Anda di halaman 1dari 13

Bidan Delima adalah sistem standarisasi kualitas pelayanan bidan praktek swasta, dengan penekanan

pada kegiatan monitoring & evaluasi serta kegiatan pembinaan & pelatihan yang rutin dan
berkesinambungan.

Bidan Delima melambangkan Pelayanan berkualitas dalam Kesehatan Reproduksi dan Keluarga
Berencana yang berlandaskan kasih sayang, sopan santun, ramah-tamah, sentuhan yang manusiawi,
terjangkau, dengan tindakan kebidanan sesuai standar dan kode etik profesi.

Standar

Standar adalah kesepakatan-kesepakatan yang telah didokumentasikan yang di dalamnya terdiri antara
lain mengenai spesifikasi-spesifikasi teknis atau kriteria-kriteria yang akurat yang digunakan sebagai
peraturan, petunjuk, atau definisi-definisi tertentu untuk menjamin suatu barang, produk, proses, atau
jasa sesuai dengan yang telah dinyatakan.

Bidan Praktek Swasta

Bidan Praktek Swasta (BPS) adalah Bidan yang memiliki Surat Ijin Praktek Bidan (SIPB) sesuai
dengan persyaratan yang berlaku, dicatat (register) diberi izin secara sah dan legal untuk menjalankan
praktek kebidanan mandiri.

Kualitas Pelayanan

Kualitas adalah usaha untuk mengetahui dan memenuhi semaksimal mungkin setiap kebutuhan
konsumen dalam hal ini kebutuhan di bidang kesehatan. Kualitas dapat diartikan sebagai kemampuan
suatu produk baik barang maupun jasa dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Kualitas juga
merupakan janji pelayanan yang terus dijaga agar pihak yang dilayani merasa puas dan diuntungkan.
Sedangkan pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi
langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan memenuhi kepuasan
pelanggan/klien.

Peran Bidan Delima dalam Bidang Kesehatan


Bidan Delima dibutuhkan dalam rangka:

1. Mempertahankan dan meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan BPS, sesuai kebutuhan
masyarakat.
2. Melindungi masyarakat sebagai konsumen dan bidan sebagai provider, dari praktek yang
tidak terstandar
3. Sebagai standarisasi pelayanan kebidanan bagi BPS sejalan dengan rencana strategis IBI.
4. Menjadi standar dalam mengevaluasi pelayanan kebidanan di BPS karena memiliki tools
(perangkat) yang lebih lengkap.
5. Sebagai bagian dari pelaksanaan rencana kerja IBI dalam pelayanan kebidanan, sekaligus
untuk mempertahankan dan meningkatkan citra IBI.
6. Sebagai tempat pilihan terbaik bagi praktik pendidikan bidan.

Visi

Bidan Delima menjadi standarisasi pelayanan BPS di Indonesia

Misi

a. Meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan di BPS.


b. Meningkatkan kompetensi BPS berdasarkan hasil penelitian dan perkembangan praktek
kebidanan terkini.
c. Mewujudkan BPS yang handal, kompeten dan profesional dalam pelayanannya melalui
standarisasi dan kegiatan monev yang berkesinambungan.
d. Mewujudkan rasa aman, nyaman dan kepuasan bagi BPS dan pengguna jasa.
e. Meningkatkan peran IBI dalam membina dan menjaga profesionalitas BPS.

Nilai-nilai Bidan Delima

 Kepatuhan pada standar pelayanan

Dianut sebagai nilai utama untuk menekankan bahwa sebuah standar dalam pelayanan harus
dipatuhi dan dilaksanakan oleh anggota BD.

 Tumbuh Bersama

Untuk menggambarkan bahwa semua anggota BD harus merasakan kemajuan dan terus
berusaha untuk maju secara kelompok.

 Keterbukaan
Nilai-nilai yang wajib dianut oleh anggota agar tercipta hubungan yang erat dan harmonis
dalam komunitas.

