Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ISU-ISU TERKINI TERKAIT MASALAH GIZI DAN


TUMBUH KEMBANG BALITA

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK 2
1. YERNIYANTI LAHAGU (1908001)
2. MARNI MENDROFA (1908011)
3. CANDRA HIDAYAT NAZARA (1908013)
4. LISBET HALAWA (2109002)

DOSEN PENGAMPU :

ROMIZA ARIKA, S.Tr.Gz,M.Gz

PROGRAM STUDI SARJANA GIZI


INSTITUT KESEHATAN SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ISU-ISU TERKINI
TERKAIT MASALAH GIZI DAN TUMBUH KEMBANG BALITA” ini tepat pada
waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Romiza Arika, S.Tr.Gz,M.Gz
selaku Dosen mata kuliah Perkembangan Gizi Terkini yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari makalah yang kamibuat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Medan, 28 Oktober 2021

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR................................................................................................ i

DAFTAR ISI........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB IIPEMBAHASAN .......................................................................................... 3

A. PengertianMasalah Gizi Dan Tumbuh Kembang Balita ............................... 3

B. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Masalah Gizi Dan Tumbuh Kembang

Balita ........................................................................................................... 10

C. Penanggulangan Masalah Gizi Dan Tumbuh Kembang Balita ................... 13

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 16

A. Kesimpulan ............................................................................................................ 16

B. Saran ...................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gizi yang baik akan sejalan dengan kesehatan yang baik. Pada gejala klinis dari
kekurangan nutrisi adalah pertumbuhan dan perkembangan tubuh tidak normal. Staus gizi
merupakan hasil akhir dari berbagai faktor yang dapat saling terkait satu sama lain. Oleh
karena itu memahami bagaimana terjadinya masalah gizi seharusnya menjadi dasar dalam
menetapkan strategi pencegahan dan penanggulangannya. Status gizi secara langsung
dipengaruhi oleh dua hal, yaitu kecukupan asupan gizi dalam memenuhi kebutuhan tubuh dan
status infeksi seseorang, yang saling berpengaruh, sehingga memperbaiki salahsatunya tidak
akan memperbaiki keadaan yang lainnya.
Kurangnya asupan zat gizi akan menyebabkan seseorang mengalami defisit dalam
memenuhi kebutuhan tubuhnya, dan salah satu konsekuensinya adalah menjadi rentan
terhadap serangan penyakit infeksi, yang apabila terjadi akan memperburuk status gizinya.
Sebaliknya seseorang yang menderita penyakit infeksi akan mengalami peningkatan
metabolisme dan suhu tubuh, yang menyebabkan kebutuhan energi dan zat-zat gizinya
meningkat. Sementara itu, seseorang yang menderita penyakit infeksi biasanya mengalami
penurunan nafsu makan, sehingga asupan gizinya juga berkurang, yang jika berlangsung
lama akan menurunkan status gizinya (UNICEF, 1998).Berbagai penelitian terkini semakin
kuatmendukung pengaruh kekurangan gizi pada masa sangat dini dalam kehidupan, yaitu
sejak janin sampai dua tahun pertama kehidupan yang disebut sebagai 1000 hari pertama
kehidupan (masa emas).
Masalah gizi lebih rentan dialami oleh anak-anak. Oleh sebab itu, mereka
membutuhkan asupan nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa. Anak-
anak akan menderita kekurangan gizi jika mereka tidak dapat mengakses gizi dalam jumlah
yang cukup dan seimbang. Gangguan gizi pada awal kehidupan akan mempengaruhi kualitas
kehidupan berikutnya. Gizi kurang pada balita tidak hanya menimbulkan gangguan
pertumbuhan fisik, tetapi juga mempengaruhi kecerdasan dan produktivitas ketika dewasa.
Kualitas seorang anak dapat dinilai dari proses tumbuh kembang. Proses tumbuh
kembang merupakan hasil interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor
genetik/keturunan adalah faktor yang berhubungan dengan gen yang berasal dari ayah dan
ibu, sedangkan faktor lingkungan meliputi lingkungan biologis, fisik, psikologis, dan sosial.

1
Masa infant merupakan bagian pertumbuhan dan perkembangan yang mengalami
peningkatan yang sangat pesat pada usia dini, yaitu dari usia 0 sampai 5 tahun yang sering
disebut juga sebagai fase “Golden age”. Golden age merupakan masa yang sangat penting
sekali untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak secara cermat agar sedini
mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan, selain itu agar bisa menangani kelainan
yang sesuai dengan masa golden age sehingga dapat mencegah dan meminimalisir kelainan
perkembangan yang bersifat permanen. (Livana, 2019)

B. RumusanMasalah
a. Apayang dimaksud dengan masalah gizi dan tumbuh kembang balita?
b. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan masalah gizi dan tumbuh kembang
balita?
c. Bagaimana penanggulangan masalah gizi dan tumbuh kembang balita?

