Anda di halaman 1dari 32

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia

kedokteran. Menurut catatan WHO, diketahui penyebab infertilitas pada

perempuan di antaranya, adalah: faktor Tuba fallopii (saluran telur) 36%,

gangguan ovulasi 33%, endometriosis 30%, dan hal lain yang tidak diketahui

sekitar 26%.Hal ini berarti sebagiaesar masalah infertilitas pada perempuan

disebabkan oleh gangguan pada organ reproduksi atau karena gangguan proses

ovulasi.

Endometriosis paling sering terjadi pada usia reproduksi. Insidensi yang

pasti belum diketahui, namun prevalensinya pada kelompok tertentu cukup tinggi.

Misalnya, pada wanita yang dilakukan laparaskopi diagnostik, ditemukan

endometriosis sebanyak 0-53%; pada kelompok wanita dengan infertilitas yang

belum diketahui penyebabnya ditemukan endometriosis sebanyak 70-80%;

sedangkan pada wanita dengan infertilitas sekunder ditemukan endometriosis

sebanyak 25%. Diperkirakan prevalensi endometriosis akan terus meningkat dari

tahun ketahun. Meskipun endometriosis dikatakan penyakit wanita usia

reproduksi, namun telah ditemukan pula endometriosis pada usia remaja dan

pasca menopause. Oleh karena itu, untuk setiap nyeri haid baik pada usia remaja,

maupun pada usia menopause perlu dipikirkan adanya endometriosis.

Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukkan

angka kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5-15% dapat ditemukan di

semua operasi pelvik. Endometriosis jarang didapatkan pada orang-orang negro,


2

dan lebih sering didapatkan pada wanita-wanita yang berasal dari golongan sosio-

ekonomi yang kuat. Yang menarik perhatian adalah bahwa endometriosis lebih

sering ditemukan pada wanita yang tidak kawin pada umur muda, dan yang tidak

mempunyai banyak anak. Ternyata fungsi ovarium secara siklis yang terus

menerus tanpa diselingi kehamilan, memegang peranan penting di dalam

terjadinya endometriosis.

Angka kejadian endometriosis yang terjadi pada infertilitas menurut Ali

Badziad, 1992, adalah sebesar antara 20-60 %. Pada infertilitas primer angka

kejadian endometriosis yang terjadi sebesar 25%, sedangkan pada infertilitas

sekunder angka kejadiannya sebesar 15%. Sedangkan angka kejadian

endometriosis yang dilaporkan oleh Speroff adalah 3-10% terjadi pada wanita usia

produktif, dan antara 25-35 terjadi pada wanita infertil. Sedangkan di Indonesia

endometriosis ditemukan kurang lebih 30% pada wanita infertil. Menurut William

dan Pratt kejadian Endometriosis pada seluruh laparatomi dari berbagai indikasi

ditemukan sebesar 11,87%.

Berdasarkan penjelasan di atas besar persentase kasus endometriosis pada

wanita mendasari study kasus ini untuk mengkaji lebih dalam mengenai salah satu

penyebab dari infertilitas.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari endometritis?

2. Apa etiologi dari endometritis?

3. Apa klasifikasi dari endometritis?

4. Bagaimana gambaran klinis dari endometritis?


3

5. Apa patofisiologi dari endometritis?

6. Apa saja komplikasi dari endometritis?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa definisi dari endometritis?

2. Untuk mengetahui apa etiologi dari endometritis?

3. Untuk mengetahui apa klasifikasi dari endometritis?

4. Untuk mengetahui bagaimana gambaran klinis dari endometritis?

5. Untuk mengetahui apa patofisiologi dari endometritis?

6. Untuk mengetahui apa komplikasi dari endometritis?


4

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Endometritis

1. Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya

disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan.

2. Endometritis adalah infeksi pada endometrium atau lapisan dalam dari

rahim. (Manuaba,1998)

3. Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium,

merupakan komplikasi pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam

setelah melahirkan.(Obstetri dan ginekologi universitas

Padjajaran,1981)

4. Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang

masih dapat berfungsi terdapat diluar kavum uteri.( Sarwono

Prawirohardjo,2009)

Endometriosis adalah radang yang terkait dengan hormon estradiol/estrogen

berupa pertumbuhan jaringan endometrium yang disertai perambatan pembuluh

darah, hingga menonjol keluar dari rahim (pertumbuhan ectopic) dan

menyebabkan pelvic pain.