 Profesionalisme
Selaras dengan nilai kepatuhan pada standar pelayanan, maka profesionalisme diharapkan
dapat menjadi semacam ‘label bagi setiap pribadi anggota BD.
 Kewirausahaan
Semangat wirausaha diharapkan dapat mewarnai setiap pribadi anggota BD, sehingga selalu
ada upaya untuk terus maju dan tumbuh lebih baik daripada sebelumnya.

Logo Bidan Delima

Bidan
Petugas Kesehatan yang memberikan pelayanan yang berkualitas, ramah-tamah, aman-nyaman,
terjangkau dalam bidang Kesehatan Reproduksi, Keluarga Berencana dan kesehatan umum dasar
selama 24 jam.

Delima
Buah yang terkenal sebagai buah yang cantik, indah, berisi biji dan cairan manis yang melambangkan
kesuburan (reproduksi).

Merah
Warna melambangkan keberanian dalam menghadapi tantangan dan pengambilan keputusan yang
cepat, tepat dalam membantu masyarakat.

Hitam
Warna yang melambangkan ketegasan dan kesetiaan dalam melayani kaum perempuan (ibu dan anak)
tanpa membedakan.

Hati
Melambangkan pelayanan Bidan yang manusiawi, penuh kasih sayang (sayang Ibu dan sayang Bayi)
dalam semua tindakan/ intervensi pelayanan.
Bidan Delima melambangkan:
Pelayanan berkualitas dalam Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana yang berlandaskan kasih
sayang, sopan santun, ramah-tamah, sentuhan yang manusiawi, terjangkau, dengan tindakan
kebidanan sesuai standar dan kode etik profesi.

Pola Operasi Bidan Delima

Pola operasi Bidan Delima mengacu pada Sistem Jaminan Kualitas ISO dengan sentuhan Gerakan
Moral

 Pola operasi Bidan Delima diputuskan mengacu pada Sistem Jaminan Kualitas ISO dengan
sentuhan Gerakan Moral.
 Pola ini dipilih berangkat dari tujuan awal adanya program BD, yaitu meningkatkan standar
kualitas pelayanan kebidanan. Ditambah lagi dengan melihat kenyataan bahwa selama ini
program BD dapat berjalan baik karena adanya partisipasi sukarela dan dorongan moral dari
penggeraknya.
 Dengan demikian pola operasi Sistem Jaminan Kualitas ditambah Gerakan Moral menjadi
sebuah pilihan yang dirasa paling tepat untuk program BD saat ini.
Kerangka Kerja Bidan Delima
Proses Bisnis Bidan Delima

Mamfaat Bidan Delima

Manfaat bagi Bidan Delima

a. Kebanggaan karena dapat memberikan pelayanan yang terstandar.


b. Pengakuan dari berbagai pihak.
c. Pelatihan dan pembinaan rutin.
d. Promosi.
Manfaat bagi pengelola program

a. Kebanggaan.
b. Imbalan finansial (transport & insentif).
c. Pelatihan rutin.

Manfaat bagi Pasien/Pelanggan

Mendapatkan pelayanan kebidanan yang aman dan berkualitas

Mitra Kerja

a. Peningkatan citra organisasi/individu dan mitra.


b. Membantu mitra dalam melaksanakan program kerja dan mencapai sasaran kinerja.
c. Mendapatkan data/informasi akurat dan terkini mengenai kondisi kesehatan ibu dan anak.
d. Wadah belajar dan praktek untuk peningkatan pengetahuan dan keahlian.
e. Wadah untuk berkontribusi dalam peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia.

Struktur Organisasi Bidan Delima

Struktur Organisasi Bidan Delima Tingkat Propinsi

Struktur Organisasi Bidan Delima Tingkat Kabupaten/Kota


WHO tahun 2011 menyatakan bahwa angka kematian ibu (AKI) di negara-negara Asia
Tenggara seperti
Malaysia (29/100.000 KH),
Thailand (48/100.000 KH),
Vietnam 59/100.000 KH), serta
Singapore (3/100.000 KH).

Dibandingkan dengan negara-negara maju, angkanya sangat jauh berbeda sepeti


Australia (7/100.000 KH) dan
Jepang (5/100.000 KH) (WHO, 2013).

