Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kejadian endometriosis cenderung meningkat setiap tahun, walaupun data


pastinya belum dapat diketahui. Menurut Jacob (2007), angka kejadian di Indonesia
belum dapat diperkirakan karena belum ada studi epidemiologik, tapi dari data
temuan di rumah sakit, angkanya berkisar 13,6-69,5% pada kelompok infertilitas.
Bila presentase tersebut dikaitkan dengan jumlah penduduk sekarang, maka di negeri
ini akan ditemukan sekitar 13 juta penderita endometriosis pada wanita usia
produktif. Kaum perempuan tampaknya perlu mewaspadai penyakit yang seringkali
ditandai dengan nyeri hebat pada saat haid (Widhi, 2007). Penyebab endometriosis
dapat disebabkan oleh kelainan genetik, gangguan sistem kekebalan yang
memungkinkan sel endometrium melekat dan berkembang, serta pengaruh-pengaruh
dari lingkungan. Sumber lain menyebutkan bahwa pestisida dalam makanan dapat
menyebabkan ketidakseimbangan hormon. Faktor-faktor lingkungan seperti
pemakaian wadah plastik, microwave, dan alat memasak dengan jenis tertentu dapat
menjadi penyebab endometriosis.

Penyakit endometriosis umumnya muncul pada usia produktif. Angka kejadian


endometriosis mencapai 5-10% pada wanita umumnya dan lebih 50% terjadi pada
wanita perimenopause. Gejala endometriosis sangat tergantung pada letak sel
endometrium ini berpindah. Yang paling menonjol adalah adanya nyeri pada panggul,
sehingga hampir 71-87% kasus didiagnosa akibat keluhan nyeri kronis hebat pada
saat haid, dan hanya 38% yang muncul akibat keluhan infertil. Tetapi ada juga yang
melaporkan pernah terjadi pada masa menopause dan bahkan ada yang melaporkan
terjadi pada 40% pasien histerektomi (pengangkatan rahim). Selain itu juga, 10%
endometriosis ini dapat muncul pada mereka yang mempunyai riwayat endometriosis
dalam keluarganya.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Endometriosis

Endometriosis didefinisikan sebagai adanya jaringan endometrium yang


tumbuh diluar dari jaringan uterus. Endometriosis ini dapat ditemukan di antara
serabut otot miometrium (adenomiosis atau endometriosis uteri) atau di berbagai
lokasi di rongga panggul. Daerah yang paling sering terkena adalah organ pelvis
dan peritoneum, walaupun daerah lain bisa terkena. Endometriosis dapat muncul,
namun sangat jarang pada wanita postmenopause, dan biasanya terjadi pada
wanita usia reproduktif.

Manifestasi klinisnya dapat berupa lesi, biasanya didapatkan pada permukaan


peritoneum dari organ reproduksi, tetapi dapat juga muncul didaerah mana saja di
tubuh wanita. Ukuran dari lesi sangat bervariasi mulai dari mikroskopik hingga massa
invasif yang luas yang mengikis bagian dalam organ dan menyebabkan perlengketan
luas. Pada beberapa kasus endometriosis dapat berupa asimptomatik, dapat pula
menimbulkan gejala nyeri pinggang bahkan sampai infertilitas. Dampak psikologis
dari rasa nyeri hebat yang terjadi semakin bertambah akibat pengaruh penyakit ini

2
terhadap fertilitas pasien. Penyakit ini tak pernah sembuh sempurna dan terapi
ditujukan untuk penekanan lesi secara medis (medical supression) – maupun secara
pembedahan (surgical excision) untuk meringankan keluhan penderita.

2.2 Anatomi
A. Uterus

Uterus adalah suatu struktur otot yang cukup kuat, bagian luarnya ditutupi oleh
peritoneum sedangkan rongga dalamnya dilapisi oleh mukosa uterus. Dalam keadaan
tidak hamil, uterus terletak dalam rongga panggul di antara kandung kemih dan
rektum. Uterus berbentuk seperti buah pear, mempunyai rongga yang terdiri dari tiga
bagian besar, yaitu: badan uterus (korpus uteri), leher uterus (serviks uteri), dan
rongga uterus (kavum uteri). Bagian uterus antara kedua pangkal tuba, yang disebut
fundus uteri, merupakan bagian proksimal uterus. Serviks uteri terbagi atas dua
bagian yaitu pars supravaginal dan pars vaginal. Bagian uterus antara serviks uteri
dan korpus disebut ismus atau segmen bawah uterus, bagian penting dalam kehamilan
dan persalinan karena akan mengalami peregangan.