Endometriosis dikatakan terkait dengan estrogen sebab perkembangan

dansimtoma yang ditimbulkan akan hilang seiring datangnya menopause, oleh

karena itu perawatan paling umum bagi penderita radang ini adalah penggunaan

terapi hormonal yang menginduksi kondisi hipoestrogenik. Estrogen merupakan

kelompok hormon steroid yang disekresi ovarium setelah distimulasi

oleh FSH dan/atau LH yang disekresi oleh kelenjar hipofisis. Lebih lanjut sekresi
5

FSH dan LH dihambat oleh hormon GnRHyang disekresi oleh hipotalamus.

Setelah kista endometriosis telah terbentuk sepenuhnya, muncul

simtoma hiperalgesia vaginal yang disertai dengan hiperalgesiaotot

perut. Jaringan di sekitar kista akan mensekresi berbagai sitokina antara lain IL-

1,IL-6, IL-8, dan IL-10, TNF-α, faktor pertumbuhan seperti VEGF dan NGF.

Biasanya endometriosis terbatas pada lapisan rongga perut atau permukaan

organ perut. Endometrium yang salah tempat ini biasanya melekat

pada ovarium (indung telur) dan ligamen penyokong rahim. Endometrium juga

bisa melekat pada lapisan luar usus halus dan usus besar, ureter (saluran yang

menghubungan ginjal dengan kandung kemih), kandung kemih, vagina, jaringan

parut di dalam perut atau lapisan rongga dada. Kadang jaringan endometrium

tumbuh di dalam paru-paru.

Endometriosis bisa diturunkan dan lebih sering ditemukan pada keturunan

pertama (ibu, anak perempuan, saudara perempuan). Faktor lain yang

meningkatkan risiko terjadinya endometriosis adalah memiliki rahim yang

abnormal, melahirkan pertama kali pada usia di atas 30 tahun dan kulit

putih.Endometriosis diperkirakan terjadi pada 10-15% wanita subur yang berusia

25-44 tahun, 25-50% wanita mandul dan bisa juga terjadi pada usia remaja.

Endometriosis yang berat bisa menyebabkankemandulan karena menghalangi

jalannya sel telur dari ovarium ke rahim.

B. Etiologi Endometritis

Mikroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya Campylobacter

foetus, Brucella sp., Vibrio sp. dan Trichomonas foetus. Endometritis juga dapat
6

diakibatkan oleh bakteri oportunistik spesifik seperti Corynebacterium pyogenes,

Eschericia coli dan Fusobacterium necrophorum. Organisme penyebab biasanya

mencapai vagina pada saat perkawinan, kelahiran, sesudah melahirkan atau

melalui sirkulasi darah.

Terdapat banyak faktor yang berkaitan dengan endometritis, yaitu retensio

sekundinarum, distokia, faktor penanganan, dan siklus birahi yang tertunda.

Selain itu, endometritis biasa terjadi setelah kejadian aborsi, kelahiran kembar,

serta kerusakan jalan kelahiran sesudah melahirkan. Endometritis dapat terjadi

sebagai kelanjutan kasusdistokia atau retensi plasenta yang mengakibatkan

involusi uteruspada periode sesudah melahirkan menurun. Endometritis juga

sering berkaitan dengan adanya Korpus Luteum Persisten (CLP).

Sedangkan menurut Varney, H. (2011), hal-hal yang dapat menyebabkan

infeksi pada wanita adalah :

1. Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban.

2. Pecahnya ketuban berlangsung lama.

3. Adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya

ketuban.

4. Teknik aseptik tidak dipatuhi.

5. Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual).

6. Trauma jaringan yang luas/luka terbuka.

7. Kelahiran secara bedah.

8. Retensi fragmen plasenta/membran amnion.

Beberapa pendapat para ahli mengenai Endometriosi :

1. Teori ‘SISTEM KEKEBALAN’


7

Kelainan system kekebalan menyebabkan jaringan menstruasi tumbuh di

daerah selain rahim

2. Teori ‘ GENETIK ‘

Keluarga tertentu memiliki factor tertentu yang menyebabkan kepekaan yang

tinggi terhadap endometriosis. Bahwa anak atau saudara penderita

endometriosis beresiko basar mengalami endometriosis sendiri.

3. Teori ‘ RETROGRAD MENSTRUATION ‘

Menurut teori ini, endometriosis terjadi karena sel-sel endometrium yang

dilepaskan saat menstruasi mengalir kembali me;alui tuba ke rongga pelvis.

Sudah dibuktikan bahwa dalm darah menstruasi terdapat sel-sel endometrim

yang masih hidup. Sel-sel ini kemudian dapat mengadakan implantasi di

pelvis.

