Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEBIDANAN REMAJA DENGAN ANEMIA RINGAN

Kelompok 8 :

Anisa Fitri Ramadhani (P27824421008 )


Helma Adelia (P27824421025 )
Pramelia Cahayani D (P27824421035 )

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan tugas Dokumentasi Kebidanan dengan
judul “Asuhan Kebidanan Pada Remaja dengan Anemia Ringan”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Dokumentasi


Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya Program Studi Sarja
Terapan KebidananTahun 2022 pada tanggal 01 Agustus 2022.

Proses penulisan ini tidak akan mampu terselesaikan tanpa karunia Allah
SWT, dan orang-orang terdekat kami. Oleh karena itu kami ingin mengucapkan
rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Astuti Setyani SST.,M.Keb, selaku Ketua Jurusan Kebidanan Kampus
Surabaya Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya sekaligus Dosen
Mata Kuliah Etika Profesi dan Perundang-undangan
2. Dwi Purwanti., S.Kp., SST., M.Kes, selaku Ketua Program Studi Sarjana
Terapan Kebidanan Kampus Surabaya Politeknik Kesehatan Kemenkes
Surabaya sekaligus Dosen Mata Kuliah Etika Prfesi dan Perundang-
Undangan
3. Ervi Husni S.Kep.Ns.,M.Kes, selaku dosen Mata Kuliah Dokumentasi
Kebidanan
4. Seluruh pihak yang turut membantu dalam pembuatan makalah.

Surabaya, 05 Agustus 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1 Konsep Dasar Remaja..................................................................................4
2.1.1 Pengertian Remaja................................................................................4
2.1.2 Pertumbuhan dan Perkembangan.......................................................4
2.1.3 Ciri-ciri Kejiwaan dan Psikosial Remaja............................................6
2.1.4 Masa Transisi Remaja...........................................................................8
2.1.5 Tugas-tugas Perkembangan Remaja...................................................9
2.1.6 Tujuan Perkembangan........................................................................10
2.1.7 Konsep Kedewasaan............................................................................11
2.1.8 Masalah Umum Remaja......................................................................12
2.2 Konsep Dasar Anemia................................................................................16
2.2.1 Definisi..................................................................................................16
2.2.2 Penyebab...............................................................................................17
2.2.3 Gejala....................................................................................................18
2.2.4 Klasifikasi.............................................................................................18
2.2.5 Diagnosis...............................................................................................20
2.2.6 Pengobatan...........................................................................................21
2.2.7 Pencegahan...........................................................................................23
2.3 Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan......................................24
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................31
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................38
BAB V PENUTUP................................................................................................40
5.1 Kesimpulan.................................................................................................40

iii
5.2 Saran............................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................42

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb)
dalam darah kurang dari normal. Faktor-faktor penyebab anemia gizi besi
adalah status gizi yang dipengaruhi oleh pola makanan, sosial ekonomi
keluarga, lingkungan dan status kesehatan. Meskipun anemia disebabkan
oleh berbagai faktor, namun lebih dari 50 % kasus anemia yang terbanyak
diseluruh dunia secara langsung disebabkan oleh kurangnya masukan zat
besi. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan
pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Kekurangan kadar Hb
dalam darah dapat menimbulkan gejala lesu, lemah, letih, lelah dan cepat
lupa. Akibatnya dapat menurunkan prestasi belajar, olah raga dan
produktifitas kerja. Selain itu anemia gizi besi akan menurunkan daya
tahan tubuh dan mengakibatkan mudah terkena infeksi (Masrizal, 2007).
Anemia dapat menyebabkan darah tidak cukup mengikat dan
mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Kekurangan oksigen
akan berakibat pada sulitnya berkonsentrasi sehingga prestasi belajar
menurun, daya tahan fisik rendah yang mengakibatkan mudah sakit karena
daya tahan tubuh rendah dan mengakibatkan jarang masuk sekolah atau
bekerja. Akibat dari anemia ini jika tidak diberi intervensi dalam waktu
lama akan menyebabkan beberapa penyakit seperti gagal jantung
kongestif, penyakit infeksi kuman, thalasemia, gangguan sistem imun, dan
meningitis (DILLA Nursari, 2010).
Menurut Permaesih (2005) anemia pada remaja merupakan
masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya di atas 20%.
Beberapa penelitian menemukan prevalensi anemia tinggi pada remaja
antara lain hasil penelitian Saidin, Permaesih dan Leginem yaitu masing-
masing mendapatkan 41 %, 25% dan 88%. Menurut Rosmalina ( 2014),
Angka prevalensi anemia di Indonesia, yaitu pada remaja wanita sebesar
26,50%, pada wanita usia subur sebesar 26,9%, pada ibu hamil sebesar
40,1% dan pada balita sebesar 47,0%. Sedangkan Dari laporan Depkes

1
prevalensi anemia pada remaja putri di Indonesia 30% dan pada remaja
pria 21% (Yunarsih, 2014).
Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, dilaporkan bahwa jumlah
penduduk usia 5-14 tahun mengalami anemia sebesar 26,4%, usia 15-24
tahun mengalami anemia sebesar 18,4%. Sedangkan pada jumlah
penduduk keseluruhan jumlah penduduk perempuan mengalami anemia
lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk laki-laki yaitu sebesar 23.9%.
total keseluruhan penduduk Indonesia yang mengalami anemia yaitu
sebesar 21,7% (Balitbang Kemenkes RI, 2013). Anemia pada remaja
adalah suatu keadaan kadar hemoglobin dalam darah lebih rendah dari
nilai normal. Nilai ambang batas untuk anemia menurut WHO 2001 adalah
untuk umur 5-11 tahun < 11,5 g/L, untuk umur 11-14 tahun ≤ 2,0 3 < g/L,
remaja diatas 15 tahun untuk anak perempuan < 12,0 g/L dan anak laki-
laki < 3,0 g/L.
Remaja laki-laki maupun perempuan dalam masa pertumbuhan
membutuhkan energi, protein dan zat-zat gizi lainnya yang lebih banyak
dibanding dengan kelompok umur lain. Pematangan seksual pada remaja
menyebabkan kebutuhan zat besi meningkat. Kebutuhan zat besi remaja
perempuan lebih tinggi dibanding remaja laki-laki, karena dibutuhkan
untuk mengganti zat besi yang hilang pada saat menstruasi (Permaesih,
2005).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan yang diberikan kepada remaja jika mengalami
anemia ringan?

1.3 Tujuan Penulisan


Untuk mengetahui asuhan yang diberikan kepada remaja yang
mengalami anemia dengan menggunakan pendokumentasian SOAPIER

1.4 Manfaat Penulisan


1. Bagi Instusi Pendidikan

2
Hasil penulisan makalah ini dapat dijadikan acuan untuk pengembangan
keilmuan dimasa yang akan datang terutama pada pelayanan kebidanan .

2. Bagi Penulis
Penulisan makalah yang dilakukan diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan pemahaman mengenai anemia pada remaja.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Remaja


2.1.1 Pengertian Remaja
Remaja merupakan masa dimana peralihan dari masa anak-anak ke
masa dewasa, yang telah meliputi semua perkembangan yang dialami
sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Perubahan perkembangan
tersebut meliputi aspek fisik, psikis dan psikososial. Masa remaja
merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Remaja ialah
masa perubahan atau peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang
meliputi perubahan biologis, perubahan psikologis, dan perubahan sosial
(Sofia & Adiyanti, 2013) Menurut King (2012) remaja merupakan
perkembangan yang merupakan masa transisisi dari anak-anak menuju
dewasa. Masa ini dimulai sekitar pada usia 12 tahun dan berakhir pada
usia 18 sampai 21 tahun.
Menurut Monks (2008) remaja merupakan masa transisi dari anak-
anak hingga dewasa, Fase remaja tersebut mencerminkan cara berfikir
remaja masih dalam koridor berpikir konkret, kondisi ini disebabkan pada
masa ini terjadi suatu proses pendewasaan pada diri remaja. Masa tersebut
berlangsung dari usia 12 sampai 21 tahun, dengan pembagian sebagai
berikut:
a. Masa remaja awal (Early adolescent) umur 12-15 tahun.
b. Masa remaja pertengahan (middle adolescent)umur 15-18 tahun
c. Remaja terakhir umur (late adolescent 18-21 tahun.

