Anda di halaman 1dari 27

i

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat-Nya kami dapat
menyelesaikan Modul “Cegah Stunting Demi Generasi Cemerlang”. Modul ini berisi
materi tentang pengertian stunting, dampak stunting, ciri-ciri stunting, faktor risiko
stunting, dampak stunting, dan pencegahan stunting yang mana stunting merupakan
suatu kegagalan masa tumbuh anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi dan pola
asuh yang tidak tepat. Maka dari itu diperlukan kolaborasi interprofesi kesehatan untuk
mencegah stunting sehingga generasi menjadi sehat dan cemerlang.

Terimakasih kami sampaikan kepada berbagai pihak yang telah mendukung dan
berkontribusi dalam penyelesaian modul “Cegah Stunting Demi Generasi Cemerlang”.
Semoga modul ini bermanfaat untuk pembaca khususnya keluarga.

Denpasar, Januari 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………..…………..ii
KATA PENGANTAR………...……………...……………………….…………….iii
DAFTAR ISI……………..…………………………………………………………. iv
DAFTAR GAMBAR……………………...………………………..………………...v
I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................ 1
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ....................................................................... 1
III. POKOK BAHASAN DAN SUB BAB POKOK BAHASAN ....................... 2
IV. MATERI ....................................................................................................... 3
A. STUNTING ................................................................................................... 3
1) Pengertian Stunting ................................................................................... 3
2) Penyebab Stunting .................................................................................... 3
3) Ciri-ciri Stunting ....................................................................................... 4
4) Faktor Risiko Stunting .............................................................................. 4
5) Dampak Stunting ...................................................................................... 5
6) Pencegahan dan Penanganan Stunting ....................................................... 6
B. KEKURANGAN ENERGI KRONIS (KEK) ............................................. 12
1) Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) ......................................... 12
2) Faktor-faktor penyebab Kekurangan Energi Kronis (KEK) ..................... 13
3) Penyebab terjadinya KEK dalam Kehamilan ........................................... 14
4) Resiko terjadinya KEK dalam Kehamilan ............................................... 15
5) Pencegahan KEK di masa Kehamilan ..................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 17
DOSEN PEMBIMBING……………………………….....………………...……...19
PENYUSUN………………………………………...…………………………….…20

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kegiatan Penyuluhan……………………………………………………..6


Gambar 2. Timbang Berat Badan……………………………….……………………9
Gambar 3. Ukur Tekanan Darah………………………..……………………………9
Gambar 4. Pengukuran Lila…………………..………………………………….…10

v
I. DESKRIPSI SINGKAT
Stunting adalah kondisi dimana anak memiliki tinggi badan yang tidak
sesuai dengan usianya, tetapi pendek tidak sama dengan stunting atau belum tentu
stunting. Stunting merupakan masalah gizi kronis pada balita yang ditandai lebih
rentan terhadap penyakit dan berisiko untuk mengidap penyakit degenerative,
dampak stunting tidak hanya pada segi kesehatan tapi juga mempengaruhi
kecerdasan (Kemenkes RI, 2018).
Stunting merupakan masalah yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi
dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan
pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar
usianya. Zat gizi dan pola asuh menjadi salah satu indikator penyebab dari stunting.
Ciri-ciri stunting adalah balita yang pertumbuhan dan perkembangannya lebih
lambat dari biasanya, sehingga menganggu fungsi otak balita. Faktor risiko ini
biasanya di temukan pada calon pengantin, ibu hamil hingga balita yang dimana
kurangnya pelayanan kesehatan, penyakit infeksi, atau penyakit degenerative
sehingga muncul masalah stunting, adapun pencegahan dalam stunting dalam
keluarga seperti pemberian zat besi pada ibu hamil dengan pemberian vitamin,
promosi dan konseling menyusui, promosi dan konseling pemberian makan bayi
dan anak (PMBA), tata laksana gizi buruk, pemberian makanan tambahan
pemulihan bagi anak gizi kurang, pemantauan pertumbuhan. Lingkungan juga
berpengaruh pada pertumbuhan balita apabila balita tumbuh di lingkungan yang
tidak sehat, maka pertumbuhan anak juga bisa bermasalah karena disebabkan
banyaknya penyakit.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


1. Tujuan Umum
Menciptakan balita yang sehat dan cemerlang, sehingga stunting bisa dicegah
melalui pemberian gizi, pola asuh yang sehat dan pemantauan pertumbuhan.
2. Tujuan Khusus
a. Memenuhi zat gizi yang cukup untuk pertumbuhan balita

