Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“STUNTING DI INDONESIA”

Disusun oleh HG 5:

Abdul Malik Karim A. (1906382012)


Isaiah Kurnia (1906318975)
Ismail Fatih Al-Faruqi (1906381382)
Ruth Angelia (1906382630)
Samuel Christoper S (1906383596)
Tricia L. N. Wairara (1906382795)

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2019
ii

DAFTAR ISI

Halaman Judul...................................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................1
1.3 Tujuan..............................................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Kesehatan Gizi Balita di Indonesia.................................................................2
2.2 Kasus Stunting di Indonesia............................................................................2
2.3 Penyebab Stunting...........................................................................................4
2.4 Gejala Stunting.................................................................................................5
2.5 Dampak Stunting..............................................................................................7
2.6 Pencegahan Stunting........................................................................................9
BAB 3 PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan......................................................................................................11
3.2 Daftar Pustaka..................................................................................................11
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nutrisi atau gizi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk
fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, dan pemeliharaan kesehatan. Nutrisi
sendiri sering disebut oleh banyak orang dengan istilah gizi. Cara perolehan gizi yaitu
melalui pemecahan sari-sari makanan oleh sistem pencernaan. Nantinya gizi akan
menghasilkan energi yang nantinya akan digunakan untuk aktivitas tubuh serta
mengeluarkan zat sisanya (hasil metabolisme).

Manusia tidak bisa melakukan berbagai aktivitas tubuh jika mereka kekurangan
energi. Hal ini disebabkan oleh tubuh mereka kekurangan gizi. Kekurangan gizi
(malnutrisi) merupakan gangguan kesehatan serius yang terjadi ketika tubuh tidak
mendapat asupan gizi atau nutrisi yang cukup. Padahal, gizi dibutuhkan oleh tubuh
untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

Banyak dari orangtua di Indonesia hanya memperhatikan pertumbuhan dan


perkembangan anaknya dari sisi berat badan. Hal itu memang tidak salah, namun tidak
sepenuhnya benar. Faktor pertumbuhan dan perkembangan anak bisa dilihat juga dari
sisi tinggi badan. Tinggi badan merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah
gizi yang didapatkan oleh tubuh sudah baik atau belum. Pertumbuhan tinggi yang tidak
normal dikenal dengan stunting. Stunting adalah kondisi dimana tinggi suatu anak
dinilai tidak sebanding dengan umurnya sehinga menyebabkan tubuhnya lebih pendek
jika dibandingkan dengan anak yang memiliki umur yang sama. Berdasarkan data dari
pemimpin Country Director World Bank Indonesia, Rodrigo Chavez yang menyatakan
bahwa pertumbuhan anak yang terhambat bukan hanya dialami oleh tinggi badan, tetapi
juga otak. Stunting bisa terjadi mulai dari kandungan dan baru terlihat saat anak berusia
dua tahun.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, rumusan masalah dalam makalah ini
dapat ditentukan, antara lain:

1. Bagaimana kesehatan gizi dan kasus stunting yang terjadi di Indonesia?


2. Apa penyebab dari stunting?
3. Apa gejala saat anak mengalami stunting?
4. Apa dampak yang diberikan oleh stunting?
5. Solusi apa yang diperlukan untuk mencegah dan menanggulangi kelainan
stunting, terutama di Indonesia?

1.3 Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini, antara lain:

1. Untuk mengetahui masalah gizi yang dialami anak-anak di Indonesia.


2. Untuk mengetahui penyebab, gejala, serta dampak saat anak-anak mengalami
stunting.
3. Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan stunting.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Stunting

Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang
kurang dalam waktu lama.Hal ini terjadi karena asupan makan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak
berusia dua tahun.
Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0
sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus
tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak keluaran WHO.

2.2 Penyebab Stunting


1. Ekonomi Keluaga yang Kurang Memadai

Indonesia sendiri merupakan negara berkembang yang tidak lepas dari


masalah ketimpangan ekonomi. Sebagai akibat dari ketimpangan ekonomi dalam
rumah tangga, orangtua dapat saja menjadi tidak terlalu waspada dalam pola
pengasuhan anak sehingga menjadi tidak sehat. Misalnya saja dengan
menurunkan kebiasaan makan yang tidak sehat atau ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan gizi anak. Hal ini tentunya bisa berkembang pada terhambaya tumbuh
kemabang anak.

