Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI


KEKURANGAN ENERGI PROTEIN

Dosen Pengampu : Setianingsih, S.Kep.,Ns.MPH

Disusun Oleh :

Kelompok 4
Afifa Andriani S 202102044
Dyah Puspitasari 202102050
Elsa Kusumawardani 202102051
Sulis Nurul Falkah 202102077

PRODI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KLATEN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia Nya, sehingga kami dapatmenyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Keperawatan
Anak yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Gangguan
Kebutuhan Nutrisi”
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Klaten, 24 September 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................1

DAFTAR ISI.............................................................................................................................2

BAB I.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.....................................................................................................................4

A. Latar Belakang................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................5

C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................5

BAB II.......................................................................................................................................6

PEMBAHASAN.......................................................................................................................6

1. Pengertian........................................................................................................................6

2. Etiologi............................................................................................................................7

3. Tanda dan gejala.............................................................................................................9

4. Patofisiologi..................................................................................................................11

5. Klasifikasi.....................................................................................................................12

6. Pathway.........................................................................................................................13

7. Pemeriksaan penunjang.................................................................................................13

8. Penatalaksanaan............................................................................................................14

9. Pengkajian.....................................................................................................................15

10. Diangnosa Keperawatan............................................................................................21

11. Rencana Keperawatan...............................................................................................21

12. Implementasi Keperawatan.......................................................................................24

13. Evaluasi Keperawatan...............................................................................................24

2
BAB III....................................................................................................................................25

PENUTUP...............................................................................................................................25

A. Kesimpulan...................................................................................................................25

B. Saran..............................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................26

BAB I

PENDAHULUAN

3
A. Latar Belakang
Mendez (2015) menjelaskan gizi adalah salah satu faktor terpenting yang
mempengaruhi individu atau masyarakat, dan karenanya merupakan issue
fundamental dalam kesehatan masyarakat. (Andriani, 2013) Status gizi pada
balita dapat berpengaruh terhadap beberapa aspek. Gizi kurang pada balita.
membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan fisik maupun mental, yang
selanjutnya akan menghambat prestasi belajar. Akibat lainnya adalah
penurunan daya tahan, menyebabkan hilangnya masa hidup sehat balita, serta
dampak yang lebih serius adalah timbulnya kecacatan, tingginya angka
kesakitan dan percepatan kematian.
Balita merupakan kelompok umur yang paling rawan menderita
kekurangan gizi (KEP) disamping defisiensi vitamin A dan anemia zat besi.
gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), selain masalah di atas, diduga
ada masalah gizi mikro lainnya seperti defisiensi zink yang sampai saat ini
belum terungkap karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi gizi,
secara umum masalah gizi di Indonesia masih tinggi dari pada negara
ASEAN lain (Supriasa, 2014).
Adapun menurut BAPPENAS dalam materi Rencana Aksi Nasional
Pangan dan Gizi 2015 beberapa faktor yang menyebabkan gizi buruk atau
kurang telah dijelaskan dan diperkenalkan oleh UNICEF dan telah
disesuaikan dengan kondisi Indonesia, penyebabnya terdiri dari beberapa
tahap yaitu penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah, dan pokok
masalah. Penyebab langsung yaitu konsumsi makanan anak dan penyakit
infeksi yang mungkin diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya
disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit infeksi.
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi zat energi dan zat protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak
memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan atau gangguan penyakit
tertentu. Balita yang mengidap gejala klinis KEP ringan dan sedang pada
pemeriksaan anak hanya nampak kurus karena ukuran berat badan anak tidak
sesuai dengan berat badan anak yang sehat. Anak dikatakan KEP apabila
berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U)
baku WHO NCHS. KEP ringan apabila BB/U 70% sampai 79,9% dan KEP

4
sedang apabila BB/U 60% sampai 69,9%, % Baku WHO NCHS (SupariaSA,
2013).
Penyebab KEP secara langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi.
Timbulnya KEP tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga karena
penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering
menderita diare atau demam, akhirnya akan menderita kurang gizi. Demikian
juga pada anak yang makanannya tidak cukup (jumlah dan mutunya) maka
daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian akan mudah
diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat
menderita kurang gizi/gizi buruk (Supariasa, 2013).
Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan tingkat keluarga. pola
pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Ketahanan pangan di keluarga (household food security) adalah kemampuan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya
dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. Pola
pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan
waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang
dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan
dan kesehatan lingkungan, adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan.
kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.
Ketiga faktor ini saling berhubungan. Ketiga faktor penyebab tidak langsung
saling berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan.
keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan
kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola
pengasuhan anak, dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan
kesehatan yang ada, demikian juga sebaliknya (Supariasa, 2013).
Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan (baik
dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan
dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Sebagai
contoh, air susu ibu (ASI) adalah makanan bayi utama yang seharusnya
tersedia di setiap keluarga yang mempunyai bayi. Makanan ini seharusnya
dapat dihasilkan oleh keluarga tersebut sehingga tidak perlu dibeli. Namun
tidak semua keluarga dapat memberikan ASI kepada bayinya oleh karena