C. Tujuan
a. Mengetahui yang dimaksud dengan masalah gizi dan tumbuh kembang balita.
b. Mengetahuifaktor-faktor yang menyebabkan masalah gizi dan tumbuh kembang
balita.
c. Mengetahui penanggulangan masalah gizi dan tumbuh kembang balita.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Masalah Gizi Dan Tumbuh Kembang Balita

Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau
dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram,
kilogram) ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi
kalsium dan nitrogen tubuh). Sedangkan perkembangan (development) adalah bertambahnya
kemampuan serta struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur,
dapat diperkirakan dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh,
organ-organ dan sistem organ yang terorganisasi dan berkembang sedemikian rupa sehingga
masing-masing dapat memenuhi fungsinya. (Soetjiningsih,2012)
Masalah gizi lebih rentan dialami oleh anak-anak. Oleh sebab itu, mereka
membutuhkan asupan nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa. Anak-
anak akan menderita kekurangan gizi jika mereka tidak dapatmengakses gizi dalam jumlah
yang cukup dan seimbang. Malnutrisi adalah masalah kekurangan gizi dan kelebihan berat
badan, yang akan menyebabkan masalah kesehatan, seperti kesakitan, kematian, dan
kecacatan. Hal tersebut juga akan menurunkan tingkat produktivitas, menghambat
pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan ketidaktahuan dan keterbelakangan mental.
(Rahmawati, 2019)
Gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang
anak. Sebelum lahir, anak tergantung pada zat gizi yang terdapat dalam darah ibu. Setelah
lahir, anak tergantung pada tersedianya bahan makanan dan kemampuan saluran cerna. Hasil
penelitian tentang pertumbuhan anak Indonesia (Sunawang, 2002) menunjukkan bahwa
kegagalan pertumbuhan paling gawat terjadi pada usia 6-18 bulan. Penyebab gagal tumbuh
tersebut adalah keadaan gizi ibu selama hamil, pola makan bayi yang salah, dan penyakit
infeksi.
Anak dengan gizi kurang dapat diakibatkan oleh kekurangan makan atau karena anak
tersebut pendek. Balita dengan gizi buruk mempunyai dampak jangka pendek dan panjang,
berupa gangguan tumbuh kembang, termasuk gangguan fungsi kognitif, kesakitan, risiko
penyakit degeneratif di kemudian hari, dan kematian. Balita gizi buruk memiliki 12 kali
risiko kematian dibanding mereka yang sehat, kalaupun balita gizi buruk tersebut sembuh,
akan berdampak pada tumbuh kembangnya, terutama tumbuh kembang otaknya. Balita gizi
buruk juga mimiliki 3 kali risiko mengalami stunting. (Kemenkes RI, 2020)

3
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada 1000 hari pertama
kehidupan adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan
fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi
belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk
munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker,
stroke, dan disabilitas pada usia tua. Kesemuanya itu akan menurunkan kualitas sumber daya
manusia Indonesia, produktifitas, dan daya saing bangsa (Achadi, 2014)
Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh pemberian ASI eksklusif
pada umur 0–6 bulanpertama kelahiran karena ASI merupakan zat gizi yang paling sempurna
untuk bayi karena mengandung antibodi sehingga anak jarang sakit sehingga tidak
mengalami penurunan berat badan dan dengan menyusui terjadinya ikatan kasih sayang
antara ibu dan bayi sehingga mempengaruhi perkembangan janin (Yuniarti, 2015).
Setiap anak akan melewati proses tumbuh kembang sesuai dengan tahapan umurnya.
Proses tersebut harus dipantau dengan cermat karena setiap batas umur tertentu anak
memiliki tahapan kemampuan yang wajib dikuasai. Pemantauan tersebut sebagai bagian dari
pengawasan pertumbuhan dan perkembangan balita.Periode tumbuh kembang anak dibagi
menjadi beberapa tahap. Pada masa tersebut pertumbuhan mulai menurun, adanya kemajuan
perkembangan motorik (gerak kasar dan halus), dan fungsi ekspresi. Setelah lahir terutama
pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih
berlangsung. Masa tersebut juga terus mengalami pertumbuhan serabut syaraf dan cabang-
cabangnya. Pertumbuhan jaringan syaraf dan otak anak semakin kompleks yang akan
mempengaruhi kemampuan perkembangan anak (Departemen Kesehatan RI, 2012).
Masalah status gizi yang masih terjadi di Indonesia adalah stunting (UNICEF, 2017).
Stunting (tubuh pendek) adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui defisit
2 SD di bawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi referensi
internasional.
Stimulasi tumbuh kembang adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan memberi
pengalaman (early experience) pada anak melalui berbagai aktivitas yang merangsang
terbentuknya kemampuan perkembangan dasar agar tumbuh kembang anak menjadi optimal.
Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak bahkan
gangguan yang menetap (Dinkes, 2014). Pendidikan dan pengetahuan orang tua sangat
berpengaruh terhadap pemberian stimulasi, dengan pendidikan dan pengetahuan yang
semakin tinggi orang tua dapat mengarahkan anak sedini mungkin dan akan mempengaruhi
daya pikir anak untuk berimajinasi.