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tahun 2015 tergolong masih cukup tinggi
dibandingkan negara-negara lain yaitu
mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup, jika dibandingkan dengan

AKI tahun 2014 sebesar 359/100.000 kelahiran hidup, jauh menurun jika dilihat dari
jumlahnya,

namun masih jauh juga dari target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 102/100.000
kelahiran hidup.

Masih memerlukan kerja keras dari semua komponen untuk mencapai target
tersebut(Kemenkes RI, 2016).

Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 menunjukkan AKB sebesar 22,23 per
1.000 kelahiran hidup, yang artinya sudah mencapai target SDG’s 2015 sebesar 23 per
1.000 kelahiran hidup. Begitu pula dengan Angka Kematian Balita (AKABA) hasil SUPAS
2015 sebesar 26,29 per
1.000 kelahiran hidup, juga sudah memenuhi target SDG’s 2015 sebesar 32 per 1.000
kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2016)

Total SDMK di puskesmas di Indonesia tahun 2016 adalah 341.536 orang yang terdiri
dari 289.465 orang tenaga kesehatan (84,75%) dan 52.071 orang tenaga penunjang
kesehatan (15,25%). Proporsi tenaga kesehatan di puskesmas terbanyak yaitu bidan
sebanyak 35,2% (120.091 orang), sedangkan proporsi tenaga kesehatan di puskesmas yang
paling sedikit yaitu ahli teknologi laboratorium klinik sebesar 1,9% (6.481 orang).

Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2017
(http://bppsdmk.kemkes.go.id)

Jumlah bidan di puskesmas non rawat inap minimal empat orang dan di puskesmas
rawat inap minimal tujuh orang. Kondisi ini merupakan standar minimal di wilayah
perkotaan, perdesaan, dan kawasan terpencil dan sangat terpencil. Pada tahun 2016, secara
nasional terdapat 70,4% puskesmas memiliki bidan melebihi jumlah standar yang
ditetapkan, 4,5% puskesmas sudah cukup bidan, dan 20,5% puskesmas kekurangan bidan.
Berdasarkan regional, proporsi terbesar puskesmas yang cukup dan berlebih jumlah bidan
terdapat di regional Jawa-Bali (85,75%) dan Sumatera (85,7%), sedangkan proporsi terbesar
puskesmas yang kekurangan bidan terdapat di regional Nusa Tenggara-Maluku-Papua
(43,9%).

Berdasarkan provinsi, provinsi dengan persentase tertinggi puskesmas dengan


jumlah bidan cukup dan berlebih yaitu Sumatera Barat (99,2%), Bali (98,3%), dan Jambi
(96,6%). Provinsi dengan persentase tertinggi puskesmas yang kekurangan bidan adalah DKI
Jakarta (74,7%), Papua Barat (52,9%), dan Kalimantan Utara (52%). Rincian lengkap
mengenai persentase puskesmas dengan kecukupan bidan dapat dilihat di Lampiran 3.3.

PERBANDINGAN JUMLAH TENAGA KESEHATAN (DOKTER UMUM, DOKTER GIGI,


PERAWAT, DAN BIDAN) DI DAERAH 3T DENGAN JUMLAH NASIONAL
TAHUN 2016
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2017
(http://bppsdmk.kemkes.go.id)
Jumlah kabupaten/kota daerah 3T yaitu 27,8% dari total kabupaten/kota. Jika
dibandingkan dengan jumlah total SDMK nasional, SDMK di daerah 3T sebesar 13,4%
dengan 11,4% dokter umum, 9,3% dokter gigi, 13,8% perawat, dan 16,8% bidan. Provinsi
dengan jumlah SDMK di daerah 3T terbanyak yaitu provinsi Nusa Tenggara Timur dengan 19
jumlah kabupaten/kota 3T. Rincian lengkap mengenai jumlah SDMK di daerah tertinggal,
terdepan, dan terluar tahun 2016 dapat dilihat di Lampiran 3.8.

Rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk merupakan indikator untuk


mengukur ketersediaan tenaga kesehatan untuk mencapai target pembangunan kesehatan
tertentu. Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor
54 Tahun 2013 tentang Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2011 – 2025,
target rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk pada tahun 2019 di antaranya
rasio dokter umum 45 per 100.000 penduduk, rasio dokter gigi 13 per 100.000 penduduk,
rasio perawat 180 per 100.000 penduduk, dan rasio bidan 120 per 100.000 penduduk.