5
berbagai masalah yang dialami ibu. Akibatnya, bayi tidak diberikan ASI atau
diberi ASI dalam jumlah yang tidak cukup sehingga harus diberikan
tambahan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Timbul masalah apabila oleh
berbagai sebab, misalnya kurangnya pengetahuan dan atau kemampuan, MP-
ASI yang diberikan tidak memenuhi persyaratan. Dalam keadaan demikian,
dapat dikatakan ketahanan pangan keluarga ini rawan karena tidak mampu
memberikan makanan yang baik bagi bayinya sehingga berisiko tinggi
menderita gizi buruk (Supariasa, 2013).
Indonesia saat ini masih memiliki beban gizi sebagai masalah kesehatan
masyarakat utama yang perlu diselesaikan. Data surveilans gizi atau
Pemantauan Status Gizi (PSG) Indonesia tahun 2016 menyebutkan
bahwasannya peresentase balita kurus di Indonesia sebesar 11,1%, angka ini
mengindentifikasikan bahwa Indonesia termasuk negara dengan kategori gizi
akut (5%). Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan status gizi
masyarakat, sehingga hal ini menJadi fokus dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang kesehatan yang beberapa
targetnya meliputi dalam peningkatan status gizi balita diantaranya ialah
menurunnya bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) (8%), menurunnya
prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita (17%),
menurunnya prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) anak baduta
(28%), dan prevalensi wasting (kurus dan sangat kurus) anak balita (9.5%)
(Siswono, 2017).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kekurangan energi protein (KEP)?
2. Jelaskan etiologi KEP!
3. Jelaskan tanda dan gejala KEP !
4. Jelaskan patofisiologi KEP !
5. Jelaskan klasifikasi KEP !
6. Jelaskan pemeriksaan penunjang KEP !
7. Jelaskan penatalaksnaan KEP !
8. Bagaimana Asuhan keperawatan anak dengan KEP ?

6
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami tentang Asuhan Keperawatan pada anak
dengan KEP
2. Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi KEP
2. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi KEP
3. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala KEP
4. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi KEP
5. Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi KEP
6. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang KEP
7. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan KEP
8. Mahasiswa mampu mengetahui Asuhan keperawatan pada anak dengan
KEP

7
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian
KEP (Kurang Energi Protein) merupakan salah satu penyakit
gangguangizi yang penting di Indonesia maupun di negara yang sedang
berkembanglainnya. Prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak balita, ibu
yang sedang mengandung dan menyusui. Penderita KEP memiliki berbagai
macamkeadaan patologis yang disebabkan oleh kekurangan energi maupun
proteindalam proporsi yang bermacam-macam. Akibat kekurangan tersebut
timbul keadaan KEP pada derajat yang ringan sampai yang berat (Adriani
danWijatmadi, 2012).
Penyakit KEP diberi nama seara internasional yaitu Calory
ProteinMalnutrition (CPM), kemudian diubah menjadi Protein Energy
Malnutrition(PEM). Penyakit ini mulai banyak diselidiki di Afrika, dan di benua
tersebut KEP dikenal dengan nama lokal kwashiorkhor yang berarti penyakit
rambut merah. Masyarakat di tempat tersebut menganggap kwashiorkhor
sebagai kondisi yang biasa terdapat pada anak kecil yang sudah mendapat
adik(Adriani dan Wijatmadi, 2012).
Kurang Energi Protein (KEP) akan terjadi disaat kebutuhan tubuh akan
kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Kedua bentuk defisiensi
ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebih dominan daripada
yang lain. KEP merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi danprotein dalam makanan sehari-hari sehingga
tidak memenuhi kecukupan yang dianjurkan (Merryana Adriani dan Bambang
Wijatmadi, 2012).
Berdasarkan gejalanya, KEP dibagi menjadi dua jenis, yaitu KEPringandan
KEP berat. Kejadian KEP ringan lebih banyak terjadi di masyarakat, KEPringan
sering terjadi pada anak-anak pada masa pertumbuhan. Gejala klinis yang
muncul diantaranya adalah pertumbuhan linier terganggu atau terhenti, kenaikan
berat badan berkurang atau terhenti, ukuran lingkar lenganatas(LILA) menurun,
dan maturasi tulang terhambat. Nilai z-skor indeks berat badan menurut tinggi

8
badan (BB/TB) juga menunjukkan nilai yang normal atau menurun, tebal
lipatan kulit normal atau berkurang, dan biasanya disertai anemia ringan. Selain
itu, aktivitas dan konsentrasi berkurang serta kadang disertai dengan kelainan
kulit dan rambut(Par’i, 2016).
Keadaan patologi dapat menujukkan perubahan nyata pada komposisi
tubuh seperti akan muncul edema karena penderita memiliki lebih banyak
cairan ekstraselular. Konsentrasi kalium tubuh menurun sehingga menimbulkan
gangguan metabolik tubuh. Kelainan yang ditunjukkan pada organ tubuh
penderita KEP diantaranya permukaan organ pencernaan menjadi atrofis
sehingga pencernaan makanan menjadi terganggu dan dapat timbul gangguan
absorbsi makanan dan sering mengalami diare. Pada jaringan hati terdapat
timbunan lemak sehingga hati terlihat membesar. Pankreas tampak mengecil,
akibatnya produksi enzim pankreas mengalami gangguan. Pada ginjal terjadi
atrofis sehingga terjadi perubahan fungsi ginjal seperti berkurangnya filtrasi.
Pada sistem endokrin, biasanya sekresi insulin rendah, pertumbuhan meningkat,
TSH meningkat, tetapi fungsi tiroid menurun(Par’i, 2016).

