Anda di halaman 1dari 50

JUDUL:

STUNTING

SUATU PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN


STUNTING

OLEH: NAILA FAUZA, M.Pd


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena buku
ini dapat terselesaikan. Adanya kelahiran buku ini dimaksudkan untuk memberikan
arahan dan dapat membantu masyarakat untuk mulai menyadari akan pentingnya
pencegahan stunting sejak dini.

Buku ini dapat diselesaikan dan terwujud dengan bantuan, dorongan dan
bimbingan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang banyak memberikan dukungan dan inspirasi pada buku
ini sehingga dapat diselesaikan.

Kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan buku ini. Penulis berharap
buku ini dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya ibu balita dan pembaca buku ini.

Pekanbaru, Agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Isi Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................... ii

PENDAHULUAN ............................................................................ 1
BAB 1 STUNTING ........................................................................... 2
Apa Itu Stunting ......................................................................... 3
Penyebab Stunting ..................................................................... 4
Ciri-ciri Anak Mengalami Stunting .......................................... 9
Gejala Stunting .......................................................................... 13
Dampak Stunting ....................................................................... 13

BAB 2 MENCEGAH STUNTING ................................................. 16


Sosialisasi Pencegahan Stunting ................................................ 17
Gizi Seimbang ........................................................................... 18
Perilaku Hidup Bersih Sehat ..................................................... 26
Mengunjungi Posyandu Secara Rutin ........................................ 30

BAB 3 MENANGANI STUNTING ............................................... 34


Melakukan Komunikasi ............................................................ 35
Memberikan Makanan Tmabahan (PMT) Untuk Balita ........... 36
Mewaspadai 1000 Hari Pertama Kehamilan (HPK) ................. 38

PENUTUP ........................................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 43

ii
PENDAHULUAN

Satu dari tiga anak Indonesia diduga mengalami stunting. Stunting merupakan
masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek
dibandingkan dengan anak seusianya. Anak stunting akan lebih rentan terhadap
penyakit dan ketika dewasa berisiko rentan terhadap penyakit degeneratif. Dampak
stunting tidak berhenti pada aspek kesehatan, tetapi juga aspek kecerdasan anak. Anak
stunting tidak tangkas dalam berpikir.

Anak merupakan aset penerus bangsa yang sangat berharga. Dapat dibayangkan
jika sepertiga generasi Indonesia mengalami stunting. Kita dapat memastikan bahwa
bangsa Indonesia tidak akan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa besar lainnya di
dunia. Untuk menghindari bencana kependudukan akibat stunting, upaya pencegahan
stunting perlu dilakukan sedini mungkin.

Permasalahan stunting masih dipandang seputar realitas kondisi kesehatan akibat


dari kekurangan gizi, sehingga penanganannya masih didominasi oleh lembaga dan
penyedia layanan di bidang kesehatan.

Menurut Candarmawen dan Rahayu (2020), pada masa pandemi Covid-19 ini
telah merubah tatanan perilaku masyarakat, hal ini diperlukan agar pandemi tidak
meluas. Sehingga pembatasan dilakukan di segala sektor, termasuk di bidang kesehatan.
Hal ini membuat kegiatan penanganan stunting sedikit terhambat. Pemberdayaan
masyarakat merupakan salah satu solusi untuk dapat bersama-sama bertahan dalam
pandemi Covid-19 termasuk dalam penanganan stunting.

Kegiatan sosialisasi mengenai stunting menjadi salah satu solusi terbaik dalam
memberikan wawasan dan pengetahuan tentang pencegahan dan dampak stunting pada
perkembangan dan pertumbuhan anak. Dengan begitu diharapkan dapat menurunkan
tingkat stunting di Indonesia.

1
BAB 1

STUNTING

2
APA ITU STUNTING?

Stunting adalah pendek. Dikatakan pendek karena tinggi tubuhnya berada dua
standard deviasi dibawah rata-rata. Keadaan ini merupakan bentuk gagalnya
pertumbuhan anak akibat kekurangan gizi kronis yang terjadi dalam masa yang panjang,
terutama pada 1.000 hari pertama kehidupannya (1000 HPK). Selain fisik yang pendek.
Dalam jangka pendek anak stunting terhambat perkembangan kognitif atau
kecerdasannya. Dan dalam jangka panjang, stunting berpotensi membuat postur tubuh
tumbuh tidak optimal, meningkatkan resiko kegemukan (obesitas), mudah sakit dan
penurunan kesehatan reproduksi (BKKBN, 2021).
Stunting menurut WHO adalah gangguan pada tumbuh kembang anak akibat
gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memenuhi.
Perkembangan kognitif dan tumbuh-kembang fisik yang tidak optimal ini juga akan
menyebabkan kurangnya prestasi di sekolah dan tidak optimal produktivitas kerjanya
dimasa mendatang.
Kondisi yang gagal tumbuh pada anak balita kibat kurang gizi kronis
mengakibatkan tubuh menjadi lebih pendek daripada usianya. Kekurangan gizi terjadi
sejak bayi dalam kandungan dan masa awal kehidupan setelah lahir yang baru tampak
ketika setelah anak berusia 2 tahun.

Anak yang berperawakan pendek belum tentu stunting tetapi anak yang terkena
stunting sudah pasti berperawakan pendek.

3
APA PENYEBAB STUNTING ITU?

Stunting terjadi karena anak mengalami gangguan tumbuh kembang dalam


waktu yang cukup lama. Menurut BKKBN (2021), Penyebab stunting terbagi menjadi
dua yaitu secara langsung maupun tidak langsung.
Penyebab langsiung mencakup masalah kurangnya asupan gizi dan penyakit
infeksi pada ibu dan anak. Kualitas sumber daya manusia seseorang ditentukan asupan
gizi saat dalam kandungan dan masa usia balita. Orangtua perlu memberikan makanan
yang tepat bagi anak, terutama pada 1000 Hari Pertama Kehidupannya. Kecukupan gizi
di 1000 HPK, atau sejak anak dalam masa kandungan (9 bulan) sampai ia berusia 2
tahun sering disebut juga dengan istilah periode emas. Ini berarti sejak sebelum hamil,
calon ibu wajib memenuhi kebutuhan gizi untuk janin yang akan dikandungnya.
Kemudian setelah lahir, agar tumbuh kembang anak lebih prima dan sempurna,
diperlukan pola asuh yang baik.
Menurut Mugianti et al (2018), pada dasarnya status gizi anak dapat dipengaruhi
oleh faktor langsung dan tidak langsung, faktor langsung yang berhubungan dengan
stunting yaitu karakteristik anak berupa jenis kelamin laki-laki, berat badan lahir
rendah, konsumsi makanan berupa asupan energi rendah dan asupan protein rendah,
faktor langsung lainnya yaitu status kesehatan penyakit infeksi ISPA dan diare. Pola
pengasuhan dengan tidak ASI ekslusif, pelayanan kesehatan berupa status imunisasi
yang tidak lengkap, dan karakteristik keluarga berupa pekerjaan orang tua, pendidikan
orang tua dan status ekonomi keluarga merupakan faktor tidak langsung yang
mempengaruhi stunting.

Sementara itu, penyebab tidak langsung mencakup ketahanan pangan (akses


pangan bergizi), lingkungan sosial (pemberian makanan bayi dan anak, kebersihan,
pendidikan, dan tempat kerja), lingkungan kesehatan (akses pelayanan preventif dan
kuratif), dan lingkungan pemukiman (akses air bersih, air minum, dan sarana sanitasi).
Keempat faktor tidak langsung tersebut mempengaruhi asupan gizi dan status kesehatan
ibu dan anak. Intervensi terhadap keempat faktor penyebab tidak langsung diharapkan
dapat mencegah masalah gizi.

4
Penyebab langsung dan tidak langsung ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
meliputi pendapatan dan kesenjangan ekonomi, perdagangan, urbanisasi, globalisasi,
sistem pangan, sistem kesehatan, pemberdayaan perempuan, pembangunan pertanian,
dan jaminan sosial.
Ahli mengatakan bahwa masalah stunting dimulai sejak dalam kandungan
sampai anak berusia 2 tahun. Oleh karena itu, dikenal istilah 1000 HPK (Hari Pertama
Kehidupan), masa yang penting untuk pertumbuhan anak. Berikut hitungan 1000 HPK
yaitu:
➢ 280 hari selama kehamilan
➢ 180 hari masa menyusui (0 - 6 bulan)
➢ 540 hari masa makan makanan pendamping ASI (6 – 24 bulan)

Menurut Hellosehat.com yang direview oleh dr. Damar Upahita, stunting


merupakan masalah kesehatan dari berbagai faktor yang terjadi di masa lalu. Berbagai
faktor ini misalnya asupan gizi yang buruk, berkali-kali terserang penyakit infeksi, bayi
lahir prematur, serta berat badan lahir rendah (BBLR). Kondisi tidak tercukupinya
asupan gizi anak ini biasanya tidak hanya terjadi setelah ia lahir saja. Melainkan bisa
dimulai sejak ia masih di dalam kandungan. WHO Sebagai Badan Kesehatan Dunia,
menyatakan bahwa sekitar 20 persen kejadian stunting sudah terjadi saat bayi masih
berada di dalam kandungan. Hal ini disebabkan oleh asupan ibu selama hamil yang
kurang bergizi dan berkualitas sehingga nutrisi yang diterima janin cenderung sedikit.
Akhirnya, pertumbuhan di dalam kandungan mulai terhambat dan terus berlanjut
setelah kelahiran. Oleh karena itu, penting untuk mencukupi berbagai nutrisi penting
selama hamil.