Rasio bidan di Indonesia pada tahun 2016 adalah sebesar 63,22 per 100.000
penduduk. Angka ini masih jauh dari target 2019 yaitu 120 per 100.000 penduduk. Ada
empat provinsi yang telah memenuhi target tahun 2019 yaitu Aceh, Bengkulu, Maluku
Utara, dan Jambi. Provinsi dengan rasio terendah yaitu Jawa Barat sebesar 37,21 per
100.000 penduduk.

Keberhasilan upaya kesehatan ibu, di antaranya dapat dilihat dari indikator Angka
Kematian Ibu (AKI). AKI adalah jumlah kematian ibu selama masa kehamilan, persalinan dan
nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau pengelolaannya tetapi
bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan atau terjatuh di setiap 100.000 kelahiran
hidup.
Indikator ini tidak hanya mampu menilai program kesehatan ibu, terlebih lagi mampu
menilai derajat kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan
kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas. Penurunan AKI di Indonesia terjadi
sejak tahun 1991 sampai dengan 2007, yaitu dari 390 menjadi 228. Namun demikian, SDKI
tahun 2012 menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan yaitu menjadi 359 kematian ibu
per 100.000 kelahiran hidup. AKI kembali menujukkan penurunan menjadi 305 kematian ibu
per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015.
Gambaran AKI di Indonesia dari tahun 1991 hingga tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar
5.1 berikut ini.
GAMBAR 5.1
ANGKA KEMATIAN IBU DI INDONESIA
TAHUN 1991 – 2015
Sumber: BPS, SDKI 1991-2012
Sebagai upaya penurunan AKI, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sejak
tahun 1990 telah meluncurkan safe motherhood initiative, sebuah program yang
memastikan semua wanita mendapatkan perawatan yang dibutuhkan sehingga selamat dan
sehat selama kehamilan dan persalinannya. Upaya tersebut dilanjutkan dengan
programGerakan Sayang Ibu di tahun 1996 oleh Presiden Republik Indonesia. Program ini
melibatkan
sektor lain di luar kesehatan. Salah satu program utama yang ditujukan untuk mengatasi
masalah kematian ibu yaitu penempatan bidan di tingkat desa secara besar-besaran yang
bertujuan untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir ke
masyarakat. Upaya lain yang juga telah dilakukan yaitu strategi Making Pregnancy Safer
yang
dicanangkan pada tahun 2000.
Pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan meluncurkan program Expanding Maternal
and Neonatal Survival (EMAS) dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan neonatal
sebesar 25%. Program ini dilaksanakan di provinsi dan kabupaten dengan jumlah kematian
ibu dan neonatal yang besar, yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Dasar pemilihan provinsi tersebut disebabkan 52,6% dari
jumlah total kejadian kematian ibu di Indonesia berasal dari enam provinsi tersebut.
Sehingga dengan menurunkan angka kematian ibu di enam provinsi tersebut diharapkan
akan dapat menurunkan angka kematian ibu di Indonesia secara signifikan.
Program EMAS berupaya menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian
neonatal dengan cara : 1) meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi
baru
lahir minimal di 150 Rumah Sakit PONEK dan 300 Puskesmas/Balkesmas PONED) dan 2)
memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar puskesmas dan rumah sakit.
Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin agar setiap ibu
mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, seperti pelayanan kesehatan
ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan
kesehatan, perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan
jika
terjadi komplikasi, kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan, dan pelayanan
keluarga berencana.
Pada bagian berikut, gambaran upaya kesehatan ibu yang disajikan terdiri dari :
(1) pelayanan kesehatan ibu hamil, (2) pelayanan imunisasi Tetanus Toksoid wanita usia
subur dan ibu hamil, (3) pelayanan kesehatan ibu bersalin, (4) pelayanan kesehatan ibu
nifas,
(5) Puskesmas melaksanakan kelas ibu hamil dan Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) dan (6) pelayanan kontrasepsi.
1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil
Pelayanan kesehatan ibu hamil diberikan kepada ibu hamil yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Proses ini dilakukan selama rentang
usiaPengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA). Proses ini dilakukan selama rentang usia
kehamilan ibu yang dikelompokkan sesuai usia kehamilan menjadi trimester pertama,
trimester kedua, dan trimester ketiga. Pelayanan kesehatan ibu hamil yang diberikan harus
memenuhi elemen pelayanan sebagai berikut.
1. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.
2. Pengukuran tekanan darah.
4. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).
5. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus toksoid
sesuai status imunisasi.
6. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan.
7. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
8. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling,
termasuk keluarga berencana).
9. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah (Hb),
pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah
dilakukan sebelumnya).
10. Tatalaksana kasus.
Selain elemen tindakan yang harus dipenuhi, pelayanan kesehatan ibu hamil juga
harus memenuhi frekuensi minimal di tiap trimester, yaitu satu kali pada trimester pertama
(usia kehamilan 0-12 minggu), satu kali pada trimester kedua (usia kehamilan 12-24
minggu),
dan dua kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24 minggu sampai persalinan). Standar
waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap ibu hamil dan
atau janin berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan, dan penanganan dini komplikasi
kehamilan.
Penilaian terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dilakukan
dengan melihat cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang telah
memperoleh pelayanan antenatal pertama kali oleh tenaga kesehatan dibandingkan jumlah
sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Sedangkan cakupan K4
adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar
paling sedikit empat kali sesuai jadwal yang dianjurkan di tiap trimester dibandingkan
jumlah
sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut
memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu
hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan.
Capaian K4 dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2016 disajikan pada gambar
berikut ini.
kehamilan ibu yang dikelompokkan sesuai usia kehamilan menjadi trimester pertama,
trimester kedua, dan trimester ketiga. Pelayanan kesehatan ibu hamil yang diberikan harus
memenuhi elemen pelayanan sebagai berikut.
1. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.
2. Pengukuran tekanan darah.