2. Etiologi
Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun protein dengan
berbagai gejala. Sedangakan penyebab tidak langsung KEP sangat banyak
sehingga penyakit ini sering disebut dengan kausa multifaktorial. Salah satu
penyebab adalah keterkaitan dengan waktu pemberian ASI dan makanan
tambahan setelah disapih (Atik dkk, 2016)
Selain itu KEP merupakan penyakit lingkungan karena adanya beberapa faktor
yang berinteraksi bersama menjadi penyebab timbulnya penyakit ini yaitu :
peran diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi keiskinan dll. Peran diet
menurut konsep klasikal terdiri dari dua konsep yaitu :
a. Diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein akan
menyebabkan anank menjadi penderita kwashiokor.
b. Diet kurang energi walaupun zat gizi seimbang akan menyebabkan
marasmus.
Peran faktor sosial seperti pantangan untuk menggunakan bahan makanan yang
sudah turun temurun dapat mempengaruhi terjadinya KEP. Ada pantangan yang

9
berdasarkan agama tetapi juga ada pantangan yang berdasarkan tradisi turun
temurun, tetapi pantangan berdasarkan agama maka kan sulit untuk diatasi. Jika
pantangan berdasarkan tradisi maka dengan pendidikan gizi yang baik
dilakukan dengan terus menerus hal tersebut akan dapat tertasi (Atik dkk, 2016)
KEP pada dasarnya ditentukan oleh 2 faktor. Faktor yang secara langsung dapat
mempengaruhi terjadinya KEP pada balita adalah makanan dan ada tidakny
penyakit infeksi. Kedua faktor dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas makanan
yang dimakan oleh seorang anak antara lain dapat ditentukan oleh beberapa
faktor dibawh ini :
a. Zat gizi yang terkandung dalam makanan
b. Daya beli keluarga meliputi, penghasilan, harga bahan makanan dan
pengeluran keluarga untuk kebutuhan yang lainnuya
c. Kepercayaan ibu tentang makanan serta Kesehatan
d. Ada atau tidaknya pemeliharaan kesehatan dan kebersihan makanan
e. Fenomena sosial dan keadaan lingkungan
Menurut Departemen kesehatan RI dalam buku pedoman tata laksana KEP pada
anak akan di puskesmas, rumah tangga, berdasarkan gejala klinis ada tiga tipe
yaitu KEP ringn, sedang dan berat (gizi buruk). Untuk KEP ringan dan sedang
gejala klinis yang dapat ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP
berat/ gizi buruk seara garis besar dapat dibedakan sebagi maramus, kwashiokor
dan maramus-kwashiokor (Atik dkk, 2016).
Salah satu sebab yang mengakibatkan terjadinya marasmus adalah kehamilan
berturut-turut dengan jarak kehamilan yang masih terlalu dini. Selain itu
marasmus juga disebabkan karena pemberian makanan tambahan yang tidak
terpelihara kebersihannya serta susu buatan yang terlalu encer dan jumlahnya
tidak mencukupi karena keterbatasan biaya, sehingga kandungan protein dan
kalori pada makanan anak menjadi rendah. Keadaan perumahan dan lingkungan
yang kurang sehat juga dapat menyebabkan penyajian yang kurang sehat dan
kurang bersih. Demikian juga dengan penyakit infeksi terutama saluran
pencernaan. Pada keadaan lingkungan yang kurang sehat, dapat terjadi infeksi
yang berulang sehingga menyebabkan anak kehilangan cairan tubuh dan zat-zat
gizi sehingga anak menjadi kurus serta turun berat badannya (Atik dkk, 2016).

10
Kwashiorkor dapat ditemukan pada anak-anak yang setelah mendapatkan ASI
dalam jangka waktu lama, kemudian disapih dan langsung diberikan makan
seperti anggota keluarga yang lain. Makanan yang diberikan pada umumnya
rendah protein. Kebiasaan makan yang kurang baik dan di perkuat dengan
adanya tabu seperti anak-anak dilarang makan ikan dan memprioritaskan
makanan sumber protein hewani, bagian anggota keluarga laki-laki yang lebih
tua dapat menyebabkan terjadinya kwashiorkor.Selain itu tingkat pendidikan
orang tua yang rendah dapat juga mengakibatkan terjadinya kwashiorkor karena
berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi yang rendah (Atik
dkk, 2016).
Faktor-faktor penyebab kurang energi protein yaitu :
A. Primer
a. Susunan makanan yang salah.
b. Penyedia makanan yang kurang baik.
c. Kemiskinan
d. Ketidaktahuan tentang nutrisi.
e. Kebiasaan makan yang salah
B. Sekunder
a. Gangguan pencernaan (seperti mal absorbsi, gizi tidak baik, kelainan
struktur saluran).
b. Gangguan psikologis.

3. Tanda dan gejala


Berikut beberapa tanda klinis dari Kekurangan Energi Protein (KEP) :
1. Pada Rambut terdapat tanda-tanda kurang bercahaya (lack of cluster). rambut
kusam dan kering Rambut tipis dan jarang (thinness and aparseness Rambut
kurang kuat/mudah putus (straightness); Kekurangan pigmen rambut
(dispigmentation): berkilat terang, terang pada ujung. mengalami perubahan
warna coklat gelap terang, coklat merah/ pirang dan kelabu. Tanda bendera (flag
sign) dikarakteristikkan dengan pita selang-seling dari terang gelapnya warna
sepanjang rambut dan mencerminkan episode selang-seling.
2. Sementara tanda-tanda pada wajah diantaranya terjadi penurunan pigmentasi
(defuse depigmentation) yang tersebar berlebih apabila disertai anemia.