2.1.2 Pertumbuhan dan Perkembangan


1. Pertumbuhan fisik
Pertumbuhan meningkat cepat dan mencapai puncak kecepatan.
Pada fase remaja awal (11-14 tahun) karakteristik seks sekunder mulai

4
tampak, seperti penonjolan payudara pada remaja perempuan, pembesaran
testis pada remaja laki-laki, pertumbuhan rambut ketiak, atau rambut
pubis. Karakteristik seks sekunder ini tercapai dengan baik pada tahap
remaja pertengahan (usia 14-17 tahun) dan pada tahap remaja akhir (17-20
tahun) struktur dan pertumbuhan reproduktif hampir komplit dan remaja
telah matang secara fisik.
2. Kemampuan berpikir
Pada tahap awal remaja mencari-cari nilai dan energi baru serta
membandingkan normalitas dengan teman sebaya yang jenis kelaminnya
sama. Sedangkan pada remaja tahap akhir, mereka telah mampu
memandang masalah secara komprehensif dengan identitas intelektual
sudah terbentuk.
3. Identitas
Pada tahap awal,ketertarikan terhadap teman sebaya ditunjukkan
dengan penerimaan atau penolakan. Remaja mencoba berbagai peran,
mengubah citra diri, kecintaan pada diri sendri meningkat, mempunyai
banyak fantasi kehidupan, idealistis. Stabilitas harga diri dan definisi
terhadap citra tubuh serta peran jender hampir menetap pada remaja di
tahap akhir.
4. Hubungan dengan orang tua
Keinginan yang kuat untuk tetap bergantung pada orangtua adalah
ciri yang dimiliki oleh remaja pada tahap awal. Dalam tahap ini, tidak
terjadi konflik utama terhadap kontrol orang tua. Remaja pada tahap
pertengahan mengalami konflik utama terhadap kemandirian dan kontrol.
Pada tahap ini terjadi dorongan besar untuk emansipasi dan pelepasan diri.
Perpisahan emosional dan dan fisik dari orangtua dapat dilalui dengan
sedikit konflik ketika remaja akhir.
5. Hubungan dengan sebaya
Remaja pada tahap awal dan pertengahan mencari afiliasi dengan
teman sebaya untuk menghadapi ketidakstabilan yang diakibatkan oleh
perubahan yang cepat; pertemanan lebih dekat dengan jenis kelamin yang
sama, namun mereka mulai mengeksplorasi kemampuan untuk menarik

5
lawan jenis. Mereka berjuang untuk mengambil tempat di dalam
kelompok; standar perilaku dibentuk oleh kelompok sebaya sehingga
penerimaan oleh sebaya adalah hal yang sangat penting. Sedangkan pada
tahap akhir, kelompok sebaya mulai berkurang dalam hal kepentingan
yang berbentuk pertemanan individu. Mereka mulai menguji hubungan
antara pria dan wanita terhadap kemungkinan hubungan yang permanen.
2.1.3 Ciri-ciri Kejiwaan dan Psikosial Remaja
Menurut Kusmiran 2012 ciri-ciri kejiwaan dan psikososial remaja
terbagi kedalam dua kelompok usia yaitu:
a. Usia Remaja Muda 12-15 Tahun
1. Sikap protes pada orangtua
Pada usia ini remaja cenderung tidak menyetujui nilai-nilai hidup
orangtuanya, sehingga sering menunjukkan sikap protes pada orangtuanya.
Mereka berusaha mencari identitas diri dan sering kali disertai dengan
menjauhkan diri dari orangtuanya. Dalam upaya pencarian identitas diri,
remaja cenderung melihat kepada Universitas Sumatera Utara 31 tokoh-
tokoh diluar lingkungan keluarganya, yaitu guru, figur ideal yang terdapat
di film, atau tokoh idola.
2. Preokupasi dengan badan sendiri
Tubuh seorang remaja pada usia ini mengalami perubahan yang cepat
sekali. Perubahan-perubahan ini menjadi perhatian khusus bagi diri
remaja.
3. Kesetiakawanan dengan kelompok seusia
Pada remaja pada kelompok usia ini merasakan keterikatan dan
kebersamaan dengan kelompok seusia dalam upaya mencari kelompok
senasib. Hal ini tercermin dalam cara berperilaku sosial.
4. Kemampuan untuk berpikir secara abstrak
Daya kemampuan berpikir seorang remaja mulai berkembang dan
dimanisfestasikan dalam bentuk diskusi untuk mempertajam kepercayaan
diri.
5. Perilaku yang labil dan berubah-ubah

6
Remaja sering kali memperlihatkan perilaku yang berubah-ubah. Pada
suatu waktu tampak bertanggungjawab, tetapi dalam waktu lain tampak
masa bodoh dan tidak bertanggungjawab. Remaja merasa cemas akan
perubahan dalam dirinya. Perilaku demikian menunjukkan bahwa dalam
diri remaja terdapat konflik yang memerlukan pengertian dan penanganan
yang bijaksana.
b. Usia Remaja Penuh 16-19 tahun
1. Kebebasan dari orangtua.
Remaja mulai merasakan kebebasan, tetapi juga merasa kurang
menyenangkan. Pada diri remaja timbul kebutuhan untuk terikat dengan
orang lain melalui ikatan cinta yang stabil.
2. Ikatan terhadap pekerjaan atau tugas
Seringkali remaja menunjukkan minat pada suatu tugas tertentu yang
ditekuni secara mendalam. Terjadi pengembangan akan cita- cita masa
depan yaitu mulai memikirkan melanjutkan sekolah atau langsung bekerja
untuk mencari nafkah.
3. Pengembangan nilai moral dan etis yang mantap
Remaja mulai menyusun nilai-nilai moral dan etis sesuai dengan cita-cita.
4. Pengembangan hubungan pribadi yang labil
Adanya tokoh panutan atau hubungan cinta yang stabil menyebabkan
terbentuknya kestabilan diri remaja.
Arifin dalam Kusmiran, 2012. Pada ciri-ciri kejiwaan dan psikososial
diatas disebutkan bahwa remaja akan melalui fase mencari identitas diri
yang mana sering dibarengi dengan sikap menjauhi orangtua. Menurut
Gunarsa 2003 ada dua faktor-faktor penting dalam pembentukan identitas
remaja yaitu:
a. Identifikasi, hampir dapat disamakan dengan peniruan, akan tetapi
sifatnya lebih mendalam dan menetap. Dengan identifikasi Universitas
Sumatera Utara 33 dimaksudkan bahwa tingkah laku, pandangan,
pendapat, nilai-nilai norma, minat dan aspek-aspek lain dari
kepribadian seseorang akan diambilnya dan dijadikan bagian daripada
kepribadiannya sendiri.

7
b. Eksperimentasi mencoba-coba, berpetualangan, para remaja harus
memperoleh kesempatan untuk eksperimentasi atau mencoba
beberapa peranan sosial sebelum ia menentukan peranan sosial yang
akan diambilnya untuk masa dewasa. Hal ini erat kaitannya dengan
kemungkinan remaja dapat terjerumus ke hal-hal negatif. Dengan
sikap rasa ingin tahu yang besar, remaja akan mencoba-coba untuk
melakukan hal-hal yang dianggapnya menarik.
2.1.4 Masa Transisi Remaja
Pada usia remaja, terdapat masa transisi yang akan dialami. Masa
transisi tersebut menurut gunarsa (1978) dalam disertai PKBI (2000)
adalah sebagai berikut.
a. Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh
Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak-anak, tetapi belum
sepenuhnya menampilkan bentuk tubuh orang dewasa. Hal ini
menyebabkan kebingungan peran, didukung pula dengan sikap
masyarakat yang kurang konsisten.
b. Transisi dalam kehidupan emosi
Perubahan hormonal dalam tubuh remaja berhubungan erat dengan
peningkatan kehidupan emosi. Remaja sering memperlihatkan
ketidakstabilan emosi. Remaja tampak sering gelisah, cepat
tersinggung, melamun, dan sedih, tetapi dilain sisi akan gembira,
tertawa, ataupun marah marah.
c. Transisi dalam kehidupan sosial
Lingkungan sosial anak semakin bergeser ke luar dari keluarga,
dimana
lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting.
Pergeseran ikatan pada teman sebaya merupakan uapaya remaja untuk
mandiri
(melepaskan ikatan dengan keluarga).
d. Transisi dalam nilai-nilai moral
Remaja mulai meninggalkan nilai-nilai yang dianutnya dan menuju
nilainilai yang dianut orang dewasa. Saat ini remaja mulai meragukan

8
nilai-nilai yang diterima pada waktu anak-anak dan mulai mencari
nilai sendiri.
e. Transisi dalam pemahaman
Remaja mengalami perkembangan kognitif yang pesat sehingga mulai
mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.

2.1.5 Tugas-tugas Perkembangan Remaja


Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya sikap
dan meninggalkan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk
kemampuan bersikap dan perilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas
perkembangan masa remaja, menurut Hurlock (Asrori, 2004:10) adalah
berusaha:
a. Mampu menerima keadaan fisiknya
b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa
c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang
berlainan jenis
d. Mencapai kemandirian emosional
e. Mencapai kemandirian ekonomi
f. Mengembangkan konsep dan ketrampilan intelektual yang sangat
diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota anggota masyarakat
g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan
orang tua
h. Mengembakan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk
memasuki dunia dewasa
i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan
j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab
kehidupankeluarga.
Senada dengan pendapat Hurlock, William Kay (Pratiwi,2015)
mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja itu sebagai berikut:
a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya
b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang
mempunyai otoritas

9
c. Mengembangkan keterampilan berkomunikasi intrapersonal dan belajar
bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual
maupan kelompok
d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya
e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap
kemampuannya sendiri
f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas skala
nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup
g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap perilaku)
kekanak-kanakan.
Lebih lanjut Havighurst (Hurlock, 1991) mengemukakan bahwa
tugas perkembangan remaja adalah sebagai berikut:
a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya
baik pria maupun wanita.
b. Mencapai peran sosial pria, dan wanita.
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuh secara efektif.
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
e. Mencapai kemandirian yang emosional dari orang tua dan orang-orang
dewasa lainnya.
f. Mempersiapkan karir ekonomi.
g. Mempersiapakan perkawinan dan keluarga.
h. Memperoleh perangkat dan sistem etis sebagai pegangan untuk perilaku
mengembangkan ideologi.
2.1.6 Tujuan Perkembangan
a. Perkembangan pribadi
1. Keterampilan kognitif dan nonkognitif yang dibutuhkan agar dapat
mandiri secara ekonomi maupun mandiri dalam bidang pekerjaan
tertentu.
2. Kecakapan dalam mengelola dan mengatasi masalah-masalah
pribadi secara efektif.
3. Kecakapan-kecakapan sebagai orang pengguna kekayaan kultural
dan perbadaan bangsa.

