Anda di halaman 1dari 24

1

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT,dengan kasih sayang-Nya, telah
melimpahkan nikmat tak terhingga yang tidak mungkin dapat dihitung meski seluruh lautan dijadikan tinta
untukmenuliskannya. Terlebih atas nikmat terbesar yang telah Dia berikan, yaitu nikmatiman dan Islam.Shalawat dan
salam semoga tercurah kepada revolusioner terbaik sepanjang masa, pencetak sejarah kebenderangan dunia, Nabi
Muhammad SAW.

Pada kesempatan ini, penulis sangat bersyukur mendapat kesempatan menyusun modul yang berjudul
“Pencegahan Stunting itu Penting”. Modul ini disusun utnuk memenuhi tugas Semester Pendek (SP). Terimakasih
kepada semua pihak yang tentunya begitu banyak membantu hingga terselesaikannya penulisan modul ini. Semoga
Allah SWT senantiasa memberi jalan kepada kita untuk selalu memperbaiki diri dan memperoleh manfaat dari setiap
detik yang berlalu. Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Bandar Lampung, 1 Agustus 2023

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ii

DAFTAR ISI...............................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR..................................................................................

PENDAHULUAN.......................................................................................1

2
A. Latar Belakang .........................................................................1
B. Tujuan .....................................................................................2
1. Tujuan umum .....................................................................2
2. Tujuan Khusus ...................................................................2

MATERI POKOK ....................................................................................3

A. Pengertian Stunting ..................................................................3


B. Penyebab Stunting.....................................................................5
C. Pencegahan Stunting ................................................................9

RANGKUMAN.........................................................................................14

SOAL DAN PEMBAHASAN..................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................21

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1...................................................................................................3

Gambar 1.2...................................................................................................4

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak
serius terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu masalah
kekurangan gizi yang masih cukup tinggi di Indonesia terutama masalah
pendek (stunting) dan kurus (wasting) pada balita serta masalah anemia dan
kurang energi kronik (KEK) pada ibu hamil. Masalah kekurangan gizi pada
ibu hamil ini dapat menyebabkan berat badan bayi lahir rendah (BBLR) dan
kekurangan gizi pada balita, termasuk stunting. Stunting dapat terjadi sebagai
akibat kekurangan gizi terutama pada saat 1000 HPK. Pemenuhan gizi dan
pelayanan kesehatan pada ibu hamil perlu mendapat perhatian untuk
mencegah terjadinya stunting.
Stunting akan berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan anak dan
status kesehatan pada saat dewasa. Akibat kekurangan gizi pada 1000 HPK
bersifat permanen dan sulit untuk diperbaiki.Penanggulangan Stunting
menjadi tanggung jawab kita Bersama, tidak hanya Pemerintah tetapi juga
setiap keluarga Indonesia. Karena stunting dalam jangka panjang berdampak
buruk tidak hanya terhadap tumbuh kembang anak tetapi juga terhadap
perkembangan emosi yang berakibat pada kerugian ekonomi. Mulai dari
pemenuhan gizi yang baik selama 1000 hari pertama kehidupan anak hingga
menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat. STOP generasi balita pendek
di Indonesia. Sudah banyak inovasi maupun terobosan dari berbagi pihak
mulai dari pemerintahan pusat, daerah bersama masyarakat dalam mencegah
Stunting.

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengembangkan Sistem Jaminan Gizi dan Tumbuh Kembang Anak
melalui perbaikan asupan gizi sejak dalam kandungan, pola asuh keluarga
dan fasilitas air bersih dan sanitasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengembangkan Reformasi Sistem Kesehatan
b. Memperkuat program promotif dan preventif
c. Mempercepat pemerataan pembangunan infrastruktur dasar, terutama
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dan perbaikan sanitasi
d. Meningkatkan akses warga miskin untuk mendapatkan bantuan
kesehatan (PBI JKN)
e. Meningkatkan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
f. Meningkatkan pemerataan fasilitas dan kualitas layanan kesehatan
g. Mempercepat upaya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB) dan prevalensi stunting

2
MATERI POKOK

A. Pengertian Stunting
Stunting adalah kondisi tinggi badan seseorang lebih pendek
dibanding tinggi badan orang lain pada umunya (yang seusia). Stunted (short
stature) atau tinggi/panjang badan terhadap umur yang rendah digunakan
sebagai indikator malnutrisi kronik yang menggambarkan riwayat kurang gizi
balita dalam jangka waktu lama. Menurut Dekker bahwa stunting pada balita
atau rendahnya tinggi/panjang badan menurut umur merupakan indikator
kronis malnutrisi. Menurut CDC short stature ditetapkan apabila
panjang/tinggi badan menurut umur sesuai dengan jenis kelamin balita <5
percentile standar pengukuran antropometri gizi untuk memantau
pertumbuhan dan perkembangan balita umur 6- 24 bulan menggunakan
indeks PB/U menurut baku rujukan WHO 2007 sebagai langkah mendeteksi
status stunting.