C. Klasifikasi Endometriosis

Berdasarkan visualisasi rongga pelvis dan volume tiga dimensi dari

endometriosis dilakukan penilaian terhadap ukuran, lokasi dan kedalaman invasi,

keterlibatan ovarium dan densitas dari perlekatan. Dengan perhitungan ini

didapatkan nilai-nilai dari skoring yang kemudian jumlahnya berkaitan dengan

derajat klasifikasi endometriosis. Nilai 1-4 adalah minimal (stadium I), 5-15

adalah ringan (stadium II), 16-40 adalah sedang (stadium III) dan lebih dari 40

adalah berat (stadium IV).


8

Tabel
Derajat Endometriosis berdasarkan skoring dari Revisi AFS (American Fertility
Society)

Endometriosis <1cm 1-3 cm >1cm


Peritoneum Permukaan 1 2 4
Dalam 2 4 6
Ovarium Kanan Permukaan 1 2 4
Dalam 4 16 20
Kiri Permukaan 1 2 4
Dalam 4 16 20
Perlekatan kavum douglas Sebagian Komplit
4 40
Ovarium Perlekatan <1/3 1/3-2/3 >2/3
Kanan Tipis 1 2 4
Tebal 4 8 16
Kiri Tipis 1 2 4
Tebal 4 8 16
Tuba Kanan Tipis 1 2 4
Tebal 4 8 16
Kiri Tipis 1 2 4
Tebal 4 8 16

MenurutSarwono(2009),Endometriosis diklasifikasikan menjadi 2 bagian,yaitu :

1. Endometritis Akuta

Terjadi pada masa post partum / post abortum. Pada endometritis post

partum regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga endometritis post

partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis post abortum

terutama terjadi pada abortus provokatus. Pada endometritis akuta, endometrium

mengalami edema dan hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat

hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit berinti polimorf yang banyak, serta
9

perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab yang paling penting ialah infeksi

gonorea dan infeksi pada abortus dan partus. Infeksi gonorea mulai sebagai

servisitis akut, dan radang menjalar ke atas dan menyebabkan endometritis akut.

Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus.

Pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke

miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah limfe dapat menjalar ke

parametrium, ketuban dan ovarium, dan ke peritoneum sekitarnya. Gejala-gejala

endometritis akut dalam hal ini diselubungi oleh gejala-gejala penyakit dalam

keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar leukorea

yang bernanah, dan uterus serta daerah sekitarnya nyeri pada perabaan. Sebab lain

endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar partus atau

abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus, memasukan IUD

(intra uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya. Tergantung dari virulensi

kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis akut tetap berbatas

pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di sekitarnya.

Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak

seberapa patogen pada umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri,

dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid.

Dalam pengobatan endometritis akuta yang paling penting adalah berusaha

mencegah, agar infeksi tidak menjalar.

Gejalanya :

a. Demam

b. Lochea berbau(pada endometritis post abortum kadang-kadang keluar

flour yang purulent)


10

c. Lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi

d. Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak

nyeri

Terapi yang diberikan :

a. Uterotonika

b. Istirahat, letak fowler

c. Antibiotika

d. Endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus

carsinoma, dapat di beri uterotonika

2. Endometritis Kronika

Endometritis kronika tidak seberapa sering ditemukan, oleh karena itu

infeksi yang tidak dalam masuknya pada miometrium, tidak dapat

mempertahankan diri, karena pelepasan lapisan fungsional dan endometrium pada

waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan banyak sel-sel plasma dan

limfosit. Penemuan limfosit saja tidak besar artinya karena sel itu juga ditemukan

dalam keadaan normal dalam endometrium. Gejala-gejala klinis endometritis

kronika adalah leukorea dan menorargia.Sedangkan Pengobatannya tergantung

dari penyebabnya.Endometritis kronis dapat ditemukan pada :

a. Pada tuberkulosis.

b. Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.

c. Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.

d. Pada polip uterus dengan infeksi.

e. Pada tumor ganas uterus.

f. Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.


11

Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus TB

genital. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-tengah

endometrium yang meradang menahun. Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa

tertinggal dalam uterus terdapat desidua dan vili korealis di tengah-tengah radang

menahun endometrium.

Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat

peradangan dan organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan

terbentuklah apa yang dinamakan polip plasenta. Endometritis kronika yang lain

umumnya akibat infeksi terus-menerus karena adanya benda asing atau

polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.