Dinding uterus secara histologik terdiri atas tiga lapisan: lapisan serosa (lapisan
peritoneum), lapisan otot (lapisan miometrium), lapisan mukosa (endometrium).
Posisi dan letak uterus dalam rongga panggul terfiksasi dengan baik karena disokong
dan dipertahankan oleh: tonus uterus sendiri, tekanan intra abdominal, otot-otot dasar
panggul, dan ligamen-ligamen seperti ligamentum kardinal kanan dan kiri,
ligamentum sakrouterina, ligamentum rotundum, ligamentum latum, dan ligamentum
infundibulopelvikum.

Pada uterus selaput yang melapisi permukaan dalam miometrium disebut


endometrium. Endometrium ini mempunyai tiga fungsi penting, yaitu sebagai tempat
nidasi, tempat terjadinya proses haid, dan sebagai petunjuk gangguan fungsional dari
steroid seks. Pada usia reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, endometrium
mengalami berbagai perubahan siklik yang berkaitan dengan aktivitas ovarium.
Endometrium terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan basal dan lapisan fungsional.

3
Dibawah pengaruh estrogen, lapisan fungsional akan berploriferasi dan di bawah
pengaruh estrogen dan progesteron lapisan itu akan mengalami sekresi. Bila terjadi
fertilisasi dan implantasi, maka dari lapisan ini akan dibentuk desidua, dan bila tidak,
akan timbul haid lagi.

B. Ovarium

Terdapat dua ovarium di tubuh wanita, masing-masing di kiri dan kanan uterus,
dilapisi mesovarium dan tergantung di belakang ligamentum latum. Bentuknya
seperti buah almon, sebesar ibu jari tangan berukuran 2,5-5cm x 1,5-2 cm x 0,6-1 cm.
Ovarium ini posisinya ditunjang oleh mesovarium, ligamentum ovarika, dan
ligamentum infundibulopelvikum.

Menurut strukturnya ovarium terdiri dari: korteks dan medulla. Korteks atau zona
parenkimatosa terdiri dari tunika albuginea, yaitu epitel kubik, jaringan ikat, stroma,
folikel primordial, dan folikel de Graaf. Medulla atau zona vaskulosa terdiri dari
stroma berisi pembuluh darah, serabut saraf, dan otot polos.Pada wanita diperkirakan
sekitar 100 ribu folikel primer. Pada masa reproduktif, tiap bulan satu folikel atau
terkadang dua folikel akan matang. Fungsi ovarium yang utama adalah menghasilkan
sel telur, menghasilkan hormon progesteron dan estrogen serta berperan dalam proses
siklus haid.

4
2.3 Etiologi dan Patogenesis Endometriosis

Walaupun tanda dan gejala dari endometriosis telah dikemukakan sejak tahun
1800, tetapi baru dikenal oleh kalangan dunia kesehatan baru pada aband ke-20.
Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan kelainan histologi dari
Endometriosis.
1. Teori Menstruasi Retrograde
Banyak teori tentang patogenesis endometriosis yang telah dikemukakan, namun
teori menstruasi retrograde yang paling banyak diterima secara eksperimen maupun
kinis oleh banyak ahli. Teori menstruasi retrograde atau juga dikenal sebagai teori
implantasi pertama dikemukakan oleh Sampson pada tahun 1927, menyatakan bahwa
terjadi refluks jaringan endometritik yang viabel melalui tuba Fallopi saat menstruasi
dan mengadakan implantasi pada permukaan peritoneum dan organ pelvik. Teori ini
berdasarkan 3 asumsi: pertama, terjadi menstruasi retrograde melalui tuba Fallopi
selama menstruasi; kedua, refluks jaringan endometritik viabel pada kavum
pertoneum; ketiga, jaringan endometritik yang viabel dapat melengket pada
peritoneum melalui rangkaian proses invasi, implantasi, dan proliferasi. Awalnya
teori ini tidak populer dan cukup lama ditinggalkan karena menstruasi retrograde
diasumsikan sangat jarang terjadi. Beberapa penelitian kemudian membuktikan