1. Kurangnya Asupan Gizi pada Balita


Menurut penelitian Sari dkk (2016), konsumsi protein dari protein hewani pada
anak stunting signifikan lebih rendah dibandingkan anak tidak stunting, dengan rata-
rata konsumsi 28,31 g/ hari pada anak stunting dan 39,31 g/hari pada anak tidak
stunting. Kebiasaan anak mengonsumsi susu memberikan sumbangan protein pada anak
stunting sebesar 7,67 g/ hari dan pada anak tidak stunting sebesar 16,73 g/hari. Selain
kalsium, fosfor, energi, dan vitamin, satu liter susu menyediakan 32-35 gram protein,

5
sebagian besar casein dan whey (cairan hasil sisa pembuatan keju) yang mengandung
banyak unsur pertumbuhan. Casein dapat meningkatkan penyerapan kalsium dan
retensi mineral. Menghindari susu selama masa pertumbuhan anak dikaitkan dengan
perawakan pendek dan massa mineral tulang yang lebih rendah.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa asupan kalsium signifikan lebih
rendah pada anak stunting dibandingkan anak tidak stunting. Ketika anak dengan
riwayat BBLR dieksklusi, asupan kalsium, vitamin D dan riboflavin signifikan lebih
rendah pada anak stunting. Risiko stunting 3,93 kali lebih besar pada balita dengan
asupan kalsium rendah. Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, selain itu
ikan dan makanan sumber laut juga mengandung kalsium lebih banyak dibadingkan
daging sapi maupun ayam. Kebiasaan anak dalam mengonsumsi susu memberikan
sumbangan kalsium yang cukup. Anak stunting mengonsumsi kalsium dari susu
signifikan lebih rendah dari pada anak tidak stunting, dengan rata- rata 276,17 mg/ hari
pada anak stunting dan 628,41 mg/ hari pada anak tidak stunting.
Penelitian sebelumnya di NTT menunjukan bahwa anak yang mempunyai asupan
energi yang kurang berisiko mengalami stunting sebesar 4,5 kali lebih besar
dibandingkan dengan anak yang memiliki asupan energi cukup.
Menurut Fitri (2012) dalam Mugiati (2018), hubungan yang signifikan antara
konsumsi energi dan kejadian stunting pada balita di Sumatera. Hal tersebut
dikarenakan asupan gizi yang tidak adekuat, terutama dari total energi, berhubungan
langsung dengan defisit pertumbuhan fisik pada anak. Penelitian yang dilakukan oleh
Sihadi & Djaiman (2011), rendahnya konsumsi energi merupakan faktor utama sebagai
penyebab stunting balita di Indonesia. Rendahnya konsumsi energi pada kelompok anak
balita pendek diperkirakan karena beberapa faktor antara lain kurangnya pengetahuan
ibu tentang stunting yang berpengaruh dalam pemberian gizi seimbang pada anak, nafsu
makan anak berkurang karena adanya penyakit infeksi.
2. Pola Asuh Orang Tua yang Kurang Baik
Praktek pengasuhan yang kurang baik tidak hanya tentang kesalahan pola asuh yang
diterapkan oleh orang tua, namun juga termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai
kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan.

6
Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-
6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia
0- 24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-ASI
diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain berfungsi
untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga dapat mencukupi
kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta membentuk
daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap makanan
maupun minuman (Imani, 2020).

3. Terbatasnya Layanan Kesehatan Termasuk Layanan ANC-Ante Natal Care


(Pelayanan Kesehatan untuk Ibu Selama Masa Kehamilan), Post Natal Care
dan Pembelajaran Dini yang Berkualitas.
ANC-Ante Natal Care merupakan pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa
kehamilan, sedangkan Post Natal Care merupakan pelayanan kesehatan untuk ibu
setelah masa kehamilan.

Dilansir dari promkes.kemkes.go.id, pemeriksaan ANC merupakan pemeriksaan


kehamilan yang bertujuan untuk mencapai kesehatan fisik dan mental pada ibu hamil
secara optimal, hingga mampu menghadapi masa persalinan, nifas, menghadapi
persiapan pemberian ASI secara eksklusif, serta kembalinya kesehatan alat reproduksi
dengan wajar. Pemeriksaan kehamilan dilakukan minimal 4 (empat) kali selama masa
kehamilan, yaitu 1 kali pemeriksaan pada trimester pertama, 1 kali pemeriksaan pada
trimester kedua, dan 2 kali pemeriksaan pada trimester ketiga. Pemeriksaan kehamilan
dapat dilakukan di Puskesmas, klinik, atau rumah sakit. Pemeriksaan ANC pada ibu
hamil dapat diberikan oleh tenaga kesehatan, antara lain bidan, perawat, dokter umum,
maupun dokter spesialis obstetri dan ginekologi (dokter kandungan).

Dilansir dari promkes.kemkes.go.id, ada beberapa tujuan adanya ANC-Ante Natal


Care, yaitu:

1. Memantau kemajuan proses kehamilan demi memastikan kesehatan pada ibu


serta tumbuh kembang janin yang ada di dalamnya.

7
2. Mengetahui adanya komplikasi kehamilan yang mungkin saja terjadi
saat kehamilan sejak dini, termasuk adanya riwayat penyakitdan tindak
pembedahan.
3. Meningkatkan serta mempertahankan kesehatan ibu dan bayi.
4. Mempersiapkan proses persalinan sehingga dapat melahirkan bayi dengan
selamat serta meminimalkan trauma yang dimungkinkan terjadi pada masa
persalinan.
5. Menurunkan jumlah kematian dan angka kesakitan pada ibu.
6. Mempersiapkan peran sang ibu dan keluarga untuk menerima kelahiran anak
agar mengalami tumbuh kembang dengan normal.
7. Mempersiapkan ibu untuk melewati masa nifas dengan baik serta dapat
memberikan ASI eksklusif pada bayinya.

4. Kurangnya Akses ke Air Bersih dan Sanitasi

Sumber: https://cegahstunting.id/

8
Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di
Indonesia masih buang air besar (BAB) diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga
belum memiliki akses ke air minum bersih.

BAGAIMANA CIRI-CIRI ANAK STUNTING?

Dilansir dari klikdokter.com, ciri-ciri anak stunting dapat ditemui sebagai berikut:

1. Bertubuh Pendek

Anak stunting sudah pasti akan memiliki perawakan pendek. Hal ini dengan
mudah dilihat dan dibandingkan dengan teman-teman seumurannya. Akan tetapi, tidak
setiap anak dengan tubuh pendek pasti mengalami stunting. Maksudnya, jika merasa
sudah memberikan asupan terbaik pada anak namun ia tetap bertubuh pendek, bisa jadi
kondisi tersebut dipengaruhi oleh hal lain yang bukan stunting.

Sumber: https://www.klikdokter.com/

2. Sering Sakit

Anak yang mengalami stunting memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah
sehingga lebih mudah sakit akibat kurangnya nutrisi dalam waktu berkepanjangan.

9
Anak yang punya kekebalan tubuh rendah ini akan lebih sering sakit, terutama
akibat penyakit infeksi. Contohnya, sering demam, muntah, diare, dan lainnya.

3. Menurunnya Kemampuan Kognitif

Ciri-ciri anak stunting ini adalah yang paling mengkhawatirkan. Stunting akan
mengakibatkan kemampuan kognitif anak menurun, yang ditandai dengan IQ rendah
bahkan hingga dikategorikan retardasi mental.

Kemampuan kognitif yang menurun dapat dilihat dari adanya hambatan dalam
perkembangan pada anak. Seperti anak tersebut belum mampu mengucap kata di usia 2
tahun, atau belum bisa makan sendiri di usia 1 tahun.

Untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami masalah gizi yang kronis
atau tidak, kita harus mengukur tinggi badannya. Karena jika berat badan diukur akan
mudah diketahui relatif naik atau turun, misalnya memberi makan banyak selama
seminggu, berat badan anak akan bertambah. Terkena diare sehari, berat badan akan
turun. Akan tetapi, dengan tinggi badan, anak yang pendek tidak bisa langsung jadi
tinggi dengan diberi makanan bergizi dalam seminggu atau sebulan. Perubahan tinggi
badan terjadi dalam waktu lama. Jika anak mengalami masalah gizi yang lama,
tubuhnya menjadi pendek dan mengatasinya perlu waktu lama (BKKBN, 2021).
Untuk menentukan apakah anak mengalami stunting, bisa menggunakan Tabel
PB/ U (Standar Panjang Badan Menurut Umur). Untuk itu, diperlukan tiga
informasi yaitu tinggi badan (panjang badan), umur (dalam bulan) dan jenis kelamin
(laki-laki atau perempuan) setelah itu, dicocokkan dengan tabel dan jika skornya berada
di bawah -2SD artinya anak mengalami stunting. Sebelumnya, diperhatikan pula tabel
yang digunakan yaitu jika berbeda jenis kelamin, berbeda pula tabelnya.

10
TABEL PB / U
Standar Panjang Badan Menurut Umur (PB/U) - Anak Perempuan
Umur 0 - 24 Bulan

Umur Panjang Badan (cm)


(bulan)

-3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD

0 43.6 45.4 47.3 49.1 51.0 52.9 54.7

1 47.8 49.8 51.7 53.7 55.6 57.6 59.5

2 51.0 53.0 55.0 57.1 59.1 61.1 63.2

3 53.5 55.6 57.7 59.8 61.9 64.0 66.1

4 55.6 57.8 59.9 62.1 64.3 66.4 68.6

5 57.4 59.6 61.8 64.0 66.2 68.5 70.7

6 58.9 61.2 63.5 65.7 68.0 70.3 72.5

7 60.3 62.7 65.0 67.3 69.6 71.9 74.2

8 61.7 64.0 66.4 68.7 71.1 73.5 75.8

9 62.9 65.3 67.7 70.1 72.6 75.0 77.4

10 64.1 66.5 69.0 71.5 73.9 76.4 78.9

Sumber: https://www.jogloabang.com/

11
Bagaimana cara mengukur panjang badan bayi?

Untuk mengukur panjang badan bayi dibutuhkan alat khususnya. Alat Ukur
Panjang Badan Bayi merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur panjang
badan anak dari 0-2 tahun. Mengapa alat ini hanya digunakan untuk anak usia maksimal
2 tahun? Hal ini karena perkembangan anak usia 0-2 tahun berpengaruh pada stunting
atau tidaknya anak.
Cara mengukur panjang badan bayi ini dilakukan sambil rebahan, tiduran atau
terlentang untuk menghasilkan data yang lebih akurat.
Dilansir soloabadi.com, adapun langkah-langkah pengukurannya sebagai berikut:
1. Persiapkan alat ukur panjang badan bayi yang akan digunakan, kemudian letakan
alat tersebut di alas yang berbentuk datar seperti meja, lantai atau papan.
2. Letakan alat ukur dengan posisi panel kepala di sebelah kiri dan panel penggeser
di sebelah kanan. Rebahkan pelan-pelan anak atau bayi dengan posisi terlentang
dan kepala bayi menempel pada panel kepala dengan hati-hati.
3. Setelah itu, rapatkan kedua kaki anak, kemudian tekan secara perlahan lutut anak
hingga lurus dan menempel ke alas dengan baik. Tekan telapak kaki anak sampai
membentuk siku. Kemudian, geser panel bawah dan letakan tepat pada telapak
kaki anak, hingga menyentuh ujung telapak kaki anak.
4. Terakhir, catatlah data hasil pengukuran panjang badan bayi pada skala kearah
angka yang lebih besar yang telah didapatkan.

Sumber: https://soloabadi.com/

12
BAGAIMANA GEJALA ANAK STUNTING?

Dilansir dari kesehatan.kontan.co.id yang dirangkum dari laman resmi RSUP Dr.
Sardjito, gejala yang ditimbulkan akibat stunting pada anak antara lain anak berbadan
lebih pendek untuk anak seusianya, proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak
tampak lebih muda/kecil untuk usianya, berat badan rendah untuk anak seusianya dan
pertumbuhan tulang tertunda.

Menurut Hallosehat.com ditinjau oleh dr. Damar Upahita, gejala stunting yang
paling utama adalah tubuh yang berperawakan pendek dari anak seusianya, dan ada
beberapa gejala lainnya yakni:

1. Pertumbuhan melambat
2. Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
3. Pertumbuhan gigi terlambat
4. Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya
5. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak
mata terhadap orang di sekitarnya
6. Berat badan anak tidak naik bahkan cenderung menurun.
7. Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi
pertama bagi anak perempuan).
8. Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi

APA DAMPAK/BAHAYA STUNTING?

Stunting pada anak dapat berakibat fatal terhadap produktivitasnya di masa


dewasa. Anak stunting juga mengalami kesulitan dalam belajar membaca dibandingkan
anak normal. Anak yang mengalami stunting memiliki potensi tumbuh kembang yang
tidak sempurna, kemampuan motorik rendah, serta memiliki risiko lebih tinggi untuk
menderita penyakit tidak menular. Sttunting merupakan gangguan pertumbuhan yang
dapat mengindikasikan adanya gangguan pada organ‐organ tubuh. Salah satu organ
yang paling cepat mengalami kerusakan pada kondisi gangguan gizi ialah otak. Otak

13
merupakan pusat syaraf yang sangat berkaitan dengan respon anak untuk melihat,
mendengar, berpikir, serta melakukan gerakan (Picauly dan Magdalena, 2013). Hal
ini didukung oleh pendapat Almatsier (2001) yang mengatakan bahwa kekurangan gizi
dapat mengakibatkan gangguan fungsi otak secara permanen.

Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan (74-


87%) dan faktor keturunan (4-7%). Hal ini membuktikan bahwa kondisi lingkungan
yang mendukung dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak, dan kondisi
tinggi badan anak bukan permasalahan genetik/keturunan. Kekurangan gizi pada usia
dini akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi yang
berlangsung lama sejak anak usia dini menyebabkan organ tubuh tidak tumbuh dan
berkembang secara optimal.

Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh stunting yaitu:

➢ Dalam jangka pendek, kekurangan gizi menyebabkan gagal tumbuh, hambatan


perkembangan kognitif dan motorik, dan tidak optimalnya ukuran fisik tubuh
serta gangguan metabolisme.
➢ Dalam jangka panjang, kekurangan gizi menyebabkan menurunnya kapasitas
inlogistitelektual. Gangguan struktur dan fungsi saraf serta sel-sel otak yang
terjadi pada anak balita stunting bersifat permanen dan menyebabkan penurunan
kemampuan menyerap pelajaran di usia sekolah yang akan berpengaruh pada
produktivitasnya saat dewasa. Selain itu, kekurangan gizi juga menyebabkan
gangguan pertumbuhan (pendek dan atau kurus) dan meningkatkan risiko
penyakit tidak menular seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung kroner, dan
stroke.

Bahkan, ketika sudah dewasa nanti, anak dengan tubuh pendek akan memiliki
tingkat produktivitas yang rendah dan sulit bersaing di dalam dunia kerja. Bagi anak
perempuan yang mengalami stunting, ia berisiko untuk mengalami masalah kesehatan
dan perkembangan pada keturunannya saat sudah dewasa. Hal tersebut biasanya terjadi
pada wanita dewasa dengan tinggi badan kurang dari 145 cm karena mengalami
stunting sejak kecil. Pasalnya, ibu hamil yang bertubuh pendek di bawah rata-rata

14
(maternal stunting) akan mengalami perlambatan aliran darah ke janin serta
pertumbuhan rahim dan plasenta. Bukan tidak mungkin, kondisi tersebut akan
berdampak buruk pada kondisi bayi yang dilahirkan. Bayi yang lahir dari ibu dengan
tinggi badan di bawah rata-rata berisiko mengalami komplikasi medis yang serius,
bahkan pertumbuhan yang terhambat. Perkembangan saraf dan kemampuan intelektual
bayi tersebut bisa terhambat disertai dengan tinggi badan anak tidak sesuai usia.
Selayaknya stunting yang berlangsung sejak kecil, bayi dengan kondisi tersebut juga
akan terus mengalami hal yang sama sampai ia beranjak dewasa.

15
BAB 2

MENCEGAH STUNTING

16
SOSIALISASI PENCEGAHAN STUNTING

Sosialisasi merupakan kegiatan yang mesti dilakukan dalam tahapan


pemberdayaan masyarakat Desa. Dalam hal penyebaran informasi pencegahan stunting
terutama di Desa dapat berfungsi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran
Kepala Desa, BPD, dan masyarakat Desa.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis.
Beberapa Faktor yang mempengaruhi stunting adalah kurangnya asupan gizi, riwayat
kehamilan, praktek pengasuhan yang kurang baik, kurang akses ke air bersih & sanitasi
dan masih banyak hal yang menjadi faktor meningkatnya persentasi stunting terutama
di masa pandemi dan new normal ini.