1
b. Menciptakan pola asuh yang baik, sehingga tercipta balita sehat dan terhindar
dari stunting.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB BAB POKOK BAHASAN


A. STUNTING
1. Pengertian Stunting
2. Penyebab Stunting
3. Ciri-ciri Stunting
4. Faktor Risiko Stunting
5. Dampak Stunting
6. Pencegahan dan Penanganan Stunting
B. KEKURANGAN ENERGI KRONIS (KEK)
1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK)
2. Faktor-faktor penyebab Kekurangan Energi Kronis (KEK)
3. Penyebab terjadinya KEK dalam Kehamilan
4. Resiko terjadinya KEK dalam Kehamilan
5. Pencegahan KEK di masa Kehamilan

2
IV. MATERI
A. STUNTING
1) Pengertian Stunting
Stunting (kerdil) merupakan kondisi balita dengan panjang atau tinggi badan
kurang jika dibandingkan dengan umur yang diukur dengan panjang atau tinggi badan
yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak
menurut WHO.
Stunting adalah kondisi tinggi badan seseorang lebih pendek dibanding tinggi
badan orang lain pada umunya (yang seusia). Stunted (short stature) atau
tinggi/panjang badan terhadap umur yang rendah digunakan sebagai indikator
malnutrisi kronik yang menggambarkan riwayat kurang gizi balita dalam jangka
waktu lama. Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari
kekurangan gizi kronis sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi dapat terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah
anak lahir, tetapi baru nampak setelah anak berusia 2 tahun, dimana keadaan gizi ibu
dan anak merupakan faktor penting dari pertumbuhan anak. Sanitasi lingkungan yang
buruk berdampak negatif bagi warga yang mendiami lingkungan tersebut, termasuk
anak-anak. Sebab, dapat mengakibatkan mengalami Environmental Enteropathy (EE)
yaitu penyebab utama kurang gizi anak berupa kondisi subklinis usus halus.
Environmental Enteropathy menimbulkan kerusakan pada jonjot atau vili usus besar
sehingga susah menyerap nutrisi. Kemudian, rentan terjadi diare kronis, sehingga
dapat menyebabkan kurangnya asupan gizi. (Kemenkes, 2018)
2) Penyebab Stunting
Stunting merefleksikan gangguan pertumbuhan sebagai dampak dari rendahnya
status gizi dan kesehatan pada periode pre- dan post-natal. Dua penyebab langsung
stunting adalah faktor penyakit dan asupan zat gizi. Kedua faktor ini berhubungan
dengan faktor pola asuh, akses terhadap makanan, akses terhadap layanan kesehatan
dan sanitasi lingkungan. Namun, penyebab dasar dari semua ini adalah terdapat pada
level individu dan rumah tangga tersebut, seperti tingkat pendidikan, pendapatan
rumah-tangga. Faktor keluarga dan rumah tangga dibagi lagi menjadi faktor maternal
dan faktor lingkungan rumah. Faktor maternal berupa nutrisi yang kurang pada saat
prekonsepsi, kehamilan, dan laktasi, tinggi badan ibu yang rendah, infeksi, kehamilah

3
pada usia remaja, kesehatan mental, intrauterine growth restriction (IUGR) dan
kelahiran preterm, jarak kehamilan yang pendek, dan hipertensi. Faktor lingkungan
rumah berupa stimulasi dan aktivitas anak yang tidak adekuat, perawatan yang kurang,
sanitasi dan pasukan air yang tidak adekuat, akses dan ketersediaan pangan yang
kurang, alokasi makanan dalam rumah tangga yang tidak sesuai, edukasi pengasuh
yang rendah. Selain itu, stunting juga dapat disebabkan oleh gigi berlubang atau karies
gigi yang apabila tidak dirawat akan berkembang menjadi rampan karies dan
menyerang seluruh mahkota gigi, kondisi ini akan berdampak negatif terhadap
kemampuan anak untuk makan dan mendapatkan asupan gizi yang baik, daya tahan
tubuh anak melemah dan lebih tinggi mengalami kekurangan gizi dan sakit. Anak
dengan gizi yang kurang akan memiliki kelenjar saliva atrophy, padahal saliva
memiliki peran penting untuk membersihkan gigi dan mulut serta mencegah gigi
berlubang atau karies gigi.

