak berpengaruh
terhadap kejadian gizi buruk.
8. Jumlah Anak dalam Keluarga
Hasil analisa multivariat menunjukkan bahwa nilai p = 0,130
dengan OR : 2,56 (95 % CI 0,757-8,680), artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara jumlah anak > 2 dalam keluarga
dengan kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita. Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh
Kusriadi bahwa besar keluarga sama dengan memiliki tiga orang
anak berisiko menderita gizi akut sebesar 1,91 kali.
9. Akses pemanfaatan Yankes
Berdasarkan hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa nilai OR :
1,84 (95% CI 0,755-4,493) p = 0,261, artinya tidak ada hubungan
yang bermakna antara akses pemanfaatan pelayanan kesehatan
jarang dengan kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh
Kusriadi bahwa pemberian imunisasi pada anak balita, pemantauan
pertumbuhan balita, akses dan

xi
pemanfaatan pelayanan kesehatan tidak ada hubungannya dengan
kejadian kekurangan gizi.

V. Kaitan dari gizi buruk dan gizi kurang dengan budaya yang ada di
masyarakat.
Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karya dan karsa.
Budaya berisi norma-norma sosial yakni sendi-sendi masyarakat yang
berisi sanksi dan hukuman-hukumannya yang dijatuhkan kepada golongan
bilamana yang dianggap baik untuk menjaga kebutuhan dan keselamatan
masyarakat itu dilanggar. Norma-norma itu mengenai kebiasaan hidup,
adat istiadat, atau tradisi-tradisi hidup yang dipakai secara turun temurun.
Kebiasaan makanan adalah konsumsi pangan (kuantitas dan kualitas),
kesukaan makanan tertentu, kepercayaan, pantangan, atau sikap terhadap
makanan tertentu. Kebiasaan makan ada yang baik atau dapat menunjang
terpenuhinya kecukupan gizi dan ada yang buruk (dapat menghambat
terpenuhinya kecukupan gizi), seperti
adanya pantangan, atau tabu yang berlawanan dengan konsep-konsep gizi.
Masalah yang dapat menyebabkan kekurangan gizi adalah tidak cukup
pengetahuan gizi dan kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan
yang baik. Kebiasaan makan dalam rumah tangga penting untuk
diperhatikan, karena kebiasaan makanan mempengaruhi pemilihan dan
penggunaan pangan, selanjutnya mempengaruhi tinggi rendahnya mutu
makanan rumah tangga.
Selain itu, erat kaitannya antara gizi buruk dengan budaya masyarakat
terkait dengan ketersedian air bersih, ketersedian jamban, jenis lantai
rumah, serta kebersihan peralatan makanan, kebersihan rumah,
pencahayaan, ventilasi. Perumahan yang penghuninya banyak dan
ventilasi yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan dapat
mempermudah dan memungkinkan adanya transisi penyakit dan
mempengaruhi kesehatan penghuninya. Kedua adalah pencahayaan,
pencahayaan yang cukup untuk penerangan ruangan di dalam rumah
merupakan kebutuhan kesehatan manusia. Pencahayaan dapat diperoleh
dari pencahayaan dari sinar matahari, pencahayaan dari sinar matahari
masuk ke dalam melalui jendela. Celah-celah dan bagian rumah yang

xii
terkena sinar matahari hendaknya tidak terhalang oleh benda lain. Ketiga
dinding rumah harus bersih, kering dan kuat. Kempat kepadatan penghuni
risiko yang ditimbulkan oleh
kepadatan penguni rumah terhadap terjadinya penyakit.

VI. Cara menangani masalah Gizi Kurang dan Gizi Buruk.


Untuk menangani masalah gizi buruk,diperlukan kesiapan tenaga
kesehatan dan masyarakat secara terpadu disetiap jenjang
administrasi,termasuk kesiapan sarana pelayanan kesehatan. Adapun tata
laksana gizi buruk di rumah sakit atau PPG aesuai pedoman WHO yaitu :
1. Mencegah dan mengatasi hipolikema
2. Mencegah dan mengatasi hipotermia
3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi
4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit
5. Mengobati infeksi
6. Memperbaiki defisiensi zat gizi mikro
7. Pemberian makanan awal
8. Meningkatkan pemberian makanan untuk tumbuh kejar
9. Stimulasi perkembangan emosional
10. Mempersiapkan tindak lanjut di rumah.

xiii
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Faktor Penyebab dari kurangnya gizi dan gizi buruk pada balita yaitu Status
Sosial Ekonomi, Ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak,
Berat Badan Bayi Rendah (BBLR), Makanan Keluarga, Penyakit Infeksi.
2. Adanya faktor resiko yang berpengaruh terhadap gizi kurang dan gizi buruk yaitu
seperti sikap ibu terhadap makanan dan sanitasi lingkungan.
3. Erat kaitannya antara gizi buruk dengan budaya masyarakat terkait dengan
ketersedian air bersih, ketersedian jamban, jenis lantai rumah, serta kebersihan
peralatan makanan, kebersihan rumah, pencahayaan, ventilasi.

B. Saran

Sebaiknya ibu balita dengan anak yang mengalami gizi buruk seharusnya lebih
rajin untuk berkunjung ke Posyandu atau pelayanan kesehatan. Sehingga kondisi berat
badannya dapat terpantau dengan baik. Selain itu, pihak kesehatan perlu memberikan
pengetahuan atau penyuluhan kepada ibu balita dan anak-anak. Serta ketersediaan
fasilitas kesehatan yang baik dan terjangkau pada setiap daerah harus terpenuhi.

xiv
DAFTAR PUSTAKA

1. https://cdn-gbelajar.simpkb.id/s3/p3k/IPS/Sosiologi/Per%20Pembelajaran/
PEMBELAJARAN%202.%20INTERAKSI%20SOSIAL.pdf
2. https://www.saturadar.com/2019/09/Pengertian-Aturan.html?m=1
3. https://www.scribd.com/document/371347505/Tujuan-Dan-Manfaat-Interaksi-Sosial

xv
10

Anda mungkin juga menyukai