Sosialisasi pencegahan stunting yang semestinya dilakukan dengan upaya


mencukupi kebutuhan gizi sejak anak dalam kandungan hingga usia dua tahun.
Sosialisasi terus dilakukan. Meski demikian, diperlukan juga kemauan masyarakat
untuk dapat menerima hal tersebut, diikuti dengan kesadaran akan kewajiban menjaga
kesehatan. Saat ini, jumlah anak balita di Indonesia sekitar 22,4 juta. Setiap tahun,
setidaknya ada 5,2 juta perempuan di Indonesia yang hamil. Dari mereka, rata-rata bayi
yang lahir setiap tahun berjumlah 4,9 juta anak. Tiga dari 10 balita di Indonesia
mengalami stunting atau memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar usianya. Tak
hanya bertubuh pendek, efek domino pada balita yang mengalami stunting lebih
kompleks.
Selain persoalan fisik dan perkembangan kognitif, balita stunting juga berpotensi
menghadapi persoalan lain di luar itu. Stunting bukan berarti gizi buruk yang ditandai
dengan kondisi tubuh anak yang begitu kurus. Yang sering kali terjadi, anak yang
mengalami terlalu kentara secara fisik. Anak atau balita stunting umumnya terlihat
normal dan sehat. Namun jika ditelisik lebih jauh ada aspek-aspek lain yang justru jadi
persoalan. Tidak hanya kognitif atau fisik, anak yang mengalami stunting cenderung
memiliki sistem metabolisme tubuh yang tidak optimal. Misalnya kalau anak lain bisa
tumbuh ke atas, dia justru tumbuh ke samping. Ini kemudian yang berisiko terhadap
penyakit tidak menular di Indonesia seperti diabetes atau obesitas. Tak hanya itu, suatu

17
saat, balita yang mengalami stunting akan tumbuh menjadi manusia dewasa dan
bekerja. Sayangnya, faktor stunting yang dialami sejak kecil kerap kali menyulitkan
mereka untuk mendapatkan pekerjaan karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki.

GIZI SEIMBANG

Stunting diakibatkan oleh rendahnya pengetahuan tentang gizi, anemia,


reinfeksi, sanitasi buruk didalam dan diluar rumah, kurangnya olahraga, kehamilan
yang tidak melakukan pengecekan kepada bidan, dan sebagainya. Kekurangan gizi
tersebut berlangsung lama, sejak masih dalam kandungan bahkan sejak si ibu masih
remaja. Oleh karena itu, upaya pencegahan harus dilakukan sedini mungkin. Mencegah
stunting berarti memastikan asupan gizi yang baik (gizi seimbang) sejak masa remaja
(putri). Bukan hanya asupan gizi, namun juga perilaku sehat sudah dipraktikkan sejak
remaja untuk mencegah gizi terbuang percuma atau tidak terserap optimal.

1. Definisi Gizi Seimbang

Pengetahuan gizi seimbang merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat


gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga
tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam
makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat (Notoatmodjo, 2003).

Gizi Seimbang adalah susunan pangan sehari- hari yang mengandung zat gizi
dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan
prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan
mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi. (Kemenkes RI,
2014).

Belum tentu pola makan yang baik makanannya mengandung asupan nutrisi
yang benar. Banyak balita melakukan pola makan yang baik tapi tidak sesuai dengan
kuantitas dan komposisinya Zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang.

18
Asupan gizi seimbang dari makanan memegang peranan penting dalam proses
pertumbuhan anak (Mentari & Agus, 2018). Pola makan menjadi bagian terpenting
dalam mengatasi masalah stunting (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Penerapan pola makan dengan gizi seimbang menekankan pola konsumsi
pangan dalam jenis, jumlah dan prinsip keanekaragaman pangan untuk mencegah
masalah gizi. Komponen yang harus dipenuhi dalam penerapan pola makan gizi
seimbang mencakup cukup secara kuantitas, kualitas, mengandung berbagai zat gizi
(energi, protein, vitamin dan mineral), serta dapat menyimpan zat gizi untuk mencukupi
kebutuhan tubuh (Izwardi, 2016).
Karena proses fisiologis tubuh anak, nutrisi juga berperan sangat penting dalam
membantu aktivitas anak. Proses fisiologis ini memang membutuhkan nutrisi seperti
karbohidrat, protein, dan lemak untuk menjalankan fungsinya, dan nutrisi ini akan
dibentuk kembali ke dalam tubuh. Anak dengan gizi baik akan memiliki lebih banyak
kesempatan untuk melakukan aktivitas gizi baik lingkungan.

Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada dasarnya merupakan
rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan zat gizi yang
masuk dengan memantau berat badan secara teratur. Empat Pilar tersebut adalah:

1) Ragam makanan

Sumber: https://www.cantika.com/

Menurut World Health Organization (WHO), pola makan sehat diawali dengan
pemberian ASI eksklusif ke bayi yang kemudian dilengkapi dengan MPASI tanpa gula

19
dan garam sejak usia si Kecil 6 bulan untuk mencukupi kebutuhan gizinya. Saat usianya
sudah 1 tahun ke atas, variasikan asupannya hingga. mengandung nutrisi yang penting
untuk pertumbuhan, seperti protein, karbohidrat, serat, dan lemak.

Ragam makanan seimbang itu artinya kita harus memakan ragam makanan yang
lengkap, yaitu:

a. Makanan pokok antara lain: beras, kentang, singkong, ubi jalar, jagung, sagu,
talas dan sukun.
b. Lauk pauk sumber protein antara lain: Ikan, telur, unggas, daging, susu dan
kacang-kacangan serta hasil olahannya (tahu dan tempe).

Sumber: https://hellosehat.com/

Kandungan zat gizi satu (1) porsi terdiri dari satu (1) potong sedang Ikan segar
seberat 40 gram adalah 50 Kalori, 7 gram Protein dan 2 gram lemak. Menurut
kandungan Lemak, Kelompok Lauk Pauk dibagi menjadi 3 golongan, yaitu Golongan
A: Rendah lemak, Golongan B: Lemak sedang, dan Golongan C: Tinggi lemak.

20
c. Sayuran adalah sayuran hijau dan sayuran berwarna lainnya.

Sumber: https://promkes.kemkes.go.id/

Berdasarkan kandungan zat gizinya kelompok sayuran dibagi menjadi 3


golongan, yaitu Golongan A: kandungan kalorinya sangat rendah, Golongan B:
kandungan zat gizi per porsi (100 gram) adalah 25 Kal, 5 gram karbohidrat, dan 1 gram
protein. Satu porsi sayuran adalah kurang lebih satu gelas sayuran setelah dimasak
dan ditiriskan. Golongan C: kandungan zat gizi per porsi (100 gram) adalah 50 Kal, 10
gram karbohidrat, dan 3 gram protein.
d. Buah-buahan adalah buah yang berwarna.

Sumber: https://health.detik.com/

21
Kandungan zat gizi perporsi buah (setara dengan 1 buah Pisang Ambon ukuran
sedang) atau 50 gram, mengandung 50 Kalori dan 10 gram Karbohidrat.
Rekomendasi pola makan dalam beberapa dekade terakhir telah
mempertimbangkan proporsi setiap kelompok makanan berdasarkan kebutuhan
hipotetis. Misalnya, saat ini dianjurkan untuk makan lebih banyak sayuran dan buah-
buahan daripada rekomendasi sebelumnya. Demikian pula, dianjurkan untuk
mengurangi jumlah makanan yang mengandung gula, garam dan lemak, yang dapat
meningkatkan risiko beberapa penyakit tidak menular. Karena pentingnya air dalam
proses metabolisme dan pencegahan dehidrasi, minum air yang cukup baru-baru ini
dimasukkan sebagai bagian dari komponen gizi seimbang.

2) Membiasakan perilaku hidup bersih

Budaya perilaku hidup bersih akan mencegah seseorang bersentuhan dengan


sumber penularan. Contoh: 1) selalu Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang
mengalir sebelum makan, menyusui, dan menyiapkan makanan Dan minuman, setelah
buang air besar dan kecil, akan mencegah tangan dan makanan terkontaminasi oleh
bakteri, termasuk tifus dan disentri; 2) Matikan makanan yang disediakan untuk
mencegah makanan dari dimasuki oleh hewan seperti lalat dan debu yang membawa
berbagai kuman; 3) Selalu tutup mulut dan hidung saat bersin untuk menghindari
penyebaran kuman; dan 4) Selalu memakai sepatu untuk menghindari cacing.

3) Melakukan aktivitas fisik

Aktivitas fisik meliputi berbagai aktivitas fisik, termasuk olahraga, untuk


menyeimbangkan konsumsi dan asupan zat gizi, dan nutrisi merupakan sumber energi
utama bagi tubuh.