Selain elemen tindakan yang harus dipenuhi, pelayanan kesehatan ibu hamil juga
harus memenuhi frekuensi minimal di tiap trimester, yaitu satu kali pada trimester pertama
(usia kehamilan 0-12 minggu), satu kali pada trimester kedua (usia kehamilan 12-24
minggu),
dan dua kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24 minggu sampai persalinan). Standar
waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap ibu hamil dan
atau janin berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan, dan penanganan dini komplikasi
kehamilan.
Penilaian terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dilakukan
dengan melihat cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang telah
memperoleh pelayanan antenatal pertama kali oleh tenaga kesehatan dibandingkan jumlah
sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Sedangkan cakupan K4
adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar
paling sedikit empat kali sesuai jadwal yang dianjurkan di tiap trimester dibandingkan
jumlah
sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut
memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu
hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan.
Capaian K4 dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2016 disajikan pada gambar
berikut ini.

Analisis kematian ibu yang dilakukan Direktorat Bina Kesehatan Ibu pada tahun 2010
membuktikan bahwa kematian ibu terkait erat dengan penolong persalinan dan tempat/
fasilitas persalinan. Persalinan yang ditolong tenaga kesehatan terbukti berkontribusi
terhadap turunnya risiko kematian ibu. Demikian pula dengan tempat/fasilitas,
jika persalinan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan, juga akan semakin menekan risiko
kematian ibu.

Dari sisi ketersediaan jenis tempat pelayanan KB menunjukkan bahwa sebagian besar
adalah praktek bidan mandiri. Fasilitas KB ini memiliki proporsi yang sangat besar (52,43%).
Sedangkan fasilitas KB milik pemerintah memiliki persentase sebesar 16,66%. Pemerintah
melalui BKKBN dan Kementerian Kesehatan bertanggungjawab terhadap semua jenis
fasilitas
KB tersebut, tidak hanya kepada fasilitas KB milik pemerintah saja. Hal ini merupakan salah
satu tantangan yang dihadapi dalam implementasi program KB.

Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 menunjukkan AKB sebesar 22,23
per 1.000 kelahiran hidup, yang artinya sudah mencapai target MDG 2015 sebesar 23 per
1.000 kelahiran hidup. Begitu pula dengan Angka Kematian Balita (AKABA) hasil SUPAS 2015
sebesar 26,29 per 1.000 kelahiran hidup, juga sudah memenuhi target MDG 2015 sebesar
32 per 1.000 kelahiran hidup.

Sementara hingga pertengahan tahun atau semester satu 2017 tercatat sebanyak 10.294 kasus
kematian bayi. Demikian pula dengan angka kematian ibu saat melahirkan turun dari 4.999
kasus pada 2015 menjadi 4.912 kasus di tahun 2016. Sementara hingga semester satu di tahun
2017 terjadi 1.712 kasus kematian ibu saat proses persalinan.

Kemenkes juga mencatat peningkatan cakupan program Imunisasi Dasar Lengkap (IDL)
yang pada 2015 sebanyak 4.139.903 bayi. Kemudian di tahun 2016 meningkat menjadi
4.361.072 bayi. Sedangkan capaian hingga semester satu tahun 2017 sebanyak 1.773.440
bayi.

Selain itu, Kemenkes juga mencatat penurunan jumlah kasus balita yang mengalami
kekerdilan atau //stunting. Angka balita alami kekerdilan berhasil diturunkan dari 29,0 persen
pada 2015 menjadi 27,5 persen pada 2016.

Dalam upaya penurunan jumlah kasus tersebut, Kemenkes terus mendorong upaya
pemenuhan gizi salah satunya dengan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi
ibu hamil dan balita. Untuk pemenuhan gizi pada balita kurus, Kemenkes telah
mendistribusikan 2.014,1 ton PMT kepada 186.481 balita pada 2015.

Di tahun 2016 distribusi PMT naik menjadi 5.554,7 ton untuk 514.320 balita. Sedangkan
perkembangan sampai dengan akhir semester satu tahun 2017 sebanyak 2.225,1 ton PMT
telah didistribusikan untuk 206.033 balita di berbagai daerah di Indonesia.

Tujuan, Manfaat, Sasaran, Prosedur Pendaftaran, dan


Standar Pelayanan Bidan Delima
Definisi dan pengertian bidan menurut WHO (2004), adalah orang yang telah mengikuti
program pendidikan yang diakui oleh negara, telah menyelesaikan serangkaian pelatihan dan
pendidikan kebidanan, menerima kualifikasi dan terdaftar secara legal serta mempunyai ijin
praktek kebidanan. Bidan dapat melaksanakan praktek di rumah sakit, klinik, unit-unit
kesehatan lingkungan pemukiman dan unit pelayanan lainnya. Dalam menjalankan praktek
bidan berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi: a) pelayanan kebidanan; b)
pelayanan keluarga berencana; c) pelayanan kesehatan masyarakat.

Sedangkan Bidan Delima menurut IBI (2004), adalah Bidan Praktek Swasta (BPS) yang
memberikan pelayanan KB/KR yang berkualitas, sudah mengikuti standar pelayanan
kebidanan sesuai dengan ketentuan Kepmenkes No. 900/VII/2002 dan standar WHO. Bidan
Delima merupakan suatu program terobosan strategis yang mencakup: a) pembinaan pen
ingkatan kualitas pelayanan bidan dalam lingkup Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan
Reproduksi (KR); b) merk dagang/brand; c) mempunyai standar kualitas, unggul, khusus,
bernilai tambah, lengkap, dan memiliki hak paten dan d) rekrutmen bidan delima ditetapkan
dengan kriteria, system, dan proses baku yang harus dilaksanakan secara konsisten dan
berkesinambungan, menganut prinsip pengembangan diri dan semangat tumbuh bersama.