2. Kondisi Lingkungan
3. Masalah non Kesehatan

Pemerintah berusaha keras untuk menurunkan angka stunting. Sejak masa SBY,
sedikit demi sedikit anggaran mulai ditambahkan karena perhatian masyarakat akan
tingkat stunting masih sangat tinggi dan menurun lambat, bahkan pernah meningkat.
Pada saat ini, Presiden Jokowi sudah gencar membicarakan stunting sejak awal masa
kepresidenannya. Puncaknya, hampir 50 Triliun setiap tahunnya digelontorkan untuk
melawan stunting dengan 55 % dialokasikan untuk penyediaan obat dan 30 % untuk
subsidi gizi bagi rumah tangga yang kekurangan.

Perubahan yang langsung terasa adalah pada tahun 2007 dengan 36.8 %
sedangkan pada tahun 2019 menurun hingga 27 %. Sekretaris Jenderal Kementerian
Kesehatan, Oscar Primadi menyatakan bahwa “Jumlah memang menurun, tapi ini masih
di atas angka ambang batas yang ditentukan WHO pada 2010 (sebanyak 20%)”. Meski
tampak sepele, stunting juga menyimpan ancaman bagi masa depan anak. Oscar juga
menyatakan bahwa stunting bisa berujung pada peningkatan risiko penyakit tidak
menular, kekebalan tubuh menurun, kemampuan kognitif yang rendah, dan ancaman
rendahnya produktivitas ekonomi. Hambatan pertumbuhan, kurang gizi, dan berat
badan saat balita akan berpengaruh terhadap perkembangan saat dewasa menjadi tidak
maksimal baik dalam hal kesehatan maupun mental.

Pemerintah menargetkan persen stunting dibawah 20 % pada tahun 2024.


Bahkan, pada perhelatan CEO Forum yang digelar di Jakarta Kamis lalu, Jokowi
mengatakan bahwa ia akan bertekad dan memaksa agar angka stunting di Indonesia
ditekan hingga 14
%. Jika sebelumnya diproyeksikan lima tahun kedepan angka stunting menurun hingga
19 %, Presiden Jokowi menginginkan agar turun hingga 14 %. Hal ini meyakinkan para
CEO yang menghadiri rapat karena laporan Bank Dunia baru saja dikeluarkan dan
bicarakan sehingga membuat semua orang terpengaruh

Gambar 1 Persentase Balita Stunting dari tahun ke tahun : 2013-2019

Di sisi lain, pemerintah berusaha melakukan perencanaan yang lebih detail agar
dapat memerangi stunting. Pemerintah menyadari betul persoalan ini dan telah
menjadikan penanggulangan stunting sebagai prioritas nasional. Pemerintah tidak
tinggal diam melihat kondisi penyebab stunting. Sejumlah terobosan telah dilakukan.
Bahkan 22
kementerian berkontribusi dalam upaya penanganan stunting ini. Kementerian
Koordinator (Kemenko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Meida
Octarina mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk
mengurangi dan pencegahan stunting.

Di bawah pengarahan langsung Presiden dan Wakil Presiden, pemerintah


berusaha untuk membuat grand design yang besar untuk mengupayakan tingkat
penderita stunting bisa menurun dengan drastis. Perancangan program percepatan
penanggulangan stunting melalui Strategi Nasional Percepatan Pencegah Stunting
(Stranas Stunting) 2018-2024, yaitu sebuah strategi jangka panjang terintegrasi yang
mengedepankan konvergensi upaya intervensi gizi spesifik dan sensitif.