10
4. Kecakapan untuk dapat terikat dalam suatu keterlibatan yang
intensif pada suatu kegiatan.
b. Perkembangan sosial
1. Pengalaman bersama pribadi-pribadi yang berbeda dengan dirinya,
baik dalam kelas, sosial, subkultur, maupun usia.
2. Pengalaman dimana tindakannya dapat berpengaruh pada orang
lain.
3. Kegiatan saling tergantung yang diarahkan pada tujuan-tujuan
bersama (interaksi kelompok).
2.1.7 Konsep Kedewasaan
Kedewasaan memiliki dua pengertian. Pertama, dewasa secara
usia, dan kedua, dewasa secara mental. Dewasa secara usia itu sifatnya
pasti, tetapi dewasa secara mental itu pilihan dan proses. Maksudnya,
belum tentu orang yang dewasa secara usia itu akan secara otomatis
membuatnya menjadi orang yang dewasa secara mental.
Secara usia, seseorang digolongkan dewasa setelah melewati masa
remaja, kira-kira akhir usia belasan atau dimulai dari 20 tahun. Kalau
memakai ukuran akademik, usia dewasa itu dimulai paska SMA. Ada
dewasa junior, yang dimulai dari 20-35 tahun-an, dan ada dewasa senior,
35-50 tahun-an. Setelah itu, usia seseorang masuk dalam kategori manula.
Lantas, bagaimana dengan dewasa secara mental? Usia memang ikut andil
dalam menentukan kedewasaan, tetapi bukan satu-satunya faktor. Justru
yang paling pp⁰menentukan di sini adalah bagaimana proses pembelajaran
itu berlangsung di dalam diri seseorang. Pembelajaran di sini maksudnya
bagaimana seseorang mengubah dirinya ke arah yang selalu lebih baik,
berdasarkan pengetahuan, pengalaman, atau keahliannya.
Dalam literatur psikologi (Gordon Allport: 1961), orang disebut
dewasa ketika sudah memiliki ciri-ciri, antara lain:
1. Punya sense of self yang semakin kuat, misalnya bisa mengambil
keputusan untuk dirinya tanpa mengandalkan orang lain layaknya
anak-anak.
2. Dapat menjalin hubungan dengan orang lain secara sehat / hangat,
baik secara khusus atau umum.

11
3. Punya kematangan emosi sehingga mood-nya tidak 100% bergantung
pada aksi atau reaksi orang lain / keadaan.
4. Bisa menerima dirinya secara sehat dan seimbang, misalnya sudah
mulai tahu kelebihan dan kekurangan sehingga tidak melakukan
sesuatu hanya berdasarkan keinginan semata.
5. Bisa membuat pendapat, persepsi, dan bertindak sesuai dengan
kenyataan di luar dirinya.
6. Bisa menjalani hidup sesuai dengan hukum kehidupan yang berlaku
sehingga harmonis hidupnya.
Pendeknya, kedewasaan mental itu ditandai dengan kemampuan
seseorang dalam mengelola konflik / perbedaan, antara harapan dan
kenyataan, antara diri dan orang lain, antara diri dan kehidupan. Anak
kecil akan menanggapi perbedaan itu dengan menangis, sedangkan remaja
akan menanggapinya dengan marah / ngambek. Orang dewasa akan
memilih respon yang paling banyak mengandung kebaikan untuk dirinya
dan orang lain. Pasti kualitas pribadi semacam itu tidak bisa kita raih
hanya mengandalkan usia. Bahkan tidak semua orangtua itu dewasa
mentalnya. Karena itu, mari kita jadikan pengalaman hidup sehari-hari
untuk mendewasakan diri agar hidup kita semakin harmonis dengan "What
is happening" dalam kehidupan nyata.
2.1.8 Masalah Umum Remaja
Setiap tahap usia remaja mempunyai tugas perkembangan yang
harus dilalui. Apabila seseorang gagal melaksanakan tugas perkembangan
pada usia sebenarnya, perkembangan pada tahap berikutnya akan
mengalami gangguan, lalu mencetuskan masalah pada diri remaja. Pada
usia ini, remaja mencoba mencari penyesuaian diri dengan kelompok
sebayanya. Dia mula memerhati pendapat orang lain, selain menginginkan
kebebasan dan keyakinan diri. Secara psikologi, kenakalan remaja wujud
daripada konflik yang tidak diselesaikan dengan baik pada masa kanak-
kanak, sehingga fase remaja gagal dalam menjalani proses perkembangan
jiwanya. Bisa juga terjadi masa kanak-kanak dan remaja berlangsung
begitu singkat berbanding perkembangan fisikal, psikologi dan emosi yang
begitu cepat. Pengalaman pada masa anak-anak atau pada masa lampaunya

12
yang menimbulkan traumatik seperti dikasari atau yang lainnya dapat
menimbulkan gangguan pada fase pertumbuhannya. Begitu juga, mereka
ada tekanan dengan lingkungan atau status sosial ekonomi lemah yang
dapat menimbulkan perasaan minder. Hal itu dikarenakan remaja belum
stabil dalam mengelola emosinya. Dalam masa peralihan remaja
dihadapkan pada masalah-masalah penguasaan diri atau kontrol diri.
Pertentangan dan pemberontakan adalah bagian alamiah dari
kebutuhan para remaja untuk menjadi dewasa yang mandiri dan peka
secara emosional. Remaja suka memberontak dan idealis kadang-kadang
ketegangan-ketegangan sering terjadi dengan menantang orangtua, guru
dan orang-orang yang ada di sekitar mereka. dengan gagasan-gagasannya
yang kadang berbahaya dan kaku.
Persoalan-persoalan lain remaja yang membuat kita prihatin yang
terjadi dalam rutinitas sehari-hari adalah tidur larut malam, tidak betah
tingal di rumah, mencuri, berbohong, merokok, bersumpah dengan bahasa
yang tidak jelas,mengucapkan kata-kata yang cenderung vulgar, tidak
patuh dan suka membantah, selalu menolak apabila diperintahkan, suka
berdebat, membolos dari sekolah, mendengarkan musik dengan keras,
tidak membersihkan tubuhnya dengan benar atau sebaliknya berlama-lama
di kamar mandi (mandi secara berlebihan), bermalas-malasan dengan tidak
melakukan sesuatu (menganggur), memakai pakaian yang tidak rapi atau
membuat model atau potongan rambut yang sembarangan, melakukan
sesuatu dengan tanpa pertimbangan yang matang serta dengan resiko yang
konyol, bergaul dengan orang-orang yang tidak kita sukai karena tidak
jelas orientasi hidupnya, melalaikan pelajaran agamanya atau tidak
memperhatikan ibadahnya seperti tidak sholat atau sholat tidak tepat
waktu, dan lain-lain.
Sedangkan problem pokok yang dihadapi oleh kota besar, dan
kota-kota lainnya tanpa menutup kemungkinan terjadi di pedesaan, adalah
kriminalitas di kalangan remaja. Dalam berbagai acara liputan kriminal di
televisi misalnya, hampir setiap hari selalu ada berita mengenai tindak
kriminalitas di kalangan remaja. Hal ini cukup meresahkan, dan fenomena

13
ini terus berkembang di masyarakat. Sebagai contoh peristiwa kenakalan
remaja adalah sebagai berikut:
1. Pencabulan yang dilakukan oleh seorang yang masih berusia 18 tahun
terhadap korbannya yang masih berusia dibawah umur di Probolinngo
Jawa Timur.
2. Tawuran antar pelajar Sekolah Menengah Pertama yang terjadi di
Jakarta menelan korban jiwa karena para pelajar membawa senjata
tajam.
3. Tiga pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kediri membobol
gedung sekolah, saat di tangkap oleh polisi, ketiga pelajar tersebut
kedapatan telah mengambil beberapa handphone yang berada di
gedung sekolah tersebut. Orangtua dari remaja nakal atau bermasalah
cenderung memiliki aspirasi yang minim mengenai anak-anaknya,
menghindari keterlibatan keluarga dan kurangnya bimbingan orangtua
terhadap remaja. Sebaliknya, suasana keluarga yang menimbulkan
rasa aman dan menyenangkan akan menumbuhkankepribadian yang
wajar dan begitu pula sebaliknya.
Banyak penelitian yang dilakukan para ahli menemukan bahwa
remaja yang berasal dari keluarga yang penuh perhatian, hangat, dan
harmonis mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri dan
sosialisasi yang baik dengan lingkungan disekitarnya. Setidaknya ada
empat masalah yang mempengaruhi sebagian besar remaja adalah:
1. Masalah penyalahgunaan obat.
2. Masalah kenakalan remaja.
3. Masalah seksual.
4. Masalah-masalah yang berkaitan dengan sekolah.
Remaja yang paling beresiko adalah remaja yang memiliki masalah
lebih dai satu masalah tersebut. Lambat laun para peneliti menemukan
bahwa perilaku perilaku bermasalah yang dialami dimasa remaja saling
berkaitan. Sebagai contoh, penyalahgunaan obat terlarang yang parah
berkaitan dengan aktivitas sexual dini, rendahnya nilai sekolah, putus
sekolah, dan kenakalan. Aktivitas sexual dini berkaitan dengan