Gambar 1.1
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari
kekurangan gizi kronis sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi dapat terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa

3
awal setelah anak lahir, tetapi baru nampak setelah anak berusia 2 tahun, di
mana keadaan gizi ibu dan anak merupakan faktor penting dari pertumbuhan
anak. Periode 0-24 bulan usia anak merupakan periode yang menentukan
kualitas kehidupan sehingga disebut dengan periode emas. Periode ini
merupakan periode yang sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap
bayi masa ini bersifat permanen, tidak dapat dikoreksi. Diperlukan
pemenuhan gizi adekuat usia ini. Mengingat dampak yang ditimbulkan
masalah gizi ini dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan
otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme
dalam tubuh. Jangka panjang akibat dapat menurunnya kemampuan kognitif
dan prestasi belajar, dan menurunnya kekebalan tubuh. Stunting merupakan
permasalahan yang semakin banyak ditemukan di Negara berkembang,
termasuk Indonesia.1
Stunting atau pendek merupakan kondisi gagal tumbuh pada bayi (0-
11 bulan) dan anak balita (12-59 bulan), akibat dari kekurangan gizi kronis
terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek
untuk usianya”. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan
pada masa awal setelah bayi lahir, tetapi kondisi stunting baru nampak setelah
anak berusia 2 tahun.Balita dikatakan pendek jika nilai z-score-nya panjang
badan menurut umur (PB/U) atau (TB/U) kurang dari -2SD/ standart deviasi
dan kurang dari –3SD (severely stunted). Balita stunted akan memiliki tingkat
kecerdasan tidak maksimal, menjadi lebih rentan terhadap penyakit, dan di
masa depan dapat beresiko menurunnya tingkat produktivitas.2

Gambar 1.2

1
Atikah Rahayu et al., Study Guide - Stunting Dan Upaya Pencegahannya, Buku Stunting Dan
Upaya Pencegahannya, 2018, 7.
2
Flavia Aurelia Hidajat, “Upaya Pencegahan Stunting Melalui Pemberian Makanan Tambahan Dan
Penerapan Pola Hidup Bersih Sehat Di PAUD Tunasmulya Desa Pabean Kecamatan Dringu Kabupaten
Probolinggo,” Jurnal Abdi Panca Mara 1, no. 1 (2019): 25–29,
https://doi.org/10.51747/abdipancamarga.v1i1.480.

4
B. Penyebab Terjadinya Stunting
Stunting merefleksikan gangguan pertumbuhan sebagai dampak dari
rendahnya status gizi dan kesehatan pada periode pre- dan post-natal.
UNICEF framework menjelaskan tentang faktor penyebab terjadinya
malnutrisi. Dua penyebab langsung stunting adalah faktor penyakit dan
asupan zat gizi. Kedua faktor ini berhubungan dengan faktor pola asuh, akses
terhadap makanan, akses terhadap layanan kesehatan dan sanitasi lingkungan.
Namun, penyebab dasar dari semua ini adalah terdapat pada level individu
dan rumah tangga tersebut, seperti tinggkat pendidikan, pendapatan rumah-
tangga. Banyak penelitian cross-sectional menemukan hubungan yang erat
antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi anak.3u
WHO membagi penyebab terjadinya stunting pada anak menjadi 4
kategori besar yaitu faktorkeluarga dan rumah tangga, makanan
tambahan/komplementer yang tidak adekuat, menyusui, dan infeksi.
1. Faktor keluarga dan rumah tangga
Faktor maternal, dapat disebabkan karena nutrisi yang buruk
selama prekonsepsi, kehamilan, dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi
perawakan ibu yang pendek, infeksi, kehamilan muda, kesehatan jiwa,
IUGR dan persalinanLingkungan rumah, dapat dikarenakan oleh stimulasi
dan aktivitas yang tidak adekuat, penerapan asuhan yang buruk,
ketidakamanan pangan, alokasi pangan yang tidak tepat, rendahnya
edukasi pengasuh.
2. Complementary feeding yang tidak adekuat
Setelah umur 6 bulan, setiap bayi membutuhkan makanan lunak
yang bergizi sering disebut Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).
Pengenalan dan pemberian MP- ASI harus dilakukan secara bertahap baik
bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan
bayi/anak. Dalam keadaan darurat, bayi dan balita seharusnya mendapat
MP-ASI untuk mencegah kekurangan gizi. Untuk memperolehnya perlu
ditambahkan vitamin dan mineral (variasi bahan makanan) karena tidak

3
Lily Yulaikhah et al., “Upaya Pencegahan Stunting Melalui Deteksi Dini Dan Edukasi Orangtua
Dan Kader Posyandu Di Dukuh Gupak Warak Desa Sendangsari Pajangan Bantul Yogyakarta,” Journal of
Innovation in Community Empowerment 2, no. 2 (2020): 71–78, https://doi.org/10.30989/jice.v2i2.520.