4
Karena itu diperlukan pengetahuan dan perilaku yang benar oleh orang tua tentang
pemberian stimulasi agar perkembangan anak dengan stunting lebih optimal (Hidayat,
2005).Peran lain ibu dalam menunjang pertumbuhan anak adalah memberikan pola asuh
makan yang baik (Pratama, 2012).
Kekurangan gizi memiliki konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang bagi
kesehatan anak-anak, dan berdampak buruk pada produktivitas ekonomi suatu negara . Hal
ini terkait dengan kinerja pendidikan yang lebih rendah, defisit kognitif dan dengan demikian
produktivitas ekonomi yang buruk di masa dewasa; dan menciptakan tantangan sosial dan
ekonomi di masyarakat yang kurang beruntung .
Pertumbuhan mempunyai ciri-ciri khusus, yaitu perubahan ukuran, perubahan
proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, serta munculnya ciri-ciri baru. Keunikan pertumbuhan
adalah mempunyai kecepatan yang berbeda-beda di setiap kelompok umur dan masingmasing
organ juga mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda. Terdapat 3 periode pertumbuhan
cepat, yaitu masa janin, masa bayi 0 – 1 tahun, dan masa pubertas.

Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan, dan
berkesinambungan dimulai sejak pembuahan sampai dewasa. Walaupun terdapat variasi,
namun setiap anak akan melewati suatu pola tertentu. Tanuwijaya (2003) memaparkan
tentang tahapan tumbuh kembang anak yang terbagi menjadi dua, yaitu masa pranatal dan
masa postnatal. Setiap masa tersebut memiliki ciri khas dan perbedaan dalam anatomi,
fisiologi, biokimia, dan karakternya.
Masa pranatal adalah masa kehidupan janin di dalam kandungan. Masa ini dibagi
menjadi dua periode, yaitu masa embrio dan masa fetus. Masa embrio adalah masa sejak
konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu, sedangkan masa fetus adalah sejak umur 9
minggu sampai kelahiran.
Masa postnatal atau masa setelah lahir terdiri dari lima periode. Periode pertama
adalah masa neonatal dimana bayi berusia 0 - 28 hari dilanjutkan masa bayi yaitu sampai usia
2 tahun. Masa prasekolah adalah masa anak berusia 2 – 6 tahun. Sampai dengan masa ini,
anak laki-laki dan perempuan belum terdapat perbedaan, namun ketika masuk dalam masa
selanjutnya yaitu masa sekolah atau masa pubertas, perempuan berusia 6 – 10 tahun,
sedangkan laki-laki berusia 8 - 12 tahun.

5
Anak perempuan memasuki masa adolensensi atau masa remaja lebih awal dibanding
anak laki-laki, yaitu pada usia 10 tahun dan berakhir lebih cepat pada usia 18 tahun. Anak
laki-laki memulai masa pubertasa pada usia 12 tahun dan berakhir pada usia 20 tahun.

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan organ-organ tubuh mengikuti 4 pola, yaitu pola umum, neural, limfoid,
serta reproduksi. Organ-organ yang mengikuti pola umum adalah tulang panjang, otot skelet,
sistem pencernaan, pernafasan, peredaran darah, volume darah. Perkembangan otak bersama
tulang-tulang yang melindunginya, mata, dan telinga berlangsung lebih dini. Otak bayi yang
baru dilahirkan telah mempunyai berat 25% berat otak dewasa, 75% berat otak dewasa pada
umur 2 tahun, dan pada umur 10 tahun telah mencapai 95% berat otak dewasa. Pertumbuhan
jaringan limfoid agak berbeda dengan dari bagian tubuh lainnya, pertumbuhan mencapai
maksimum sebelum remaja kemudian menurun hingga mencapai ukuran dewasa. Sedangkan
organ-organ reproduksi tumbuh mengikuti pola tersendiri, yaitu pertumbuhan lambat pada
usia pra remaja, kemudian disusul pacu tumbuh pesat pada usia remaja. (Tanuwijaya, 2003;
Meadow & Newell, 2002; Cameron, 2002 ).
Usia dini merupakan fase awal perkembangan anak yang akan menentukan
perkembangan pada fase selanjutnya. Perkembangan anak pada fase awal terbagi menjadi 4
aspek kemampuan fungsional, yaitu motorik kasar, motorik halus dan penglihatan, berbicara
dan bahasa, serta sosial emosi dan perilaku. Jika terjadi kekurangan pada salah satu aspek
kemampuan tersebut dapat mempengaruhi perkembangan aspek yang lain.
Batasan usia menunjukkan bahwa suatu patokan kemampuan harus dicapai pada usia
tertentu. Batas ini menjadi penting dalam penilaian perkembangan, apabila anak gagal
mencapai dapat memberikan petunjuk untuk segera melakukan penilaian yang lebih
terperinci dan intervensi yang tepat.

Deteksi Dini Pertumbuhan dan Perkembangan


Penilaian pertumbuhan dan perkembangan dapat dilakukan sedini mungkin sejak anak
dilahirkan. Deteksi dini merupakan upaya penjaringan yang dilaksanakan secara
komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta
mengenal faktor resiko pada balita, yang disebut juga anak usia dini. Melalui deteksi dini
dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya
pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang
jelas pada masa-masa kritis proses tumbuh kembang.