Secara persebarannya, di Indonesia sendiri masih marak terjadi stunting. Data


Riskesdas menyebut prevalensi stunting di Indonesia Timur sangat mengkhawatirkan,
dimana angkanya bisa mencapai 50 %. Status gizi di Indonesia tak kunjung
memperlihatkan perbaikan yang seharusnya. Di Provinsi NTT, 42.46 % balita menderita
stunting, khususnya di Kabupaten Manggarai yang-mana separuh balita (50,3 %)
mengalami stunting (Kementerian Kesehatan, 2017). Hasil penelitian dari tim
Mahasiswa UGM menunjukan bahwa kejadian stunting tertinggi tersebar pada 21 desa.
Riset yang mereka lakukan menunjukan suatu hasil yang mengejutkan, dimana desa di
daerah perbukitan dengan penduduk yang padat memiliki sebaran kasus stunting yang
sangat tinggi. Hal ini menunjukan bahwa daerah timur Indonesia sangat tidak
diuntungkan dalam perang melawan stunting.

2.3 Akibat Stunting

Secara umum, kekerdilan atau stunting ini disebabkan oleh gizi buruk pada ibu,
praktik pemberian dan kualitas makanan yang buruk, sering mengalami infeksi, serta
tidak menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

1. Terganggu Pertumubuhan Fisik

Stunting dapat terjadi bila calon ibu mengalami anemia dan kekurangan gizi.
Wanita yang kekurangan berat badan atau anemia selama masa kehamilan
memiliki peluang stunting bagi anaknya nanti yang cukup tinggi. Kondisi
tersebut bisa diperburuk lagi bila asupan gizi untuk bayi kurang memadai,
misalnya bayi yang diberikan air putih atau teh sebelum berusia enam bulan.
Bayi seharusnya diberikan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif maupun susu
formula sebagai penggantinya. Tidak hanya itu, gizi buruk yang dialami ibu
selama menyusui juga dapat mengakibatkan pertumbuhan anak menjadi
terhambat.

2. Terganggunya Perkembangan Otak


3. Sistem Kekebalan Tubuh yang Rendah

2.4 Gejala Stunting

Untuk mengantisipasi terjadinya stunting pada anak, sebaiknya kita mengetahui


gejala stunting sedini mungkin. Dengan demikian dapat dilakukan upaya penyembuhan
dan pencegahan agar tidak semakin parah dan membahayakan anak. Gejala penyakit
stunting sebenarnya sudah bisa teramati sejak sang buah hati lahir. Gejala stunting yang
perlu diketahui antara lain :
1. Proporsi tubuh yang cenderung normal namun anak terlihat lebih kecil

Pada gambar diatas, proporsi tubuh Nancy dan Lani sama besarnya sehingga
Nancy terlihat normal. Namun, bila keduanya dibandingkan secara ukuran
diumur mereka yang sama, maka terlihat signifikan tubuh Nancy jauh lebih
pendek dibanding Lani.

2. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), anak dikatakan stunting jika tinggi
badan menurut usianya dibawah -2 standar deviasi dari median Standar
Pertumbuhan Anak WHO

Untuk menentukan perawakan pendek, dapat digunakan beberapa standar seperti


Z-score baku National center for Health Statistic/center for diseases control
(NCHS/CDC) atau Child Growth Standars World Health Organization (WHO)
tahun 2005. Kurva (grafik) pertumbuhan yang dianjurkan saat ini adalah kurva
WHO 2005 berdasarkan dengan penelitian pada bayi yang mendapat ASI
ekslusif dari ibu yang tidak merokok, yang diikuti dari lahir sampai usia 24
bulan dan penelitian potong lintang pada anak usia 18-71 bulan, dengan
berbagai etnis dan budaya yang mewakili berbagai negara di semua benua.
Kurva NCHS dibuat berdasarkan pertumbuhan bayi kulit putih yang terutama
mendapatkan susu formula. Beberapa penelitian menunjukkan proporsi
perawakan pendek pada anak lebih tinggi dengan menggunakan kurva WHO
2005 dibandingkan NCHS/CDC sehingga implikasinya penting pada program
kesehatan. Klasifikasi status gizi
pada anak, baik laki–laki maupun perempuan berdasarkan standar WHO 2005
dapat dilihat pada tabel berikut.