14
penggunaan rokok dan alkohol, penggunaan meriyuana dan obat-obatan
narkotika lainnya. Meskipun tidak seluruhnya, sebagian anak-anak muda
berisiko tinggi “melakukan semua hal tersebut.” Penelitian ini dilakukan di
negara negara maju seperti Amirika. Gejala perilaku yang menyimpang itu
juga dialami oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia. Penguatan
pendidikan karakter dalam konteks sekarang sangat relevan untuk
mengatasi krisis moral yang sedang terjadi di negara kita. Diakui atau
tidak saat ini terjadi krisis nyata dan mengkhawatirkan dalam masyarakat
dengan melibatkan milik kita yang paling berharga, yaitu anak-anak.
Krisis ini antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, Menurut
Kepala BKKBN, Sugiri Syarif, data badan Koordinasi Berencana Nasional
(BKKBN) pada tahun 2010, menunjukkan 51 persen remaja di
Jabodetabek telah melakukan seks pranikah. Artinya dari 100 remaja, 51
sudah tidak perawan. Beberapa wilayah lain Indonesia, seks pranikah juga
dilakukan beberapa remaja. Misalnya saja di Surabaya tercatat 54 persen,
di Bandung 47 persen, dan52 persen di Medan. Dari kasus perzinaan yang
dilakukan para remaja putri tersebut, yang pailng dahsyat terjadi di
Yogyakarta. Pihaknya mnyebutkan dari hasil penelitian di Yogyakarta
kurun waktu 2010 setidaknya tercatat sebanyak 37 persen dari 1.160
mahasiswi di Kota Gudeg ini menerima gelar MBA (marriage by accident)
alias menikah akibat hamil maupun kehamilan. Di luar nikah. Didit Tri
Kertapi, “Kepala BKKBN; 51 negara dari 100 remaja di Jabodetabek
sudah tak perawan.” Dalam detiknews.com, dipublikasikan pada tanggal
28/11/2010, dari 100 remaja di Jabodetabek sudah tak perawan.
Menurut tinjauan Emotional Spiritual Question (ESQ) tujuh krisis
moral yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia antara lain krisis
kejujuran, krisis tanggung jawab, tidak berpikir jauh ke depan, krisis
disiplin, krisis kebersamaan, dan krisis keadilan. Pendidikanlah yang
sesungguhnya paling besar memberikan kontribusi terhadap situasi ini.
Dalam konteks pendidikan formal di sekolah, bisa jadi salah satu
penyebabnya karena pendidikan di Indonesia lebih menitikberatkan pada
pengembangan intelektual atau kognitif semata, sedangkan aspek soft

15
skills, atau non akademik secara optimal bahkan cenderung diabaikan.
Saat ini, ada kecenderungan bahwa target-target akademik masih menjadi
tujuan utama dari hasil pendidikan, seperti halnya Ujian Nasional (UN),
sehingga proses pendidikan karakter masih sulit dilakukan.
Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi perilaku kenakalan pada
remaja adalah konsep diri yang merupakan pandangan atau keyakinan diri
terhadap keseluruhan diri, baik yang menyangkut kelebihan maupun
kekurangan diri,sehingga mempunyai pengaruh yang besar terhadap
keseluruhan perilaku yang ditampilkan. Konsep diri terbentuk dan
berkembang berdasarkan pengalaman dan inteprestasi dari lingkungan,
penilaian orang lain, atribut, dan tingkah laku dirinya. Masa remaja
merupakan saat individu mengalami kesadaran akan dirinya tentang
bagaimana pendapat orang lain tentang dirinya. Pada masa tersebut
kemampuan kognitif remaja sudah mulai berkembang, sehingga remaja
tidak hanya mampu membentuk pengertian mengenai apa yang ada dalam
pikirannya, namun remaja akan berusaha pula untuk mengetahui pikiran
orang lain tentang tentang dirinya.
2.2 Konsep Dasar Anemia
2.2.1 Definisi
Pengertian Anemia istilah anemia mendeskripsikan keadaan
penurunan jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin dibawah
nilai normal. Sebagai akibat dari penurunan ini, kemampuan darah untuk
membawa oksigen menjadi berkurang sehingga ketersediaan oksigen
untuk jaringan mengalami penurunan. Anemia merupakan kelainan
patologik yang paling sering dijumpai pada masa bayi dan kanak-kanak.
(Wong,2009:1115)
Menurut Ngastiyah (2012:328), anemia adalah berkurangnya
jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau
berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume)
dalam 100 ml darah. Hal ini terjadi bila terdapat gangguan terhadap
keseimbangan antara pembentukan darah pada masa embrio setelah
beberapa minggu dari pada masa anak atau dewasa

16
2.2.2 Penyebab
Anemia terjadi ketika tubuh kekurangan sel darah merah sehat atau
hemoglobin. Akibatnya, sel-sel dalam tubuh tidak mendapat cukup
oksigen dan tidak berfungsi secara normal (hipoksemia). Secara garis
besar, anemia terjadi akibat tiga kondisi berikut ini: Produksi sel darah
merah yang kurang,Kehilangan darah secara berlebihan Hancurnya sel
darah merah yang terlalu cepat. Berikut ini adalah jenis-jenis anemia yang
umum terjadi berdasarkan penyebabnya:
1. Anemia akibat kekurangan zat besi
Kekurangan zat besi membuat tubuh tidak mampu menghasilkan
hemoglobin (Hb). Kondisi ini bisa terjadi akibat kurangnya asupan
zat besi dalam makanan, atau karena tubuh tidak mampu menyerap
zat besi, misalnya akibat penyakit celiac.
2. Anemia pada masa kehamilan
Ibu hamil memiliki nilai hemoglobin yang lebih rendah, tetapi hal
ini normal. Meski demikian, kebutuhan hemoglobin meningkat saat
hamil sehingga dibutuhkan lebih banyak zat pembentuk
hemoglobin, yaitu zat besi, vitamin B12, dan asam folat. Bila
asupan ketiga nutrisi tersebut kurang, maka dapat terjadi anemia
yang bisa membahayakan ibu hamil maupun janin.
3. Anemia akibat perdarahan
Anemia dapat disebabkan oleh perdarahan berat yang terjadi secara
perlahan dalam waktu lama atau terjadi seketika. Penyebabnya bisa
cedera, gangguan menstruasi, wasir, peradangan pada lambung,
kanker usus, atau efek samping obat, seperti obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS). Anemia karena perdarahan juga bisa jadi
merupakan gejala cacingan akibat infeksi cacing tambang yang
menghisap darah dari dinding usus..
4. Anemia aplastik

17
Anemia aplastik terjadi ketika kerusakan pada sumsum tulang
membuat tubuh tidak mampu lagi menghasilkan sel darah merah
dengan optimal. Kondisi ini diduga dipicu oleh infeksi, penyakit
autoimun, paparan zat kimia beracun, serta efek samping obat
antibiotik dan obat untuk mengatasi rheumatoid arthritis.
5. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik terjadi ketika penghancuran sel darah merah
lebih cepat daripada pembentukannya. Kondisi ini dapat
diturunkan dari orang tua, atau didapat setelah lahir akibat kanker
darah, infeksi bakteri atau virus, penyakit autoimun, serta efek
samping obat-obatan, seperti paracetamol, penisilin, dan obat
antimalaria.
6. Anemia akibat penyakit kronis
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses pembentukan sel
darah merah, terutama bila berlangsung dalam jangka panjang.
Beberapa di antaranya adalah penyakit Crohn, penyakit ginjal,
kanker, rheumatoid arthritis, dan HIV/AIDS.
7. Anemia sel sabit (sickle cell anemia)
Anemia sel sabit disebabkan oleh mutasi (perubahan) genetik pada
hemoglobin. Akibatnya, hemoglobin menjadi lengket dan
berbentuk tidak normal, yaitu seperti bulan sabit. Seseorang bisa
terserang anemia sel sabit jika kedua orang tuanya sama-sama
mengalami mutasi genetik tersebut.
8. Thalasemia
Thalasemia disebabkan oleh mutasi gen yang memengaruhi
produksi hemoglobin. Seseorang dapat menderita thalasemia jika
satu atau kedua orang tuanya memiliki kondisi yang sama.
2.2.3 Gejala
Anemia dapat menimbulkan gejala seperti lesu, lemah, letih, lelah
dan cepat lupa. Selain itu anemia juga dapat menyebabkan tubuh mudah
terkena infeksi dikarena terjadinya penurunan daya tahan tubuh.

18
2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi Anemia Menurut Wong (2009:1117) anemia dapat
diklasifikasikan menurut:
1. Etiologi atau fisiologi yang dimanifestasikan dengan penurunan
jumlah eritrosit atau hemoglobin dan tidak dapat kembali, seperti:
- Kehilangan darah yang berlebihan.Kehilangan darah yang
berlebihan dapat diakibatkan karena perdarahan (internal
atau eksternal) yang bersifat akut ataupun kronis. Biasanya
akan terjadi anemia normostatik (ukuran normal),
normokromik (warna normal) dengan syarat simpanan zat
besi untuk sintesis hemoglobin (Hb) mencukupi.
- Destruksi (hemolisis) eritrosit. Sebagai akibat dari defek
intrakorpuskular didalam sel darah merah (misalnya anemia
sel sabit) atau faktor ekstrakorpuskular(misalnya, agen
infeksius, zat kimia, mekanisme imun) yang menyebabkan
destruksi dengan kecepatan yang melebihi kecepatan
produksi eritrosit.
- Penurunan atau gangguan pada produksi eritrosit atau
komponennya. Sebagai akibat dari kegagalan sumsum
tulang (yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti
neoplastik, radiasi, zat-zat kimia atau penyakit) atau
defisiensi nutrien esensial (misalnya zat besi).
2. Morfologi, yaitu perubahan khas dalam ukuran, bentuk dan warna
sel darah merah.
- Ukuran sel darah merah: normosit (normal), mikrosit (lebih
kecil dari ukuran normal) atau makrosit (lebih besar dari
ukuran normal)
- Bentuk sel darah merah: tidak teratur, misalnya: poikilosit
(sel darah merah yang bentuknya tidak teratur), sferosit (sel
darah merah yang bentuk nya globular) dan depranosit (sel
darah merah yang bentuk nya sabit/sel sabit).
- Warna/sifatnya terhadap pewarnaan: mecerminkan
konsentrasi hemoglobin; misalnya normokromik (jumlah