Proses pendaftaran dan pembentukan Bidan Delima antara lain meliputi: a) pendaftaran dan
pengisian formulir prakualifikasi, b) pengisian buku kajian mandiri dan c) validasi. Pengisian
formulir pra-kualifikasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran pelayanan bidan yang
berminat menjadi Bidan Delima, bidan yang berminat menilai diri sendiri. Syarat nilai
minimal untuk menjadi calon bidan delima (CBD) adalah 75% dari hasil pengamatan
mengenai: fasilitas, praktek pencegahan infeksi, konseling pada klien, klien untuk pelayanan
KB, klien untuk asuhan selama kehamilan, persalinan, dan nifas.

Untuk mengukur tingkat pelayanan yang diberikan, calon Bidan Delima diminta untuk
belajar dan mengisian buku kajian mandiri. Kajian mandiri merupakan penilaian sendiri oleh
bidan terhadap kinerja pelayanan KB dan persalinan. Bila pada saat mengisi buku kajian
mandiri merasa ada kekurangan, diharapkan konsultasi kepada fasilitator ataupun unit
pelaksana Bidan Delima cabang yang akan memberikan solusi, apakah dengan magang atau
mengikuti pelatihan klinis. Validasi dilakukan setelah CBD merasa siap untuk divalidasi.

Prosedur validasi standar dilakukan terhadap semua jenis pelayanan yang diberikan oleh
Bidan Praktek Swasta yang bersangkutan. Bagi yang lulus, yaitu yang telah memenuhi
seluruh persyaratan minimal dan prosedur standar dengan kriteria nilai harus mencapai
(100%), diberikan sertifikat yang berlaku selama 5 tahun dan tanda pengenal signage, pin,
apron (celemek) dan buku-buku. Bagi yang belum lulus, fasilitator terus mementor sampai ia
berhasil lulus jadi Bidan Delima.

Tujuan Bidan Delima : Tujuan pelaksanaan Bidan Delima adalah: a) meningkatkan kualitas
pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi (KR), b) meningkatkan
kebanggaan profesional bidan, c) mengembangkan kepemimpinan bidan di masyarakat dan
d) meningkatkan cakupan pelayanan KB/KR.

Sasaran Bidan Delima : Sasaran Bidan Delima adalah: a) Bidan Praktek Swasta minimal
telah melaksanakan praktek 3 tahun dan memiliki Surat Ijin Praktek Bidan yang masih
berlaku; b) mempunyai motivasi untuk meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan stantdar
terkini dan c) bersedia memenuhi ketentuan fasilitas, kompetensi ketrampilan, perilaku dan
pengetahuan sesuai standar.

Manfaat Bidan Delima : Bidan delima mempunyai manfaat sebagai berikut: a) bagi Bidan
Praktek Swasta yaitu mendapat pengakuan dari organisasi dan masyarakat sebagai petugas
yang melaksanakan pelayanan berkualitas, membantu dalam menjamin kualitas pelayanan
KB dan KR, mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan terkini, promosi, klien meningkat,
fasilitas sesuai standar; b) bagi masyarakat yaitu mengetahui pelayanan berkualitas, akses
pelayanan berkualitas, mendapatkan pelayanan berkualitas dan c) bagi Dinas Kesehatan yaitu
Bidan Praktek Swasta dibina sesuai standar, masyarakat terayomi untuk mendapatkan
pelayanan berkualitas, mengetahui jumlah BPS yang berkualitas dan yang perlu ditingkatkan
diwilayahnya.

Untuk mempertahankan kualitas pelayanan Bidan Delima sesuai standar WHO dan
Kepmenkes No.900/VII/2002, digunakan sistem monitoring dan evaluasi yang mencakup
antara lain:a) pemantauan lapangan berkala minimal 3 bulan sekali; b) pemantauan kualitas
pelayanan bidan delima mencakup kaji ulang mengenai ketrampilan klinis, kelayakan sarana,
prasarana dan fasilitas; c) pemantauan kinerja fasilitator melalui wawancara kepada bidan
delima yang dipilih secara acak untuk mengevaluasi proses validasi, mentoring dan coaching
sesuai standar prosedur dan d) melakukan analisa hasil pemantauan lapangan dan memberkan
umpan balik. Pemantauan terhadap bidan delima dilakukan oleh unit pelaksana Bidan
Delima, pengurus IBI, peserta Bidan Delima serta fasilitator.

Anda mungkin juga menyukai