Secara garis besar perawakan pendek dibagi menjadi dua yaitu familial dan
keadaan patologis.
 Stunting familial
Perawakan pendek dapat disebabkan karena faktor genetik dari orang tua
dan keluarga. Perawakan pendek yang disebabkan karena genetik dikenal
sebagai familial short stature (perawakan pendek familial). Tinggi badan
orang tua maupun pola pertumbuhan orang tua merupakan kunci untuk
mengetahui pola pertumbuhan anak. Faktor genetik tidak tampak saat lahir
namun akan bermanifestasi setelah usia 2-3 tahun. Korelasi antara tinggi
anak dan Mid Parental high (MPH) 0,5 saat usia 2 tahun dan menjadi 0,7
saat usia remaja. Stunting familial ditandai oleh pertumbuhan yang selalu
berada di bawah persentil 3, kecepatan pertumbuhan normal, usia tulang
normal, tinggi badan orang tua atau salah satu orang tua pendek dan tinggi
di bawah persentil 3.

 Kelainan patologis
Perawakan pendek patologis dibedakan menjadi proporsional dan tidak
proporsional. Perawakan pendek proporsional meliputi malnutrisi, penyakit
infeksi/kronik, dan kelainan endokrin seperti defisiensi hormon
pertumbuhan, hipotiroid, sindrom cushing, resistensi hormon pertumbuhan
dan defisiensi IGF-1. Perawakan pendek tidak proporsional disebabkan oleh
kelainan tulang seperti kondrodistrofi, displasia tulang, sindrom Turner,
sindrom Prader-Willi, sindrom Down, sindrom Kallman, sindrom Marfan,
dan sindrom Klinefelter.

3. Kemungkinan ada kelainan hormonal terjadi jika kecepatan tumbuh tinggi badan
< 4 cm per tahun

3 dari 10 balita di Indonesia mengalami stunting atau memiliki tinggi badan


lebih rendah dari standar usianya. Tak hanya bertubuh pendek, efek domino
pada balita juga mengalami stunting lebih kompleks.

4. Pertumbuhan melambat.

Selain persoalan fisik dan perkembangan kognitif, balita stunting juga


berpotensi menghadapi persoalan lain di luar itu. Stunting bukan berarti gizi
buruk yang ditandai dengan kondisi tubuh anak yang begitu kurus. Hal yang
sering kali terjadi adalah anak yang mengalami stunting tidak terlalu kentara
secara fisik. Pada
umumnya, anak atau balita stunting terlihat normal dan sehat. Namun jika
ditelisik lebih jauh, akan ada aspek-aspek lain yang justru jadi persoalan.

5. Umur tulang (bone age) terlambat untuk umurnya

Pertumbuhan tulang yang terlalu lambat umumnya menandakan adanya


gangguan kelenjar atau penyakit tertentu. Kelenjar pituitari memiliki tugas
memproduksi hormon yang akan memicu pertumbuhan tulang dan jaringan
lainnya. Jika produksi hormon ini kurang dari yang seharusnya, pertumbuhan
balita tidak seimbang.

6. Pertumbuhan tanda-tanda pubertas terlambat

Pubertas atau masa terjadinya pematangan organ-organ reproduksi pada anak


perempuan terjadi sejak usia 8 tahun sampai dengan 13 tahun, sedangkan pada
anak laki-laki dimulai di usia 9-14 tahun. Karena pertumbuhan yang melambat,
maka pubertas ikut melambat. Tidak hanya kognitif atau fisik, anak yang
mengalami stunting cenderung memiliki sistem metabolisme tubuh yang tidak
optimal. Misalnya kalau anak lain bisa tumbuh ke atas, dia justru tumbuh ke
samping. Ini akan berisiko terhadap penyakit tidak menular di Indonesia seperti
diabetes atau obesitas. Tak hanya itu, suatu saat, balita yang mengalami stunting
akan tumbuh menjadi manusia dewasa dan bekerja.