3) Ciri-ciri Stunting
Agar dapat mengetahui kejadian stunting pada anak maka perlu diketahui ciri-ciri
anak yang mengalami stunting sehingga jika anak mengalami stunting dapat ditangani
sesegera mungkin.
1. Tanda pubertas terlambat
2. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan eye
contact
3. Pertumbuhan terhambat
4. Wajah tampak lebih muda dari usianya
5. Pertumbuhan gigi terlambat
6. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar
4) Faktor Risiko Stunting
Menurut WHO (2013) membagi penyebab terjadinya stunting pada anak menjadi
4 kategori besar yaitu faktor keluarga dan rumah tangga, makanan
tambahan/komplementer yang tidak adekuat, menyusui, dan infeksi. Faktor keluarga
dan rumah tangga dibagi lagi menjadi faktor maternal dan faktor lingkungan rumah.
1. Faktor maternal
a. Nutrisi yang kurang pada saat prekonsepsi

4
b. Kehamilan, dan laktasi
c. Tinggi badan ibu yang rendah
d. Infeksi
e. Kehamilah pada usia remaja
f. Kesehatan mental
g. Intrauterine growth restriction (IUGR) dan kelahiran preterm
h. Jarak kehamilan yang pendek dan hipertensi.
2. Faktor lingkungan
a. Rumah berupa stimulasi dan aktivitas anak yang tidak adekuat
b. Perawatan yang kurang
c. Pemenuhan 5 pilar STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat)
d. Akses dan ketersediaan pangan yang kurang
e. Alokasi makanan dalam rumah tangga yang tidak sesuai
f. Edukasi pengasuh yang rendah
Menurut WHO, 2013. Ada beberapa faktor risiko stunting yaitu:
1. Faktor keluarga dan rumah tangga.
2. Complementary feeding yang tidak adekuat.
3. Beberapa masalah dalam pemberian ASI.
4. Infeksi.
5. Kelainan endokrin.
5) Dampak Stunting
a. Dampak Jangka Pendek.
1) Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian.
2) Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal.
3) Peningkatan biaya kesehatan.
b. Dampak Jangka Panjang.
1) Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan
pada umumnya).
2) Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya.
3) Menurunnya kesehatan reproduksi. Kapasitas belajar dan performa yang
kurang optimal saat masa sekolah.

5
4) Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.
6) Pencegahan dan Penanganan Stunting

Gambar 1. Kegiatan Penyuluhan


Pemerintah ingin menggerakkan secara besar-besaran Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu) melalui Pelayanan 5 Meja Posyandu yang ada di daerah-daerah.
Pemerintah juga akan mengoptimalkan kampanye, baik timbang anak, masalah gizi,
dan yang berkaitan dengan kesehatan bayi. Pelayanan 5 Meja Posyandu terdiri dari
meja pendaftaran, meja penimbangan dan pengukuran tinggi/panjang badan, meja
pencatatan hasil, meja penyuluhan dan pelayanan gizi bagi Balita, ibu hamil, dan ibu
menyusui, serta meja pelayanan kesehatan (pemeriksaan kesehatan dan pemberian
obat cacing).
Ibu hamil dan ibu menyusui harus mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan
bagi ibu hamil minum Tablet Tambah Darah sehari sekali. Selain itu, periksakan
kehamilan setidaknya 6 kali selama kehamilan ke bidan/ posyandu / puskesmas, agar
terjaga kesehatan ibu dan anak. Ibu hamil, bayi baru lahir sampai usia 6 tahun harus
dipantau pertumbuhan dan perkembangannya di layanan posyandu setiap bulan. 1000
hari pertama kehidupan merupakan periode emas di mana kegiatan yang dibutuhkan
untuk meningkatkan kesehatan dan gizi pada ibu dan anak adalah:

a. Inisiasi Menyusu Dini (IMD), saat bayi lahir segera diletakkan di perut/dada
ibu sehingga bayi akan secara naluriah mencari dan mengisap puting susu
ibu, biasanya dalam waktu 60 menit.