Gejalanya :

a. Flour albus yang keluar dari ostium

b. Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi

Terapi : Perlu dilakukan kuretase

D. Gambaran Klinis Endometritis

Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi

kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang

lokhea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini

dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang

setelah rintangan dibatasi. Uterus pada endometrium agak membesar, serta nyeri

pada perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada

hari-hari pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu
12

meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi

menurun, dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali,

lokhea pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal

yang terakhir ini tidak boleh menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat.

Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokhea yang sedikit dan tidak

berbau.

Gambaran klinik dari endometritis yaitu :

1. Nyeri abdomen bagian bawah

2. Mengeluarkan keputihan

3. Kadang terjadi pendarahan

Endometritis dapat menyebabkan penyebaran pada :

1. Miometritis (pada otot rahim)

2. Parametritis (sekitar rahim)

3. Salpingitis (saluran otot)

4. Ooforitis (indung telur)

5. Pembentukan penahanan sehingga terjadi abses

Menurut Varney, H (2009),Tanda dan gejala dari endometritis meliputi :

1. Takikardi 100-140 bpm

2. Suhu 30 - 400C

3. Menggigil

4. Nyeri tekan uterus yang meluas secara lateral

5. Peningkatan nyeri setelah melahirkan

6. Sub involusi

7. Distensi abdomen
13

8. Lochea sedikit dan berbau busuk, mengandung darah seropurulen

9. Awitan 3-5 hari pasca partum, kecuali jika disertai Infeksi Streptococcus

10. Jumlah sel darah putih meningkat

E. Patofisiologi Endometritis

Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu

atau saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko lebih

besar terkena penyakit ini juga. Hal ini disebabkan adanya gen abnormal yang

diturunkan dalam tubuh wanita tersebut. Gangguan menstruasi seperti

hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh

akan memberikan respon berupa gangguan sekresi estrogen dan progesteron yang

menyebabkan gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan

pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh

seiring dengan peningkatan kadar estrogen dan progesteron dalam tubuh.

Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan

menyebabkan mikoroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mkroorganisme tersebut

akan menghasilkan makrofag yang menyebabkan resepon imun menurun yang

menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat seiring dengan

peningkatan perkembangbiakan sel abnormal.

Jaringan endometirum yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen

endometrial. Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum tuba

falopii menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu,

ovarium merupakan bagian pertama dalam rongga pelvis yang dikenai

endometriosis.
14

Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga

sel endomatrial ini memiliki kesempatan untuk mengikuti aliran regional tubuh

dan menuju ke bagian tubuh lainnya.

Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat

dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin,

maka pada saat estrogen dan progesteron meningkat, jaringan endometrial ini juga

mengalami perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan kadar estrogen dan

progesteron lebih rendah atau berkurang, jaringan endometrial ini akan menjadi

nekrosis dan terjadi perdarahan di daerah pelvic.

Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium dan

menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan,

penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan adhesi/perlekatan di dinding

dan permukaan pelvis. Hal ini menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga

nyeri pada daerah permukaan yang terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan

saat melakukan hubungan seks. Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan

tuba fallopii.

Adhesi di uterus menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan

adhesi di tuba fallopii menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk

membawa ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan

terjadinya infertil pada endometriosis.

F. Diagnosa Klinis Endometritis

Secara klinis karakteristik endometritis dengan adanya pengeluaran

mucopurulen pada vagina, dihubungkan dengan ditundanya involusi uterus.


15

Diagnosa endometritis tidak didasarkan pada pemeriksaan histologis dari biopsy

endometrial. Tetapi pada kondisi lapangan pemeriksaan vagina dan palpasi traktus

genital per rectum adalah teknik yang sangat bermanfaat untuk diagnosa

endometritis. Pemeriksaan visual atau manual pada vagina untuk abnormalitas

pengeluaran uterus adalah penting untuk diagnosa endometritis, meski isi vagina

tidak selalu mencerminkan isi dari uterus. Flek dari pus pada vagina dapat berasal

dari uterus, cervik atau vagina dan mukus tipis berawan sering dianggap normal.

Sejumlah sistem penilaian telah digunakan untuk menilai tingkat involusi uterus

dan cervik, pengeluaran dari vagina alami.

Sistem utama yang digunakan adalah kombinasi dari diameter uterus dan

cervik, penilaian isi dari vagina. Sangat penting untuk dilakukan diagnosa dan

memberi perlakuan pada kasus endometritis di awal periode post partum. Setiap

ibu harus mengalami pemeriksaan postpartum dengan segera pada saat laktasi

sebagai bagian dari program kesehatan yang rutin. Kejadian endometritis dapat

didiagnosa dengan adanya purulen dari vagina yang diketahui lewat palpasi rektal.