7. Menurut ‘Buku Saku Desa Penanganan Stunting’ yang dikeluarkan Kemenkes,


anak stunting juga cenderung memiliki performa buruk pada tes perhatian dan
memori belajar

Selain persoalan fisik dan perkembangan kognitif, balita stunting juga


berpotensi menghadapi persoalan lain di luar itu. Mereka mengalami kesulitan
dalam belajar karena kemampuan fokus dan memori belajar yang cenderung
lemah. Fokus atau konsentrasi adalah kemampuan memusatkan perhatian dan
pikiran pada satu objek atau kegiatan untuk waktu tertentu. Lama waktu fokus
bervariasi dan dipengaruhi banyak faktor, mulai dari situasi lingkungan, kondisi
fisik dan emosi, motivasi, ketertarikan, dan tujuan yang hendak dicapai. Untuk
mudahnya, dalam kondisi normal, lama waktu konsentrasi adalah sama dengan
usia dijadikan menit. Bila anak usianya 5 tahun maka rentang waktu konsentrasi
maksimal adalah 5 menit. Untuk orang dewasa maksimal 30 menit. Misal, usia
orang dewasa 45 tahun, waktu fokus maksimal adalah 30 menit.

2.5 Dampak Stunting

Stunting pada masa kecil dapat menimbulkan dampak jangka pendek dan jangka
panjang yang memengaruhi kualitas hidup seseorang. Dampak jangka pendeknya akan
langsung terlihat pada periode awal kehidupan anak, yaitu tinggi badan yang berada di
bawah kriteria normal sehingga ia tampak lebih pendek dibandingkan teman-teman
seusianya. Sementara itu, stunting dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko
berbagai masalah kesehatan. Suatu penelitian di lima negara berpendapatan menengah
ke bawah menemukan bahwa orang yang stunting sejak kecil cenderung mengalami
gangguan kesehatan. Masalah yang kerap terjadi seperti postur tubuh yang pendek saat
dewasa, massa otot yang lebih kecil, kemampuan intelektual di bawah rata-rata, serta
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
Sayangnya, dampak stunting akan berjalan seumur hidup. Orang yang stunting
sejak kecil juga cenderung mengalami masalah perkembangan otak, memiliki sistem
kekebalan tubuh yang lebih lemah, dan lebih rentan mengalami penyakit kronis seperti
diabetes dan obesitas. Dapat dikatakan bahwa stunting tidak hanya memengaruhi tinggi
badan di masa depan, tapi juga akan berdampak pada kesehatan secara keseluruhan.

Dampak stunting dibagi menjadi dua yaitu terhadap anak dan terhadap negara

Terhadap anak:

1. Kesulitan menguasai sains dan berprestasi dalam olahraga

Hal ini disebabkan oleh proporsi gizi tidak seimbang. Bukti menunjukkan bahwa
anak yang tumbuh dengan stunting mengalami masalah perkembangan kognitif
dan psikomotor. Jika proporsi anak yang mengalami kurang gizi, gizi buruk, dan
stunting besar dalam suatu negara, maka akan berdampak pula pada proporsi
kualitas sumber daya manusia yang akan dihasilkan. Artinya, besarnya masalah
stunting pada anak hari ini akan berdampak pada kualitas bangsa masa depan.

2. Kognitif lemah dan psikomotorik terhambat

Dokter Spesialis Dr dr Damayanti R. Sjarif, SpA(K), dari Divisi Nutrisi


Pediatrik dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran UI-RSCM menyatakan bahwa anak stunting bisa memiliki
kemampuan kognitif yang tidak optimal. "Anak yang stunting jaringan otaknya
cuma sedikit, sehingga dampaknya pada perkembangan otak dan bisa
menyebabkan anak lama mencerna stimulus," papar dr Damayanti. Contohnya
kesulitan beraktivitas fisik dan kesulitan berpikir.

3. Mudah terkena penyakit degeneratif

Anak yang memiliki kondisi stunting mudah terkena penyakit seiring


bertambahnya usia seperti diabetes melitus dan obesitas. Ini juga disebabkan
oleh sistem hormonal bermasalah dan beban gizi lebih tinggi. Anak yang
stunting rata- rata memiliki imunitas lebih buruk dibandingkan dengan anak
sebayanya yang memiliki pertumbuhan normal. Ini dikarenakan oleh kondisi
kekurangan asupan nutrisi sehingga memengaruhi kebugaran tubuh. Menurut dr.
Meta Hanindita SpA dari RSUD Dr Soetomo Surabaya, imunitas anak yang
stunting terus terpengaruh sampai dewasa. "Penelitian menunjukkan bahwa
anak-anak yang mengalami stunting pada saat dewasa lebih berisiko terkena
penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, jantung koroner, hipertensi, dan
obesitas," ujarnya.