5
bahwa angka kejadian menstruasi retrograde cukup tinggi. Mula-mula oleh Watkins
pada tahun 1938 yang melaporkan adanya tumpahan darah haid melalui tuba Fallopi
wanita yang dilakukan operasi laparotomi saat haid. Setelah itu Goodal melaporkan
menstruasi retrograde terjadi pada 50 persen wanita yang dilakukan laparotomi saat
haid. Penelitian terakhir dengan pemeriksaan laparoskopi melaporkan angka kejadian
menstruasi retrograde mencapai 70-90 persen wanita.

2. Teori Metaplasia Selomik


Pada teori ini dikemukakan bahwa endometriosis terjadi karena rangsangan pada
sel-sel epitel berasal dari selom yang dapat mempertahankan hidupnya di daerah
pelvis. Rangsangan ini akan menyebabkan metaplasia dari sel-sel epitel itu, sehingga
terbentuk jaringan endometrium. Teori metaplasia selom (coelomic) menunjukkan
bahwa peritoneum parietalis adalah jaringan pluripotensial yang dapat mengalami
transformasi metaplasia menjadi jaringan histologi yang tidak dapat dibedakan dari
endometrium normal. Karena ovarium dan progenitor endometrium, saluran
mullerian, berasal dari epitel selom, metaplasia dapat menjelaskan perkembangan
endometriosis ovarium. Selain itu, teori tersebut telah diperluas sampai mencakup
peritoneum karena potensi proliferasi dan diferensiasi dari mesotelium peritoneal.
Teori ini menarik pada kasus endometriosis tanpa adanya menstruasi, seperti pada

6
wanita premenarche dan menopause, dan pada laki-laki dengan karsinoma prostat
diterapi dengan estrogen dan orchiektomi. Namun, tidak adanya endometriosis pada
jaringan lain yang berasal dari epitel selom menentang teori ini. 3,9,10

3. Teori Imunologik
Menurut teori ini faktor genetik dan imunologis sangat berperan terhadap
timbulnya endometriosis. Ditemukan penurunan imunitas seluler pada jaringan
endometrium wanita yang menderita endometriosis. Cairan peritoneumnya ditemukan
aktivitas makrofag yang meningkat, penurunan aktivitas natural killer cell, dan
penurunan aktivitas sel-sel limfosit. Makrofag akan mengaktifkan jaringan
endometriosis dan penurunan sistem imunologis tubuh akan menyebabkan jaringan
endometriosis terus tumbuh tanpa hambatan. Makin banyak regurgitasi darah haid,
makin banyak pula sistem pertahanan tubuh yang terpakai. Pada wanita dengan darah
haid sedikit, atau pada wanita yang jarang haid, sangat jarang ditemukan
endometriosis. Disamping itu masih terbuka kemungkinan timbulnya endometriosis
dengan jalan penyebaran melalui darah ataupun limfe.

4. Teori Penyebaran Limfatik dan Hematogen


Bukti juga mendukung konsep endometriosis yang berasal dari penyebaran
limfatik atau vaskular menyebar dari jaringan endometrium. Temuan endometriosis
di lokasi yang tidak biasa, seperti perineum atau pangkal paha, memperkuat teori ini.
Wilayah retroperitoneal memiliki sirkulasi limfatik berlimpah. Dengan demikian,
pada kasus-kasus di mana tidak ada ditemukan implantasi peritoneal, tetapi semata-
mata merupakan lesi retroperitoneal yang terisolasi, diduga menyebar secara limfatik.
Selain itu, kecenderungan adenokarsinoma endometrium untuk menyebar melalui
jalur limfatik menunjukkan endometrium dapat diangkut melalui jalur ini. Meskipun
teori ini tetap menarik, beberapa studi telah melakukan eksperimen mengevaluasi
bentuk transmisi endometriosis ini.