Diagnosa lebih lanjut seperti pemeriksaan vaginal dan biopsi mungkin

diperlukan. Yang harus diperhatikan pada saat palpasi dan pemeriksaan vaginal

meliputi ukuran uterus, ketebalan dinding uterus dan keberadaan cairan beserta

warna, bau dan konsistensinya. Sejarah tentang trauma kelahiran, distosia, retensi

plasenta atau vagina purulenta saat periode postpartum dapat membantu diagnosa

endometritis. Pengamatan oleh inseminator untuk memastikan adanya pus,

mengindikasikan keradangan pada uterus. Sejumlah kecil pus yang terdapat pada

pipet inseminasi dan berwarna keputihan bukanlah suatu gejala yang mangarah

pada endometritis. Keradangan pada cervix (cervisitis) dan vagina (vaginitis) juga
16

mempunyai abnormalitas seperti itu. Bila terdapat sedikit cairan pada saat palpasi

uterus, penting untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu dengan

menggunakan spekulum. Untuk beberapa kasus endometritis klinis atau

subklinis, diagnosa diperkuat dengan biopsy uterin. Pemeriksaan mikroskopis dari

jaringan biopsy akan tampak adanya peradangan akut atau kronik pada dinding

uterus. Pemeriksaan biopsi uterin dapat untuk memastikan terjadinya endometritis

dan adanya organisme di dalam uterus.

Tampak daerah keradangan menunjukkan terutama neutrofil granulocyte

dan dikelilingi jaringan nekrosis dengan koloni coccus. Cara sederhana juga

adalah dengan melakukan pemeriksaan manual pada vagina dan mengambil

mukus untuk di inspeksi. Keuntungan teknik ini adalah murah, cepat,

menyediakan informasi sensory tambahan seperti deteksi laserasi vagina dan

deteksi bau dari mukus pada vagina. Satu prosedur adalah pembersihan vulva

menggunakan paper towel kering dan bersih, sarung tangan berlubrican melalui

vulva ke dalam vagina. Pinggir, atas dan bawah dinding vagina dan os cervik

eksterna dipalpasi dan isi mukus vagina diambil untuk diperiksa. Tangan biasanya

tetap di vagina untuk sekurangnya 30 detik. Pemeriksaan vagina manual telah sah

dan tidak menyebabkan kontaminasi bakteri uterus, menimbulkan phase respon

protein akut atau menunda involusi uterus.

Tetapi operator sadar bahwa vaginitis dan cervicitis mungkin memberikan

hasil yang salah. Vaginoscopy dapat dilakukan dengan menggunakan autoclavable

plastik, metal atau disposable foil- lined cardboard vaginoscope, yang diperoleh

adalah inspeksi dari isi vagina. Tetapi mungkin ada beberapa resistensi

menggunakan vaginoscop karena dirasa tidak mudah, potensial untuk transmisi


17

penyakit dan harganya. Alat baru untuk pemeriksaan mukus vagina terdiri dari

batang stainless steel dengan hemisphere karet yang digunakan untuk

mengeluarkan isi vagina.

G. Komplikasi pada Endometrisis

Komplikasi yang potensial dari endometritis adalah sebagai berikut :

1. Luka infeksi

Infeksi luka biasanya terjadi pada hari kelima pasca operasi sebagai demam

menetap meskipun pasien mendapat terapi antimikroba yang adekuat.

Biasanya dijumpai eritema, indurasi, dan drainase insisi.

2. Karena peritonitis

Peritonitis pasca sesar mirip dengan peritonitis bedah, kecuali rigiditas

abdomen biasanya tidak terlalu mencolok karena peregangan abdomen yang

berkaitan dengan kehamilan. Nyeri mungkin hebat. Jika infeksi berawal di

uterus dan meluas hanya ke peritonium di dekatnya (peritonitis

panggul),terapi biasanya medis. Sebaliknya peritonitis abdomen generalisata

akibat cedera usus atau nekrosis insisi uterus, sebaiknya diterapi secara bedah

3. Parametrial phlegmon

Pada sebagian wanita yang mengalami metritis setelah sesar , terjadi selulitis

parametrium yang intensif. Hal ini menyebabkan terbentuknya daerah indursi

yang disebut flegmon, di dalam lembar-lembar ligamentum latum

(parametria)atau dibawah lipatan kandung kemih yang berada di atas insisi


18

uterus. Selulitis ini umumnya unilateral dan dapat meluas ke lateral ke

dinding samping panggul. Infeksi ini harus dipertimbangkan jika demam

menetap setelah 72 jam meskipun pasien sudah mendapat terapi untuk

endomiometritis pasca sesar.