11
3. Wajah seperti bulan (moon face), wajah menonjol ke luar, lipatan naso labial,
Pengeringan selaput mata (conjunction xerosis), Bintik bilot (Bilot's sport).
Pengeringan kornea (comea xerosis).
4. Tanda-tanda pada mata, antara lain pada Selaput mata pucat: Keratomalasia,
keadaan permukaan halus/ lembut dari keseluruhan bagian tebal atau keseluruhan
kornea: Angular palpebritis. Sedangkan pada bibir terjadi Angular stomatitis:
Jaringan parut angular; Cheilosis.
5. Tanda-tanda pada lidah, Edema dari lidah; Lidah mentah atau scarlet: Lidah
magenta; Atrofi papila (papilla atrophic).
6. Tanda-tanda pada gigi: Mottled enamel: Karies gigi, Pengikisan (attrition);
Hipolasia enamel (enamel hypoplasia): Frosi email (enamel erosion).
7. Tanda-tanda pada gusi Spongy bleeding gums, yaitu bunga karung keunguan atau
merah yang membengkak pada papila gigi bagian dalam dan atau tepi gusi.
8. Tanda pada Kulit, antara lain: Xerosis, yaitu keadaan kulit yang mengalami
kekeringan tanpa mengandung air Follicular hyperkeratosis, Petechiae. Bintik
haemorhagic kecil pada kulit atau membran berlendir yang sulit dilihat pada orang
kulit gelap, Pellagrous rash atau dermatosis (spermatitis) Lesi kulit pelagra yang
khas adalah area simetris, terdemarkasi (halas) jelas, berpigmen herlebihan
dengan atau tanpa pengelupasan kulit (exfoliasi), Flaky-paint rash atau
dermatosis:Scrotal and vulval dermatosis: Lesi dari kulit skrotum atau vulva,
sering terasa sangat gatal. Infeksi sekunder bisa saja terjadi.
9. Sedangkan tanda-tanda pada kuku, diantaranya Koilonychia yaitu keadaan kuku
bagian bilateral cacat berbentuk sendok pada kuku orang dewasa atau karena
sugestif anemia (kurang zat besi). Kuku yang sedikit berbentuk sendok dapat
ditemukan secara umum hanya pada kuku jempol dan pada masyarakat yang
sering berkaki telanjang.
Pada pemeriksaan klinis, penderita KEP akan memperlihatkan tanda-tanda
sebagai berikut :
A. KEP ringan
Pada KEP ringan tanda-tanda klinis belum terlalu tampak, hanya saja
standar berat yang tidak sesuai dan biasanya berat badan anak jauh dari
standar baku yang ditemukan
B. KEP berat

12
Pada KEP berat dibagi dalam tiga kategori yaitu, marasmus, kwashiorkor,
marasmus-kwashiorkor :
1) Marasmus
a. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Cengeng, rewel
d. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, bahkan sampai
tidak ada
e. Sering disertai diare kronik atau konstipasi/susah buang air, serta
penyakit kronik
f. Tekanan darah, detak jantung, dan pernafasan berkurang
2) Kwashiorkor
a. Oedem umumnya di seluruh tubuh dan terutama pada kaki (dorsum
medis)Wajah membulat dan semba
b. Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri
dan duduk, anak berbaring terus-menerus
c. Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis
d. Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia)
e. Pembesaran hati
f. Sering disertai infeksi, anemia, dan diare/mencret
g. Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut
h. Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah
menjadi hitam terkelupas (crazy pavement dermatosis
i. Pandangan mata anak nampak sayu
3) Marasmus – kwashiorkor
Tanda-tanda marasmus-kwashiorkor adalah gabungan dari tanda-tanda
yang ada pada marasmus dan kwashiorkor yang ada.

4. Patofisiologi

Adapun energi protein yang diperoleh dari makanan kurang, padahal untuk
kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang didapat, dipenganahi
oleh energi makanaan yang diberikan sehingga harus didapat dari tubuh sendiri,
sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi keluhan energi tersebut.

13
Kekurangan energi protein dalam makanan yang dikonsumsi akan menimbulkan
kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis, oleh
karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maku produksi insulin akan meningkat
dan sebagai usamma amino didalam serum yang jumlahnya sudah kurang akan
disalurkan ke otot.

Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya


pembentukan alkomin oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema perlemahan hati
terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein beta sehingga transport lemak dari
hati ke hati dapat lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam
hepar (Supanasa, 2006))

5. Klasifikasi
Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat
beratnya KEP. Tingkat KEP 1 dan KEP II disebut tingkat KEP ringan dan
sedang dan KEP III disebut KEP berat. KEP berat ini terdiri dari marasmus,
kwashiorkor dan gabungan keduanya. Maksud utama penggolongan ini adalah
untuk keperluan perawatan dan pengobatan. Untuk menentukan klasifikasi
diperlukan batasan-batasan yang disebut dengan ambang batas. Batasan ini di
setiap negara relatif berbeda, hal ini tergantung dari kesepakatan para ahli gizi
di negara tersebut, berdasarkan hasil penelitian empiris dan keadaan klinis.

Klasifikasi KEP menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun


1999 dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu KEP Iringan), KEP II
(sedang) dan KEP III (berat). Baku rujukan yang digunakan adalah WHO-
NCHS, dengan indeks berat badan menurut umur.

