“STUNTING DI INDONESIA”
Disusun oleh HG 5:
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2019
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul...................................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................1
1.3 Tujuan..............................................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Kesehatan Gizi Balita di Indonesia.................................................................2
2.2 Kasus Stunting di Indonesia............................................................................2
2.3 Penyebab Stunting...........................................................................................4
2.4 Gejala Stunting.................................................................................................5
2.5 Dampak Stunting..............................................................................................7
2.6 Pencegahan Stunting........................................................................................9
BAB 3 PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan......................................................................................................11
3.2 Daftar Pustaka..................................................................................................11
1
BAB I
PENDAHULUAN
Nutrisi atau gizi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk
fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, dan pemeliharaan kesehatan. Nutrisi
sendiri sering disebut oleh banyak orang dengan istilah gizi. Cara perolehan gizi yaitu
melalui pemecahan sari-sari makanan oleh sistem pencernaan. Nantinya gizi akan
menghasilkan energi yang nantinya akan digunakan untuk aktivitas tubuh serta
mengeluarkan zat sisanya (hasil metabolisme).
Manusia tidak bisa melakukan berbagai aktivitas tubuh jika mereka kekurangan
energi. Hal ini disebabkan oleh tubuh mereka kekurangan gizi. Kekurangan gizi
(malnutrisi) merupakan gangguan kesehatan serius yang terjadi ketika tubuh tidak
mendapat asupan gizi atau nutrisi yang cukup. Padahal, gizi dibutuhkan oleh tubuh
untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, rumusan masalah dalam makalah ini
dapat ditentukan, antara lain:
1.3 Tujuan
Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang
kurang dalam waktu lama.Hal ini terjadi karena asupan makan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak
berusia dua tahun.
Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0
sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus
tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak keluaran WHO.
2. Kondisi Lingkungan
3. Masalah non Kesehatan
Pemerintah berusaha keras untuk menurunkan angka stunting. Sejak masa SBY,
sedikit demi sedikit anggaran mulai ditambahkan karena perhatian masyarakat akan
tingkat stunting masih sangat tinggi dan menurun lambat, bahkan pernah meningkat.
Pada saat ini, Presiden Jokowi sudah gencar membicarakan stunting sejak awal masa
kepresidenannya. Puncaknya, hampir 50 Triliun setiap tahunnya digelontorkan untuk
melawan stunting dengan 55 % dialokasikan untuk penyediaan obat dan 30 % untuk
subsidi gizi bagi rumah tangga yang kekurangan.
Perubahan yang langsung terasa adalah pada tahun 2007 dengan 36.8 %
sedangkan pada tahun 2019 menurun hingga 27 %. Sekretaris Jenderal Kementerian
Kesehatan, Oscar Primadi menyatakan bahwa “Jumlah memang menurun, tapi ini masih
di atas angka ambang batas yang ditentukan WHO pada 2010 (sebanyak 20%)”. Meski
tampak sepele, stunting juga menyimpan ancaman bagi masa depan anak. Oscar juga
menyatakan bahwa stunting bisa berujung pada peningkatan risiko penyakit tidak
menular, kekebalan tubuh menurun, kemampuan kognitif yang rendah, dan ancaman
rendahnya produktivitas ekonomi. Hambatan pertumbuhan, kurang gizi, dan berat
badan saat balita akan berpengaruh terhadap perkembangan saat dewasa menjadi tidak
maksimal baik dalam hal kesehatan maupun mental.
Di sisi lain, pemerintah berusaha melakukan perencanaan yang lebih detail agar
dapat memerangi stunting. Pemerintah menyadari betul persoalan ini dan telah
menjadikan penanggulangan stunting sebagai prioritas nasional. Pemerintah tidak
tinggal diam melihat kondisi penyebab stunting. Sejumlah terobosan telah dilakukan.
Bahkan 22
kementerian berkontribusi dalam upaya penanganan stunting ini. Kementerian
Koordinator (Kemenko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Meida
Octarina mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk
mengurangi dan pencegahan stunting.
Secara umum, kekerdilan atau stunting ini disebabkan oleh gizi buruk pada ibu,
praktik pemberian dan kualitas makanan yang buruk, sering mengalami infeksi, serta
tidak menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Stunting dapat terjadi bila calon ibu mengalami anemia dan kekurangan gizi.
Wanita yang kekurangan berat badan atau anemia selama masa kehamilan
memiliki peluang stunting bagi anaknya nanti yang cukup tinggi. Kondisi
tersebut bisa diperburuk lagi bila asupan gizi untuk bayi kurang memadai,
misalnya bayi yang diberikan air putih atau teh sebelum berusia enam bulan.