Terhadap negara:

 Rendahnya kualitas sumber daya manusia

Kondisi stunting secara tidak langsung akan memengaruhi pertumbuhan


generasi mendatang. Dalam beberapa penelitian, stunting disebut bisa menjadi
penyebab kemiskinan pada suatu populasi. Alasannya adalah kemampuan otak
yang kurang dan kecenderungan anak untuk mengidap penyakit sehingga daya
saing populasi tersebut jadi lebih rendah. "Untuk individu, ini menimbulkan
penyakit, dan
ujungnya menurunkan produktivitas. Di sini perekonomian daerah dan nasional
akan berdampak," ujar Prof Dr Bambang P.S Brojonegoro, Menteri PPN/Kepala
Bappenas.

2.6 Pencegahan Stunting

Stunting merupakan salah satu gangguan tumbuh kembang yang dapat terjadi
pada anak. Kondisi ini menyebabkan anak memiliki perawakan pendek. Kabar baiknya,
stunting bisa dicegah sejak dini, bahkan sejak masa kehamilan. Penyakit stunting
tentunya dapat dicegah dan disembuhkan dengan cara pengobatan yang tepat atau pola
hidup yang tepat. Tentunya stunting dapat dihindari oleh masyarakat sehingga
kesehatan manusia tetap dapat terjamin. Adapun beberapa cara yang dapat digunakan
untuk mencegah stunting, antara lain:

1. Mengenali kondisi stunting pada anak

Jika terlihat tanda-tanda yang muncul pada anak terhadap penyakit stunting
seperti anak berperawakan pendek, maka orang tua dapat membawa anaknya ke
rumah sakit atau posyandu secara berkala. Periksa pertumbuhan anak setiap
bulan jika usianya masih di bawah 1 tahun dan setiap 3 bulan jika usianya sudah
1-3 tahun.

2. Mencukupi kebutuhan zat besi, yodium, dan asam folat

Stunting dapat dicegah dengan memenuhi kebutuhan zat besi, yodium, dan asam
folat pada tubuh anak karena zat-zat tersebut merupakan nutrisi yang paling
penting yang dibutuhkan tubuh sang anak untuk pencegahan stunting. Jika ibu
hamil kekurangan zat-zat tersebut, maka dapat menimbulkan penyakit anemia
(kekurangan darah) dan dapat berisiko menyebabkan stunting pada anak ketika
lahir. Ketiga nutrisi tersebut dapat dihasilkan dengan mengonsumsi telur,
kentang, brokoli, makanan laut, pepaya, dan alpukat. Selain itu, ibu hamil juga
bisa mengonsumsi vitamin prenatal sesuai anjuran dokter.

3. Hindari paparan asap rokok

Ibu hamil sebaiknya menghindari paparan asap rokok apalagi merokok, yang
tentunya dapat merusak kesehatan janin dan juga asap rokok yang dihirup sang
ibu dapat meningkatkan resiko bayi lahir prematur dan berat badannya yang
kurang. Jika pada anggota keluarga ada yang merokok, sebaiknya diingatkan
untuk tidak merokok, ataupun sang ibu dapat mengunakan masker sehingga
paparan asap rokok pun berkurang.

4. Pemberian ASI eksklusif

Pemberian ASI pada saat bayi baru lahir hingga berumur 6 bulan tentunya dapat
mengurangi peluang timbulnya stunting pada anak karena kandungan gizi mikro
dan makro yang ada pada ASI dapat mencegah timbulnya stunting. Pemberian
ASI terutama ASI eksklusif disarankan karena protein whey dan kolostrum yang
terdapat pada susu ibu dinilai mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh
bayi yang terbilang rentan.
5. Dampingi ASI Eksklusif dengan MPASI sehat

Ketika bayi menginjak usia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa memberikan
makanan pendamping atau MPASI. Dalam hal ini, pastikan ibu memberi
makanan-makanan yang perlu dipilih sehingga dapat memenuhi gizi mikro dan
makro yang sebelumnya selalu berasal dari ASI. WHO pun merekomendasikan
fortifikasi atau penambahan nutrisi ke dalam makanan. Di sisi lain, sebaiknya
ibu berhati-hati saat akan menentukan produk tambahan tersebut. Konsultasikan
terlebih dahulu dengan dokter.