2.4 Faktor Risiko Endometriosis

Wanita yang beresiko terkena penyakit endometriosis, yaitu (Wood, 2008):

7
 Wanita yang ibu atau saudara perempuannya pernah menderita
endometriosis
 Memiliki siklus menstruasi kurang atau lebih dari 27 hari
 Menarke (menstruasi yang pertama) terjadi pada usia relatif muda (< 11
thn)
 Masa menstruasi berlangsung selama 7 hari atau lebih
 Orgasme saat menstruasi

2.5 Klasifikasi Endometriosis

Berdasarkan lokasi tempat endometriosis dibagi menjadi:


a. Endometriosis Interna (adenomiosis uteri)
Fokus endometriosis berada multilokuler di dalam otot uterus. Akan terjadi
penebalan atau pembesaran uterus. Gejala yang timbul hampir tidak ada. Ada
dua gejala yang khas buat adenomiosis uterus, yaitu : Nyeri saat haid,
perdarahan haid yang banyak atau haid yang menunjang,
b. Endometriosis Ovarium
Akibat adanya endometriosis pada ovarium akan terbentuk kista coklat. Kista
coklat ini sering mengadakan perlekatan dengan organ-organ di sekitarnya
dan membentuk suatu konglomerasi.
c. Endometriosis Retroservikalis
Pada rectal toucher sering teraba benjolan yang nyeri pada cavum douglas.
Benjolan-benjolan ini akan melekat dengan uterus dan rectum, akibatnya
adalah: Nyeri pada saat haid dan nyeri pada saat senggama.
d. Endometriosis tuba
Yang paling sering terkena adalah bagian proksimal tuba. Akibatnya adalah :
Saluran tuba tertutup terjadi infertilitas, Resiko terjadinya kehamilan ektopik
dan hematosalping.
e. Endometriosis Ekstragenital

8
Setiap nyeri yang timbul pada organ tubuh tertentu pada organ tubuh tertentu
bersamaan dengan datangnya haid harus dipikirkan adanya endometriosis.

2.6 Gejala Klinis Endometriosis


Endometriosis didapatkan pada wanita subfertil, dengan gejala dismenore,
dispareunia, atau nyeri pelvik kronik. Namun tidak menutup kemungkinan gejala ini
disebabkan oleh adanya penyakit lain. Endometriosis bisa tanpa gejala, bahkan pada
wanita dengan ovarium endometriosis ataupun endometriosis rektovaginal yang
sangat invasif.

Gejala-gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini adalah

- Dismenore pada endometriosis biasanya merupakan rasa nyeri waktu haid


yang semakin lama semakin menghebat. Penyebab dari dismenore ini tidak
diketahui, tetapi mungkin ada hubungannya dengan vaskularisasi dan
perdarahan dalam sarang endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid.
Nyeri tidak selalu didapatkan pada endometriosis walaupun kelainan sudah
luas, sebaliknya kelainan ringan dapat menimbulkan rasa nyeri yang lebih
hebat.
- Dispareunia yang merupakan gejala yang sering dijumpai, disebabkan oleh
karena adanya endometriosis di dalam kavum douglas.
- Diskezia atau nyeri pada saat defekasi terutama pada waktu haid,
disebabkan oleh adanya endometriosis pada rektosigmoid. Kadang-kadang
bisa terjadi stenosis dari lumen usus besar tersebut.
- Endometriosis pada kandung kencing jarang terdapat, gejalanya berupa
gangguan miksi dan hematuria pada waktu haid.
- Gangguan haid dan siklusnya dapat terjadi apabila kelainan pada ovarium
yang luas sehingga mengganggu fungsi ovarium.
- Ada korelasi yang nyata antara endometriosis dan infertilitas. Sebanyak
30% - 40% wanita dengan endometriosis mengalami infertilitas. Menurut
Rubin kemungkinan untuk hamil pada wanita dengan endometriosis ialah

9
kurang lebih separuh dari wanita biasa. Faktor penting yang menyebabkan
infertilitas pada endometriosis adalah apabila motilitas tuba terganggu akibat
fibrosis dan perlekatan jaringan di sekitarnya.
Pada pemeriksaan ginekologi, khususnya pada pemeriksaan
vaginorektoabdominal, ditemukan pada endometriosis ringan pada benda-benda padat
sebesar butir beras sampai butir jagung di kavum douglas dan pada ligamentum
sakrouterinum dengan uterus dalam retrofleksi dan terfiksasi.