Bayi seharusnya diberikan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif maupun susu
formula sebagai penggantinya. Tidak hanya itu, gizi buruk yang dialami ibu
selama menyusui juga dapat mengakibatkan pertumbuhan anak menjadi
terhambat.
Pada gambar diatas, proporsi tubuh Nancy dan Lani sama besarnya sehingga
Nancy terlihat normal. Namun, bila keduanya dibandingkan secara ukuran
diumur mereka yang sama, maka terlihat signifikan tubuh Nancy jauh lebih
pendek dibanding Lani.
2. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), anak dikatakan stunting jika tinggi
badan menurut usianya dibawah -2 standar deviasi dari median Standar
Pertumbuhan Anak WHO
Secara garis besar perawakan pendek dibagi menjadi dua yaitu familial dan
keadaan patologis.
Stunting familial
Perawakan pendek dapat disebabkan karena faktor genetik dari orang tua
dan keluarga. Perawakan pendek yang disebabkan karena genetik dikenal
sebagai familial short stature (perawakan pendek familial). Tinggi badan
orang tua maupun pola pertumbuhan orang tua merupakan kunci untuk
mengetahui pola pertumbuhan anak. Faktor genetik tidak tampak saat lahir
namun akan bermanifestasi setelah usia 2-3 tahun. Korelasi antara tinggi
anak dan Mid Parental high (MPH) 0,5 saat usia 2 tahun dan menjadi 0,7
saat usia remaja. Stunting familial ditandai oleh pertumbuhan yang selalu
berada di bawah persentil 3, kecepatan pertumbuhan normal, usia tulang
normal, tinggi badan orang tua atau salah satu orang tua pendek dan tinggi
di bawah persentil 3.
Kelainan patologis
Perawakan pendek patologis dibedakan menjadi proporsional dan tidak
proporsional. Perawakan pendek proporsional meliputi malnutrisi, penyakit
infeksi/kronik, dan kelainan endokrin seperti defisiensi hormon
pertumbuhan, hipotiroid, sindrom cushing, resistensi hormon pertumbuhan
dan defisiensi IGF-1. Perawakan pendek tidak proporsional disebabkan oleh
kelainan tulang seperti kondrodistrofi, displasia tulang, sindrom Turner,
sindrom Prader-Willi, sindrom Down, sindrom Kallman, sindrom Marfan,
dan sindrom Klinefelter.
3. Kemungkinan ada kelainan hormonal terjadi jika kecepatan tumbuh tinggi badan
< 4 cm per tahun
4. Pertumbuhan melambat.
Stunting pada masa kecil dapat menimbulkan dampak jangka pendek dan jangka
panjang yang memengaruhi kualitas hidup seseorang. Dampak jangka pendeknya akan
langsung terlihat pada periode awal kehidupan anak, yaitu tinggi badan yang berada di
bawah kriteria normal sehingga ia tampak lebih pendek dibandingkan teman-teman
seusianya. Sementara itu, stunting dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko
berbagai masalah kesehatan. Suatu penelitian di lima negara berpendapatan menengah
ke bawah menemukan bahwa orang yang stunting sejak kecil cenderung mengalami
gangguan kesehatan. Masalah yang kerap terjadi seperti postur tubuh yang pendek saat
dewasa, massa otot yang lebih kecil, kemampuan intelektual di bawah rata-rata, serta
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
Sayangnya, dampak stunting akan berjalan seumur hidup. Orang yang stunting
sejak kecil juga cenderung mengalami masalah perkembangan otak, memiliki sistem
kekebalan tubuh yang lebih lemah, dan lebih rentan mengalami penyakit kronis seperti
diabetes dan obesitas. Dapat dikatakan bahwa stunting tidak hanya memengaruhi tinggi
badan di masa depan, tapi juga akan berdampak pada kesehatan secara keseluruhan.
Dampak stunting dibagi menjadi dua yaitu terhadap anak dan terhadap negara
Terhadap anak:
Hal ini disebabkan oleh proporsi gizi tidak seimbang. Bukti menunjukkan bahwa
anak yang tumbuh dengan stunting mengalami masalah perkembangan kognitif
dan psikomotor. Jika proporsi anak yang mengalami kurang gizi, gizi buruk, dan
stunting besar dalam suatu negara, maka akan berdampak pula pada proporsi
kualitas sumber daya manusia yang akan dihasilkan. Artinya, besarnya masalah
stunting pada anak hari ini akan berdampak pada kualitas bangsa masa depan.