19
hemoglobin cukup atau normal), hipokromik (jumlah
hemoglobin berkurang)

2.2.5 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan
laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis anemie defisiensi
besi. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur
kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung
kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya
defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari
defisiensi besi yang terjadi. Secara laboratorium untuk menegakkan
diagnosis anemiia defisiensi besi (tahap satu dan tahap dua) dapat dipakai
kriteria diagnosis anemia defisiensi besi modifikasi dari kriteria Kerlin et
al) sebagai berikut :
Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi, atau MCV < 80 fl
dan MCHC < 31 % dengan salah satu dari a, b, c atau d :
a. Dua dari parameter ini : Besi serum < 50 mg/dl, TIBC > 350
mg/dl, Saturasi transferin < 15% atau
b. Serum feritinin < 20 g/dl atau
c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain)
menunjukan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif atau
d. Dengan pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat
besi lain yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar
hemoglobin lebih dari 2 g/dl.
Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi
penyebab defisiensi besi. Tahap ini merupakan proses yang rumit yang
memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi merupakan tahap yang
sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta
kemungkinan untuk dapat menemukan sumber pendarahan yang

20
membahayakan. Meskipun dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20 %
kasus anemia defisiensi besi tidak diketahui penyebabnya.
Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia
defisiensi besi yang disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang berat
(TPG > 2000). Pada suatu penelitian di Bali, anemia akibat cacing
tambang dijumpai pada 3,3 % pasien infeksi cacing tambang atau 12,2%
dari 123 kasus anemia defisiensi besi yang dijumpai. Jika tidak ditemukan
pendarahan yang nyata, dapat dilakukan tes darah samar (occult blood test)
pada feses, dan jika terdapat indikasi dilakukan endoskopi saluran cerna
atas atau bawah.
2.2.6 Pengobatan
1. Terapi kausal : tergantung penyebab, misalnya ; pengobatan cacing
tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal
harus dilakukan kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam
tubuh (iron replacemen therapy).
a. Terapi besi per oral : merupakan obat piliham pertama (efektif,
murah, dan aman). Preparat yang tersedia : ferrosus sulphat (sulfas
fenosus). Dosis anjuran 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas fenosus
mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas fenosus 3 x
200 mg mengakibatkan absorpsi besi 50 mg/hari dapat
meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal. Preparat yang lain :
ferrosus gluconate, ferrosus fumarat, ferrosus lactate, dan ferrosus
succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas dan
efek samping hampir sama dengan sulfas fenosus.
b. Terapi besi parenteral
Terapi ini sangat efektif tetapi efek samping lebih berbahaya, dan
lebih mahal. Indikasi :
● Intoleransi terhadap pemberian oral
● kepatuhan terhadap berobat rendah
● gangguan pencernaan kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika
diberikan besi

21
● penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi
● keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak
cukup dikompensasi oleh pemberian besi oral.
● Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada
kehamilan trisemester tiga atau sebelum operasi.
● Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin
pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit
kronik.
Preparat yang tersedia : iron dextran complex (mengandung 50
mg besi/ml) iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru
adalah iron ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman.
Besi parental dapat diberikan secara intrauskular dalam atau
intravena. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi
anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri
perut dan sinkop. Terapi besi parental bertujuan untuk
mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500
sampai 1000 mg Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui
rumus berikut : Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau
diberikan dalam beberapa kali pemberian.
c. Pengobatan lain
● Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi
protein terutama yang berasal dari protein hewani.
● Vitamin c : vitamin c diberikan 3 x 100 mg/hari untuk
meningkatkan absorpsi besi
● Transfusi darah : anemia defisiensi besi jarang memerlukan
transfusi darah. Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia
defisiensi besi adalah :
- Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah
jantung.
- Anemia yang sangat simpomatik, misalnya anemia dengan
gejala pusing yang sangat menyolok.

22
- Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang
cepat seperti pada kehamilan trisemester akhir atau
preoperasi.
Respon terhadap terapi Dalam pengobatan dengan preparat besi,
seorang penderita dinyatakan memberikan respon baik bila :
Retikulosit naik pada minggu pertama, menjadi normal setelah hari
10-14 diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari. Hemoglobin menjadi
normal setelah 4-10 minggu. Jika respon terhadap terapi tidak baik,
maka perlu dipikirkan :
1. Dosis besi kurang
2. Masih ada pendarahan cukup banyak
3. Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum
4. Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, peradangan
menahun, atau pada saat yang sama ada defisiensi asam folat.
5. Diagnosis defisiensi besi salah Jika dijumpai keadaan diatas
maka, lakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang tepat.
2.2.7 Pencegahan
1. Perbanyak Makanan yang Mengandung Zat Besi
Zat besi adalah zat yang berperan dalam pembentukan hemoglobin.
Jika kamu ingin mencegah anemia, sebaiknya perbanyak konsumsi
makanan yang kaya akan zat besi, seperti: Daging tanpa lemak,
unggas, dan ikan, Sereal, roti, dan pasta yang diperkaya zat besi,
Buah-buahan kering, seperti aprikot, kismis, dan prem, Sayuran hijau,
seperti bayam dan kale, Biji-bijian utuh, seperti beras merah, Kacang-
kacangan, seperti kacang polong, Telur.
2. Minum Suplemen Zat Besi
Selain melalui konsumsi makanan yang kaya zat besi, anemia
defisiensi zat besi dan B12 juga bisa ditangani dengan minum
suplemen zat besi. Kamu bisa mengonsumsi suplemen zat besi di
antara waktu makan, misalnya diantara jam makan pagi dan makan
siang, atau pertengahan sore, yaitu antara makan siang dan malam.
Alasannya, zat besi paling baik diserap saat diberikan di antara waktu

23
makan. Untuk mendapatkan manfaat yang lebih maksimal, kamu
mungkin perlu mengonsumsi makanan yang kaya akan vitamin C.
Pasalnya, vitamin C dapat membantu tubuh menyerap zat besi lebih
baik. Sedangkan kalsium adalah salah satu zat yang dapat
menghambat penyerapan zat besi. Jadi, sebaiknya hindari konsumsi
makanan atau suplemen kalsium bersamaan dengan suplemen zat besi.
Kamu dapat memperoleh vitamin C dari buah-buahan, sayuran, dan
jus jeruk. Selain menghindari kalsium, hindari pula mengonsumsi
suplemen zat besi terlalu banyak melebihi batas yang disarankan
karena bisa berbahaya bagi kesehatan.
3. Suplemen Penambah Darah
Suplemen penambah darah mungkin lebih ditujukan untuk wanita
yang rentan mengalami anemia saat menstruasi. Kalau kamu salah
satunya, kamu dapat mencegah anemia defisiensi besi dengan
mengonsumsi multivitamin zat besi atau penambah darah.
Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk zat besi adalah 8
miligram per hari untuk wanita usia 9–13 tahun, dan 15 miligram per
hari untuk wanita usia 14–18 tahun.

2.3 Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan


1) Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, temuan, keterampilan dalam rangkaian/tahapan
yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus pada klien.
2) Langkah-langkah asuhan kebidaanan menurut varney
a. Langkah I Pengumpulan data dasar
Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan secara lengkap dan
akurat dari berbagai sumber yang berkaitan dengan kondisi klien secara
keseluruhan. Untuk memperoleh data dilakukan dengancara:
1. Data subjektif /anamnesa

24
Nama : Untuk membedakan pasien satu dengan yang lain. Umur :
untuk memastikan usia dan sebagai identitas. Suku/bangsa : Untuk
mengetahui adat istiadat sehingga mempermudah dalam
melaksanakan tindakankebidanan. Agama : Untuk memperoleh
informasi tentang agama yang dianut
Pendidikan : Untuk memudahkan bidan memperoleh keterangan
atau dalam memberikan informasi mengenai suatu hal dengan
menggunakan cara yang sesuai dengan pendidikan. Pekerjaan :
Untuk mengetahui apakah remaja terlalu lelah dalam pekerjaan
yang berhubungan dengan keseimbangan tubuh.
2. Dataobjektif
a) KeadaanUmum : Bagaimana keadaan pasien dengan anemia.
b) Tanda-tandavital
Tekanan darah : Untuk mengetahui tekanan darah pasien dengan
anemia.
Nadi : Untuk mengetahui nadi pasien dengan anemia. Respirasi :
Untuk mengetahui respirasi pasien dengan anemia. Suhu : Untuk
mengetahui suhu pasien dengan anemia.
3. Pemeriksaan fisik
Muka : untuk mengetahui adanya pembengkakan pada wajah.
Mata : untuk melihat sklera dankonjungtiva.
Leher : untuk mengetahui adanya pembengkakan kelenjar tiroid,
limfe dan vena jugularis.
Payudara: untuk mengetahui bentuk, ukuran, keadaan putting.
Abdomen: untuk mengetahui pembesaran abdomen abnormal.
Ekstremitas : untuk mengetahui reflek patella dan adanya varices.
4. Pemeriksaan penunjang laboratorium
Pemeriksaan ini dilakukan jika perlu atau jika ada terdapat kelainan
saat pemeriksaan.
b. Langkah II Interpretasi data dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien, berdasarkan interpretasi