6
Upaya-upaya tersebut diberikan sesuai dengan umur perkembangan anak, dengan
demikian dapat tercapai kondisi tumbuh kembang yang optimal (Tim Dirjen Pembinaan
Kesmas, 1997). Penilaian pertumbuhan dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu
penilaian pertumbuhan fisik dan penilaian perkembangan. Masing-masing penilaian tersebut
mempunyai parameter dan alat ukur tersendiri.
Dasar utama dalam menilai pertumbuhan fisik anak adalah penilaian menggunakan
alat baku (standar). Untuk menjamin ketepatan dan keakuratan penilaian harus dilakukan
dengan teliti dan rinci. Pengukuran perlu dilakukan dalam kurun waktu tertentu untuk
menilaiParameter ukuran antropometrik yang dipakai dalam penilaian pertumbuhan fisik
adalah tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, lipatan kulit, lingkar lengan atas, panjang
lengan, proporsi tubuh, dan panjang tungkai. Menurut Pedoman Deteksi Dini Tumbuh
Kembang Balita (Tim Dirjen Pembinaan Kesmas, 1997) dan Narendra (2003) Macam-macam
penilaian pertumbuhan fisik yang dapat digunakan adalah:

1) Pengukuran Berat Badan (BB)

Pengukuran ini dilakukan secara teratur untuk memantau pertumbuhan dan keadaan gizi
balita. Balita ditimbang setiap bulan dan dicatat dalam Kartu Menuju Sehat Balita (KMS
Balita) sehingga dapat dilihat grafik pertumbuhannya dan dilakukan interfensi jika terjadi
penyimpangan.

2) Pengukuran Tinggi Badan (TB)

Pengukuran tinggi badan pada anak sampai usia 2 tahun dilakukan dengan berbaring.,
sedangkan di atas umur 2 tahun dilakukan dengan berdiri. Hasil pengukuran setiap bulan
dapat dicatat pada dalam KMS yang mempunyai grafik pertumbuhan tinggi badan.

3) Pengukuran Lingkar Kepala Anak (PLKA)

PLKA adalah cara yang biasa dipakai untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan otak anak. Biasanya ukuran pertumbuhan tengkorak mengikuti perkembangan
otak, sehingga bila ada hambatan pada pertumbuhan tengkorak maka perkembangan otak
anak juga terhambat. Pengukuran dilakukan pada diameter occipitofrontal dengan mengambil
rerata 3 kali pengukuran sebagai standar.

7
Untuk menilai perkembangan anak banyak instrumen yang dapat digunakan. Salah
satu instrumen skrining yang dipakai secara internasional untuk menilai perkembangan anak
adalah DDST II (Denver Development Screening Test). DDST II merupakan alat untuk
menemukan secara dini masalah penyimpangan perkembangan anak umur 0 s/d < 6 tahun.
Instrumen ini merupakan revisi dari DDST yang pertama kali dipublikasikan tahun 1967
untuk tujuan yang sama.
Pemeriksaan yang dihasilkan DDST II bukan merupakan pengganti evaluasi
diagnostik, namun lebih ke arah membandingkan kemampuan perkembangan seorang anak
dengan anak lain yang seumur. DDST II digunakan untuk menilai tingkat perkembangan
anak sesuai umurnya pada anak yang mempunyai tanda-tanda keterlambatan perkembangan
maupun anak sehat.

Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Masalah yang sering timbul dalam pertumbuhan dan perkembangan anak meliputi gangguan
pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, bahasa, emosi, dan perilaku.

1. Gangguan Pertumbuhan Fisik

Gangguan pertumbuhan fisik meliputi gangguan pertumbuhan di atas normal dan


gangguan pertumbuhan di bawah normal. Pemantauan berat badan menggunakan KMS
(Kartu Menuju Sehat) dapat dilakukan secara mudah untuk mengetahui pola pertumbuhan
anak. Menurut Soetjiningsih (2003) bila grafik berat badan anak lebih dari 120%
kemungkinan anak mengalami obesitas atau kelainan hormonal. Sedangkan, apabila grafik
berat badan di bawah normal kemungkinan anak mengalami kurang gizi, menderita penyakit
kronis, atau kelainan hormonal.
Lingkar kepala juga menjadi salah satu parameter yang penting dalam mendeteksi
gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Ukuran lingkar kepala menggambarkan isi
kepala termasuk otak dan cairan serebrospinal. Lingkar kepala yang lebih dari normal dapat
dijumpai pada anak yang menderita hidrosefalus, megaensefali, tumor otak ataupun hanya
merupakan variasi normal. Sedangkan apabila lingkar kepala kurang dari normal dapat
diduga anak menderita retardasi mental, malnutrisi kronis ataupun hanya merupakan variasi
normal.

8
Deteksi dini gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran juga perlu dilakukan
untuk mengantisipasi terjadinya gangguan yang lebih berat. Jenis gangguan penglihatan yang
dapat diderita oleh anak antara lain adalah maturitas visual yang terlambat, gangguan
refraksi, juling, nistagmus, ambliopia, buta warna, dan kebutaan akibat katarak, neuritis optik,
glaukoma, dan lain sebagainya. (Soetjiningsih, 2003). Sedangkan ketulian pada anak dapat
dibedakan menjadi tuli konduksi dan tuli sensorineural. Menurut Hendarmin (2000), tuli pada
anak dapat disebabkan karena faktor prenatal dan postnatal. Faktor prenatal antara lain adalah
genetik dan infeksi TORCH yang terjadi selama kehamilan. Sedangkan faktor postnatal yang
sering mengakibatkan ketulian adalah infeksi bakteri atau virus yang terkait dengan otitis
media.