Aktivitas fisik membutuhkan energi. Selain itu, aktivitas fisik juga kondusif
untuk sistem metabolisme tubuh, termasuk metabolisme nutrisi. Oleh karena itu,
aktivitas fisik berperan penting dalam menyeimbangkan nutrisi yang masuk dan keluar
tubuh.

22
4) Memantau Berat Badan (BB) secara teratur untuk mempertahankan berat badan
normal

Sumber: https://jovee.id/

Bagi orang dewasa, indikator yang menunjukkan bahwa gizi tubuh sudah
seimbang adalah mencapai berat badan yang normal, yaitu berat badan yang sesuai.
Untuk tinggi badannya. Indikator ini disebut indeks massa tubuh (IMT). Oleh karena
itu, pemantauan berat badan normal harus menjadi bagian dari "gaya hidup" "gizi
seimbang" untuk mencegah penyimpangan dari berat badan normal.

Bagi bayi dan balita indikator yang digunakan adalah perkembangan berat badan
sesuai dengan pertambahan umur. Pemantauannya dilakukan dengan menggunakan
KMS.

Yang dimaksud dengan berat badan normal adalah:

a. Untuk orang dewasa jika IMT 18,5-25,0

b. Bagi anak Balita dengan menggunakan KMS dan berada di dalam pita hijau.

23
2. Gizi Seimbang untuk Berbagai Kelompok
1) Gizi Seimbang untuk ibu hamil

Ibu hamil membutuhkan lebih banyak nutrisi daripada keadaan ibu yang tidak
hamil. Hal ini karena selain ibu, janin juga membutuhkan nutrisi. Janin tumbuh dengan
mendapatkan nutrisi dari makanan yang ibu makan dan nutrisi yang disimpan dalam
tubuh ibu. Selama kehamilan, ibu harus meningkatkan jumlah dan variasi makanan
yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang bayi dan kebutuhan ibu
hamil, serta untuk memproduksi ASI.

Oleh karena itu, gizi seimbang ibu hamil harus memenuhi kebutuhan gizi dirinya
serta pertumbuhan dan perkembangan janin. Prinsip pertama gizi seimbang adalah
makan berbagai makanan secara seimbang.

2) Gizi Seimbang untuk ibu menyusui

Gizi seimbang ibu menyusui harus dapat memenuhi kebutuhannya sendiri untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak. Dengan demikian, kebutuhan gizi ibu
menyusui lebih banyak daripada ibu tidak menyusui, dan konsumsi makanan tetap harus
bervariasi dan seimbang dalam jumlah dan proporsi. Selama masa menyusui, ibu harus
meningkatkan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi yaitu untuk memenuhi
kebutuhan ibu sendiri dan produksi ASI ibu. jika Makanan sehari-hari seorang ibu tidak
cukup mengandung nutrisi yang dibutuhkannya, seperti sel lemak untuk energi dan zat
besi untuk pembentukan sel darah merah.zat-zat tersebut dalam produksi ASI untuk
kebutuhan bayi akan diambil dari suplai yang ada di dalam tubuh ibu.

3) Gizi Seimbang untuk bayi usia 0-6 bulan

Gizi seimbang untuk bayi usia 0-6 bulan cukup hanya dari ASI. Air Susu Ibu
(ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi karena dapat memberikan semua nutrisi
yang dibutuhkannya hingga usia 6 bulan. Oleh karena itu, setiap bayi harus diberi ASI
eksklusif, artinya sampai usia 6 bulan ia hanya mendapat ASI saja.

24
4) Gizi Seimbang untuk bayi dan anak usia 6-24 bulan

Pada bayi dan anak usia 6 sampai 24 bulan, kebutuhan akan berbagai zat gizi
semakin meningkat dan tidak dapat lagi terpenuhi hanya dari air susu ibu. Pada usia ini
anak sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, menjadi rentan
terhadap infeksi dan aktif secara fisik, sehingga kebutuhan zat gizi harus terpenuhi
dengan memperhatikan aktivitas bayi/anak dan keadaan infeksi. Untuk mencapai gizi
seimbang, perlu ditambahkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) selama ASI
diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. Pada usia 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan
makanan lain, pertama berupa makanan yang dihaluskan, makanan lunak, baru
kemudian dilanjutkan dengan makanan lain. keluarga, saat anak berusia 1 tahun.

Secara bertahap, variasi makanan yang diberikan untuk bayi usia 6-24 bulan
dimulai dari memberikan sayuran dan buah-buahan, lauk pauk sumber protein hewani
dan nabati, serta makanan pokok sebagai sumber energi.

5) Gizi Seimbang untuk anak usia 2-5 tahun

Kebutuhan gizi anak usia 2-5 tahun semakin meningkat karena masih dalam
masa pertumbuhan pesat dan aktivitasnya meningkat. Demikian juga anak-anak dapat
memilih makanan favoritnya, termasuk makanan ringan. Oleh

Oleh karena itu, ibu atau wali anak harus memberikan perhatian khusus pada
jumlah dan variasi makanan, terutama dalam pemilihan makanan bergizi seimbang
anak. Selain itu, anak-anak usia ini sering keluar rumah sehingga mudah terkena
penyakit menular dan cacingan, maka dari itu sebaiknya dibiasakan dengan kebiasaan
hidup bersih untuk mencegah hal tersebut terjadi.

25
PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT

1. Pengertian Perilaku hidup Bersih Sehat

Upaya penanggulangan dan pencegahan masalah gizi kurang tidak hanya dengan
memperbaiki aspek pola makan saja namun juga lingkungan balita dengan pola asuh
yang baik, kesehatan lingkungan dan tersediannya air bersih (Soekirman, 2002).

Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang
dilakukan atas kesadaran setiap individu maupun kelompok. Anggota keluaga dapat
menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan-
kegiatan dimasyarakat sekitarnya untuk menolong masyarakat yang lain (Depkes RI,
2007).

2. Tujuan Perilaku Hidup Bersih Sehat

Tujuan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) merupakan upaya memberikan


pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan
membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan edukasi guna meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan advokasi, bina suasana, dan
gerakan masyarakat, sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka
menjaga, memelihara, dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2006).

3. Tatanan Perilaku Hidup Bersih Sehat

PHBS berada di lima tatanan yakni:

1) Sepuluh Indikator PHBS di Tatanan Rumah Tangga:


a. Persalinan ditolong oleh Tenaga Kesehatan.
b. Memberi bayi ASI eksklusif.
c. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.
d. Menggunakan air bersih.
e. Menggunakan jamban sehat.
f. Memberantas jentik di rumah.
g. Makan sayur dan buah setiap hari.
h. Melakukan aktivitas fisik setiap hari.

26
i. Tidak merokok di dalam rumah.
2) Indikator PHBS di Tatanan Sekolah:
a. Mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun.
b. Mengkonsumsi jajanan di warung /kantin sekolah.
c. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat.
d. Olahraga yang teratur dan terukur.
e. Memberantas jentik nyamuk.
f. Tidak merokok.
g. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan.
h. Membuang sampah pada tempatnya.
3) Indikator PHBS di Tatanan Tempat Kerja :
a. Kawasan tanpa asap rokok.
b. Bebas jentik nyamuk.
c. Jamban sehat.
d. Kesehatan dan keselamatan kerja.
e. Olahraga teratur.
4) Indikator PHBS di Tatanan Tempat Umum :
a. Menggunakan jamban sehat.
b. Memberantas jentik nyamuk.
c. Menggunakan air bersih.
5) Indikator PHBS di Tatanan Fasilitas Kesehatan :
a. Menggunakan air bersih.
b. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat.
c. Membuang sampah pada tempatnya.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meludah sembarangan.
f. Memberantas jentik nyamuk

27
4. Perilaku Bersih Cuci Tangan Pakai Sabun

Tangan adalah pembawa kuman paling umum yang menyebabkan diare dan
infeksi saluran pernapasan seperti radang paru-paru. Oleh karena itu, kebiasaan cuci
tangan dengan sabun dapat mengurangi timbulnya diare hampir 50 persen dan infeksi
saluran pernapasan hingga 25 persen pada anak dibawah lima tahun. Kebiasaan
mencuci tangan secara efektif dapat memutus mata rantai infeksi yang disebabkan oleh
kuman. Bahkan aktivitas sederhana ini secara signifikan dapat menurunkan angka
kematian, terutama pada anak-anak akibat bakteri.

Cuci tangan pakai sabun harus menjadi kebiasaan di lingkungan terkecil, hal ini
sangat penting untuk kesehatan, menurut data masyarakat diatas usia 10 tahun biasanya
mencuci tangan kurang dari 50%. Usahakan untuk mencuci tangan sesering sebelum
dan setelah makan, setelah keluar dari kamar mandi dan melakukan aktivitas lain.