6
b. Menyusui bayi dengan ASI eksklusif (ASI saja) selama 6 bulan pertama.
Seorang ibu yang bekerja tetap dapat memberikan ASI eksklusif tanpa
meninggalkan tempat kerja karena ASI dapat diperah dan disimpan.
c. Pemberian MP ASI (Makanan Pendamping ASI) setelah 6 bulan. Makanan
dibuat dari bahan makanan yang sama dengan yang dimakan keluarga,
dengan jumlah dan konsistensi yang bertahap sehingga anak pada usia 1
tahun sudah mengonsumsi makanan yang sama dengan anggota keluarga.
d. Lanjutkan ASI sampai 2 tahun.
e. Imunisasi untuk pencegahan penyakit menular.
f. Membiasakan cuci tangan dengan air bersih dan sabun serta pencegahan dan
penanggulangan malaria pada ibu hamil.
Jika semua hal tersebut dilakukan pada ibu hamil, bayi dan anak di bawah usia
dua tahun terbukti berdampak pada penurunan kematian anak. Kematian anak balita
turun sebesar 19 persen karena pemberian ASI eksklusif dan pemberian MP ASI yang
tepat dan baik. Jika kita memberikan perhatian dan tindakan yang tepat semasa ibu
hamil, ibu menyusui, bayi dan anak balita, akan terjadi penurunan anak stunting
(tinggi tidak sesuai umur). Kesehatan janin dalam kandungan dan bayi yang dilahirkan
sangat tergantung pada kondisi kesehatan dan gizi ibu hamil, sebelum hamil, bahkan
sebelum menikah. Adapun beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh ibu hamil,
antara lain:
a. Melakukan pemeriksaan kehamilan (antenatal care) sebanyak minimal 6 kali
selama kehamilan. Kunjungan pertama/K1 pada trimester-1, K2 pada
trimester-2 dan K3 dan K4 pada trimester-3. Suami atau keluarga harus
mendampingi ibu hamil saat pemeriksaan kehamilan.
b. Minum 1 tablet tambah darah (tablet yang berisi besi-folat) setiap hari
selama kehamilan, minimal 90 hari berturut-turut. Pil tambah darah
mencegah ibu menderita kurang darah dan tidak berbahaya bagi janin. Beri
pengertian agar minum 1 tablet tambah darah setiap hari sesudah makan
malam, selama kehamilan. Zat besi sangat penting untuk pertumbuhan sel
dan syaraf otak anak.

7
c. Memperoleh imunisasi tetanus toxoid (TT) untuk mencegah tetanus pada
bayi baru lahir. Mendapat konseling perorangan dan atau kelompok tentang
pola konsumsi makanan beragam, bergizi seimbang dan aman selama
kehamilan.
d. Mengonsumsi garam berIodium yang dibubuhkan pada setiap masakan di
rumah.
e. Dianjurkan memilih makanan yang telah difortifikasi (diperkaya) dengan zat
gizi mikro, terutama vitamin A, besi dan Iodium.
f. Tidak merokok dan melarang anggota keluarga merokok di dalam rumah.
g. Di daerah endemik malaria, saat tidur menggunakan kelambu berinsektisida
yang diberikan oleh petugas kesehatan.
h. Memperoleh dukungan dari suami dan keluarganya untuk mempersiapkan
psikologis ibu menghadapi kehamilan, serta kesiapan mengasuh dan
mendidik anak. Setelah usia kehamilan 4 bulan, sering-seringlah ajak bicara
bayi atau membaca doa sambil mengelus-elus perut.
i. Ibu hamil juga harus dihindarkan dari pemakaian narkoba dan minuman
keras.
j. Diberikan pengetahuan tentang hubungan suami isteri selama proses
kehamilan.
k. Menanyakan kepada bidan atau dokter tanggal perkiraan persalinan dan
merencanakan melahirkan ditolong bidan atau dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan.
l. Bersama suami merencanakan ikut keluarga berencana dengan memilih alat
kontrasepsi yang akan dipakai sesudah melahirkan sesuai nasihat bidan atau
dokter.
m. Menyiapkan orang yang bersedia menjadi donor darah jika sewaktu-waktu
diperlukan.
ANC atau Ante Natal Care (Ante=sebelum, Natal=Kelahiran) adalah
pemeriksaan kehamilan yang diberikan oleh tenaga kesehatan (bidan atau dokter)
kepada ibu selama masa kehamilan untuk mengoptimalisasikan kesehatan mental dan
fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan, nifas, persiapan memberikan

8
ASI, dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar Dalam melakukan ANC,
tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan berkualitas terstandar yang disebut
10T, terdiri dari :
a. Timbang Berat Badan dan Ukur Tinggi Badan.

Gambar 2. Timbang Berat Badan


Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan
untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan berat
badan yang kurang dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1
kilogram setiap bulannya menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan
janin. Pengukuran tinggi badan pada pertama kali kunjungan dilakukan
untuk menapis adanya faktor risiko pada ibu hamil. Tinggi badan ibu hamil
kurang dari 145 cm meningkatkan risiko untuk terjadinya CPD (Cephalo
Pelvic Disproportion).
b. Ukur Tekanan Darah

Gambar 3. Ukur Tekanan Darah


Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan
untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah ≥140/90 mm/hg) pada

9
kehamilan dan pre eclampsia (komplikasi kehamilan berpotensi berbahaya
yang ditandai dengan tekanan darah tinggi).
c. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas LILA)