5
ada makanan yang cukup untuk kebutuhan bayi. Kualitas makanan yang
buruk meliputi kualitas micronutrient yang buruk, kurangnya keragaman
dan asupan pangan yang bersumber dari pangan hewani, kandungan tidak
bergizi, dan rendahnya kandungan energi pada complementary foods.
Praktik pemberian makanan yang tidakmemadai, meliputi
pemberian makan yang jarang, pemberian makan yang tidak adekuat
selama dan setelah sakit, konsistensi pangan yang terlalu ringan, kuantitas
pangan yang tidak mencukupi, pemberian makan yang tidak berespon.
Makanan tambahan yang diberikan berupa makan lumat yang bisa dibuat
sendiri berupa bubur tepung atau bubur beras ditambah lauk pauk, sayur,
dan buah, sehingga perlu pengetahuan gizi yang baik. Konsumsi makanan
bagi setiap orang terutama balita umur 1-2 tahun harus selalu memenuhi
kebutuhan. Konsumsi makanan yang kurang akan menyebabkan
ketidakseimbangan proses metabolisme di dalam tubuh, bila hal ini terjadi
terus menerus akan terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
3. Beberapa masalah dalam pemberian ASI
Rendahnya kesadaran Ibu akan pentingnya memberikan ASI pada
balitanya dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang kesehatan dan sosio-
kultural, terbatasnya petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan,
tradisi daerah berpengaruh terhadap pemberianmakanan pendamping ASI
yang terlalu dini, dan tidak lancarnya ASI setelah melahirkan. Masalah-
masalah terkait praktik pemberian ASI meliputi delayed initiation, tidak
menerapkan ASI eksklusif, dan penghentian dini konsumsi ASI.
Sebuah penelitian membuktikan bahwa menunda inisiasi menyusu
(delayed initiation) akan meningkatkan kematian bayi. ASI eksklusif
didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasimakanan maupun
minuman lain, baik berupa air putih, jus, ataupun susu selain ASI. IDAI
merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama
untuk mencapai tumbuh kembang optimal. Setelah enam bulan, bayi
mendapat makanan pendamping yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan
sampai usia 24 bulan. Menyusui yang berkelanjutan selama dua tahun
memberikan kontribusi signifikan terhadap asupan nutrisi penting pada

6
bayi.Pemberian ASI memiliki berbagai manfaat terhadap kesehatan,
terutama dalam hal perkembangan anak.
Komposisi ASI banyak mengandung asam lemak tak jenuh dengan
rantai karbon panjang (LCPUFA, long-chain polyunsaturated fatty acid)
yang tidak hanya sebagai sumber energi tapi juga penting untuk
perkembangan otak karena molekul yang dominan ditemukan dalam
selubung myelin. ASI juga memiliki manfaat lain, yaitu meningkatkan
imunitas anak terhadap penyakit, berdasarkan penilitian pemberian ASI
dapat menurunkan frekuensi diare, konstipasi kronis, penyakit
gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, sertaRisiko menjadi stunting
3,7 kali lebih tinggi pada balita yang tidak diberi ASI eksklusif
(pemberian ASI<6 bulan) dibandingkan dengan balita yang diberi ASI
Eksklusif (≥ 6bulan)). Anak yang tidak mendapatkan kolostrum lebih
berisiko tinggi terhadap stunting. Hal ini mungkin disebabkan karena
kolostrum memberikan efek perlindungan pada bayi baru lahir dan bayi
yang tidak menerima kolostrum mungkin memiliki insiden, durasi dan
keparahan penyakit yang lebih tinggi seperti diare yang berkontribusi
terhadap kekurangan gizi.
4. Infeksi
Penyebab langsung malnutrisi adalah diet yang tidak kuat dan
penyakit. Manifestasi malnutrisi ini disebabkan oleh perbedaan antara
jumlah zat gizi yang diserap dari makanan dan jumlah zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi dari terlalu
sedikit mengkonsumsi makanan atau mengalami infeksi, yang
meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat gizi, mengurangi nafsu makan,
atau mempengaruhi penyerapan zat gizi di usus. Kenyataannya, malnutrisi
dan infeksi sering terjadi pada saat bersamaan. Malnutrisi dapat
meningkatkan risiko infeksi, sedangkan infeksi dapat menyebabkan
malnutrisi yang mengarahkan ke lingkaran setan. Anak kurang gizi, yang
daya tahan terhadap penyakitnya rendah, jatuh sakit dan akan menjadi

7
semakin kurang gizi, sehingga mengurangi kapasitasnya untuk melawan
penyakit dan sebagainya4
Selain itu terdapat beberapa factor penyebab stunting seperti :
1. Kurang Gizi dalam Waktu Lama
Tanpa disadari, penyebab stunting pada dasarnya sudah bisa terjadi
sejak anak berada di dalam kandungan. Sebab, sejak di dalam kandungan,
anak bisa jadi mengalami masalah kurang gizi. Penyebabnya, adalah
karena sang ibu tidak memiliki akses terhadap makanan sehat dan bergizi
seperti makanan berprotein tinggi, sehingga menyebabkan buah hatinya
turut kekurangan nutrisi. Selain itu, rendahnya asupan vitamin dan mineral
yang dikonsumsi ibu juga bisa ikut memengaruhi kondisi malnutrisi janin.
Kekurangan gizi sejak dalam kandungan inilah yang juga bisa menjadi
penyebab terbesar kondisi stunting pada anak.
2. Pola Asuh Kurang Efektif
Pola asuh yang kurang efektif juga menjadi salah satu penyebab
stunting pada anak. Pola asuh di sini berkaitan dengan perilaku dan praktik
pemberian makanan kepada anak. Bila orang tua tidak memberikan asupan
gizi yang baik, maka anak bisa mengalami stunting. Selain itu, faktor ibu
yang masa remaja dan kehamilannya kurang nutrisi serta masa laktasi
yang kurang baik juga dapat memengaruhi pertumbuhan dan otak anak.
3. Pola Makan
Rendahnya akses terhadap makanan dengan nilai gizi tinggi serta
menu makanan yang tidak seimbang dapat memengaruhi pertumbuhan
anak dan meningkatkan risiko stunting. Hal ini dikarenakan ibu kurang
mengerti tentang konsep gizi sebelum, saat, dan setelah melahirkan.5
4. Tidak Melakukan Perawatan Pasca Melahirkan
Setelah bayi lahir, sebaiknya ibu dan bayi menerima perawatan
pasca melahirkan. Sangat dianjurkan juga bagi bayi untuk langsung
menerima asupan ASI agar dapat memperkuat sistem imunitasnya.