Kegiatan mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu program Perilaku
Hidup Sehat dan Bersih (PHBS). PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dapat
dipraktikkan atas dasar adanya kesadaran sebagai hasil pembelajaran dan menjadikan
seseorang atau keluarga yang dapat untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan
dan berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan setinggi-tingginya.

Masyarakat Indonesia pada umumnya kurang mengetahui langkah-langkah


mencuci tangan. Hal in dibuktikan dengan tingginya penyebaran penyakit melalui
tangan kotor, antara lan diare, flu, cacingan dan batuk.

Priyono menjelaskan mencuci tangan adalah kegiatan membersihkan bagian


telapak, punggung tangan, jari dan kuku jari, tujuannya agar bersih dari kotoran dan
membunuh kuman penyebab penyakit yang dapat merugikan kesehatan (2015:1). Selain
itu, Kemenkes Republik Indonesia (2014:3) menjelaskan bahwa mencuci tangan
dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari
jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan
mata rantai kuman.

Namun, kebiasaan mencuci tangan pakai sabun tidak disadari oleh sebagian
anak. Anak-anak menganggap sabun hanya bermanfaat untuk menghilangkan kotoran

28
dan bau. Untuk melaksanakan program cuci tangan, cuci tangan pakai sabun,
ketersediaan air dan sabun cuci tangan memang tidak menjadi masalah namun
kendalanya adalah kebiasaan anak-anak. Untuk itu diperlukan peran pengasuh untuk
memberikan program yang bermanfaat agar masyarakat mengetahui cara membiasakan
cuci tangan pakai sabun setelah selesai kegiatan disekolah.

Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup untuk melindungi seseorang dari
kuman yang menempel di tangannya. Penggunaan sabun pada saat mencuci tangan
karena sabun sangat bermanfaat untuk menghilangkan yang tidak tampak seperti
minyak/kotoran pada permukaan kulit dan meninggalkan bau harum sehingga tercapai
kebersihan yang berpadu dengan rasa dan aroma. Akan terasa dingin dan segar setelah
mencucinya dengan sabun.

Menurut World Health Organization (WHO, 2008) terdapat 7 langkah cara


mencuci tangan menggunakan air dan sabun dengan baik dan benar sebagai berikut:

Langkah 1 Cuci tangan dengan air Langkah 2 Gosok punggung tangan


bersih yang mengalir, ratakan sabun dan sela-sela jari tangan kiri dan
dengan kedua telapak tangan tangan kanan begitu pun sebaliknya

Langkah 3 Jari-jari pada sisi dalam Langkah 4 Gosok ibu jari kiri berputar
kedua tangan saling bertautan. di genggaman tangan kanan dan
lakukan juga sebaliknya

29
Langkah 5 Gosok dengan cara Langkah 6 Bilas kedua tangan dengan
memutar ujung jari-jari tangan kanan air mengalir dan keringkan
di telapak tangan kiri sebaliknya

MENGUNJUNGI POSYANDU SECARA RUTIN

Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) merupakan salah satu wadah pemberdayaan


masyarakat dalam Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang
dilaksanakan oleh, dari dan bersama masyarakat yang bertujuan untuk memberdayakan
dan memberikan kemudahan kepada masyarakat guna memperoleh pelayanan
kesehatan bagi ibu, bayi dan anak balita (BKKBN, 2021).

Kegiatan Posyandu

Dilansir dari alodokter.com, ada beberapa kegiatan posyandu yang terdiri dari
kegiatan utama dan kegiatan pengembangan. Beberapa kegiatan utama posyandu
sebagai berikut:

1. Program kesehatan ibu hamil

Posyandu memberikan pelayanan kepada ibu hamil mencakup pemeriksaan


kehamilan dan pemantauan gizi. Tidak hanya pemeriksaan, ibu hamil juga dapat
melakukan konsultasi terkait persiapan persalinan dan pemberian ASI.

Agar kondisi kehamilan tetap terjaga, ibu hamil juga bisa mendapatkan vaksin
Tetanus Toxoid (TT) untuk mencegah penyakit tetanus. Setelah melahirkan, ibu juga
bisa mendapatkan suplemen vitamin A, vitamin B, dan zat besi yang baik dikonsumsi
selama masa menyusui, serta pemasangan alat kontrasepsi (KB) di posyandu.

30
2. Program kesehatan anak

Salah satu program utama posyandu adalah menyelenggarakan pemeriksaan bayi


dan balita secara rutin. Hal ini penting dilakukan guna memantau tumbuh kembang anak
dan mendeteksi sejak dini bila anak mengalami gangguan tumbuh kembang.

Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan posyandu untuk balita


mencakup penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan dan lingkar kepala anak,
evaluasi tumbuh kembang, serta penyuluhan dan konseling tumbuh kembang. Hasil
pemeriksaan tersebut kemudian dicatat di dalam buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
atau Kartu Menuju Sehat (KMS).

3. Keluarga Berencana (KB)

Pelayanan KB di posyandu biasanya diberikan oleh kader dalam bentuk


pemberian kondom dan pil KB. Sedangkan, suntik KB hanya dapat diberikan oleh
tenaga puskesmas. Apabila tersedia ruangan dan peralatan yang menunjang serta tenaga
yang terlatih, posyandu juga dapat dilakukan pemasangan IUD dan implan.

4. Imunisasi

Imunisasi wajib merupakan salah satu program pemerintah yang mengharuskan


setiap anak usia di bawah 1 tahun untuk melakukan vaksinasi. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia telah menetapkan ada 5 jenis imunisasi yang wajib diberikan, yaitu
imunisasi hepatitis B, polio, BCG, campak, dan DPT-HB-HiB.

Dalam hal ini, posyandu menjadi salah satu pihak yang berhak
menyelenggarakan program imunisasi tersebut. Tidak hanya berlaku untuk anak, ibu
hamil pun juga dapat melakukan vaksinasi di posyandu, misalnya vaksinasi tetanus,
hepatitis, dan pneumokokus.

5. Pemantauan status gizi

Adanya kegiatan pemantauan gizi, posyandu berperan penting dalam mencegah


risiko stunting pada anak. Pelayanan gizi di posyandu meliputi pengukuran berat dan

31
tinggi badan, deteksi dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan gizi, dan pemberian
suplemen.

Apabila ditemukan ibu hamil dengan kondisi kurang energi kronis (KEK) atau
balita yang pertumbuhannya tidak sesuai usia, kader posyandu dapat merujuk pasien ke
puskesmas.

6. Pencegahan dan penanggulangan diare

Pencegahan diare dilakukan melalui Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Sedangkan, penanganan diare dilakukan melalui pemberian oralit. Apabila diperlukan
penanganan lebih lanjut, kader posyandu dapat memberikan suplemen zinc.

Sementara itu, kegiatan pengembangan posyandu mencakup Bina Keluarga


Balita (BKB), Tanaman Obat Keluarga (TOGA), Bina Keluarga Lansia
(BKL),Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan berbagai program pembangunan
masyarakat lainnya. Kegiatan pengembangan tersebut umumnya dilakukan apabila 6
kegiatan utama telah dilaksanakan dengan baik.

Apabila kegiatan Posyandu tersebut terselenggara dengan baik akan memberikan


dampak yang besar, dalam menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak balita.

Manfaat Posyandu

Kegiatan posyandu dan manfaatnya bisa diperoleh tanpa mengeluarkan biaya,


sehingga sangat meringankan beban ekonomi masyarakat. Selain itu, posyandu juga
memiliki banyak manfaat lain yang meliputi:

• Memperoleh kemudahan dalam mendapatkan beragam informasi mengenai


kesehatan ibu dan anak, seperti pemberian ASI, MPASI, dan pencegahan
penyakit

• Pertumbuhan dan perkembangan anak akan terpantau sehingga anak terhindar


dari risiko kekurangan gizi atau gizi buruk

32
• Apabila terdapat kelainan pada anak, ibu hamil, dan ibu menyusui dapat segera
diketahui sehingga penanganan dapat segera dilakukan

• Bayi memperoleh imunisasi yang lengkap

• Bayi dan anak balita mendapatkan kapsul Vitamin A.

• Ibu hamil akan terpantau berat badannya dan memperoleh tablet tambah darah
(TTD) serta imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

• Ibu nifas memperoleh kapsul Vitamin A dan tablet tambah darah (TTD)

33
BAB 3

MENANGANI STUNTING

34
LANGKAH APA YANG HARUS HARUS DILAKUKAN KETIKA ANAK
TERKENA STUNTING?

1. Melakukan Komunikasi

Banyak orang yang menyamakan anak yang terkena stunting dan anak yang
terkena gizi buruk. Tetapi itu adalah dua hala yang berbeda. Dalam segi penangan anak
yang terkena stunting memerlukan penanganan yang khusus dan memerlukan waktu
yang panjang. Sedangkan untu anak yang terkena gizi buruk atau gizi kurang cukup
dilaporkan saja kepada tenaga kesehatan atau dibawa kerumah sakit, serta dalam
penanganannya anak tidak memerlukan waktu yang panjang. Hanya dengan mengikuti
prosedur kesehatan yang di berikan tenaga kesehatan maka keadaan gizi anak akan lebih
membaik.