6. Menjaga kebersihan lingkungan

Anak anak tentunya rentan terhadap penyakit, apalagi jika lingkungan yang
ditinggali oleh sang anak tidak baik atau kotor, tentunya dapat menimbulkan
penyakit. Faktor ini pula yang secara tidak langsung dapat menyebabkan
stunting.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Stunting merupakan penyakit dimana kondisi tinggi suatu anak dinilai tidak
sebanding dengan umurnya sehingga menyebabkan tubuhnya lebih pendek jika
dibandingkan dengan anak yang memiliki umur yang sama. Stunting bisa disebabkan
oleh gizi ibu hamil yang kurang, pemberian makan yang kurang baik, sanitasi yang
buruk, dan berisiko terjadi secara turun-temurun. Stunting dinilai cukup berbahaya jika
dibiarkan oleh orang tua. Nantinya, anak yang mengalami stunting akan mengalami
kesulitan dalam menguasai pendidikannya, kondisi karakteristik yang terganggu, serta
kondisi yang paling berbahaya adalah penyakit degeneratif yang menghantui anak
tersebut. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan,
kondisi stunting di Indonesia sudah menurun dari tahun ke tahun. Namun sayangnya,
persentase stunting di Indonesia masih berada di atas batas stunting yang ditetapkan
oleh WHO. Hal ini masih menjadi suatu masalah di Indonesia. Oleh karena itu,
pemerintah perlu mengeluarkan dana untuk dialokasikan untuk penyediaan obat dan
subsidi gizi. Solusi yang diperlukan untuk menghindari stunting sebenarnya sudah harus
dilakukan sejak ibu mengandung anaknya, seperti menghindari asap rokok dan
mencukupi kebutuhan gizi. Setelah itu, anak yang sudah lahir harus diberi ASI, MPASI,
dan gizi yang cocok sehingga anak tersebut bisa sehat.

3.2 Daftar Pustaka

 Anwar, F. (2019). 4 Dampak Besar Masalah Stunting Anak Bila Dibiarkan.


[online] detikHealth. Available at: https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-
4129410/4-dampak-besar-masalah-stunting-anak-bila-dibiarkan [Accessed 3
Dec. 2019].
 Databoks.katadata.co.id. (2019). 17,7% Balita Indonesia Masih Mengalami
Masalah Gizi | Databoks. [online] Available at:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/01/25/177-balita-indonesia-
masih-mengalami-masalah-gizi [Accessed 3 Dec. 2019].
 gaya hidup. (2019). Indonesia Punya Banyak 'PR' soal Perbaikan Gizi. [online]
Available at: https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190125130919-255-
363785/indonesia-punya-banyak-pr-soal-perbaikan-gizi [Accessed 3 Dec. 2019].
 Setiaputri, K. (2019). Stunting Adalah Penyebab Tubuh Anak Pendek yang
Berbahaya. [online] Hello Sehat. Available at:
https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/stunting-adalah-anak-pendek/
[Accessed 3 Dec. 2019].
 Media, K. (2019). Mengenal "Stunting" dan Efeknya pada Pertumbuhan Anak
Halaman all - Kompas.com. [online] KOMPAS.com. Available at:
https://lifestyle.kompas.com/read/2017/02/08/100300123/mengenal.stunting.dan
.efeknya.pada.pertumbuhan.anak?page=all [Accessed 3 Dec. 2019].
 The Conversation. (2019). Empat dampak stunting bagi anak dan negara
Indonesia. [online] Available at: http://theconversation.com/empat-dampak-
stunting-bagi-anak-dan-negara-indonesia-110104 [Accessed 3 Dec. 2019].
 Tnp2k.go.id. (2019). [online] Available at:
http://www.tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Buku%20Ringkasan%20Stu
nting-1.pdf [Accessed 3 Dec. 2019].

Anda mungkin juga menyukai