2.7 Diagnosis Endometriosis

1. Anamnesis
Keluhan utama pada endometriosis adalah nyeri. Nyeri pelvik kronis yang
disertai infertilitas juga merupakan masalah klinis utama pada endometriosis.
Endometrium pada organ tertentu akan menimbulkan efek yang sesuai dengan fungsi
organ tersebut, sehingga lokasi penyakit dapat diduga.
Riwayat dalam keluarga sangat penting untuk ditanyakan karena penyakitin
bersifat diwariskan. Kerabat jenjang pertama berisiko tujuh kali lebih besar untuk
mengalami hal serupa. Endometriosis juga lebih mungkin berkembang pada saudara
perempuan monozigot dari pada dizigot. Rambut dan nevus displastik telah
diperlihatkan berhubungan dengan endometriosis
2. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
Pada endometriosis, pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk
menyingkirkan penyebab lain nyeri pelvik. Pemeriksaan darah rutin, urin
rutin, kultur urin dan vaginal swab mungkin diperlukan untuk menyingkirkan
infeksi atau penyakit menular seksual penyakit infeksi panggul.
Selain itu, serum antigen kanker CA-125 sering meningkat pada wanita
dengan endometriosis. Namun, marker ini juga meningkat pada penyakit
pelvik lain dan mempunyai spesifitas yang kecil dalam diagnosis
endometriosis.

10
b) Pemeriksaan Radiologi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal telah digunakan dalam
membantu mendiagnosis endometriosis. Walaupun USG transvaginal
digunakan untuk mengevaluasi gejala terkait endometriosis dan akurat dalam
mendeteksi endometrioma, gambaran endometriosis superfisial dan adhesi
endometriotik yang didapatkan tidak adekuat. Teknik radiologi lainnya seperti
CT-Scan, dan MRI, dapat digunakan hanya untuk sebagai konfirmasi
tambahan saja, tapi tidak dapat digunakan sebagai alat bantu diagnosis utama,
karena selain biaya lebih mahal dari USG, informasi yang diberikan masih
dapat kurang jelas.

c) Pemeriksaan Laparoskopi
Diagnosis pasti endometriosis hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laparoskopi dan pemeriksaan histopatologik. Gambaran dari endometriosis
pada pemeriksaan laparoskopi ini sangat variabel. Gambaran klasik
endometriosis yaitu kista berwarna ‘blue-black powder-burn’. Selain itu,
dapat juga ditemukan lesi non-klasik yaitu gambaran lesi berwarna merah,
putih, tidak berpigmen dan vesikuler. Lesi merah merupakan tipe
endometriosis yang aktif. Lokasi yang sering terdapat ialah pada ovarium, dan
biasanya di sini didapati pada kedua ovarium. Pada ovarium tampak kista-
kista biru kecil sampai kista besar berisi darah tua menyerupai coklat.

Lesi kemerahan endometriosis pada berbagai tempat.

11
Lesi endometriosis pada peritoneum.

Lesi endometriosis pada cavum douglasi dan sebelah kanan dari lig.sakrouterina.

d) Pemeriksaan Histopatologik
Pada pemeriksaan histopatologik ditemukan ciri-ciri khas endometriosis,
yaitu kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium, dan perdarahan bekas dan
baru berupa eritrosit pigmen hemosiderin dan sel-sel radang dan jaringan ikat,
sebagai reaksi jaringan normal di sekelilingnya.

12
Tampak kelenjar dan stroma endometrium pada colon.

2.8 Penatalaksanaan Endometriosis

A. Penanganan Medis
Pengobatan endometriosis sulit mengalami penyembuhan karena adanya
risiko kekambuhan. Tujuan pengobatan endometriosis lebih disebabkan oleh
akibat endometriosis itu, seperti nyeri panggul dan infertilitas.
 Pengobatan simtomatik
Pengobatan dengan memberikan antinyeri seperti parasetamol 500 mg 3 kali
sehari, Non Steroid Anti Inflammatory Drugs (NSAID) seperti ibuprofen 400
mg tiga kali sehari, asam mefenamat 500 mg tiga kali sehari. Tramadol,
paracetamol dengan codein, GABA inhibitor seperti gabapentin.
 Kontrasepsi oral
Penanganan terhadap endometriosis dengan pemberian pil kontrasepsi dosis
rendah. Kombinasi monofasik (sekali sehari selama 6-12 bulan) merupakan
pilihan pertama yang sering dilakukan untuk menimbulkan kondisi kehamilan
palsu dengan timbulnya amenore dan desidualisasi jaringan endometrium.
Kombinasi pil kontrasepsi apa pun dalam dosis rendah yang mengandung 30-