4. Panggul abses

Flegmon parametrium dapat mengalami supurasi, membentuk abses

ligamentum latum yang fluktuatif. Jika abses ini pecah, dapat timbul

peritonitis yang mengancam nyawa. Dapat dilakukan drainase abses dengan

menggunakan tuntunan computed tomography, kolpotami, atau melalui

abdomen, bergantung pada lokasi abses.

5. Abses subfasia dan Terbukanya jaringan parut uterus

Kompilkasi serius endometritis pada wanita yang melahirkan sesar adalah

terbukanya insisi akibat infeksi nekrosis disertai perluasan ke dalam ruang

subfasia di sekitar dan akhirnya pemisahan insisi fasia . Hal ini bermanifestasi

sebagai drainase subfasia pada wanita dengan demam lama. Di perlukan

eksplorasi bedah dan pengangkatan uterus yang terinfeksi.

6. Septik panggul thrombophlebitis

Di dahului oleh infeksi bakteri di tempat implantasi plasenta atau insisi

uterus. Infeksi dapat meluas di sepanjang rute vena dan mungkin mengenai

vena-vena di ovarium.
19

H. Penatalkasanaan

1. Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran

terpi. Evaluasi klinis daan organisme yang terlihat pada pewarnaan gram,

seperti juga pengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa

sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi antibiotik.

2. Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi

ditambah terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu

mentoleransi makanan lewat mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit

per oral untuk memberikan nutrisi yang memadai.

3. Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus

atau post partum.

4. Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak

manfaatnya.

5. Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan

plasenta yang tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai

sangat penting. Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan

kuretase perlahan-lahan dan hati-hati. Histerektomi dan salpingo –

oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan bila klostridia teah meluas

melampaui endometrium dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik

klostridia (syok, hemolisis, gagal ginjal).

I. Pencegahan Endometritis

1. Menyembuhkan penyakit metabolisme ini sangat baik dengan memenuhi

kebutuhan nutrisi sapi


20

2. Meningkatkan BCS 2 ke 3

3. Memenuhi kebutuhan magnesium

4. Perbaiki kebutuhan nutrisi, dan lingkungan kandang

5. Menjaga kebersihan alat yang digunakan dalam pertolongan kelahiran

6. Mengawinkan sapi betina hendaknya dilakukan sekurang-kurangnya

60 hari post partum

7. Dalam menangani retensi sekundinarum segera diadakan pertolongan

dengan teknik yang baik dan menyeluruh, jangan ada sisa sekundinae yang

tertinggal di dalam uterus.


21

BAB III

CONTOH KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NY.K UMUR 30 TAHUN

DENGAN ENDOMETRIOSIS SEDANG

DI RUMAH SAKIT

No. Register : 50242

Masuk RS tanggal / Jam : 02-10-2012 / 11.00 WIB

Tempat : Rumah Sakit

A. PENGKAJIAN

Tanggal : 02-10-2012

Jam : 11.00 WIB

Oleh : Bidan

1. Data Subyektif

 Identitas Ibu Identitas Suami

Nama : Ny. K Nama : Tn. W

Umur : 30 thn Umur : 35 thn

Agama : Islam Agama : Islam

Suku/Bangsa: Jawa/Indonesia Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Pendidikan : SMA Pendidikan : S-1


22

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : PNS

Alamat : Yogyakarta Alamat :Yogyakar

ta

No.Telp : 081999442354 No.Telp : 081337446495

 Alasan datang

Ibu mengatakan ingin memeriksakan keadaannya

 Keluhan utama

Ibu mengatakan nyeri perut bagian bawah dan didaerah panggul dan juga nyeri

saat berhubungan

 Riwayat menstruasi

Menarche : 13 tahun Siklus : 25 hari

Lama : 9 hari Teratur : Tidak Teratur

Sifat darah : Cair Keluhan : Disminorhea

 Riwayat perkawinan

Status pernikahan : Sah

Lama : 1 tahun

Menikah ke : Pertama

Usia menikah pertama kali : 29 Tahun

 Riwayat Obstetrik (G1P1A0)


23

No Tahun Jenis Penolong Tempat H/M Jenis BB Komplikasi

Persalinan Kelamin lahir

1 2008 spontan dokter RS H perempuan 3000 Tidak ada

gr

 Riwayat KB

Ibu mengatakan belum pernah KB

 Riwayat kesehatan

a. Penyakit yang pernah /sedang diderita (menular, menurun dan menahun)