14
gambar 1. Klasifikasi KEP

sumber : https://pusdatin.kemkes.go.id/ -anak-balita.pdf

15
6. Pathway

gambar 2. Pathways

7. Pemeriksaan penunjang

a. Kwashiorkor
1. Pemeriksaan darah : albumin, globulin, protein total, elektrolit serum

16
2. Pemeriksaan urine : urine lengkap dan kultur urine
3. Uji faal hati : tes darah yang digunakan, untuk menilai kondisi Kesehatan
organ hati, tes ini dilakukan dengan cara mengukur kadar senyawa kimia
tertentu dalam darah.
4. ECG : elektrokardiografi digunakan untuk mengukur aktivitas listrik jantung
5. X foto paru : untuk mendeteksi adanya kanker, ataupun pengumpulan udara di
ruang sekitar paru-paru
6. Kosul THT : untuk mengetahu adanya otitis media
b. Marasmus
1. Pemeriksaan fisik
2. Mengukur TB dan BB
3. Mengukur indeks massa tubuh yaitu BB (dalam kg) dibagi TB (dalam cm)
4. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan
trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawa kulitnya
dapat diukur, biasanya dengan mengunakan data lengkung (caliper) lemak
dibawah 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada Wanita

8. Penatalaksanaan
Pasien dengan KEP tidak kompleks (KEP tipe dan KEP tipe II) seharusnya diobati di
luar rumah sakit sejauh memungkinkan. Perawatan rumah sakit meningkatkan resiko
infeksi silang dan situasi yang tidak umum. meningkatkan apatis dan anoreksia pada
anak-anak, sehingga makannya akan sulit. Berikut penatalaksanaan terhadap
Kekurangan Energi Protein (KEP)
1. KEP I (KEP ringan)
Penatalaksanaan terhadap Kekurangan Energi Protein tipe I (KEP ringan);
a. Penyuluhan gizi/nasehat pemberian makanan di rumah (bilamana penderita
rawat jalan)
b. Dianjurkan memberikan ASI eksklusif (bayi 4 bl) dan terus memberikan ASI
sampai 2 th
c. Bila dirawat inap untuk penyakit lain, maka makanan disesuaikan dengan
penyakitnya agar tidak menyebabkan KEP sedang/berat dan untuk
meningkatkan status gizi
2. KEP II (KEP sedang)
Penatalaksanaan terhadap Kekurangan Energi Protein tipe II (KEP sedang);
a. Rawat jalan Nasehat pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI,
selalu dipantau kenaikan BB.
b. Tidak rawat jalan Dapat dirujuk ke puskesmas untuk penanganan masalah gizi

17
c. Rawat inap Makanan tinggi energi dan protein dengan kebutuhan energi 20-
50% di atas AKG Diet sesuai dengan penyakitnya dan dipantau berat
badannya setiap hari, beri vitamin dan penyuluhan gizi. Setelah penderita
sembuh dari penyakitnya, tapi masih menderita KEP ringan atau sedang rujuk
ke puskesmas untuk penanganan masalah gizinya.
3. KEP III (KEP Berat)
Pada tata laksana rawat inap penderita KEP berat/Gizi buruk di rumah sakit
terdapat 5 (lima) aspek penting, yang perlu diperhatikan :
Prinsip dasar pengobatan rutin KEP berat/Gizi buruk (10) Langkah utama)
Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit berupa 10 langkah :
1. Mengatasi/mencegah hipoglikemia
2. Mengatasi/mencegah hipotermia
3. Mengatasi/mencegah dehidrasi
4. Mengkoreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Mengobati/mencegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Fasilitasi tumbuh - kejar ("catch up growth")
8. Mengkoreksi defisiensi nutrien mikro
9. Melakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Menyiapkan dan merencanakan tindak lanjut setelah sembuh.

9. Pengkajian
1) Anamnesis
1. Identitas pasien
Berisikan identitas dari klien yang berisikan nama, tempat tanggal lahir,
diagnosa medis dll.
2. Identitas orang tua
Berisikan identitas dari ayah dan ibu dari klien
3. Identitas saudara kandung
Berisikan nama, usia, hubungan, status kesehatan adakah saudara kandung
memiliki riwayat kekurangan energi protein dan gangguan tumbuh kembang,
karena besar penyebab KEP disebabkan karena sosial ekonomi yang rendah
4. Riwayat Kesehatan

18
a. Riwayat Kesehatan sekarang
Penyebab anak masuk rumah sakit karena berat badan yang rendah, anak
cengeng, dan rambut sering rontok (Sodikin, 2011)
b. Riwayat Kesehatan masa lalu
Kemungkinan ibu ketika mengandung anak asupan nutrisinya tidak sesuai
dengan kebutuhan tubuh (Sodikin, 2011)
5. Riwayat imunisasi
Faktor imunisasi bukan merupakan faktor resiko penyebab kekurangan gzi,
faktor yang lebih utama penyebab kekurangan gizi yaitu faktor asupan
makanan dan juga faktor infeksi. (Pudjiadi, 2008)
6. Riwayat tumbuh kembang
Anak yang mengalami KEP pertumbuhan dan perkembungannya terganggu,
berat badan anak sangat rendah dan perkembangannya tidak sesuai dengan
usianya dikarenakan kurangnya energi agar anak tumbuh (Pudjiadi, 2008)
7. Riwayat nutrisi
Pemberian nutrisi yang cukup dapat menghindari anak mengalami KEP,
namun pada anak dengan kasus KEP pemberian nutrisinya tidak tercukupi
dikarenakan berbagai macam faktor.
2) Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan fisik cepalo caudal
2. Pengukuran antopometri
Pengukuran antropometri adalah pengukuran tentang ukuran, berat badan, dan
proporsi tubuh manusia dengan tujuan untuk mengkaji status nutrisi dan
ketersediaan energi pada tubuh serta mendeteksi adanya masalah masalah
nutrisi pada seseorang. (Nurachmah, 2001).
Pengukuran antropometri yang dapat digunakan untuk menetukan status gizi
meliputi tinggi badan, berat badan, tinggi lutut (knee high), tebal lipatan kulit
(pengukuran skinfold), dan lingkar lengan atas. Cara yang paling sederhanan
dan banyak digunakan adalah dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT)
(Fatmah, 2010).
Adapun beberapa pengukuran antropometri yang dapat dilakukan pada adalah
sebagai berikut:
1) Tinggi Badan