Untuk penanganan anak yang terkena stunting hal yang pertama harus dilakukan
adalah komunikasi orang tua, anatara orang tua dan tenaga kesehatan. Komunikasi
antara ayah dan ibu juga sangat diperlukan untuk saling berkerja sama dalam kasus ini.
Mengapa komunikasi sangat penting? karena dalam penanganannya diperlukan
kesadaran orang tua akan penting pola hidup sehat dan makan yang seimbang untuk
sang anak.

Pola hidup sehat sangat penting bagi anak yang terkena stunting. Pola makan
anak harus lebih baik atau yang bergizi seimbang. Kebersihan dijaga. Perilaku sehat
harus dibentuk. Kunjungi Posyandu secara rutin. Datang waktu hari vitamin A.
Imunisasi harus diterima secara lengkap. Dan perubahan itu tidak boleh hanya
berlangsung sesaat. Seminggu dua minggu, sebulan dua bulan lalu berhenti. Tidak bisa.
Tapi harus terus menerus. Tahun berganti tahun, bahkan sampai dia dewasa nanti,
perilaku sehatnya harus terjaga.

Tenaga kesehatan seperti dokter dan bidan maupun instansi yang menangani
stunting juga perlu mengadakan penyuluhan ataupun sosialisai mengenai stunting dan
bahanya stunting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak kepada masyarakat
khususnya anak yang terkena stunting.

35
Komunikasi antara tenaga kesehatan dan orang tu ayang anaknya terkena
satunting sangat penting. Dengan komunikasi tenaga kesehtan dapat memberikan
penanganan yang sesuai untuk anak tersebut.

Tenaga kesehehatan dapat memulai dengan mengetahui duduk persoalannya.


Tenaga kesehehatan juga harus tahu apa yang menghambat perilaku sehat dan
mengidentifikasi hal-hal yang bisa memotivasi. Untuk itu, ada beberapa pertanyaaan
yang dapat ditanyakan saat berkomunikasi dengan orang tua, seperti berikut:

• Tanya, apa makanan kesukaan si kecil itu? Apa yang tidak disuka? Apa yang
biasa dimakan? Apa alasannya
• Sesekali main ke rumahnya. Lihat-lihat, apakah keluarga memiliki jamban di
rumah? Seperti apa jambannya?
• Apakah anak pernah diare? Seberapa sering?
• Apa kegiatan si ibu? Apa kegiatan si ayah? Bagaimana mereka mendapatkan
nafkah?
• Dan lain sebagainya

Jika permasalahan dan penyebab seudah diketahui, maka akan lebih kudah
memnentukan langkah apa saja yang harus diambil. Seperti mengadakan kegiatan
sosialiasi atau dapat juga mengadakan kunjungan.

2. Memberikan Makanan Tambahan (PMT) Untuk Balita.

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) adalah upaya memberikan tambahan


makanan untuk menambah asupan gizi untuk mencukupi kebutuhan gizi agar
tercapainya status gizi yang baik (Permenkes Republik Indonesia Nomor 51
Tahun2016). Makanan tambahan yang diberikan dapat berbentuk makanan keluarga
berbasis pangan lokal dengan resep-resep yang dianjurkan. Makanan lokal lebih
bervariasi namun metode dan lamanya memasak sangat menentukan ketersediaan zat
gizi yang terkandung di dalamnya (Permenkes Republik Indonesia No 51 Tahun 2016).
Suplementasi gizi dapat juga diberikan berupa makanan tambahan
pabrikan,yang lebih praktis dan lebih terjamin komposisi zat gizinya. Pemberian
makanan tambahan yang ditujukan untuk kelompok rawan meliputi balita 6-24 bulan

36
dengan kategori kurus yaitu balita dengan hasil pengukuran berat badan menurut
panjang badan (BB/PB) lebih kecil dari minus dua Standar Deviasi (-2 SD), anak usia
sekolah dasar dengan kategori kurus, dan ibu hamil kurang energi kronis yaitu ibu hamil
dengan hasil pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA) lebih kecil dari 23,5
cm(Permenkes,RI, 2016). Lama pemberian idealnya 180 hari (2 hari sekali).
Dalam mengatasi permasalahan gizi terdapat dua solusi yang dapat dilakukan,
yaitu dengan intervensi spesifik dan sensitif. Intervensi spesifik diarahkan untuk
mengatasi penyebab langsung dan tidak langsung masalah gizi, sedangkan intervensi
sensitif diarahkan untuk mengatasi akar masalahnya dan sifatnya jangka panjang.
Intervensi sensitif salah satunya meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dari orang
tua atau keluarga tentang hal-hal yang berkaitan dengan gizi, serta kurangnya
pengetahuan masyarakat dalam pengolahan bahan makanan, misalnya ikan. Ikan di
sekitar mereka banyak, tetapi tidak mereka konsumsi. Karena kebanyakan dari mereka
hanya bisa memasak ikan dengan digoreng dan dibakar saja, sehingga anak-anak
merasa lebih cepat bosan makan menu ikan. Kegiatan intervensi spesifik yang
dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dalam penanggulangan masalah gizi antara lain:
a) Pemberian Tablet Tambah Darah untuk remaja putri, calon pengantin, ibu hamil
b) Promosi ASI Eksklusif
c) Promosi Makanan Pendamping-ASI
d) Promosi makanan berfortifikasi termasuk garam beryodium
e) Promosi dan kampanye Tablet Tambah Darah
f) Suplemen gizi mikro (Taburia)
g) Suplemen gizi makro (PMT)
h) Kelas Ibu Hamil
i) Promosi dan kampanye gizi seimbang dan perubahan perilaku
j) Pemberian obat cacing
k) Tata Laksana Gizi Kurang/ Buruk
l) Suplementasi vitamin A
m) Jaminan Kesehatan Nasional

37
Selain itu salah satu upaya promotif preventif dalam rangka menanggulangi
berbagai masalah gizi dan kesehatan tersebut, Kementerian Kesehatan telah
mencanangkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dengan fokus pada 3
(tiga) kegiatan yaitu meningkatkan aktifitas fisik, konsumsi sayur dan buah, dan deteksi
dini penyakit.
3. Mewaspadai 1000 hari pertama kehamilan (HPK)

Masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) merupakan bagian terpenting dalam
kehidupan manusia. Pada masa inilah proses tumbuh kembang seorang anak dimulai.
Keluarga merupakan unit utama dalam menentukan masa depan anak, untuk
memberikan perawatan dan pengasuhan yang berkualitas sesuai dengan tahap
pertumbuhan dan perkembangan anak. Periode 1000 hari, yaitu 270 hari selama
kehamilan dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi, merupakan periode sensitif
karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen
dan tidak dapat diperbaiki.

Dampak dari 1000 hari pertama tidak hanya pada pertumbuhan fisik, tetapi juga
pada perkembangan mental dan kecerdasan anak. Bila 1000 HPK anak tidak optimal,
maka pada saat dewasa tidak hanya tinggi badan anak akan menjadi tidak optimal,
namun kualitas kerja dan produktivitasnya juga akan rendah, sehingga menurunkan
kualitas sumber daya manusia Indonesia dan daya saing bangsa di masa depan.

Agar 1000 HPK dapat dilalui dengan baik, sangat penting memperhatikan
asupan nutrisi dan gizi yang tepat bagi ibu hamil dan anak. Selain itu, yang juga tidak
kalah penting, keluarga perlu mempersiapkan pola pengasuhan yang baik untuk anak.
Tidak terpenuhinya asupan nutrisi dan gizi, serta kesalahan dalam pengasuhan pada
masa 1000 HPK seorang anak akan berdampak sangat buruk terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak dikemudian hari.

Efek Defisiensi Gizi pada 1000 HPK:

1. Bayi lahir dengan Berat Badan Rendah (BBLR), kurus, kecil, imunitas kurang
2. Masalah programming organ sehingga terjadi penyakit kronis seperti sakit ginjal,
jantung, diabetes type 2, stroke, hipertensi dan kanker

38
3. Hambatan pertumbuhan kognitif dan IQ yang rendah yang menurunkan
produktifitas waktu dewasa.
4. Masalah gizi khususnya stunting dimana usia 0-5 bulan 1/5 dari jumlah anak
adalah stunting,usia balita 1/3 stunting dan usia 2-3 tahun lebih 40% stunting.
Target penurunan stunting pada tahun 2019 harus di bawah 28%.