 Ibu tidak pernah menderita penyakit menular, seperti TBC, hepatitis B

 Ibu tidak pernah menderita penyakit kronis, seperti jantung

 Ibu tidak pernah menderita penyakit menurun, seperti asma, hipertensi

b. Penyakit yang pernah /sedang diderita keluarga (menular, menurun dan

menahun)

 Di dalam keluarga ibu maupun suami tidak ada yang menderita penyakit

menurun,seperti: DM dan Asma

 Di dalam keluarga Ibu maupun Suami tidak ada yang menderita penyakit menular,

seperti: TBC dan Hepatitis B

 Di dalam keluarga ibu dan suami tidak ada yang menderita penyakit kronik,

seperti: penyakit jantung

c. Riwayat keturunan kembar

Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat keturunan kembar

d. Riwayat operasi
24

Ibu mengatakan tidak pernah operasi

e. Riwayat alergi obat

Ibu mengatakan tidak ada riwayat alergi obat

 Pola Pemenuhan kebutuhan sehari-hari

a. Pola nutrisi

 Makan

Frekuensi : 3 kali / hari

Jenis : Nasi,lauk,sayur

Porsi : 1 piring

Pantangan : Tidak ada

Keluhan : Tidak ada

 Minum

Frekuensi : 6 kali / hari

Jenis : Air putih, susu

Porsi : 1 gelas

Pantangan : Tidak ada

Keluhan : Tidak ada

b. Pola eliminasi

 BAB

Frekuensi : 1 kali / hari

Konsistesi : Lembek

Warna : Kuning kecoklatan

Keluhan : Tidak ada


25

 BAK

Frekuensi : 2-3 kali / hari

Konsistesi : Cair

Warna : Kuning jernih

Keluhan : Tidak ada

c. Pola istirahat

 Tidur siang

Lama : 1 jam / hari Keluhan : Tidak ada

 Tidur malam

 Lama : 6 jam / hari Keluhan : Tidak ada

d. Personal hygiene

Mandi : 2 kali / hari

Gosok gigi : 3 kali / hari

Ganti pakaian : 2 kali / hari

Keramas : 3 kali / minggu

e. Pola Seksualitas

Frekuensi : 1 kali / minggu

Keluhan : Nyeri saat berhubungan

f. Pola aktivitas (terkait kegiatan fisik, olah raga)

 Ibu mengatakan melakukan aktifitas di dalam rumah seperti menyapu, mengepel,

dan memasak

 Ibu mengatakan setiap sore ibu jalan-jalan

g. Psikososiospiritual
26

 Ibu mengatakan hubungan ibu dengan suami sangat baik

 Ibu mengatakan hubungan ibu dengan keluarga sangat baik

 Ibu mengatakan beragama islam dan ibu taat beribadah

 Ibu mengatakan suami sebagai pencari nafkah

 Ibu mengatakan pengambilan keputusan dilakukan oleh ibu bersama suami.

2. Data Obyektif

 Pemeriksaan umum

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Tanda vital sign : Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 370 C

Status emosional : Stabil

Tinggi Badan : 165 cm

Berat Badan : 55 kg

LILA : 24,5 cm

 Pemeriksaan fisik

Kepala : Bentuk mesocephal, tidak ada benjolan, tidak ada bekas

luka operasi

Muka : Bentuk oval, tidak odem, tidak ada kloasma, tidak ada jerawat

Mata : Simetris, sklera putih, konjungtiva merah muda.


27

Hidung : Simetris, tidak ada pengeluaran cairan, tidak ada polip

Mulut : Bersih, tidak ada stomatitis, lidah bersih

Telinga : Simetris, bersih, tidak terdapat serumen

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, limfe, parotis dan tidak ada

pembengkakan vena jugularis

Dada : Denyut jantung normal, pernafasan teratur, tidak ada bunyi ronchi

Payudara : Simetris, , tidak ada kelainan

Abdomen : Uterus membesar

Genetalia : Bersih, tidak ada perbesaran kelenjar bartolini

Anus : Tidak ada hemoroid

Ektremitas : Atas : Tidak terdapat odema, gerakan aktif, kuku tidak

pucat

Bawah : Tidak terdapat odema dan varises, gerakan aktif

 Pemeriksaan Penunjang

USG

 Data Penunjang

Tidak ada

B. INTERPRETASI DATA

1. Diagnosa Kebidanan

Seorang Ibu Ny. K umur 30 tahun G1P1A0 dengan Endometriosis Sedang


28

2. Data Dasar

 Data Subyektif

 Ibu mengatakan umurnya 30 tahun

 Ibu mengatakan nyeri perut bagian bawah

 Data Obyektif

KU : Baik

Kesadaran : Composmentis

Tanda vital sign : Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 80x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 370 C