Gambar 4. Pengukuran Lila


Meliputi juga pengukuran LILA hanya dilakukan pada kontak pertama oleh
tenaga kesehatan di trimester I untuk skrining ibu hamil berisiko KEK.
Kurang energi kronis di sini maksudnya ibu hamil yang mengalami
kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa bulan/tahun) dimana
LILA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK akan dapat melahirkan
bayi berat lahir rendah (BBLR).
d. Ukur Tinggi Rahim
Bidan juga akan melakukan pengukuran tinggi rahim pada setiap kali
kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai
atau tidak dengan umur kehamilan. Jika tinggi rahim tidak sesuai dengan
umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin. Standar
pengukuran menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu.
e. Menentukan Letak Janin dan Denyut Jangtung Janin (DJJ)
Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan
selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini dimaksudkan
untuk mengetahui letak janin. Jika pada trimester III bagian bawah janin
bukan kepala, atau atau kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada
kelainan letak, panggul sempit atau ada masalah lain.

10
f. Skrining Status Imunisasi Tetanus dan Berikan Imunisasi Tetanus Toksid
(TT)
Bila Diperlukan Imunisasi TT untuk mencegah terjadinya tetanus pada bayi,
ibu hamil harus mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil
diskrining status imunisasi T-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil,
sesuai dengan status imunisasi T ibu saat ini.
g. Beri Tablet Tambah Darah (Tablet Besi)
Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet
tambah darah (tablet zat besi) dan asam folat minimal 90 tablet selama
kehamilan yang diberikan sejak kontak pertama. Pada ANC pertama
dilakukan pemeriksaan Hb dan pemberian low dose suplemen zat besi 30
mg/hari. Pemberian terapi zat besi akan meningkatkan hemoglobin maternal
dan bayi yang baru lahir, menurunkan kejadian anemia dalam kehamilan,
defisiensi zat besi saat persalinan dan kejadian bayi lahir dengan berat badan
rendah (Hulayya, 2021).
h. Periksa Laboratorium (Rutin dan Khusus)
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada ibu hamil adalah
pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus. Pemeriksaan laboratorium rutin
adalah pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan pada setiap ibu
hamil yaitu golongan darah, hemoglobin darah, dan pemeriksaan spesifik
daerah endemis/epidemi (malaria, HIV dll). Sementara pemeriksaan
laboratorium khusus adalah pemeriksaan laboratorium lain yang dilakukan
atas indikasi pada ibu hamil yang melakukan kunjungan antenatal.
i. Tata laksana/Penanganan Khusus
Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil pemeriksaan
laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani
sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga kesehatan. Kasus-kasus yang
tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem rujukan. Menyikat gigi
sedikitnya 2 kali sehari yaitu pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur
dengan pemakaian pasta gigi yang mengandung fluor (Perry A. G , 2005).

11
Selain itu juga tidak lupa Mengkonsumsi suplemen fluor dan kalsium Gigi
dibentuk saat janin berusia 4 bulan dalam kandungan. Sehingga, ibu hamil
sangat dianjurkan menkonsumsi suplemen fluor dan kalsium untuk
menunjang pertumbuhan dan perkembangan gigi anak. Namun tidak
berhenti saat hamil saja ibu membutuhkan gizi yang baik, tetapi harus terus
berlanjut hingga ibu menyusui dan anak dalam tahap Makanan Pendamping
ASI (MPASI). Selain itu, biasakan anak minum susu dari gelas,
membersihkan gigi dengan air hangat menggunakan kapas pada bagian gigi
dan mulut yang terkena susu, serta lakukan pemeriksaan berkali ke
pelayanan kesehatan gigi Ketika anak berusia 2 tahun. (Risyadi, 2020)
j. Temu Wicara (konseling)
Temu wicara (konseling) dilakukan pada setiap kunjungan antenatal yang
meliputi:
1) Kesehatan ibu.
2) Perilaku hidup bersih dan sehat.
3) Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan persalinan.
B. KEKURANGAN ENERGI KRONIS (KEK)
1) Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa prevalensi anemia dan
KEK pada kehamilan global 35-75 % dimana secara bermakna tinggi pada
trimester ketiga dibandingkan trimester pertama dan kedua kehamilan. WHO juga
mencatat 40 % kematian ibu dinegara berkembang berkaitan dengan anemia dan
KEK dengan prevalensi terbanyak dari kasus tersebut karena Kekurangan Energi
Kronis yang dapat menyebabkan status gizinya berkurang (Febriyeni, 2017).
Status gizi kurang atau sering disebut Kekurangan energi kronik (KEK)
merupakan kondisi yang disebabkan karena adanya ketidakseimbangan asupan gizi
antara energi dan protein, sehingga zat gizi yang dibutuhkan tubuh tidak tercukupi.
Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, serta perubahan
komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang

12
diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna (Wahyuni,
dkk, 2020).
Kekurangan energi kronis merupakan suatu keadaan dimana status gizi
seseorang berada pada kondisi yang kurang baik. Kekurangan energi kronik (KEK)
yaitu keadaan ibu hamil yang menderita kekurangan makanan yang berlangsung
lama (kronik) dengan berbagai timbulnya gangguan kesehatan (Rahmi , 2017).