25
yang benar atas data-data yang dikumpulkan. Data dasar yang telah
dikumpulkan diidentifikasikan sehingga ditemukan masalah atau
masalah yang spefisik.Interpretasi data terdiri dari diagnosa kebidanan,
diagnosa masalah dan diagnosa kebutuhan. Interpretasi data pada
remaja dengan anemia adalah:
1. Diagnosa kebidanan Merupakan diagnosa yang ditegakkan bidan
dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar
nomenklatur diagnosa kebidanan.Dasar diagnosa tersebut adalah
data subjektif berupa pernyataan pasien tentang sering lelah, lesu,
lemas, lunglai.
Hasil data objektif meliputi pemeriksaan umum, fisik, dan
ginekologi serta hasil pemeriksaan penunjang. Diagnosa kebidanan
ditulis dengan lengkap berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik,
dan data penunjang
2. Masalah Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan
pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang
ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai
diagnosis.Masalah dapat muncul tapi dapat pula tidak.Hal ini
muncul berdasarkan sudut pandang klien dengan keadaan yang
dialami apakah menimbulkan masalah terhadap klien atau tidak.
Masalah pada kasus ini yaitu anemia dengan keluhan sering merasa
lelah dan sulit berkonsentrasi.
3. Kebutuhan Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh klien
dan belum teridentifikasi dalam diagnosis dan masalah yang
didapatkan dengan melakukan analisis data. Kebutuhan yang
muncul setelah dilakukan pengkajian. Ditemukan hal- hal yang
membutuhkan asuhan, dalam hal ini klien tidak menyadari.
Kebutuhan klien pada anemia yaitu pemberian tablet penambah
darah.
c. Langkah III Identifikasi diagnose dan masalah potensial
Diagnosa potensial ditegakkan berdasarkan diagnosa atau
masalah yang telah diidentifikasi. Bidan dituntut untuk tidak hanya

26
merumuskan masalah tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar
masalah atau diagnosa potensial tidak terjadi. Sehingga langkah ini
merupakan langkah yang bersifat antisipasi yang rasional atau logis.
Diagnosa potensial pada remaja dengan anemia adalah meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi karena daya tahan tubuh menurun. Dan jika
berdampak pada jangka panjang, kelak akan mempengaruhi saat hamil
dan persalinan. Oleh karena perlu adanya tindakan yang dapat
dilakukan oleh bidan atau tenagakesehatan.
d. Langkah IV Identifikasi kebutuhan segera
Menentukan kebutuhan klien terhadap tindakan yang segera
dilakukan oleh bidan atau untuk konsultasi, kolaborasi serta melakukan
rujukan terhadap penyimpangan abnormal. Antisipasi pertama yang
dilakukan pada anemia yaitu dengan memperbaiki nutrisi dan pola
hidupsehat serta pemberian tablet Fe.
e. Langkah V Intervensi
Merupakan pengembangan rencana asuhan yang menyeluruh
dan ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya.Langkah ini
merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosa yang
telah diidentifikasi atau diantisipasi. Rencana harus mencakup setiap
hal yang berkaitan dengan semua aspek kesehatan dan disetujui oleh
kedua belah pihak (bidan dan klien).
Rencana yang diberikan pada anemia adalah :
1. Konseling psikologis, sosial, budaya danspiritual
2. Medikamentosa meliputi pemberian tablet Fe
f. Langkah VI Implementasi
Langkah ini merupakan pelaksanaan dari rencana asuhan secara
efisien dan aman. Langkah ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan
atau anggota tim kesehatan lainnya. Selama melakukan tindakan
intervensi, bidan menganalisa dan memonitor keadaan
kesehatanpasiennya.
Pelaksanaan pada anemia adalah:

27
1. Setelah diberikan konseling psikologis, sosial, budaya dan spiritual
diharapkan pasien atau klien dapat mengerti tentang anemia secara
umum.
2. Setelah pemberian tablet Fe selama 30 hari ke depan, diharapkan
kadar Hb meningkat.
g. Langkah VII Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengkaji keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan.Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut
efektif sedangkan sebagian belum efektif. Proses evaluasi ini
dilaksanakan untuk menilai mengapa proses penatalaksanaan efektif /
tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan
tersebut.
Evaluasi yang diharapkan pada anemia adalah:
1. Setelah rutin mengkonsumsi tablet Fe, rasa sering kelelahan bisa
berkurang, bisa berkonsentrasi dengan baik, dan kadar Hb
meningkat
2. Pasien atau klien dapat beraktifitas sepertibiasa 3. Keadaan umum
baik
Pendokumentasian asuhan kebidanan (SOAPIER)
1) Subjektif
Catatan yang berhubungan dengan masalah dari sudut pandang
pasien, ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya dicatat
sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang berhubungan dengan
diagnosa (data subyektif). Pada orang yang bisu dibagian data dibelakang
S diberi tanda “Nol” atau “X”, sedangkan pada bayi atau anak kecil data
subyektif ini dapat diperoleh dari orang tua. Data subyektif ini dapat
digunakan untuk menguatkan diagnosa yang akan dibuat. Catatan ini
menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui
anamnesa sebagai langkah I Varney.
2) Objektif
Data ini memberi bukti gejala klinis pasien dan fakta yang
berhubungan dengan diagnosa. Data phisiologi, hasil observasi yang jujur,

28
informasi kajian teknologi (hasil laboratorium, sinar X, rekaman CTG,
USG, dll) dapat digolongkan kategori ini. Apa yang diobservasi oleh bidan
akan menjadi komponen penting dari diagnosa yang akan ditegakkan.
Catatan ini menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik
klien, hasil pemeriksaan laboratorium dan test diagnostic lainnya yang
dirumuskan dalam data focus untuk mendukung asuhan atau menegakkan
diagnosa sebagai langkah I Varney.
3) Assesment
Analisa atau assesmen pengkajian yaitu masalah atau diagnosa
yang ditegakkan berdasarkan data atau informasi subyektif dan obyektif
yang dikumpulkan dan disimpulkan. Karena keadaan pasien terus berubah
dan selalu ada informasi baru baik subyektif dan obyektif, dan sering
diungkapkan secara terpisah-pisah, maka proses pengkajian addalah
sesuatu yang penting dalam mengikuti perkembangan pasien dan
menjamin sesuatu perubahan baru cepat diketahui dan dapat diikuti
sehingga dapat diambil tindakan yang tepat. Catatan ini menggambarkan
pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subyektif dan data
obyektif dalam suatu identifikasi :
a. Diagnosa/masalah
b. Antisipasi diagnosa/masalah
c. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter,
konsultasi/kolaborasi dan atau rujukan.
Sebagai langkah II, III dan IV Varney.
4) Plan/ Planning
Plan/planning/perencanaan yaitu membuat rencana tindakan saat
itu atau yang akan datang ini untuk mengusahakan mencapai kondisi
pasien sebaik mungkin atau menjaga/mempertahankan kesejahteraannya.
Proses ini termasuk kriteria tujuan 11 tertentu dari kebutuhan pasien yang
harus dicapai dalam batas waktu tertentu, tindakan yang diambil harus
membantu pasien mencapai kemajuan dalam kesehatan dan atau proses
persalinannya dan harus mendukung rencana dokter bila itu dalam
manajemen kolaborasi atau rujukan. Catatan ini menggambarkan

29
pendokumentasian tindakan (Implentasi) dan evaluasi perencanaan
berdasarkan assessment, sebagai langkah V Varney. Perencanaan ini
meliputi :
a. Rencana konsultasi
b. Rencana tes diagnostic/laboratorium
c. Rencana rujukan (bila diperlukan)
d. Rencana pemberian pendidikan kesehatan/konseling
e. Rencana follow up/tindak lanjut.
5) Implementasi/ Intervensi
Catatan ini merupakan pelaksanaan rencana tindakan untuk
mengatasi masalah, keluhan atau mencapai tujuan pasien (persalinan).
Tindakan ini harus disetujui oleh pasien kecuali bila tidak dilaksanakan
akan membahayakan keselamatan pasien. Oleh karena itu, pilihan pasien
harus sebanyak mungkin menjadi bagian dari proses ini. Apabila kondisi
pasien berubah, intervensi mungkin juga harus berubah atau disesuaikan.
Catatan ini sebagai langkah VI Varney
6) Evaluasi
Catatan ini merupakan tafsiran/penilaian dari efek tentang tindakan
yang telah diambil yaitu penting untuk menilai keefektifan asuhan yang
diberikan. Analisa dari hasil yang dicapai menjadi fokus dari penilaian
ketepatan tindakan. Kalau kriteria tujuan tidak tercapai, proses evaluasi
dapat menjaddi dasar untuk mengembangkan tindakan alternatif sehingga
dapat mencapai tujuan. Catatan ini sebagai langkah VII Varney
7) Reassesment/ Revisi
Catatan ini merupakan perubahan terhadap suatu tidakan, dimana
komponen evaluasi dapat menjadi suatu petunjuk perlunya perbaikkan dari
perubahan intervensi 12 dan tindakan atau menunjukkan perubahan dari
rencana awal atau perlu suatu kolaborasi baru atau rujukan. Dari
perubahan rencana tindakan tersebut, berdasarkan keadaan atau kondisi
pasien saat itu dapat ditegakkan diagnosa kembali (Reassesment).
Contoh :

30
S : Pasien P3A0 mengeluh nyeri pada luka jahitan post SC 2 hari yang lalu
dan mengigil.
O : TD 120/70 mmHg, N 80x/menit, RR 22x/menit, Suhu 38,30C, pada
balutan luka terlihat basah dan terdapat PUS.
A : P3A0 post SC 2 hari dengan infeksi
P : Lakukan perawatan luka, pendidikan kesehatan makan tinggi kalori dan
protein
I : Ganti balutan, pendidikan kesehatan nutrisi tinggi kalori dan protein
E : Luka masih bernanah
R : Ganti balutan 2 kali/hari