2. Gangguan perkembangan motorik

Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu
penyebab gangguan perkembangan motorik adalah kelainan tonus otot atau penyakit
neuromuskular. Anak dengan serebral palsi dapat mengalami keterbatasan perkembangan
motorik sebagai akibat spastisitas, athetosis, ataksia, atau hipotonia. Kelainan sumsum tulang
belakang seperti spina bifida juga dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik.
Penyakit neuromuscular sepeti muscular distrofi memperlihatkan keterlambatan dalam
kemampuan berjalan. Namun, tidak selamanya gangguan perkembangan motorik selalu
didasari adanya penyakit tersebut. Faktor lingkungan serta kepribadian anak juga dapat
mempengaruhi keterlambatan dalam perkembangan motorik. Anak yang tidak mempunyai
kesempatan untuk belajar seperti sering digendong atau diletakkan di baby walker dapat
mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan motorik.

3. Gangguan perkembangan bahasa

Kemampuan bahasa merupakan kombinasi seluruh system perkembangan anak.


Kemampuan berbahasa melibatkan kemapuan motorik, psikologis, emosional, dan perilaku
(Widyastuti, 2008). Gangguan perkembangan bahasa pada anak dapat diakibatkan berbagai
faktor, yaitu adanya faktor genetik, gangguan pendengaranintelegensia rendah, kurangnya
interaksi anak dengan lingkungan, maturasi yang terlambat, dan faktor keluarga. Selain itu,
gangguan bicara juga dapat disebabkan karena adanya kelainan fisik seperti bibir sumbing
dan serebral palsi. Gagap juga termasuk salah satu gangguan perkembangan bahasa yang
dapat disebabkan karena adanya tekanan dari orang tua agar anak bicara jelas (Soetjingsih,
2003).

9
4. Gangguan Emosi dan Perilaku

Selama tahap perkembangan, anak juga dapat mengalami berbagai gangguan yang terkait
dengan psikiatri. Kecemasan adalah salah satu gangguan yang muncul pada anak dan
memerlukan suatu intervensi khusus apabila mempengaruh interaksi sosial dan
perkembangan anak. Contoh kecemasan yang dapat dialami anak adalah fobia sekolah,
kecemasan berpisah, fobia sosial, dan kecemasan setelah mengalami trauma. Gangguan
perkembangan pervasif pada anak meliputi autisme serta gangguan perilaku dan interaksi
sosial. Menurut Widyastuti (2008) autism adalah kelainan neurobiologis yang menunjukkan
gangguan komunikasi, interaksi, dan perilaku. Autisme ditandai dengan terhambatnya
perkembangan bahasa, munculnya gerakan-gerakan aneh seperti berputar-putar, melompat-
lompat, atau mengamuk tanpa sebab.

B. Faktor-Faktor Yang menyebabkan Masalah Gizi Dan Tumbuh Kembang Balita

Faktor-faktor yang terkait dengan masalah kurang gizi sangatlah kompleks baik
langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor tersebut diantaranya sosial ekonomi,
kemiskinan, praktek pemberian makanan pada anak serta faktor partisipasi masyarakat dalam
upaya perbaikan gizi melalui Pos pelayanan terpadu (Posyandu), kemampuan teknis kader
yang masih kurang dimana menunjukkan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat dalam
upaya perbaikan gizi masih belum optimal.
Beberapa penelitian menunjukkan ada hubungan antara bayi yang mendapat ASI
eksklusif dengan tumbuh kembang bayi. ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi.ASI
sangat dibutuhkan untuk kesehatan bayi dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan
bayi secara optimal. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif akan memperoleh semua
kelebihan ASI serta terpenuhinya kebutuhan gizinya secara maksimal sehingga bayi
lebihsehat, lebih tahan terhadap infeksi, tidak mudah terkena alergi, dan lebih jarang sakit
karena ASI mengandung antibodi. Dengan demikian jika bayi yang mendapatkan ASI sacara
eksklusif akan mengalami pertumbuhan yang optimal, hal ini dapat dilihat dari penambahan
berat badan, panjang badan, atau lingkar kepala. ASI juga merpkanan makanan untuk
perkembangan otak anak.ASI mengandung kolesterol tinggi yang diperlukan untuk
mielinisasi. Demikian juga kadar AA dan DHA juga tinggi pada ASI. Anak yang
mendapatkan ASI mempunyai kecerdasan yang lebih baik dari pada yang tidak mendapatkan
ASI (Soetjiningsih, 2014).