Anjuran Nutrisi pada 1000 HPK:

1. Makan beragam jenis bahan makanan selama hamil


2. Kebutuhan zat-zat gizi bertambah seiring penambahan usia kehamilan
3. Asupan nitrisi seimbang
4. Ante Natal Care (ANC) minimal 4x selama hamil
5. Minum tablet Fe untuk pertumbuhan plasentam dan hemoglobin
6. Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
7. ASI Ekslusif sampai usia 6 bulan
8. Pantau BB ibu dan bayi secara rutin
9. Imunisasi dasar
10. ASI sampai anak usia 2 tahun
11. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) setelah usia 6 bulan dan teruskan ASI
sampai 2 tahun
12. Hindari rokok, alkohol dan kafein
13. Olah raga teratur dan jaga Berat Badan ideal

Kebutuhan Gizi Selama Kehamilan:

1. Karbohidrat, protein dan lemak, penambahan sesuai dengan trisemester usia


kehamilansebagai sumber penghasil kalori dan energi
2. Asam folat(sumber biji-bijian, sayuran hijau,daging, jeruk)
3. Kalsium (susu, keju, sayuran hijau tua)
4. Zat besi sumber (ayam, hati, ikan, daun singkong, kacang-kacangan)
5. Vitamin D (susu, mentega, kuning telur)
6. Yodium untuk mencegah kreatinisme (udang,kerang, ikan, garam yodium)

39
7. Sumber zink (seafood, kepiting) protein sebagai zat pembangun harus lebih
banyak dari sumber protein hewani (ikan, telur,daging, ayam),dibandingkan
sumber proteinnabati (tahu, tempedan kacang-kacangan).

40
PENUTUP

Stunting merupakan kondisi dimana anak mengalami gagal pertumbuhan sebgai


akibat dari kurang gizi kronis dalam waktu berkepanjangan terutama dalam masa 100
hari pertama kehamilan. Kondisi ini dapat disebabkab oleh berbagai faktor seperti,
kurang asupan gizi, pola hidup yang kurang dan juga pelayan kesehatan yang kurang
baik.

Anak yang terkena stunting akan mudah terserang penyakit, memiliki struktur
tubuh yang pendek, dan dapat juga mengurangi kemapuan kognitif anak. Selain akibat
secara fisik stunting dapat juga dapat mengganggu kehidupan sosial anak. Anak yang
terkena stunting akan mengalami kurangnya kepercayaan diri saat bersosialisai dengan
teman-temanya dan dapat juga berakibat fatal seperti korban pembullian. Sedangkan
untuk anak perempuan yang terkena stunting akan mengalami gangguan kesehatan dan
perkembangan keturunannya.

Pencegahan stunting dapat dilakukan sedini mungkin dengan menerapkan pola


hidup sehat, memakan makan yang bergizi, meminum air yang bersih dan rajin
melakukan posyandu saat anak masih dibawah umur.

Apabila anak sudah terkena stunting maka hal yang pertama dilakukan adalah
komunikasi antara orang tua dengan tenaga kesehatan. Hal ini sangat diperlukan karena
dalam penyembuhan anak yang terkena stunting memerlukan usaha dan waktu yang
panjang.

Peran masyarakat sangat diharapkan dalam pencegahan stunting di Indonesia.


Karena masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa stunting hanya
permasalahan kecil saja, padahal stunting dapat memberikan dampat yang
berkepanjangan bagi penderitanya.

Untuk itu, dengan buku ini diharapkan dapat menjadi sumber edukasi dan
informasi bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pola

41
hidup sehat dan pencegahan stunting, khususnya pada anak-anak sebagai generasi
penerus bangsa.

Penulis juga menyadari dalam pembuatan buku stunting dengan tujuan sebagai
sarana pemberdayaan masyarakat ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kritik dan
saran sangat diharapkan untuk perbaikan buku ini dimasa yang akan datang.

42
DAFTAR PUSTAKA

Andriansyah, Y., & Rahmantari, D. N. (2013). PENYULUHAN DAN PRAKTIK


PHBS (PERILAKU HIDUP BERSIH. Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan, 2,
45-50.

[BKKBN] Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2021). Buku


Pintar Stunting: Panduan Petugas Lini Lapangan BKKBN. Jakarta. 63 hal.

Candarmaweni, dan A. Y. S. Rahayu. (2020). Tantangan Pencegahan Stunting Pada Era


Adaptasi Baru “New Normal” Melalui Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten
Pandeglang. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 9(3), 136-146.

Careline. (2020). Menerapkan Pola Makan Sehat Bergizi Seimbang Untuk Anak.
Diakses dari https://bebeclub.co.id/artikel/detail/balita/nutrisi-anak/pola-makan-
sehat-bergizi-seimbang-untuk-anak

DokterSehat, R. (2020). 12 Cara Mencuci Tangan yang Benar (Standar WHO).


Retrievedfromdoktersehat.com: https://doktersehat.com/cara-mencuci-tangan-
yang-benar/

Hairunis, M. N., Salimo, H., & Dewi, Y. L. (2018). Hubungan Status Gizi dan Stimulasi
Tumbuh Kembang dengan. 20.

Hati, F. S., & Pratiwi, A. M. (2019). The Effect Of Education Giving On The Parent's
Behavior About Growth Stimulation In Children With Stunting. NurseLine
Journal, 4.

Husnah. (2017). Nutrisi Pada 1000 Hari Pertama Kehidupan. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala, 17, 179-183.

Imani, Nurul. (2020). Stunting pada Anak: Kenali dan Cegah Sejak Dini. Yogyakarta: Hijaz
Pustaka Mandiri. Tersedia dari iPusnas Application.

43
Izah, N., Prastiwi, R. S., & Andari, I. D. (2019). Stimulasi dan Deteksi Dini Tumbuh
Kembang Balita Usia 9-12 Bulan Menggunakan Aplikasi Tumbuh Kembang
Balita Di Wilayah Kelurahan Margadana. Jurnal Abdimas PHB, 2.

Lynawati. (2020). Hubungan PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat). Jurnal


HUMMANSI (Humaniora, Manajemen, Akuntansi), 3.

Maetryani, N. M. (2018). Tingkat Pengetahuan Gizi Seimbang, Pola Konsumsi


Makanan dan Status Gizi Siswa SMA Negeri 1 Tegallalang Kabupaten Gianyar
Provinsi Bali.

Mugianti, S., A. Mulyadi., A. K. Anam, dan Z. L. Najah. (2018). Faktor Penyebab Anak
Stunting Usia 25-60 Bulan di Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Journal of Ners
and Midwifery, 5(3), 268-278.

Mulianingsih, M., & Haris, A. (2021). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Cuci
tangan Pakai Sabun Untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan Mayarakat Di
Dusun Lendang Bajur Gunung Sari Lombok Barat. Community Engagement &
Emergence Journal, 2, 234-239

Novitasari, Y., Filtri, H., & Suharni. (2018). Penyuluhan Program Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) Melalui Kegiatan Cuci Tangan Pakai Sabun Pada
Pendidikan Anak Usia Dini. Jurnal Pengabdian Masyarakat Multidisiplin, 2.

Peraturan Menteri Kesehatan RI NO. 41 Tahun 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Diakses

darihttp://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK%20No.%204

1%20ttg%20Pedoman%20Gizi%20Seimbang.pdf

Saadah, Nurlailis. (2020). Modul Deteksi Dini Pencegahan dan Penanganan Stunting.
Surabaya: Scopindo. Tersedia dari iPusnas Application.

Sari, E. M., M. Juffrie., N. Nurani., dan M. N. Sitaresmi. (2016). Asupan Protein,


Kalsium dan Fosfor Pada Anak Stunting dan Tidak Stunting Usia 24-59 Bulan
Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 12(4), 152-159.

44
Simamora, R. S. (2021). Pemenuhan Pola Makan Gizi Seimbang Dalam Penanganan
Stunting Pada. Jurnal Bidang Ilmu Kesehatan, 11.

Waroh, Y. K. (2019). Pemberian Makanan Tambahan Sebagai Upaya Penanganan


Stunting Pada Balita Di Indonesia. XI.

Sumber Internet:

https://hellosehat.com/nutrisi/fakta-gizi/protein-nabati-dan-protein-hewani-manakah-
yang-lebih-baik/
https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/penyakit-pada-anak/stunting/
https://kesehatan.kontan.co.id/news/kenali-inilah-ciri-ciri-anak-stunting-dan-
penyebabnya
https://promkes.kemkes.go.id/pentingnya-pemeriksaan-kehamilan-anc-di-fasilitas-
kesehatan
https://www.alodokter.com/ini-kegiatan-posyandu-dan-manfaatnya-bagi-ibu-dan-anak
https://www.halodoc.com/artikel/cari-tahu-mpasi-terbaik-untuk-mencegah-stunting
https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3636750/tanda-anak-stunting-yang-perlu-
anda-perhatikan

45
46
47

Anda mungkin juga menyukai