2) Faktor-faktor penyebab Kekurangan Energi Kronis (KEK)


KEK pada ibu hamil bisa disebabkan karena faktor karakteristik ibu hamil
yang terdiri dari usia, tinggi badan dan berat badan. Ibu hamil yang menikah
pada usia remaja cenderung beresiko untuk mengalami KEK, menurut penelitian
Mulyaningrum, menunjukkan bahwa ibu hamil yang berumur kurang dari 20
tahun memiliki risiko KEK yang lebih tinggi, bahkan ibu hamil yang umurnya
terlalu muda dapat meningkatkan risiko KEK secara bermakna.
Kekurangan energi kronik yang terjadi pada ibu hamil dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya adalah keadaan sosial ekonomi yang
mengakibatkan rendahnya pendidikan, jarak kelahiran yang terlalu dekat
menyebabkan buruknya status gizi pada ibu hamil, banyaknya bayi yang
dilahirkan (paritas), usia kehamilan pertama yang terlalu muda atau masih
remaja dan pekerjaan yang biasanya memiliki status gizi lebih rendah apabila
tidak diimbangi dengan asupan makanan dalam jumlah yang cukup (Wahyuni,
dkk, 2020).
Tingkat pendapatan merupakan faktor yang dapat menyebabkan kekurangan
energi kronis (KEK) pada ibu hamil. Tingkat pendapatan keluarga sangat berperan
dalam menentukan status kesehatan seseorang terutama ibu hamil, karena
berbanding lurus dengan daya beli keluarga.Semakin tinggi pendapatan maka
akan semakin tinggi pula jumlah pembelanjaannya. Keluarga dengan pendapatan
terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi kebutuhan
makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya
(Sulistyoningsih, 2011).

13
3) Penyebab terjadinya KEK dalam Kehamilan
Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi. Karena itu,
kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Peningkatan
energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
janin, pertambahan besarnya organ kandungan, serta perubahan komposisi dan
metabolism tubuh ibu. Sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat
hamil dapat menyebabkan janin tidak tumbuh sempurna.
Kebutuhan wanita hamil akan meningkat dari biasanya dimana pertukaran dari
hamper semua bahan itu terjadi sangat aktif terutama pada trimester III. Karena
peningkatan jumlah konsumsi, makan perlu ditambah terutama konsumsi pangan
sumber energi untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin. Maka kurang
mengkonsumsi kalori akan menyebabkan malnutrisi atau biasa disebut Kurang
Energi Kronis (KEK).
Penyebab utama terjadinya KEK pada ibu hamil yaitu sejak sebelum hamil ibu
sudah mengalami kekurangan energi, karena kebutuhan orang hamil lebih tinggi
dari ibu yang tidak dalam keadaan hamil. Kehamilan menyebabkan meningkatnya
metabolisme energi, karenaitu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat
selama hamil. Penyebab dari KEK dapat dibagi menjadi dua, yaitu penyebab
langsung dan tidak langsung.
Penyebab langsung terdiri dari asupan makanan atau pola konsumsi, infeksi,
makanan pantangan. Penyebab tidak langsung terdiri dari hambatan utilitas zat-
zat gizi, hambatan absorbsi karena penyakit infeksi atau infeksi cacing, ekonomi
yang kurang, pengetahuan, pendidikan umum dan pendidikan gizi kurang,
produksi pangan yang kurang mencukupi kubutuhan, kondisi hygiene yang kurang
baik, jumlah anak yang terlalu banyak, usia ibu, usia menikah, penghasilan rendah,
perdagangan dan distribusi yang tidak lancar dan tidak merata, jarak kehamilan.
Penyebab tidak langsung dari KEK disebut juga penyakit dengan causa
multifactorial dan antara hubungan menggambarkan interaksi antara faktor dan
menuju titik pusat kekurangan energi kronis.