10
Pekerjaan ibu juga berhubungan sebab akibat dengan tumbuh kembang bayi.Menurut
Markum dalam buku Nursalam (2005) dijelaskan bekerja umumnya merupakan kegiatan
yang menyita waktu untuk menunjang kehidupan dalam keluarga dimana ibu rumah tangga
akan memiliki waktu yang lebih maksimal sehingga dapat mengetahui segala aktifitas
anaknya. Orang tua yang tidak bekerja dapat memberikan stimulasi dengan baik karena ibu
mempunyai banyak waktu untuk merawat bayinya termasuk memberikan stimulasi dengan
frekuensi yang lebih intensif.
Ibu yang tidak bekerja mempunyai banyak waktu memberikanASI secara eksklusif
sehingga ibu dapat memantau pertumbuhan bayi dengan membawa bayi ke posyandu
sehingga ibu dapat mengetahui kenaikan berat badan dan panjang badan, sedangkan ibu yang
bekerja hanya sedikit mempunyai waktu untuk bayinya dan tidak sempat membawa bayinya
ke posyandu sehingga ibu tidak dapat memantau pertumbuhan bayi.
Pengetahuan ibu juga berhubungan sebab dengan tumbuh kembang bayi.Pengetahuan
atau kognitif adalah hal yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang, salah
satunya kurang memadai pengetahuan ibu mengenai ASI yang menjadi penyebab atau
masalah tumbuh kembang bayi.Pengetahuan ibu yang kurang akan berpengaruh terhadap
tumbuh kembang bayi dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan baik (Roesli, 2008
Lingkungan pengasuhan berhubungan sebab akibat dengan tumbuh kembang
bayi.Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh lingkungan, yang bersifat sementara maupun
permanen serta dapat mempengaruhi kecepatan kualitastumbuh kembang anak.Lingkungan
disekitar anak merupakan potensi risiko terhadap tumbuh kembang anak (Soetjiningsih,
2014). Lingkungan pengasuhan yang baik akan mempengaruhi tumbuh kembang bayi. Bayi
dengan lingkungan pengasuhan yang baik akan mengalami tumbuh kembang yang normal
bila dibandingkan dengan bayi yang lingkungan pengasuhannya kurang akan mengalami
gangguan tumbuh kembang bayi.
Konsumsi makanan berhubungan sebab akibat dengan tumbuh kembang
bayi.Pemberian makanan pendamping selain ASI (MPASI) mulai dilakukan setelah bayi
berusia 6 bulan.MPASI dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pangan bayi yang semakin
meningkat sesuai dengan umur. Pemberian MPASI baik jenis, porsi, dan frekuensi tergantung
dari usia dan kemampuan bayi. Jika pemberian MPASI tidak sesuai dengan kemampuan bayi
maka bayi akan mengalami gangguan pencernaan seperti diare sehingga bayi mengalami
penurunan berat badan dan mengganggu pertumbuhan (Sulistyoningsih, 2011).
Makanan yang kurang baik secara kualitas maupun kuantitas akan menyebabkan gizi
kurang. Keadaan gizi kurang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan,

11
khusus pada perkembangan dapat mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi otak.Otak
manusia mengalami perubahan struktural dan fungsional yang luar biasa antara minggu ke-24
sampai minggu ke-42 setelah konsepsi. Perkembangan ini berlanjut setelah lahir hingga usia
2 atau 3 tahun, periode tercepat usia 6 bulan pertama kehidupan. Dengan demikian
pertumbuhan sel otak berlangsung sampai usia 3 tahun (Soetjiningsih, 2014).
Kekurangan gizi ditemukan di sebagian besar penelitian terkait dengan bertambahnya
usia anak yang menunjukkan bahwa semakin tua anak, semakin tinggi risiko menjadi kerdil,
kurus dan kurus. Sebagian besar penelitian melaporkan anak laki-laki memiliki kerentanan
yang lebih tinggi terhadap stunting, wasting dan underweight. Temuan ini disangkal oleh
penelitian yang dilakukan di Kenya dan Tanzania yang melaporkan anak perempuan lebih
rentan terhadap stunting, wasting dan underweight. Namun, sebuah penelitian yang dilakukan
di Ethiopiamelaporkan anak laki-laki lebih rentan terhadap stunting sementara perempuan
kekurangan berat badan.
Dalam ulasan ini, BMI ibu yang rendah, berat badan lahir rendah dan ukuran lahir
kecil dilaporkan terkait dengan kekurangan gizi anak. IMT ibu merupakan penentu penting
dari gizi kurang anak dan dipengaruhi oleh gizi ibu, oleh karena itu nutrisi yang tepat untuk
ibu selama periode prenatal dan postnatal sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan
anak.
Efek ganda dari asupan makanan yang tidak memadai dan lingkungan yang tidak
sehat meningkatkan kerentanan anak terhadap episode diare, infeksi dan demam, yang pada
gilirannya menekan nafsu makan, menghambat penyerapan nutrisi dalam makanan, dan
meningkatkan kebutuhan akan ketersediaan kalori. Untuk mempertahankan asupan makanan
yang memadai, sangat penting bahwa anak-anak yang sedang tumbuh memperoleh energi
harian mereka dari makanan yang bervariasi, sehat dan seimbang. Inisiasi makanan
pendamping ASI harus tepat waktu, berkualitas baik dan diberikan pada frekuensi yang tepat.
Selain itu, peningkatan kualitas lingkungan kesehatan melalui peningkatan akses terhadap
pasokan air bersih, perumahan yang layak, layanan kesehatan dan fasilitas sanitasi untuk
pembuangan kotoran manusia penting untuk menjaga kebersihan lingkungan dan mencegah
penyebaran penyakit pada anak-anak di bawah 5 tahun khususnya. di daerah pedesaan.
Oleh karena itu, untuk tumbuh kembang anak yang optimal, WHO
merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan; setelah
itu, makanan pendamping (padat) yang cukup nutrisi dapat diperkenalkan bersamaan
dengan pemberian ASI terus menerus hingga usia 2 tahun dan lebih.