4
Nur Oktia Nirmalasari, “Stunting Pada Anak : Penyebab Dan Faktor Risiko Stunting Di
Indonesia,” Qawwam: Journal For Gender Mainstreming 14, no. 1 (2020): 19–28,
https://doi.org/10.20414/Qawwam.v14i1.2372.
5
Arthur Boucot and George Poinar Jr., “Stunting,” Fossil Behavior Compendium 5 (2010): 243–
243, https://doi.org/10.1201/9781439810590-c34.

8
Perawatan pasca melahirkan dianggap perlu untuk mendeteksi gangguan
yang mungkin dialami ibu dan anak pasca persalinan.
5. Gangguan Mental dan Hipertensi Pada Ibu
Pola asuh yang kurang efektif juga menjadi salah satu penyebab
stunting pada anak. Pola asuh di sini berkaitan dengan perilaku dan praktik
pemberian makanan kepada anak. Bila orang tua tidak memberikan asupan
gizi yang baik, maka anak bisa mengalami stunting. Selain itu, faktor ibu
yang masa remaja dan kehamilannya kurang nutrisi serta masa laktasi
yang kurang baik juga dapat memengaruhi pertumbuhan dan otak anak.
6. Sakit Infeksi yang Berulang
Sakit infeksi yang berulang pada anak disebabkan oleh sistem
imunitas tubuh yang tidak bekerja secara maksimal. Saat imunitas tubuh
anak tidak berfungsi baik, maka risiko terkena berbagai jenis gangguan
kesehatan, termasuk stunting, menjadi lebih tinggi. Karena stunting adalah
penyakit yang rentan menyerang anak, ada baiknya Anda selalu
memastikan imunitas buah hati terjaga sehingga terhindar dari infeksi.
7. Faktor Sanitasi
Sanitasi yang buruk serta keterbatasan akses pada air bersih akan
mempertinggi risiko stunting pada anak. Bila anak tumbuh di lingkungan
dengan sanitasi dan kondisi air yang tidak layak, hal ini dapat
memengaruhi pertumbuhannya. Rendahnya akses terhadap pelayanan
kesehatan juga merupakan salah satu faktor penyebab stunting.

C. Pencegahan Stunting
Stunting memiliki gejala-gejala yang bisa Anda kenali, misalnya:
1. Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
2. Pertumbuhan tubuh dan gigi yang terlambat Memiliki kemampuan fokus
dan memori belajar yang buruk
3. Pubertas yang lambat
4. Saat menginjak usia 8-10 tahun, anak cenderung lebih pendiam dan tidak
banyak melakukan kontak mata dengan orang sekitarnya

9
5. Berat badan lebih ringan untuk anak seusianya6

Penangan stunting dilakukan melalui Intervensi Spesifik dan


Intervensi Sensitif pada sasaran 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak
sampai berusia 6 tahun. Peraturan Presiden No. 42 tahun 2013 menyatakan
bahwa Gerakan 1000. HPK terdiri dari intervensi gizi spesifik dan intervensi
gizi sensitif. Intervensi spesifik, adalah tindakan atau kegiatan yang dalam
perencanaannya ditujukan khusus untuk kelompok 1000 HPK. Sedangkan
intervensi sensitif adalah berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor
kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1000
HPK. Salah satu sasaran untuk intervensi gizi sensitive adalah remaja.
Remaja merupakan kelompok yang perlu mendapat perhatian serius
mengingat masa remaja adalahmasa transisi dari anak-anak ke dewasa dan
belum mencapai tahap kematangan fisiologis dan psikososial. Menurut
Heriana) remaja mempunyai sifat yang selalu ingin tahu dan mempunyai
kecenderunganuntuk mencoba hal-hal baru. Sehingga, apabila tidak
dipersiapkan dengan baik remaja sangat beresiko terhadapkehidupan seksual
pranikah. Di berbagai daerah kira-kira separuh dari remaja telah menikah
(Anas, 2013).

1. Intervensi Gizi Spesifik


Ini merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000
Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada 30% penurunan
stunting. Kerangka kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan
pada sektor kesehatan. Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil:
a. Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi
kekurangan energi dan protein kronis.
b. Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat
c. Mengatasi kekurangan iodium
d. Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil
e. Melindungi ibu hamil dari Malaria.
Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 Bulan:

6
Dkk Irfan Widya Prijambada, Sepenggal Kisah Inspiratif Inovasi Pencegahan Stunting
(Yogyakarta: UGM Press, 2019), 25.

10
a. Mendorong inisiasi menyusui dini(pemberian ASI jolong/colostrum),
b. Mendorong pemberian ASI Eksklusif.

Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23bulan:

a. Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan


didampingi oleh pemberian MP-ASI.
b. Menyediakan obat cacing,
c. Menyediakan suplementasi zink,
d. Melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan
e. Memberikan perlindungan terhadap malaria,
f. Memberikan imunisasi lengkap, Melakukan pencegahan dan
pengobatan diare.
2. Intervensi Gizi Sensitif
Idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar
sector kesehatan dan berkontribusi pada 70% Intervensi Stunting. Sasaran
dari intervensi gizi spesifik adalah masyarakat secara umum dan tidak
khusus ibu hamil dan balita pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
a. Menyediakan dan Memastikan Akses pada Air Bersih,
b. Menyediakan dan Memastikan Akses pada Sanitasi
c. Melakukan Fortifikasi Bahan Pangan
d. Menyediakan Akses kepada Layanan Kesehatan dan Keluarga
Berencana (KB)
e. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
f. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).
g. Memberikan Pendidikan Pengasuhan pada Orang tua.,
h. Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini Universal.
i. Memberikan Pendidikan Gizi Masyarakat.
j. Memberikan Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi, serta Gizi
pada Remaja.
k. Menyediakan Bantuan dan Jaminan Sosial bagi Keluarga Miskin.
l. Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Gizi.7

7
Fitriani et al., “Cegah Stunting Itu Penting!,” Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
(JurDikMas) Sosiosaintifik 4, no. 2 (2022): 63–67, https://doi.org/10.54339/jurdikmas.v4i2.417.

11
Selain itu terdapat beberapa upaya dalam pencegahan stunting :
Usia 0–2 tahun atau usia bawah tiga tahun (batita) merupakan periode
emas (golden age) untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, karena
pada masa tersebut terjadi pertumbuhan yang sangat pesat. Periode 1000
hari pertama sering disebut window of opportunities atau periode emas ini
didasarkan pada kenyataan bahwa pada masa janin sampai anak usia dua
tahun terjadi proses tumbuh-kembang yang sangat cepat dan tidak terjadi
pada kelompok usia lain. Gagal tumbuh pada periode ini akan
mempengaruhi status gizi dan kesehatan pada usia dewasa. Oleh karena itu
perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan masalah stunting ini mengingat
tingginya prevalensi stunting di Indonesia. Pemerintah telah menetapkan
kebijakan pencegahan stunting, melalui Keputusan Presiden Nomor 42
tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Peningkatan Percepatan Gizi dengan
fokus pada kelompok usia pertama 1000 hari kehidupan, yaitu sevagai
berikut: (Kemenkes RI, 2013).

a. Pemberian pola asuh yang tepat


Langkah pertama adalah memberikan pola asuh yang tepat untuk
anak. Ini meliputi Inisiasi Menyusui Dini atau IMD dan memberikan
ASI eksklusif untuk bayi hingga usianya genap 6 bulan, dan lanjutkan
hingga usianya 2 tahun.
b. Memberikan MPASI yang optimal
United Nations Children’s Fund (UNICEF) bersama dengan World
Health Organization (WHO) merekomendasikan, bayi yang berusia 6
sampai 23 bulan memperoleh asupan makanan pendamping ASI atau
MPASI yang tepat dan optimal. Aturan pemberian makanan
pendamping ASI mengandung setidaknya 4 atau lebih dari 7 macam
makanan. Ini termasuk umbi atau serealia, produk olahan susu,
kacang-kacangan, sumber protein, dan makanan dengan kandungan
vitamin A. Selain itu, ibu juga perlu memperhatikan batas frekuensi
pemberian makan minimal untuk bayi mulai dari 6-23 bulan yang
mendapat atau tidak mendapat ASI. Aturannya yaitu 2 kali sehari atau
lebih untuk usia 6-8 bulan bayi dengan ASI, dan 3 kali sehari atau

12
lebih untuk bayi usia 9-23 bulan dengan ASI. Sementara itu, bayi usia
6-23 bulan yang tidak mendapatkan ASI setidaknya harus makan
minimal 4 kali dalam sehari dengan porsi yang sesuai.
c. Mengobati penyakit yang dialami anak
Berbagai kondisi medis yang dialami anak bisa membuatnya
mengalami penurunan nafsu makan. Misalnya, anak mengalami
demam, batuk, pilek, flu, sembelit, hingga masalah pencernaan dan
kondisi lan seperti TBC. Jika demikian, sebaiknya berikan penanganan
utama pada kondisi medis tersebut. Lalu, ibu bisa melanjutkan dengan
kembali memperbaiki asupan gizi sang buah hati.
d. Perbaikan kebersihan lingkungan dan penerapan hidup bersih keluarga
Pencegahan terakhir berupa menerapkan pola hidup bersih dan
sehat, baik di lingkungan rumah maupun luar rumah. Membersihkan
rumah bisa membantu menunjang kesehatan tubuh anak dan keluarga
secara menyeluruh.8

RANGKUMAN

Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam
jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada

8
Risya Ananda Putri, Sri Sulastri, and Nurliana Cipta Apsari, “Pemanfaatan Potensi Lokal Dalam
Upaya Pencegahan Stunting,” Ijd-Demos 5, no. 1 (2023), https://doi.org/10.37950/ijd.v5i1.394.