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGKAJIAN
Tanggal : 14 November 2019
Jam : 10.00 WIB
Tempat : Puskesmas Banjar Kab. Bangkalan
Pengkaji : Ernawati S.ST
No. Registrasi Pasien : 14112019-01-05
B. IDENTITAS PASIEN
Identitas Pasien Identitas Orang Tua (Ibu)
Nama : Nn “E” Nama : Ny “A”
Umur : 15 tahun Umur : 45 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan: SMP Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Siswi Pekerjaan : Swasta
No. Telp : 081234xxxxxxx No. Telp : 085432xxxxxx

31
Alamat : Jl. Kalimurni No. 13 Alamat : Jl. Kalimurni No.
13
1. DATA SUBJEKTIF
a. Keluhan Utama
Merasa lemas, sering capek, dan pusing sudah hampir 2 minggu
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan tidak ada yang menderita penyakit keturunan seperti
DM, Hipertensi, Asma, Jantung, dan tidak ada penyakit menular
seperti TBC, Hepatitis, dan HIV / AIDS.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan baik dalam keluarga tidak ada yang menderita
penyakit keturunan seperti DM, Hipertensi, Asma, Jantung, dan tidak ada
penyakit menular seperti TBC, Hepatitis, dan HIV / AIDS.
d. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Klien mengatakan baik dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit
keturunan seperti DM, Hipertensi, Asma, Jantung, dan tidak pernah
dirawat dirumah sakit.
e. Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 Tahun
Siklus : 28 Hari
Lama Haid : 7 Hari
Jumlah : ± 3 × / hari ganti kotex.
Konsistensi : Encer
Nyeri Haid : Kadang-kadang
Flour Albus : Ada, sebelum haid, tidak bau, tidak gatal
f. Riwayat Kebiasaan Sehari-hari
1) Pola nutrisi.
Makan 3 x/ hari dengan porsi, nasi lauk,tidak suka sayur, minum ± 6-
8 gelas @250 ml /hari air putih. Tidak ada pantangan makanan,dan
tidak ada alergi.
2) Pola istirahat dan tidur.
Tidur siang : ± 1-2 jam.

32
Tidur malam : ± 7-8 jam.
3) Pola aktivitas.
Kegiatan setiap hari klien di sekolah sebagai pelajar dan jika libur
klien membantu pekerjaan orang tuanya. Mengerjakan pekerjaan
rumah tangga seperti membantu. Mencuci dan menyetrika.
4) Personal Hygiene
Mandi 2 x / hari,gosok gigi 3 x / hari, ganti pakaian 2 x / hari atau bila
kotor, keramas 2-3 x / minggu atau bila perlu ganti celana dalam 2-3
x / hari.
5) Pola Eliminasi
BAB 1 x / hari konsistensi lembek.
BAK 4-5 x / hari warna kuning jernih, bau khas, tidak ada nyeri.
6) Pola Kebiasaan Lain
Klien mengatakan tidak pernah merokok, minum jamu, minum
alkohol, dan obat – obatan.
g. Riwayat Psikologis, Sosial, dan Spiritual
Klien merasa cemas dengan keadaannya sekarang, karena mudah lelah dan
pusing.
2. DATA OBJEKTIF
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum: Lelah
Kesadaran : Composmentis

Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Suhu : 36,9˚C
Nadi : 84 x/menit (Normal)
Respirasi : 18 x/menit (Normal)
Pemeriksaan Antropometri
Berat Badan : 40 kg
Tinggi Badan : 152 cm
IMT : 17,31 kg/m2
b. Pemeriksaan fisik

33
1) Kepala
Bentuk kepala : Normal, bulat, kecil, tidak ada benjolan dan ............
simetris.
Posisi kepala : Tegak lurus dan di garis tengah tubuh.
Kulit kepala : Tidak ada luka dan tidak berbau.
Rambut kepala:Tidak berketombe namun sedikit rontoh dan ......................
kering.
2) Wajah
Warna kulit : Putih pucat.
Struktur wajah : Simetris dan sedikit berjerawat.
Ubun-ubun : Datar dan tidak ada nyeri saat ditekan.
3) Mata
Posisi mata : Simetris
Kondisi mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterus.
4) Hidung
Bentuk hidung : Normal, sedikit mancung.
Pengeluaran : Normal, tidak ada pengeluaran secret secara ............
berlebihan.
5) Telinga
Bentuk telinga : Normal, tidak lebar.
Pengeluaran : Normal, tidak ada pengeluaran serumen ..................
berlebihan.
6) Mulut
Jumlah gigi : 32 buah.
Warna gigi : Putih normal.
Kondisi gigi : Bergingsul kanan dan kiri.
7) Leher
Bentuk leher : Simetris, tidak ada lesi/peradangan pada leher.
Pergerakan : Normal, pergerakan leher mampu menoleh ke .........
kanan dan ke kiri serta ke atas dan ke bawah.
Kelenjar tiroid : Normal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
8) Payudara

34
Bentuk payudara : Normal, sesuai usia remaja.
Ukuran payudara : Normal, sesuai usia remaja.
Kondisi payudara : Normal, tidak ada benjolan abnormal.
9) Abdomen
Bentuk perut : Simetris dan datar
Kondisi abdomen :Normal, tidak ada benjolan abnormal dan .................
tidak ada nyeri tekan.
10) Genetalia
Pengeluaran : Normal, tidak ada keluhan.
Tanda infeksi : Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi.

11) Anus
Kondisi anus : Normal, tidak ditemukan kelainan.
Hemoroid :Tidak ditemukan pembengkakan atau tanda .............
hemoroid pada anus.
12) Ekstremitas
Atas : Pergerakan normal, tidak ada pembengkakan.
Bawah :Pergerakan normal, tidak ada varises dan .................
pembengkakan.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hemoglobin
Tanggal : 14 November 2019
Pukul : 10.20 WIB
Tempat : Puskesmas Banjar Kabupaten Bangkalan
Hasil : Hb 9,5 gr/dL
d. Intepretasi Data Dasar
Tanggal : 14 November 2019
Jam : 10.35 WIB
Tempat : Puskesmas Banjar Kab. Bangkalan
Pengkaji : Ernawati S.ST
No. Registrasi Pasien : 14112019-01-05
a) Diagnosis

35
Nn “E” usia 15 tahun dengan anemia ringan
DS:
1) Klien merasa lemas, sering capek, dan pusing sudah hampir 2 minggu
2) Tidak ada riwayat penyakit menular (TBC, Hepatitis) dan penyakit
menurun (DM, Asma, Jantung) dan tidak pernah dirawat dirumah
sakit.
3) Klien tidak suka mengkonsumsi sayur-sayuran.

DO:
1) Keadaan umum : Lelah
2) BB/TB : 40kg/152 cm
3) Tensi : 90/60 mmHg
4) Nadi : 84 x/menit
5) Respirasi : 18 x/menit
6) Suhu : 36,9˚C
7) IMT : 17,31
8) Pemeriksaan laboratorium : Hb (9,5 gr/dl)
3. ANALISA
Pasien dengan diagnosis anemia ringan.
IDENTIFIKASI DIAGNOSIS DAN MASALAH POTENSIAL
Potensi terjadi anemia berat.
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA
a) Pemberiaan tablet Fe
b) Konseling Gizi
4. PERENCANAAN
a) Jelaskan hasil pemeriksaan
Rasional: Penjelasan mengenai hasil pemeriksaan merupakan hak klien
dan keluarga (Varney, 2008).
b) Beri KIE mengenai cara mengatasi pola nutrisi pada pasien yang masih
kurang.
Rasional: Kurang asupan nutrisi terutama sayur-sayuran merupakan hal
yang sering terjadi pada remaja perempuan, karena aktivitas yang padat
dan pola makan yang tidak teratur.

36
c) Beri tablet tambah darah (Fe).
Rasional: Pemberian tablet tambah darah sangat diperlukann pada pasien
anemia untuk membantu membentuk hemoglobin darah.
d) Buat kesepakatan dengan pasien mengenai kunjungan ulang.
Rasional: Pemeriksaan atau kunjungan ulang sangat penting dilakukan jika
setelah pemeriksaan dan pengobatan pertama pasien masih merasa tidak
sehat dan gejala tidak kunjung hilang.
e) Lakukan dokumentasi.
Rasional: Dokumentasi asuhan kebidanan bertujuan sebagai bukti
pelayanan yang bermutu, tanggung jawab, legal terhadap pasien, informasi
untuk perlindungan tim kesehatan, pemenuhan pelayanan standar, sumber
statis untuk standarisasi, informasi untuk data wajib, informasi untuk
pendidikan, pengalaman belajar, perlindungan hak pasien, perencanaan
pelayanan di masa yang akan datang (Varney, 2008).
5. IMPLEMENTASI
a) Menginformasi hasil pemeriksaan, bahwa Hb (9,5 gr/dL) klien mengalami
anemia ringan.
Hasil : Pasien memahami hasil pemeriksaan.
b) Menjelaskan tentang anemia, bahwa anemia adalah kondisi dengan kadar
Hb dalam darah dibawah normal dan penyebab anemia adalah kekurangan
zat besi.
Hasil : Pasien menerima dan memahami penjelasan petugas kesehatan.
c) Menganjurkan pasien mengonsumsi sayur-sayuran yang berwarna hijau
(daun kelor) dan makanan yang mengandung zat besi seperti (Hati, Ikan
Laut, kacang-kacangan).
Hasil : Pasien mengerti dan akan melakukannya dirumah
d) Memberikan tablet Fe dengan dosis 1×1 sebanyak 30 tablet.
Hasil : Pasien bersedia meminumnya di rumah.
6. EVALUASI
Tanggal : 14 November 2019
Jam : 10.30 WIB
Tempat : Puskesmas Banjar Kab. Bangkalan

37
Pengkaji : Ernawati S.ST
No. Registrasi Pasien : 14112019-01-05
S : Pasien memahami konseling yang diberikan petugas.
O : Tablet tambsh darah sudah diberikan
A : Nn. “E” usia 15 tahun dengan anemia ringan
P : Anjurkan pasien konsumsi gizi seimbang
I : Menjelaskan kepada pasien terapi yang perlu dijalani
7. REASSESMENT
Tidak ada reassesment, sebab pasien hanya datang dan periksa satu kali ke
Puskesmas Banjar Bangkalan.