Pemeriksaan Genetalia : Tidak ada pembesaran kelenjar bartholini

3. Masalah

Ibu merasa cemas dengan keadaannya

Data Dasar : Subyektif : Ibu mengatakan nyeri perut bagian bawah

Obyektif : Pemeriksaan fisik

Perut nyeri saat di tekan

C. IDENTIFIKASI DIAGNOSA/MASALAH POTENSIAL

Endometriosis berat

D. ANTISIPASI TINDAKAN SEGERA

Kolaborasi dengan dr. SpOG


29

E. PERENCANAAN

Tanggal : 02 -10- 2012

Jam : 11.10 WIB

Oleh : Bidan

1. Beritahu ibu mengenai hasil pemeriksaan

2. Beri KIE mengenai endometriosis

3. Lakukan inform consent untuk persetujuan tindakan medik yang akan

dilakukan

4. Lakukan kolaborasi dengan dokter

5. Lakukan dokumentasi

F. PELAKSANAAN

Tanggal : 02-10-2012

Jam : 11.15 WIB

Oleh : Bidan, dokter

1. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa ibu menderita endometrosis

sedang

2. Memberi KIE kepada ibu bahwa endometriosis merupakan adanya jaringan

dinding rahim yang berada di luar rongga rahim. gejalanya nyeri perut bagian

bawah saat haid,nyeri ketika berhubungan seksual,menstruasi tidak teratur, saat

menstruasi keluar darah banyak. Pemeriksaannya dengan cara laparaskopi oleh

dokter S.pOG
30

3. Melakukan inform consent kepada ibu mengenai persetujuan tindakan yang akan

di lakukan.

4. Melakukan kolaborasi dengan dokter S.pOG untuk melakukan tindakan

laparaskopi dan pemberian terapi.

5. Melakukan dokumentasi tindakan

G. EVALUASI

Tanggal : 02-10-2012

Jam : 12.15 WIB

Oleh : Bidan

1. Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan bahwa ibu sedang menderita penyakit

endometriosis sedang.

2. Ibu sudah mengetahui tentang endometriosis,gejalanya,penanganan dari

endometriosis terbukti ibu dapat mengulang penjelasan bidan.

3. Ibu setuju untuk di lakukan laparaskopi.

4. Sudah di lakukan tindakan laparaskopi dan ibu sudah di berikan terapi.

5. Hasil sudah di dokumentasikan.

BAB IV

PENUTUP
31

A. Kesimpulan

Endometritis adalah infeksi pada endometrium atau desidua, dengan

ekstensi ke dalam miometrium dan jaringan parametrial. Endometritis biasanya

terjadi akibat infeksi naik dari saluran kelamin bawah. Dari perspektif patologis,

endometritis dapat diklasifikasikan sebagai akut vs kronis. Endometritis akut

ditandai dengan kehadiran neutrofil dalam kelenjar endometrium. Endometritis

kronis bnnnnnnnnnnnnnnditandai dengan adanya sel plasma dan limfosit dalam

stroma endometrium. Endometritis ini mempunyai dua macam, yaitu endometritis

akut dan kronis, dengan gejala-gejala yang kadang terlihat dan kadang pula tidak

terlihat, yang terlihat seperti adanya demam, kontraksi uterus yang kurang baik,

serta adanya perdarahan yang tidak normal. Endometriosis ini disebabkan oleh

karna adanya infeksi bakteri diantaranyaCampylobacter

foetus, Brucella sp., Vibrio sp. dan Trichomonas foetus. Endometritis yang masuk

melalui proses persalinan yang kurang menjaga kesterilannya.

B. Saran

Semoga makalah yang kami buat ini daapt bermanfaat sebagai salah satu

bahan ajar ataupun referensi dalam materi KB dan Kesehatan Reproduksi ini.
32

DAFTAR PUSTAKA

Taber, Ben-Zion. (1994). Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri Dan

Ginekologi.Jakarta: EGC.

Mansjoer, A. (1999). Kapita Selekta Kedokteran (Jilid 1).Jakarta: Media

Aesculapius.

Varney, H. (2002). Buku Saku Bidan.Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, H. (2002). Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Wiknjosastro, H. (1991). ILMU KEBIDANAN. Edisi III.Jakarta : Gramedia

Anda mungkin juga menyukai