13
35 ug etinilestradiol yang digunakan secara terus-menerus bisa menjadi efektif
terhadap penanganan endometriosis.
 Progestin
Progestin memungkinkan efek antiendometriosis dengan menyebabkan
desidualisasi awal pada jaringan endometrium dan diikuti dengan atrofi.
Progestin bisa dianggap sebagai pilihan utama terhadap penanganan
endometriosis karena efektif mengurangi rasa sakit seperti danazol, lebih
murah tetapi mempunyai efek samping lebih ringan daripada danazol.
 Danazol
Danazol suatu turunan 17 alpha ethinyltestosteron yang menyebabkan level
androgen dalam jumlah yang tinggi dan estrogen dalam jumlah yang rendah
sehingga menekan berkembangnya endometriosis dan timbul amenorea yang
diproduksi untuk mencegah implan baru pada uterus sampai ke ronga
peritoneal.
B. Terapi pembedahan
Terapi Pembedahan dapat dilaksanakan dengan laparoskopi untuk
mengangkat kista-kista, melepaskan adhesi, dan melenyapkan implantasi dengan
sinar laser atau elektrokauter. Tujuan pembedahan untuk mengembalikan
kesuburan dan menghilangkan gejala (Rayburn, 2001).
Terapi bedah konservatif dilakukan pada kasus infertilitas, penyakit berat
dengan perlekatan hebat, usia tua. Terapi bedah konservatif antara lain meliputi
pelepasan perlekatan, merusak jaringan endometriotik, dan rekonstruksi anatomis
sebaik mungkin (Widjanarko, 2009).
Penanganan endometriosis menurut Sumilat (2009, kom. pribadi) dapat
dilakukan dengan terapi medik seperti pemberian analog general dan obat KB
atau dengan terapi pembedahan menggunakan laparoskopi operatif yaitu
pembakaran kista endometriosis dengan menggunakan laser.

14
2.9 Komplikasi Endometriosis

Beberapa komplikasi dari endometriosis adalah sebagai berikut :

 Infertilitas

 Nyeri pelvis kronik

 Adhesi

 Ruptur kista

Komplikasi dari endometriosis sering berhubungan dengan adanya fibrosis dan


jaringan parut yang tidak hanya berefek pada organ yang terkena, namun juga dapat
menyebabkan obstruksi kolon dan ureter (Lobo, 2007). Ruptur dari endemetrioma
dan juga dihasilkannya zat berwarna coklat yang sangat iritan juga dapat
menyebabkan peritonitis. Meskipun jarang, lesi endometrium dapat berubah menjadi
malignan dan paling sering terjadi pada kasus endometriosis yang berlokasi di
ovarium.

2.10 Prognosis Endometriosis

Konseling yang tepat pada penderita endometriosis memerlukan perhatian pada


beberapa aspek penyakit tersebut. Yang paling penting adalah penilaian awal derajat
penyakit secara operatif. Gejala dan keinginan pasien untuk mendapatkan anak turut
menjadi penentu jenis terapi yang sesuai. Perhatian jangka panjang harus dilakukan
karena semua terapi memberikan perbaikan namun tidak menyembuhkan, walaupun
setelah terapi definitif, endometriosis masih dapat muncul kembali. Namun resikonya
cukup rendah (kira-kira 30%). Terapi pengganti estrogen tidak meningkatkan resiko
secara signifikan. Selain itu, setelah terapi konservatif, dilaporkan kadar kekambuhan
bervariasi namun umumnya lebih 10% dalam 3 tahun dan lebih 35% dalam 5 tahun.
Kadar rekurensi setelah terapi medis juga bervariasi dan dilaporkan hampir sama
dengan terapi pembedahan. Walaupun banyak penderita mengetahui endometriosis
mempunyai sifat progresif yang lama, namun terapi konservatif dapat mencegah

15
histerektomi pada kebanyakan kasus. Penyebab endometriosis pada setiap individu
tidak dapat langsung diprediksi dan modalitas terapi akan datang harus lebih baik dari
terapi yang adasaat ini.