13
anak. Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat,
sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya. Tidak jarang
masyarakat menganggap kondisi tubuh pendek merupakan faktor genetika dan
tidak ada kaitannya dengan masalah kesehatan. Faktanya, faktor genetika
memiliki pengaruh kecil terhadap kondisi kesehatan seseorang dibandingkan
dengan faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan. Biasanya, stunting mulai
terjadi saat anak masih berada dalam kandungan dan terlihat saat mereka
memasuki usia dua tahun. Stunting memiliki gejala-gejala yang bisa Anda kenali,
misalnya:

1. Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya


2. Pertumbuhan tubuh dan gigi yang terlambat
3. Memiliki kemampuan fokus dan memori belajar yang buruk
4. Pubertas yang lambat
5. Saat menginjak usia 8-10 tahun, anak cenderung lebih pendiam dan tidak
banyak melakukan kontak mata dengan orang sekitarnya
6. Berat badan lebih ringan untuk anak seusianya

Faktor penyebab terjadinya stunting :

1. Kurang Gizi dalam Waktu Lama


Tanpa disadari, penyebab stunting pada dasarnya sudah bisa terjadi sejak
anak berada di dalam kandungan. Sebab, sejak di dalam kandungan, anak
bisa jadi mengalami masalah kurang gizi. Penyebabnya, adalah karena
sang ibu tidak memiliki akses terhadap makanan sehat dan bergizi seperti
makanan berprotein tinggi, sehingga menyebabkan buah hatinya turut
kekurangan nutrisi. Selain itu, rendahnya asupan vitamin dan mineral yang
dikonsumsi ibu juga bisa ikut memengaruhi kondisi malnutrisi janin.
Kekurangan gizi sejak dalam kandungan inilah yang juga bisa menjadi
penyebab terbesar kondisi stunting pada anak.
2. Pola Asuh Kurang Efektif
Pola asuh yang kurang efektif juga menjadi salah satu penyebab stunting
pada anak. Pola asuh di sini berkaitan dengan perilaku dan praktik
pemberian makanan kepada anak. Bila orang tua tidak memberikan asupan

14
gizi yang baik, maka anak bisa mengalami stunting. Selain itu, faktor ibu
yang masa remaja dan kehamilannya kurang nutrisi serta masa laktasi
yang kurang baik juga dapat memengaruhi pertumbuhan dan otak anak.
3. Pola Makan
Rendahnya akses terhadap makanan dengan nilai gizi tinggi serta menu
makanan yang tidak seimbang dapat memengaruhi pertumbuhan anak dan
meningkatkan risiko stunting. Hal ini dikarenakan ibu kurang mengerti
tentang konsep gizi sebelum, saat, dan setelah melahirkan.
4. Tidak Melakukan Perawatan Pasca Melahirkan
Setelah bayi lahir, sebaiknya ibu dan bayi menerima perawatan pasca
melahirkan. Sangat dianjurkan juga bagi bayi untuk langsung menerima
asupan ASI agar dapat memperkuat sistem imunitasnya. Perawatan pasca
melahirkan dianggap perlu untuk mendeteksi gangguan yang mungkin
dialami ibu dan anak pasca persalinan.
5. Gangguan Mental dan Hipertensi Pada Ibu
Pola asuh yang kurang efektif juga menjadi salah satu penyebab stunting
pada anak. Pola asuh di sini berkaitan dengan perilaku dan praktik
pemberian makanan kepada anak. Bila orang tua tidak memberikan asupan
gizi yang baik, maka anak bisa mengalami stunting. Selain itu, faktor ibu
yang masa remaja dan kehamilannya kurang nutrisi serta masa laktasi
yang kurang baik juga dapat memengaruhi pertumbuhan dan otak anak.
6. Sakit Infeksi yang Berulang
Sakit infeksi yang berulang pada anak disebabkan oleh sistem imunitas
tubuh yang tidak bekerja secara maksimal. Saat imunitas tubuh anak tidak
berfungsi baik, maka risiko terkena berbagai jenis gangguan kesehatan,
termasuk stunting, menjadi lebih tinggi. Karena stunting adalah penyakit
yang rentan menyerang anak, ada baiknya Anda selalu memastikan
imunitas buah hati terjaga sehingga terhindar dari infeksi.
7. Faktor Sanitasi
Sanitasi yang buruk serta keterbatasan akses pada air bersih akan
mempertinggi risiko stunting pada anak. Bila anak tumbuh di lingkungan
dengan sanitasi dan kondisi air yang tidak layak, hal ini dapat

15
memengaruhi pertumbuhannya. Rendahnya akses terhadap pelayanan
kesehatan juga merupakan salah satu faktor penyebab stunting.

Tindakan pencegahan ini sebaiknya dilakukan sebelum, saat, dan


sesudah masa kehamilan.

1. Pahami Konsep Gizi


Pastikan Anda mendapatkan asupan gizi yang cukup setiap hari, terlebih
saat masa kehamilan. Pahami konsep gizi dengan baik dan terapkan dalam
pola asuh anak.
2. Pilihan Menu Beragam
Upayakan untuk selalu memberi menu makanan yang beragam untuk
anak. Jangan lupakan faktor gizi dan nutrisi yang dibutuhkan mereka
setiap harinya. Saat masa kehamilan dan setelahnya, ibu pun perlu
mendapatkan gizi yang baik dan seimbang agar dapat menghindari
masalah stunting.
3. Pemeriksaan Rutin
Selama masa kehamilan, ibu perlu melakukan check up atau pemeriksaan
rutin untuk memastikan berat badan sesuai dengan usia kehamilan. Ibu
hamil juga tidak boleh mengalami anemia atau kekurangan darah karena
akan memengaruhi janin dalam kandungan. Kontrol tekanan darah ini bisa
dilakukan saat check up rutin.
4. Pentingnya ASI
Air susu ibu (ASI) mengandung banyak gizi baik yang dapat menunjang
pertumbuhan anak. Dalam ASI, terdapat zat yang dapat membangun
sistem imun anak sehingga menjauhkan mereka dari berbagai masalah
kesehatan, salah satunya adalah stunting.
5. Konsumsi Asam Folat
Asam folat berperan penting untuk mendukung perkembangan otak dan
sumsum tulang belakang bayi. Zat ini juga dapat mengurangi risiko
gangguan kehamilan hingga 72%. Dengan asupan asam folat, kegagalan
perkembangan organ bayi selama masa kehamilan juga bisa dicegah.
6. Tingkatkan Kebersihan