14
4) Resiko terjadinya KEK dalam Kehamilan
Ibu hamil yang menderita KEK mempunyai risiko kematian mendadak pada
masa perinatal atau risiko melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah
(BBLR). Tingginya angka kurang gizi pada ibu hamil ini juga mempunyai
kontribusi terhadap tingginya angka BBLR di Indonesia yang mencapai 10,2%.
Ibu hamil yang mengalami resiko KEK akan menimbulkan beberapa
permasalahan, baik pada ibu maupun janin. KEK pada ibu hamil dapat
menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, pendarahan,
berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan serangan penyakit infeksi.
Sedangkan pengaruh KEK terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan
persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), pendarahan
setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat. KEK ibu
hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan
keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada
bayi, asfiksia intrapartum (mati dalam kandungan), lahir dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) (Sandjaja, 2005).
Kekurangan energi kronik ibu hamil dapat memengaruhi proses pertumbuhan
janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian
neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, afiksia intrapartum (mati dalam
kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bila BBLR bayi
mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan
perkembangan anak.
5) Pencegahan KEK di masa Kehamilan
Upaya penanggulangan masalah KEK dapat dilakukan dengan program
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dalam bentuk biskuit yang dibagikan
kepada seluruh WUS dan ibu hamil yang mengalami KEK, pemberian tablet Fe
atau penambah darah untuk mencegah terjadiya anemia pada ibu hamil, serta
melakukan program konseling kepada Wanita Usia Subur (WUS) mengenai
masalah kesehatan reproduksi, kesiapan sebelum hamil, persalinan, nifas dan
konseling pemilihan alat kontrasepsi KB. Selain program PMT, ada juga program
nasional yaitu program Pekan Seribu Hari Kehidupan (HPK) yaitu program untuk

15
menyelamatkan kehidupan ibu dan bayi yang dimulai dari seribu HPK yaitu setiap
sebulan sekali di setiap Puskesmas semua ibu hamil, bersalin, nifas, bayi, dan balita
harus dilayani ditimbang berat badan dan dilihat status gizinya (Muhamad &
Liputo, 2017).
Selain mengikuti program yang dilakukan oleh puskesmas dan pemerintah,
WUS dan ibu hamil perlu melakukan perbaikan gizi secara mandiri. Asupan nutrisi
merupakan faktor utama penyebab KEK pada ibu hamil. Gizi ibu hamil dikatakan
sempurna jika makanan yang dikonsumsinya mengandung zat gizi yang seimbang,
jumlahnya sesuai dengan kebutuhan dan tidak belebihan. Makanan yang baik dan
seimbang akan menghindari masalah di saat hamil, melahirkan bayi yang sehat,
dan memperlancar ASI. Apabila konsumsi energi kurang, maka energi dalam
jaringan otot/lemak akan digunakan untuk menutupi kekurangan tersebut.
Kekurangan energi akan menurunkan kapasitas kerja, hal ini biasanya terjadi
sebagai proses kronis dengan akibat penurunan berat badan (Muhamad dan Liputo,
2017)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 369
tahun 2007 tentang standar profesi bidan mengenai intervensi ibu hamil dengan
KEK, dapat dilakukan dengan cara melakukan rujukan ke petugas tenaga gizi serta
berkolaborasi untuk membantu memonitoring serta mengevaluasi asupan
pemberian makanan dan kenaikan berat badan.
Upaya lainnya dalam menanggulangi masalah dan mencegah dampak dari
kurang energi kronis pada ibu hamil yaitu mengusahakan agar ibu hamil
memeriksakan kehamilan secara rutin sejak hamil muda untuk mendeteksi secara
dini kejadian kurang energi kronis, dan penyuluhan tentang asupan nutrisi yang
dibutuhkan ibu hamil (Widyawati, 2020). Selain itu untuk mengatasi kekurangan
gizi pada ibu hamil KEK pemerintah juga menyelenggarakan Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) Pemulihan (Ditjen Bina Gizi, 2011)