19
Tinggi Badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal. TB tumbuh seiring dengan
pertumbuhan umur. Tinggi Badan merupakan parameter paling penting bagi
keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahun
dengan tepat, serta dapat digunakan sebagai ukuran kedua yang penting,
karena dengan menghubungkan BB terhadap TB quae stick) faktor umur dapat
dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan dapat menggunakan alat pengukur
tinggi badan microtoise dengan kepekaan 0,1 cm dengan menggunakan satuan
sentimeter atau inci pengukuran dilakukan pada posisi berdiri lurus dan tanpa
menggunakan alas kaki:
2) Berat Badan
Merupakan ukuran antropometri terpenting dan paling sering digunakan
Pengukuran berat badan juga dapat memberikan gambaran status gizi
seseorang dengan mengetahui indeks massa tubuh. Pengukuran berat badan Ini
menggunakan timbangan injak seca.
3) Tinggi Lutut
Tinggi lutut erat kaitannya dengan tinggi badan, sehingga data tinggi badan
bisa didapatkan dari tinggi lutut bagi orang tidak dapat berdiri atau lansin
Tinggi lutut dapat dilakukan pada usia lanjut yang tulang punggungnya
mengalam osteoporosis, sehingga terjadi penurunan tinggi badan (Fatmah,
2010) Dari tinggi lutut dapat dihitung tinggi badan sesungguhnya dengan
rumus persamaan Chumlen (1988).
Tinggi Badan laki-laki) = 64,19-(0,04-usia dalam tahun)
+(2,02-tinggi lutut dalam cm)
Tinggi Badan (perempuan) = 84,88 (0,24-usia dalam tahun)
+(1,83-tinggi lutut dalam cm)
4) Tebal lipatan kulit
Pengukuran ketebalan lipatan kulit merupakan salah satu cara menentukan
presentasi lemak pada tubuh Lemak tubuh merupakan penyusun komposisi
tubuh yang merupakan salah satu indikator yang bisa digunakan untuk
memantau keadaan nutrisi melalui kadar lemak dalam tubuh Pengukuran
lipatan kulit mencerminkan lemak pada jaringan subkutan, massa otot dan

20
status kalori Pengukuran ini dapat juga digunakan untuk mengkaji
kemungkinan malnutrst, berat badan normal atau obesitas (Nurachmah, 2001)
Untuk menentukan tebal lipatan kulit digunakan sebuah jangka lengkung
(caliper) yang dijepit pada bagian-bagian kulit yang telah ditentukan. Adapun
standar tempat pengukuran Skinfold menurut Heyward Vivian H dan
Stolarczyk LM. dalam Supariasa (2002) ada sembilan tempat, yaitu
dada.subscapula, midaxilaris, suprailiaka, perut, trisep, hisep, paha, dan betis.
Berikut menunjukkan tempat-tempat dan petunjuk pengukuran skinfold.
5) Lingkar lengan atas
Lingkar lengan atas merupakan pengkajian umum yang digunakan untuk
menilai status matrisi. Pengukuran LLA dilakukan dengan menggunakan
sentimeter kain (tape around) Pengukuran dilakukan pada titik tengah tengan
yang tidak dominan (Nurachmah, 2001). 6) Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT merupakan indikator status gizi yang cukup peka digunakan untuk
menilai status gizi orang dewasa diatas umur 18 tahan dan mempunyai
hubungan yang cukup tinggi dengan persen lemak dalam tubuh (Fatmah,2010)
IMT juga merupakan sebuah ukuran “berat terhadap tinggi” badan yang umum
digunakan untuk menggolongkan orang dewasa ke dalam kategori
underweight (kekurangan berat badan), overweight (kelebihan berat badan)
dan obesitas (kegemukan). Rumus atau cara menghitung IMT yaitu dengan
membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat dari tinggi badan dalam
meter (kg/m2) (Andika,2008).
berat badan
IMT ¿
tinggi badan ( m ) 2

Pengukuran berat badan menggunakan timbangan dengan ketelitian hingga 0.5


kg dengan pakaian seminimal mungkin dan tanpa alas kaki. Pengukuran tinggi
badan dapat menggunakan alat pengukur tinggi badan dengan kepekaan 0. I
cm. pengukuran dilakukan pada posisi ≤ berdiri lurus dan tanpa menggunakan
alas kaki. Status gizi ditentukan berdasarkan indeks IMT.