16
Sakit infeksi yang berulang pada anak disebabkan oleh sistem imunitas
tubuh yang tidak bekerja secara maksimal. Saat imunitas tubuh anak tidak
berfungsi baik, maka risiko terkena berbagai jenis gangguan kesehatan,
termasuk stunting, menjadi lebih tinggi. Karena stunting adalah penyakit
yang rentan menyerang anak, ada baiknya Anda selalu memastikan
imunitas buah hati terjaga sehingga terhindar dari infeksi.
7. Faktor Sanitasi
Faktor sanitasi dan akses air bersih menjadi salah satu fokus yang bisa
Anda lakukan untuk mencegah stunting pada anak. Jagalah kebersihan diri
dan lingkungan agar tidak ada bakteri, jamur, kuman, dan virus yang
mengontaminasi tubuh Anda dan si kecil. Anda juga disarankan selalu
memperhatikan kebersihan tubuh maupun tangan. Sebab, apabila tangan
kotor, bukan tidak mungkin kuman menjangkiti makanan yang masuk ke
dalam tubuh sehingga menyebabkan masalah kurang gizi. Dalam waktu
lama, masalah kurang gizi yang berkepanjangan tersebut dapat
menyebabkan stunting.

SOAL DAN PEMBAHASAN

17
1. Berat badan dan tinggi badan yang “kecil”, bagaimana membedakan
stunting atau genetik (keturunan karena ayah ibu juga kecil)?
Stunting adalah keadaan pendek yang khas disebabkan oleh gangguan
nutrisi, infeksi berulang yang tidak tertangani dalam jangka waktu yang
lama. Silahkan evaluasi kurva pertumbuhan dari sejak lahir, adalah
pertumbuhan janin terhambat? Adakah riwayat infeksi berulang akibat
imunisasi tidak lengkap? adakah riwayat gagal tumbuh? Malnutrisi yang
tidak teratasi dalam waktu lama sehingga menyebabkan badannya pendek?
2. Seperti apa anjuran nutrisi anak di atas 2 tahun supaya tidak stunting dan
tidak anemia defisiensi besi?
Nutrisi untuk anak di atas 2 tahun mengikuti aturan “my plate” terdiri dari
¼ sayuran, ¼ buah, ¼ karbohidrat (grain) dan ¼ protein. Pilih protein
hewani dan berbagai jenis sayuran berwarna-warni.
3. Apakah stunting setelah usia 2 tahun (sudah lewat 1000 hari pertama
kehidupan) sama sekali tidak bisa diperbaiki?
Ada dua masalah akibat stunting yaitu pertumbuhan otak dan tinggi badan.
Pertumbuhan otak sangat pesat terjadi pada 2 tahun pertama sehingga
setelah usia 2 tahun, tidak bisa diperbaiki. Tinggi badan masih bisa
diperbaiki dengan berharap pada fase pubertas. Oleh karena itu JANGAN
mengobati stunting tapi lakukanlah PENCEGAHAN. Periode emas yang
masih bisa memperbaiki stunting adalah sebelum usia 2 tahun, dan
hasilnya pun tidak bisa kembali sempurna, artinya bisa diperbaiki namun
optimal.
4. Apakah vitamin/ suplemen / minyak ikan dapat mencegah stunting?
Stunting dapat dicegah dengan pemberian nutrisi yang tepat. Nutrisi
pembangun tumbuh adalah makronutrien yang terdiri dari Karbohidrat,
protein dan lemak. Sedangkan vitamin dan mineral merupakan
mikronutrien yang merupakan zat pendukung, bukan pembangun. Vitamin
dan mineral terbaik berasal dari makanan, bukan dari apotek. Tidak ada
vitamin dan suplemen pencegah stunting. MPASI usia 6-9 bulan memiliki
tekstur yang lembut, lumat namun tidak encer. Porsi MPASI sekitar 80-
120 ml. Evaluasi juga bagaimana “moment” pemberian MPASI, apakah