16
DAFTAR PUSTAKA

Bloem MW, Pee SD, Hop LT, dkk. 2013. Key Strategis to further Reduce
Stunting in Southeast Asia: Lesson From the ASEAN countries workshop.
Food and Nutrition Bulletin: 34:2
Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI. 2011.
Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan
Bagi Balita Gizi Kurang. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Available
at: https://agus34drajat.files.wordpress.com/2010/10/panduan-
peyelenggaraan-pmt-bok-gizi-kurang_20111.pdf
Febriyeni, 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Kekurangan Energi Kronis Pada Ibu Hamil. Jurnal Human Care, 2(3).
Hulayya, A. (2021) ‘Hubungan antara riwayat anemia dalam kehamilan dengan
kejadian stunting di Desa Kawedusan Kabupaten Kediri’. Available at:
http://etheses.uin-malang.ac.id/29948/
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Pemciuan STBM, Strategi Perubahan Perilaku
Dalam Pencegahan Stunting. Available at:
https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_60248a365b4ce1e/files/P
APARAN-STUNTING-DIR.-KESLING_1223.pdf
Kemenkes RI (2018). Cegah Stunting Dengan Perbaikan Pola Makan, Pola Asuh
dan Sanitasi. Available at: http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-
p2ptm/subdit-penyakit-diabetes-melitus-dan-gangguan-
metabolik/cegah-stunting-dengan-perbaikan-pola-makan-pola-asuh-dan-
sanitasi
Khofiyah, N., Wahyuntari, E., Khusnul, L., & Ernawati, D. (n.d.). Modul Asuhan
Kebidanan Balita Dan Anak.
Listyarini, A. D., Fatmawati, Y., Savitri, I., Studi, P., Keperawatan, I., Cendekia,
S., & Kudus, U. (2020). Edukasi gizi ibu hamil dengan media booklet
sebagai upaya tindakan pencegahan stunting pada balita di wilayah kerja
puskesmas undaan kabupaten kudus.
http://jpk.jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id
Nurfatimah, N., Anakoda, P., Ramadhan, K., Entoh, C., Sitorus, S. B. M., &
Longgupa, L. W. (2021). Perilaku Pencegahan Stunting pada Ibu Hamil.
Poltekita : Jurnal Ilmu Kesehatan, 15(2), 97–104.
https://doi.org/10.33860p/jik.v15i2.475
Muhamad, Z., Liputo, Z. 2017. Peran Kebijakan Pemerintahan Daerah Dalam
Menanggulangi Kekurangan Energi Kronik (KEK) Di Kabupaten
Gorontal. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Artikel V. 7(2)
Pamungkas, C. E., WD, S. M., & Nurbaety, B. (2021). Hamil usia muda dan
stunting pada balita usia 12-59 bulan di Kabupaten Lombok Timur.
Jurnal Kebidanan, 10(2), 141.
https://doi.org/10.26714/jk.10.2.2021.141-148
Perry, A. G, Potter, P.A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4. Vol 2. Jakarta:EGC

17
Listyarini, A. D., Fatmawati, Y., Savitri, I., Studi, P., Keperawatan, I., Cendekia,
S., & Kudus, U. (2020). Edukasi Gizi Ibu Hamil Dengan Media Booklet
Sebagai Upaya Tindakan Pencegahan Stunting Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Undaan Kabupaten Kudus.
http://jpk.jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id
Rahmi, Laila. 2017. Fakto-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekurangan
Energi Kronik (KEK) Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Belimbing Padang.
Jurnal Kesehatan Medika Saintika. 8(1)
Risyadi. 2020. Karies Gigi Bisa Menyebabkan Stunting. Avaibel at:
http://fkg.unimus.ac.id/2020/12/karies-gigi-bisa-menyebabkan-stunting/
Sanda Manapa, E., Ahmad, M., Nontji, W., Soraya Riu, D., & Hidayanti, H.
(2020). Pengembangan Modul Deteksi Risiko Stunting Terhadap
Pengetahuan Ibu Hamil Development of Stunting Risk Detection Module
on Pregnant Mother Knowledge. In Jurnal Ilmiah Kebidanan. 7(2)
https://journal.ibrahimy.ac.id/index.php/oksitosin/article/view/660
Sukmawati, S., Hermayanti, Y., Nurhakim, F., DA, I. A., & Mediani, H. S.
(2021). Edukasi Pada Ibu Hamil, Keluarga Dan Kader Posyandu
Tentang Pencegahan Stunting. Dharmakarya, 10(4), 330.
https://doi.org/10.24198/dharmakarya.v10i4.33400
Wahyuni, R. Rohani, S. Fara, D. Y. 2020. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Kekurangan Energi Kronik (KEK) Pada Ibu Hamil Di
Wilayah Kerja UPDT PuskesmasPringsewu Tahun 2020. Jurnal
Maternitas Aisyah. 2(1). Available at:
http://journal.aisyahuniversity.ac.id/index.php/Jaman
Widyawati, Sulistyoningtyan, S. 2020. Karakteristik Ibu Hamil Kekurangan
Energi Kronik (KEK) Di Puskesmas Pajangan Bantul. Jurnal JKFT:
Universitas Muhamadiyah Tanggerang. 5(2).

18
19
19
20
19
20
21
21
22
22

Anda mungkin juga menyukai