Terhadap negara:
Stunting merupakan salah satu gangguan tumbuh kembang yang dapat terjadi
pada anak. Kondisi ini menyebabkan anak memiliki perawakan pendek. Kabar baiknya,
stunting bisa dicegah sejak dini, bahkan sejak masa kehamilan. Penyakit stunting
tentunya dapat dicegah dan disembuhkan dengan cara pengobatan yang tepat atau pola
hidup yang tepat. Tentunya stunting dapat dihindari oleh masyarakat sehingga
kesehatan manusia tetap dapat terjamin. Adapun beberapa cara yang dapat digunakan
untuk mencegah stunting, antara lain:
Jika terlihat tanda-tanda yang muncul pada anak terhadap penyakit stunting
seperti anak berperawakan pendek, maka orang tua dapat membawa anaknya ke
rumah sakit atau posyandu secara berkala. Periksa pertumbuhan anak setiap
bulan jika usianya masih di bawah 1 tahun dan setiap 3 bulan jika usianya sudah
1-3 tahun.
Stunting dapat dicegah dengan memenuhi kebutuhan zat besi, yodium, dan asam
folat pada tubuh anak karena zat-zat tersebut merupakan nutrisi yang paling
penting yang dibutuhkan tubuh sang anak untuk pencegahan stunting. Jika ibu
hamil kekurangan zat-zat tersebut, maka dapat menimbulkan penyakit anemia
(kekurangan darah) dan dapat berisiko menyebabkan stunting pada anak ketika
lahir. Ketiga nutrisi tersebut dapat dihasilkan dengan mengonsumsi telur,
kentang, brokoli, makanan laut, pepaya, dan alpukat. Selain itu, ibu hamil juga
bisa mengonsumsi vitamin prenatal sesuai anjuran dokter.
Ibu hamil sebaiknya menghindari paparan asap rokok apalagi merokok, yang
tentunya dapat merusak kesehatan janin dan juga asap rokok yang dihirup sang
ibu dapat meningkatkan resiko bayi lahir prematur dan berat badannya yang
kurang. Jika pada anggota keluarga ada yang merokok, sebaiknya diingatkan
untuk tidak merokok, ataupun sang ibu dapat mengunakan masker sehingga
paparan asap rokok pun berkurang.
Pemberian ASI pada saat bayi baru lahir hingga berumur 6 bulan tentunya dapat
mengurangi peluang timbulnya stunting pada anak karena kandungan gizi mikro
dan makro yang ada pada ASI dapat mencegah timbulnya stunting. Pemberian
ASI terutama ASI eksklusif disarankan karena protein whey dan kolostrum yang
terdapat pada susu ibu dinilai mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh
bayi yang terbilang rentan.
5. Dampingi ASI Eksklusif dengan MPASI sehat
Ketika bayi menginjak usia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa memberikan
makanan pendamping atau MPASI. Dalam hal ini, pastikan ibu memberi
makanan-makanan yang perlu dipilih sehingga dapat memenuhi gizi mikro dan
makro yang sebelumnya selalu berasal dari ASI. WHO pun merekomendasikan
fortifikasi atau penambahan nutrisi ke dalam makanan. Di sisi lain, sebaiknya
ibu berhati-hati saat akan menentukan produk tambahan tersebut. Konsultasikan
terlebih dahulu dengan dokter.
Anak anak tentunya rentan terhadap penyakit, apalagi jika lingkungan yang
ditinggali oleh sang anak tidak baik atau kotor, tentunya dapat menimbulkan
penyakit. Faktor ini pula yang secara tidak langsung dapat menyebabkan
stunting.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stunting merupakan penyakit dimana kondisi tinggi suatu anak dinilai tidak
sebanding dengan umurnya sehingga menyebabkan tubuhnya lebih pendek jika
dibandingkan dengan anak yang memiliki umur yang sama. Stunting bisa disebabkan
oleh gizi ibu hamil yang kurang, pemberian makan yang kurang baik, sanitasi yang
buruk, dan berisiko terjadi secara turun-temurun. Stunting dinilai cukup berbahaya jika
dibiarkan oleh orang tua. Nantinya, anak yang mengalami stunting akan mengalami
kesulitan dalam menguasai pendidikannya, kondisi karakteristik yang terganggu, serta
kondisi yang paling berbahaya adalah penyakit degeneratif yang menghantui anak
tersebut. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan,
kondisi stunting di Indonesia sudah menurun dari tahun ke tahun. Namun sayangnya,
persentase stunting di Indonesia masih berada di atas batas stunting yang ditetapkan
oleh WHO. Hal ini masih menjadi suatu masalah di Indonesia. Oleh karena itu,
pemerintah perlu mengeluarkan dana untuk dialokasikan untuk penyediaan obat dan
subsidi gizi. Solusi yang diperlukan untuk menghindari stunting sebenarnya sudah harus
dilakukan sejak ibu mengandung anaknya, seperti menghindari asap rokok dan
mencukupi kebutuhan gizi. Setelah itu, anak yang sudah lahir harus diberi ASI, MPASI,
dan gizi yang cocok sehingga anak tersebut bisa sehat.