18
bayi diberikan makan saat kenyang (setelah menyusu) sehingga bayi
cenderung menolak makan? Atau kurang variasi menu sehingga bosan.
Kasus bayi usia 12-24 bulan dan kenaikan berat badan melambat (kurva
pertumbuhan melandai atau tidak naik)
5. Saat fase ini, evaluasi apakah anak masih ASI?
Di usia ini, pemberian ASI harus dibatasi sehingga asupan nutrisi
dominan didapatkan dari makanan padat.
Evaluasi juga manajemen nutrisi misalnya apakah kualitas kurang baik
(kurang protein hewani?),
6. apakah frekuensi dan jumlah tidak cukup?
(porsi dapat mencapai 1/3 porsi dewasa), apakah tekstur masih lunak dan
ecer sehingga porsi banyak namun kurang padat. Sangat jarang gangguan
pertumbuhan disebabkan oleh penyakit,oleh karena itu evaluasi dahulu
manajemen nutrisinya.
7. Bagaimana menilai pertumbuhan dan perkembangan bayi prematur?
Pertumbuhan bayi prematur dipantau menggunakan kurva Fenton sampai
usia koreksi 10 minggu, kemudian pindah ke kurva WHO. Sedangkan
perkembangan (verbal, motoric halus dan kasar) menggunakan usia
koreksi sampai usia 2 tahun, lalu dianggap sama dengan anak lain yang
seusianya.
8. Pertumbuhan BB melambat dan bahkan cenderung tidak naik, apakah
stunting?
BUKAN, stunting adalah ukuran tinggi badan yaitu pendek dibandingkan
dengan anak seusianya. Stunting disebabkan oleh malnutrisi yang
berlangsung lama, oleh karena itu berat badan yang tidak naik merupakan
awal menuju kepada stunting, ayo segera diperbaiki.
9. Pemberian ZAT besi pada anak-anak dan remaja sebaiknya bagaimana?
Remaja putri (terutama yang sudah haid) dianjurkan mengkonsumsi
suplemen besi tiap minggu. Pada anak di atas 1 tahun, dianjurkan
pemeriksaan zat besi darah sebelum memutuskan pemberian suplemen zat
besi. Pemeriksaan zat besi meliputi darah lengkap, serum besi, TIBC dan
ferritin.

19
10. Bagaimana pemberian zat besi pada bayi di bawah 12 bulan?
Pada bayi dengan ASI eksklusif dianjurkan pemberian zat besi usia 4-6
bulan (tanpa pemeriksaan lab terlebih darhulu), untuk bayi prematur
diberikan zat besi sejak usia 1 bulan, lalu setelah usia 6 bulan dianjurkan
mendapatkan asupan tinggi zat besi dari MPASI (tinggi protein hewani).
11. Bayi menyusui 30-40 menit, bagaimana tips supaya bayi kenyang 10-15
menit?
Tingkatkan produksi ASI dengan memompa payudara salaam 15-20 menit
setelah menyusu, dan berikan ASI perah kepada bayi setelah menyusu.
12. Aturan MPASI sangat keliru misalnya banyak karbo, gorengan, terlalu
banyak sufor, namun berat badan naik bagus dan kurva pertumbuhan baik,
apakah ini berbahaya?
Kurva berat badan merupakan indikator gizi, namun perlu diingat gizi
yang seimbang sangat mendukung perkembangan otak dan mencegah
penyakit-penyakit di usia lanjut. Jadi, gizi bukan sekkedar berat badan
namun KUALITAS makanan.
13. Misalnya apakah baik jika anak gendut namun kebanyakan karbohidrat?
Tentu tidak baik karena hal tersebut meningkatkan risiko diabetes di
kemudian hari.
14. Apakah aman jika berat badan cukup namun kurang protein/ kebanyakan
susu?
Tentu tidak aman karena hal tersebut bisa menyebabkan defisiensi besi,
yang berakibat menurunnya daya imunitas dan kecerdasan.

DAFTAR PUSTAKA

Boucot, Arthur, and George Poinar Jr. “Stunting.” Fossil Behavior Compendium 5

20
(2010): 243–243. https://doi.org/10.1201/9781439810590-c34.

Fitriani, Barangkau, Masrah Hasan, Ruslang, Eka Hardianti, Khaeria, Resti


Oktavia, and Selpiana. “Cegah Stunting Itu Penting!” Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat (JurDikMas) Sosiosaintifik 4, no. 2 (2022): 63–67.
https://doi.org/10.54339/jurdikmas.v4i2.417.

Hidajat, Flavia Aurelia. “Upaya Pencegahan Stunting Melalui Pemberian


Makanan Tambahan Dan Penerapan Pola Hidup Bersih Sehat Di PAUD
Tunasmulya Desa Pabean Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo.”
Jurnal Abdi Panca Mara 1, no. 1 (2019): 25–29.
https://doi.org/10.51747/abdipancamarga.v1i1.480.

Irfan Widya Prijambada, Dkk. Sepenggal Kisah Inspiratif Inovasi Pencegahan


Stunting. Yogyakarta: UGM Press, 2019.

Nirmalasari, Nur Oktia. “Stunting Pada Anak : Penyebab Dan Faktor Risiko
Stunting Di Indonesia.” Qawwam: Journal For Gender Mainstreming 14, no.
1 (2020): 19–28. https://doi.org/10.20414/Qawwam.v14i1.2372.

Putri, Risya Ananda, Sri Sulastri, and Nurliana Cipta Apsari. “Pemanfaatan
Potensi Lokal Dalam Upaya Pencegahan Stunting.” Ijd-Demos 5, no. 1
(2023). https://doi.org/10.37950/ijd.v5i1.394.

Rahayu, Atikah, Fahrini Yulidasari, Andini Octaviana Putri, and Lia Anggraini.
Study Guide - Stunting Dan Upaya Pencegahannya. Buku Stunting Dan
Upaya Pencegahannya, 2018.

Yulaikhah, Lily, Ratih Kumorojati, Dian Puspitasari, and Eniyati. “Upaya


Pencegahan Stunting Melalui Deteksi Dini Dan Edukasi Orangtua Dan
Kader Posyandu Di Dukuh Gupak Warak Desa Sendangsari Pajangan Bantul
Yogyakarta.” Journal of Innovation in Community Empowerment 2, no. 2
(2020): 71–78. https://doi.org/10.30989/jice.v2i2.520.

21

Anda mungkin juga menyukai