21
gambar 3. IMT
3) Persiapan pasien untuk pemeriksaan diagnostic dan laboratorium
1. Pemeriksaan biokimia
Dalam pengkajian nutrisi umumnya digunakan nilai-nilai biokimia seperti
kadar total limposit, serum albaman, zat besi, serum transferin, kreatinin
hemoglobin dan hematokat. Nilai-nilai ini, bersama dengan hasil
pemeriksa auropometrik akan membantu memberi gambaran tentang status
nutrisi dan respon imunologi seseorang (Arisman, 2004) Pemeriksaan
laboratorium akun menunjukkan resiko status nutrisi kurang bila hasilnya
menunjukkan penurunan hemoglobin dan hematokrit. penurunan nilai
limposit, serum albumin kurang dari 3.5 gram/dl dan peningkatan atau
penurunan kadar kolesterol (Nurachmah, 2001).
a) Hemoglobim dan Hematokrit
Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas)
(dayu gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk
oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini
maka oligen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan (Evelyn,
2009). Pengukuran Hemoglobin (Hb) dan Hematokra (H) adalah
pengukuran yang mengindikasikan defisiensi berbagai bahan munisi.
Pada malnutrisi berat, kadar henglobin dapat mencerminkan status
protein.
Pengukuran hemoglobin menggunakan satuan gram/desiliter din
hematokrit menggunakan satuan persen Adapun kadar normal
hemoglobin berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin.
Kadar hemoglobin normal sebagai berikut :

22
gambar 4. Kadar HB Normal
b) Transferrin
Nilai serum transferin adalah parameter lain yang digunakan dalarn
mengkaji stattes protein viseral. Serum transferin dihitung
menggunakan kapasitas total ikatan zat besi atau total iron binding
capacity (TIBC dengan menggunakan rumus dibawah ini (Nurachmah,
20011 Satuan yang digunakan dalam rumus diatas adalah
miligram/desiliter.
Nilai normal transferin serum adalah 170-250 mg/dl
c) Serum albumin
Nilat serum albumin adalah indikator penting status nutrisi dan santesa
protein. Kadar albumin rendah sering terjadi pada keadaan infeksi,
injuri, atau penyakit yang mempengaruhi kerja hepar, gagal, dan
saluran pencernaan
d) Keseimbangan nitrogen
Pemeriksaan keseimbangan nitrogen digunakan untuk menentukan
kadar pemecahan protein di dalam tubuh. Dalam keadaan normal tubuh
memperoleh nitrogen melalui makanan dan mengeluarkanya melalui
urine dalam jumlah yang relatif sama setiap hari.
Transferrin Serum (8 X TIBC)-43
Ketika katabolisme protein melebihi pemasukan protein melalui
makanan yang dikonsumsi setiap hari maka keseimbangan nitrogen
menjadi negatif. Bila nilai keseimbangan nitrogen yang negatif
berlangsung secara terus menerus maka pasien beresiko mengalami
malnutrisi protein (Nurachu, 2001).
2. Mini Nutrional Assesment

23
Mini Nutellimal Aressent (MNA) merupakan bentuk screenire gizi yang
dilakukan untuk mengetahui apakah seorang mempunyai resiko mengalami
malnutrisi akibat penyakit yang diderita dan atau perawatan di rumah sakit,
MNA ini merupakan metoda yang banyak dipakat karena sangat sederhana
dan madali dalam pelaksanaannya. Penelitian yang dilakukan pada 200 passen
properasi gastrointestinal menunjukkan bahwa MNA dap dilakukan oleh para
klinis terlatih, mempunyai neprodosibilitas tinggi dapat menapis pasien yang
mempunyai resiko menderita malnutris
Kesimpulan pemeriksaan MNA adalah menggolongkan pasien dalam keadaan
status gizi bak, beresiko malnutrisi atau malnutrisi berat. MNA mempunyai
bagian besar yau screening dan assesment, diama penjumlahan semua skor
akan menentukan seorang pada status gizi baik. beresiko malnutrisi atau
beresiko anderweight (Darmojo, 2010),

10. Diangnosa Keperawatan


1. Defisit Nutrisi b.d nafsu makan menurun, gangguan pada saluran cerna,
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient (D. 0019)
2. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif,, kekurangan intake cairan (D.
0003)
3. Gangguan Integritas Kulit b.d tubuh kekurangan zat gizi (kalori dan protein
berakibat kulit mudah mangalami kerusakan (D.0129)

11. Rencana Keperawatan

N DIAGNOSA TUJUAN & KRITERI INTERVENSI


o HASIL

1 Defisit Tujuan : Manajemen Nutrisi


Nutrisi Setelah dilakukan Tindakan :
tindakan keperawatan Observasi :
selama …x24 jam 1. Identifikasi
diharapkan status nutrisi status nutrisi
membaik. 2. Identifikasi
Kriteria Hasil : makanan yang
1. Berat badan disukai
membaik 3. Monitor berat
2. Indeks massa badan
tubuh (IMT)

24
3. Nafsu makan Terapeutik :
membaik 1. Sajikan
(L.06053) makanan
secara
menarik dan
suhu yang
sesuai
2. Berikan
makanan
tinggi kalori
dan tinggi
protein
3. Berikan
suplemen
makanan, jika
perlu
Edukasi :
1. Ajarkan diet
yang
diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
medikasi
sebelum
makan, jika
perlu
2. Kolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan,
jika perlu (I.
03119)
2 Hipovolemi Tujuan : Manajemen
a Setelah dilakukan hypovolemia
tindakan keperawatan Tindakan :
selama …x24 jam Observasi :
diharapkan status cairan 1. periksa tanda
membaik. dan gejala
Kriteria Hasil : hypovolemia
1. Kekuatan nadi 2. monitor intake
meningkat dan output
2. Turgor kulit cairan
meningkat Terapeutik :