12
C. Penanggulangan Masalah Gizi Dan Tumbuh Kembang Balita

Disamping itu penanganan masalah pertumbuhan pada balita tidak cukup dengan
hanya melalui upaya perbaikan kesehatan ibu hamil dan perbaikan gizi balita selama masa
kritis tumbuh-kembang pada 2 tahun pertama kehidupan setelah lahir tetapi juga memerlukan
upaya-upaya lain seperti pengentasan kemiskinan, peningkatan pengetahuan, meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat dan kesadaran gizi masyarakat, serta perbaikan lingkungan
hidup. (Profil Kesehatan Sukoharjo, 2019)
Pada situasi pandemi Covid-19, pemantauan pertumbuhan balita harus tetap
dilaksanakan melalui berbagai upaya alternatif untuk memastikan balita tetap dapat dipantau
tumbuh kembangnya. Pemantauan pertumbuhan di posyandu tetap dilaksanakan dengan
mematuhi prinsip pencegahan infeksi dan physical distancing. Penyakit Covid-19 akan
menjadi lebih berisiko ketika anak memiliki penyakit penyerta, seperti pneumonia. Oleh
karena itu, penting untuk mempertahankan dan memperbaiki status gizi anak karena asupan
makanan bergizi sangat penting untuk meningkatkan kekebalan tubuh guna mencegah dan
melawan Covid-19 khususnya pada anak usia dini. (Kemenkes RI, 2020)
WHO telah merekomendasikan menu gizi seimbang ditengah pandemi Covid-19.
Artinya, disetiap menu makanan harus mencakup nutrisi lengkap, baik itu makronutrien
seperti karbohidrat, protein, lemak, serta mikronutrien dari vitamin dan mineral. Namun,
untuk membuat fondasi daya tahan tubuh yang kuat (building block), kita harus fokus pada
asupan protein. Masyarakat harus membiasakan mengonsumsi aneka ragam makanan pokok.
Batasi konsumsi makanan yang manis, asin, dan berlemak. Perbanyak aktivitas fisik yang
cukup dan pertahankan berat badan ideal. Lakukan kebiasaan mengkonsumsi lauk pauk yang
mengandung protein tinggi. Perbanyak makan buah dan sayuran karena sayuran dan buah-
buahan kaya akan vitamin dan zat gizi yang baik untuk tubuh. (Akbar & Aidha, 2020)
Dalam rangka menerapkan upaya gizi seimbang, setiap keluarga harus mampu
mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi setiap anggota keluarganya. Hal ini sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi.
Adapun upaya yang dilakukan untuk mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi yaitu
dengan cara menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI saja kepada bayi sejak
lahir sampai umur 6 bulan, menu makanan yang bervariasi, menggunakan garam beryodium,
dan pemberian suplemen gizi sesuai anjuran petugas kesehatan.

13
Suplemen gizi yang diberikan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 tahun
2016tentang Standar Produk Suplementasi Gizi, meliputi kapsul vitamin A, tablet tambah
darah (TTD), makanan tambahan untuk ibu hamil, anak balita, dan anak usia sekolah,
makanan pendamping ASI, dan bubuk multivitamin dan mineral. (Profil Kesehatan
Indonesia, 2019)
Program peningkatan gizi daerah kabupaten dan puskesmas memiliki kegiatan-
kegiatan yang konsisten dengan tingkat provinsi. Program peningkatan gizi di tingkat
provinsi terdiri dari 3 kegiatan yaitu penyelenggaraan dan pengembangan surveilans gizi,
penanggulangan masalah kurang energi protein (KEP), dan pendidikan gizi. Pengembangan
survelains gizi mencakup diseminasi informasi hasil surveilans gizi dan situasi gizi
masyarakat dengan indikator kinerja terlaksananya pertemuan diseminasi informasi hasil
surveilans gizi tingkat provinsi dengan peserta Anggota Dewan Komisi V, lintas sektor, dan
lintas program. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Dinas Kabupaten berupa survailans gizi dan di
tingkat puskesmas berupa monitoring pertumbuhan setiap bulan pada balita.
Kegiatan penanggulangan masalah KEP mencakup monitoring dan evaluasi kegiatan
PMT pemulihan, penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk, pada tingkat Kabupaten
berupa penanggulangan secara langsung masalah gizi melalui suplementasi gizi mikro dan
adanya kegiatan PMT pemulihan bagi balita gizi buruk dan gizi kurang. Kegiatan ini
dilaksanakan hingga dengan pemberian makanan tambahan bagi balita dengan masalah gizi,
terutama gizi kurang dan buruk. Selain itu adanya kegiatan pemberian TTD bagi ibu hamil
selama 90 hari.
Kegiatan pendidikan gizi di tingkat provinsi mencakup pembuatan buku tulis pesan
gizi dan revolusi KIA, pembuatan kemasan tablet besi dengan pesan gizi, dan
penyelenggaraan pembinaan pola makan seimbang keluarga. Kegiatan yang diselenggarakan
oleh Dinas Kesehatan berupa bimbingan teknis program gizi, pelatihan ASI dan MP-ASI,
konseling gizi di tingkat posyandu, dan Kabupaten Sikka berupa Advokasi, sosialisasi, dan
KIE gizi seimbang untuk perwujudan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Tingkat Puskesmas
melaksanakan kegiatan ini berupa penyuluhan. Penyuluhan ini merupakan bagian dari PMT
dalam bentuk demo masak dankonseling gizi tatap muka saat monitoring pertumbuhan di
posyandu-posyandu setiap bulannya.