38
BAB IV
PEMBAHASAN

Dampak negatif dari kekurangan zat gizi besi berpengaruh terhadap


optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan anak remaja seperti yang sudah
dialami oleh Nn. “E” ini. Dampak lain dalam hal Pendidikan yakni dapat
menurunkan prestasi belajar karena rasa cepat lelah, kehilangan gairah dan tidak
dapat berkonsentrasi.
Remaja putri seperti Nn. “E” merupakan salah satu kelompok yang
rentan terhadap masalah defisiensi zat gizi. Zat gizi dalam darah dapat diketahui
melalui kadar hemoglobin. Kadar Hb normal pada remaja putri adalah 12 gr/dl.
Remaja putri dikatakan anemia jika kadar Hb <12 gr/dl. Sedangkan pada
pemeriksaan laboratorium Kadar Hb dari Nn. “E” adalah 9,5. Kadar 9,5 masuk
dalam kategori anemia ringan. Anemia terjadi dikarenakan kadar hemoglobin
yang tidak mencukupi untuk fungsi pertukaran oksigen dan karbondioksida
dalam jaringan (Proverawati & Asfuah, 2011).
Kadar hemoglobin adalah ukuran pigmen respiratorik dalam butiran-
butiran dalam darah. Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi
memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan oksigen akan membentuk
oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka

39
oksigen dibawa dari paruparu ke jaringan- jaringan.Hemoglobin merupakan
senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah.Hemoglobin dapat di ukur
secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks
kapasitas pembawa oksigen pada darah. Penyebab terjadinya anemia ringan
pada kelompok kontrol disebabkan beberapa faktor yaitu kehilangan zat besi
saat menstruasi, kekurangan gizi, vitamin terutama vitamin B12 dan mineral,
dan defesiensi zat besi disebabkan kurangnya zat besi dalam makanan.
Menurut hasil penelitian, daun Kelor mengandung vitamin A,
vitamin C, Vit B, kalsium, kalium, besi, dan protein, dalam jumlah sangat
tinggi yang mudah dicerna dan diasimilasi oleh tubuh manusia (Nurhayati,
2006). Daun kelor memiliki potensi zat gizi yang cukup besar, berbagai zat gizi
makro dan mikro serta bahanbahan aktif yang bersifat sebagai antioksidan.
Mengandung nutrisi penting seperti zat besi (fe) 28,2 mg, kalsium (ca)
2003,0 mg dan vitamin A 16,3 mg kaya β-karoten, protein, vitamin A, C, D, E,
K, dan B (tiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat, biotin, vitamin B6,
vitamin B12, dan folat). Juga mengandung sejumlah zat gizi penting untuk
membantu penyerapan zat besi dalam tubuh seperti vitamin c yaitu 220 mg/ 100
gram bahan daun segar. Menurut Almatsier (2010), kandungan vitamin C pada
ektrak daun kelor memperlancar proses penyerapan besi. Oleh karena itu,
kebutuhan gizi seimbang akan sayur-sayuran dan vitamin disampaikan kepada
pasien untuk menunjang kadar Hb yang rendah.
Konsumsi tablet Fe yang diberikan pada Nn. “E” sangatlah terbatas
dikarenakan keterbatasan waktu sehingga tablet Fe diberikan hanya dalam
waktu 1 bulan saja, walaupun begitu telah dapat dilihat adanya peningkatan
kadar Hb setelah mengkonsumsi tablet Fe tersebut. Asupan zat besi dapat
mempengaruhi kadar Hb remaja putri, berdasarkan hasil penelitian di Kanada
menunjukkan bahwa fortifikasi mikronutrien menggunakan serbuk tabur yang
mengandung besi pada makanan sangat efektif dalam mengatasi anemia
(Zlotkin et al., 2013).
Selain mengkonsumsi tablet Fe banyak cara lain untuk mencegah
terjadinya anemia seperti mengkonsumsi makanan yang bergizi seperti daging,
ikan, ayam, hati dan telur serta sayur-sayuran hijau, kacang-kacangan, tempe,

40
selain itu juga makan buah-buahan yang banyak menandung vitamin C
sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus
(Almatsier, 2009).

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan asuhan kebidanan remaja yang telah dilakukan dan
pembahasan Asuhan Kebidanan pada Nn. “E” dengan anemia ringan di
Puskesmas Banjar Kabupaten Bangkalan yang menggunakan 7 langkah
varney mulai dari pengumpulan data sampai dengan evaluasi maka penulis
dapat mengambil kesimpulan.
1. Pengkajian telah dilaksanakan dengan mengumpulkan semua data yang
tersedia melalui teknik wawancara dan pemeriksaan fisik maupun
penunjang. Data subjektif khususnya pada keluhan utama yaitu Nn. “E”
mengatakan badannya lemas, pusing dan cepat lelah. Data obyektif yaitu
keadaan umum baik, kesadaran composmentis, dengan kadar Hb 9,5
gr/dL.
2. Telah dilaksanakan perumusan diagnosa/ masalah aktual pada Nn. “E” di
Puskesmas Banjar Kabupaten Bangkalan Tahun 2019 dengan
pengumpulan baik dari data subjektif, data objektif dan pemeriksaan

41
penunjang/ laboratorium sehingga didapatkan diagnosa kebidanan pada
Nn. “E” dengan anemia ringan.
3. Telah dilaksanakan perumusan diagnosa/ masalah potensial pada Nn. “E”
dengan anemia di Puskesmas Banjar Kabupaten Bangkalan Tahun 2019
dengan hasil identifikasi diagnose dan masalah potesial yakni potensi
terjadi anemia berat.
4. Telah mengidentifikasi perlunya tindakan segera dan kolaborasi pada Nn.
“E” dengan anemia ringan di Puskesmas Banjar Kabupaten Bangkalan
Tahun 2019 dengan hasil bahwa pada kasus ini tidak dilakukan tindakan
kolaborasi karena tidak adanya indikasi dan data yang menunjang untuk
dilakukannya tindakan tersebut
5. Telah menetapkan rencana tindakan asuhan kebidanan pada Nn. “E”
dengan anemia ringan di Puskesmas Banjar Kabupaten Bangkalan Tahun
2019, dengan hasil merencanakan asuhan berdasarkan diagnosa/ masalah
aktual dan masalah potensial yang dapat terjadi.
6. Telah melaksanakan tindakan asuhan yang telah direncankan pada Nn. “E”
dengan anemia ringan di Puskesmas Banjar Kabupaten Bangkalan Tahun
2019 dengan hasil yaitu semua tindakan yang telah direncanakan dapat
dilaksanakan seluruhnya dengan baik tanpa adanya hambatan.
7. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan pada Nn. “E” dengan
anemia ringan di Puskesmas Banjar Kabupaten Bangkalan Tahun 2019
dengan hasil yaitu asuhan yang telah diberikan berhasil dipahami dan
pasien bersedia melakukan terapi yang disarankan.
5.2 Saran
1. Untuk Penulis
Penulis dapat lebih mengidentifikasi tanda-tanda anemia secara dini
sehigga dapat dilakukan antisipasi dan penanganan tindakan segera,
merencanakan asuhan kebidanan pada remaja dengan anemia secara cepat
sebelum menjadi anemia yang membahayakan bagi pasien.
2. Untuk Puskesmas

42
Meningkatkan mutu pelayanan dalam memberikan asuhan kebidanan pada
remaja dengan anemia secara optimal dan tidak menyepelekan keadaan
remaja dengan anemia.
3. Untuk Institusi
Menambah referensi buku tentang anemia pada masa remaja supaya dapat
menambah atau meningkatkan kualitas pengetahuan mahasiswa mengenai
anemia dan mempermudah dalam mempelajari anemia di kampus.
4. Untuk Pasien
Pasien diharapkan lebih meningkatkan pengetahuan tentang tanda-tanda
anemia dengan rajin menerapkan pola aktivitas hidup sehat, mengikuti
penyuluhan, dan meningkatkan asupan gizi untuk memperbaiki keadaan
anemia yang dideritanya.

DAFTAR PUSTAKA

Ali dan Asrori. 2004. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT
Bumi Aksara.

Ani, LS. 2016. Buku Saku Anemia Defisiensi Besi. Jakarta: EGC

Aru W. Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi kelima.
Jakarta. Interna Publishing.

Gunarsa, S. D. dan Yulia S. D. G. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan


Remaja.Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Holmes,Debbie.2012.Buku Ajar Ilmu Kebidanan.Jakarta : EGC

43
John. W. Santrock, Remaja,(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002).

Kusmiran, Eni.2011. Kesehatan Reproduksi Remaja Wanita. Jakarta : Salemba


Medika

Kusmiran. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba


Medika

Masrizal. Studi literatur. Anemia defisiensi besi. 2007 September; II(1): p.140-
145.

Suseno,Tutu A.dkk.2011.Kamus Kebidanan.Yogyakarta :Citra Pustaka

44

Anda mungkin juga menyukai