25
3. Output urine 1. hitung
meningkat kebutuhan
4. Edema anasarca cairan
menurun 2. berikan posisi
5. Edema perifer modified
menurun Trendelenburg
6. Membrane 3. berikan
mukosa membaik asupan cairan
7. Kadar Hb oral
membaik Edukasi :
8. kadar Ht 1. anjurkan
membaik memperbanya
9. intake cairan k asupan
membaik cairan oral
2. anjurkan
menghindari
posisi
mendadak
kolaborasi :
1. kolaborasi
pemberian
cairan IV
isotonis
2. kolaborasi
pemberian
cairam koloid
3 Gangguan Tujuan : Dukungan
Integritas Setelah dilakukan Perawatan Diri :
Kulit tindakan keperawatan Makan/Minum
selama …x24 jam Tindakan :
diharapkan integritas Observasi :
kulit meningkat. 1. Identifikasi
Kriteria Hasil : diet yang
1. Suhu kulit dianjurkan
membaik 2. Monitor status
2. Tekstur membaik hidrasi pasien,
(L. 14125) jika perlu
Terapeutik :
1. Ciptakan
lingkungan
yang
menyenangka
n selama
makan
2. Sediakan
sedotan untuk
minum, sesuai
kebutuhan

26
3. Sediakan
makanan dan
minuman yang
disukai
Edukasi :
1. Jelaskan posisi
makanan pada
pasien yang
mengalami
gangguan
penglihatan
dengan
menggunakan
arah jarum
jam
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
obat (mis.
Analgesic,
antiemetic),
sesuai indikasi
(I. 11351)

12. Implementasi Keperawatan


Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah ditetepkan. Pelaksanaan
adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan
dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon
klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah &
Walid, 2012).
Menurut Nursalam (2011) ada 3 jenis tindakan keperawatan :
1) Independen (Mandiri)
Tindakan keperawatan Independen adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh
perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya
2) Interdependen (kolaborasi)
Adalah suatu tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan
suatu kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi,
fisioterapi dan dokter.
3) Dependen (ketergantungan atau rujukan)

27
Adalah tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis.
Tindakan ini menandakan suatu cara dimana tindakan medis dilaksanakan.

13. Evaluasi Keperawatan


Pada evaluasi adalah penting dimana kesimpulan yang ditarik dari evaluasi
menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan atau diubah.
Evaluasi dari Tindakan keperawatan pada anak dengan masalah kekurangan energi
protein meliputi :
1) Status nutrisi membaik
2) Adanya pertambahan berat badan
3) Keseimbangan cairan membaik
4) Makan makanan yang mengandung nutrisi
5) Integritasi kulit meningka

28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
KEP (Kurang Energi Protein) merupakan salah satu penyakit
gangguangizi yang penting di Indonesia maupun di negara yang sedang
berkembanglainnya. Prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak balita, ibu
yang sedang mengandung dan menyusui. Penderita KEP memiliki berbagai
macamkeadaan patologis yang disebabkan oleh kekurangan energi maupun
proteindalam proporsi yang bermacam-macam. Akibat kekurangan tersebut
timbul keadaan KEP pada derajat yang ringan sampai yang berat (Adriani
danWijatmadi, 2012).
Kurang kalori protein akan terjadi saat kebutuhan kalori, protein dalam tubuh
tidak tercukupi oleh diet. Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi kalori
maupun protein dengan berbagai gejala. Sedangakan penyebab tidak langsung
KEP sangat banyak sehingga penyakit ini sering disebut dengan kausa
multifaktorial. Salah satu penyebab adalah keterkaitan dengan waktu pemberian
ASI dan makanan tambahan setelah disapih (Atik dkk, 2016) . Klasifikasi KEP
menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun 1999 dapat
diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu KEP Iringan), KEP II (sedang) dan
KEP III (berat). Baku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS, dengan
indeks berat badan menurut umur.

29
B. Saran

Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila
ada saran dan kritik yang ingin disampaikan dipersilahkan, Apabila terdapat kesalahan
mohon dapat dimaafkan dan memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak
luput dari salah khilaf, alfa dan lupa.

DAFTAR PUSTAKA

Fatimah, Sari, dkk. 2008 Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Status Gizi pada Balita
di Kecamatan Curi Kabupaten Tasikmalaya.
Fakultas ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran Bandung. http://repository.unpad
acid/hitteam/handle/123456789 685/faktor faktor yg berkontribusi.pdfsequence-3
(Thakses pada tanggal 21 September 2011)
Lingga Nduma K. 2010. Faktor yang berhubungan dengan Stater Gizi Anak Balita di Desa
Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Skripsi Fakul
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan hop/repository
acid/handle/123456789/20850 (Diakses pada tanggal 18 Oktober 2010)
Meram, Gunti Aya Kuanji. 2010. Hubungan Perilaku Ibu dalam Pemberian Gizi Seimbang
dengan Status Gizi pada Balita di Posyandu Kelurahan Depo, Kecamatan Pancoran
Mas Kota Depok. Skripsi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Pembangunan
Nasional Veteran Jakarta.
http://library.upnya.ad/index.php?p-show_detailid-5567 (Diakses pada tanggal 18
Oktober 2011)
Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2010.
http://belajarwordpressplk.files.wordpress.com/2011/09/laporan_ridexdas_2010.pdf (diakses
pada tanggal 09 Oktober 2011)

30

Anda mungkin juga menyukai