14
Pendekatan mencakup sesi konseling untuk ibu dengan tujuan meningkatkan praktik
menyusui dan nutrisi ibu, kampanye kesehatan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran
tentang pentingnya praktik sanitasi dan kebersihan yang layak. Intervensi lebih lanjut untuk
memperbaiki kekurangan gizi anak juga harus fokus pada inisiatif bantuan tunai untuk
mengatasi kemiskinan dan meningkatkan akses ke makanan. Strategi-strategi ini akan
menghasilkan peningkatan yang lebih berkelanjutan dalam nutrisi anak di negara-negara
berkembang, sehingga menetapkan kawasan di jalur untuk mencapai target nutrisi global
WHO pada tahun 2025.
Pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) salah satunya mengurangi
kemiskinan dan kelaparan serta angka kematian anak. Tahun 2016 merupakan tahun pertama
implementasi agenda pembangunan yaitu Sustainable Development Goals (SDGs). Salah satu
dari sekian banyak rumusan SDGs adalah memberantas kemiskinan dan kelaparan, dengan
mengurangi angka status gizi kurang pada anak.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang
anak. Sebelum lahir, anak tergantung pada zat gizi yang terdapat dalam darah ibu. Setelah
lahir, anak tergantung pada tersedianya bahan makanan dan kemampuan saluran cerna. Hasil
penelitian tentang pertumbuhan anak Indonesia (Sunawang, 2002) menunjukkan bahwa
kegagalan pertumbuhan paling gawat terjadi pada usia 6-18 bulan. Penyebab gagal tumbuh
tersebut adalah keadaan gizi ibu selama hamil, pola makan bayi yang salah, dan penyakit
infeksi.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu proses yang diawali dari konsepsi
(pembuahan) sampai pematangan atau dewasa. Melalui proses tersebut anak tumbuh menjadi
lebih besar dan bertambah matang dalam segala aspek baik fisik, emosi, intelektual, maupun
psikososial. Apabila terdapat suatu masalah dalam proses tersebut maka yang akan berakibat
terhambatnya anak mencapai tingkat tumbuh kembang yang sesuai dengan usianya. Apabila
gangguan ini berlanjut maka akan menjadi suatu bentuk kecacatan yang menetap pada anak.
Namun, apabila sejak dini gangguan tumbuh kembang sudah terdeteksi, maka kita dapat
melakukan suatu intervensi sesuai dengan kebutuhan anak. Melalui intervensi yang dilakukan
sejak dini itulah tumbuh kembang anak pada tahap selanjutnya dapat berjalan dengan lebih
baik.

B. Saran
Dari semua pembahasan materi yang telah kami sampaikan, kami berharap teman-
teman bias mengerti lagi tentang isu-isu terkini terkait masalah gizi dan tumbuh kembang
balita ini, dan semoga teman-teman memperoleh manfaat yang ada dalam meteri ini. Jika
terdapat kekurangan terhadap materi kami, kami mohon maaf, terimakasih telah
memperhatikan sekaligus memahami materi kami.

16
DAFTAR PUSTAKA

Atmarita. (2012). MASALAH ANAK PENDEK DI INDONESIA DAN IMPLIKASINYA


TERHADAP KEMAJUAN NEGARA. Gizi Indon, 81-96.
Boli, E. B. (2020). ANALISIS KEBIJAKAN GIZI DALAM UPAYA PENANGANAN MASALAH
GIZI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Jurnal Komunitas Kesehatan
Masyarakat, 23-30.
Catur Setyorini, A. D. (2021). GAMBARAN STATUS GIZI BAYI DAN BALITA PADA MASA
COVID-19 DI KALURAHAN JETIS SUKOHARJO . Journal of Health Research, 118 - 127.
Chamidah, A. N. (n.d.). DETEKSI DINI GANGGUAN PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN ANAK. lumbung pustaka UNY, 1-8.
Febrina Suci Hati, A. M. (2019). THE EFFECT OF EDUCATION GIVING ON THE PARENT’S
BEHAVIOR ABOUT GROWTH STIMULATION IN CHILDREN WITH STUNTING.
NurseLine Journal, 12-20.
Herlina, S. (2018). TUMBUH KEMBANG BAYI YANG MENDAPATKAN ASI EKSKLUSIF
DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS SIMPANG BARU KOTA PEKANBARU. Jurnal
Kebidanan, 166-176.
Kadek Ayu Erika, N. A. (n.d.). THE RELATIONS BETWEEN BIRTH WEIGHT AND CHILD
DEVELOPMENT UNDER FIVE YEARS IN PUSKESMAS GOARIE SUB-DISTRICT
MARIORIWAWO, SOPPENG. Indonesian Contemporary Nursing Journal, 15-23.
Kusuma, R. M. (122-131). Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Anak Umur 24-60 Bulan di
Kelurahan Bener Kota Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Vokasional, 2019.
Laswati, D. T. (2017). MASALAH GIZI DAN PERAN GIZI SEIMBANG. AGROTECH, 69-73.
Sadaf Khan, S. Z. (2019). Determinants of stunting, underweight and wasting among children < 5
years of age:evidence from 2012-2013 Pakistandemographic and health survey. BMC Public
Health, 1-15.

17

Anda mungkin juga menyukai