16
BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan

Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih


berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini yang terdiri atas kelenjar-kelenjar
dan stroma, terdapat di dalam miometrium ataupun di luar uterus. Bila jaringan
endometrium terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis, dan bila di luar
uterus disebut endometriosis. Lokasi yang sering ditemukan endometriosis adalah
pada ovarium, septum retrovaginal dan rongga pelvik. Penyebab utama endometriosis
belum dapat dipastikan, akan tetapi kemungkinan dapat disebabkan aliran menstruasi
mundur, metaplasia, penyebaran limfatik dan vaskuler, faktor imunologik serta
induksi hormonal.

Gejala endometriosis yang sering dirasakan oleh penderita yaitu antara lain berupa
nyeri haid (dismenore), nyeri panggul kronik, nyeri saat berhubungan (dispareunia)
dan infertilitas. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan juga pemeriksaan laparoskopi.

Pengobatan untuk endometriosis bergantung pada gejala khusus wanita itu, tingkat
keparahan gejala, lokasi lesi endometriosis, tujuan untuk pengobatan, dan keinginan
untuk melestarikan kesuburan masa depan.

17
LAPORAN KASUS GINEKOLOGI
STATUS ORANG SAKIT

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. J
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 31 Tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Suku : Jawa
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SLTA
Alamat : Perumahan Mandala, Jalan Selam IV
No. RM : 25-34-74
Tanggal masuk : 30-01-2017
Pukul : 19.40 WIB

Identitas Suami
Nama suami : Tn. D
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 30 Tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Mandailing
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SLTA
Alamat : Perumahan Mandala, Jalan Selam IV

18
II. ANAMNESA
Ny. J, P1A1, 31 tahun, Jawa, Islam, Wiraswasta, SLTA, i/d Tn. D, 30 tahun,
Mandailing, Islam, SLTA, Wiraswasta, Perumahan Mandala, Jalan Selam IV.
Pasien datang ke RSU Haji Medan pada tanggal 30 Januari 2017, pukul 19.40
WIB, dengan:
KU : Nyeri perut bawah.
Telaah : Nyeri perut bawah yang terus-menerus yang terjadi selama haid
(dismenorea), hal tersebut dialami pasien sudah ± 1 tahun yang lalu, awalnya
hanya nyeri biasa kemudian nyeri semakin hebat sampai os tidak bisa melakukan
aktivitas hanya berbaring di tempat tidur, os mengatakan riwayat keluar darah
menstruasi banyak, ± 7 kali ganti pembalut perhari. Riwayat keluar perdarahan
diluar siklus haid (-), riwayat perut dikusuk (+), Riwayat minum jamu-jamuan (-).
BAB (+) Normal, BAK (+) Normal.
RPT :-
RPO : Asam Mefenamat

Riwayat Penyakit Terdahulu :


 Riwayat penyakit Jantung : (-)
 Riwayat penyakit Paru : (-)
 Riwayat penyakit Genitalia : (-)
 Riwayat Pembedahan : (-)
 Riwayat hipertensi : (-)
 Riwayat Penyakit hati : (-)
 Riwayat Penyakit Ginjal : (-)
 Riwayat Penyakit kelamin : (-)
 Riwayat Penyakit DM : (-)
Riwayat Pemakaian Obat : (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : (-)

19
Riwayat Alergi : (-)
Gizi dan Kebiasaan
 Nafsu makan : Baik
 Merokok : (-)
 Alkohol : (-)
 Kebiasaan makan obat : (-)
 Obat-obat yang di masukan ke dalam vagina : (-)

Riwayat Haid
 Menarche : 11 tahun
 Siklus haid : Teratur, 28 hari
 Haid terakhir : 18-01-2017
 Lama haid : 7 hari
 Banyak darah : 7 x ganti duk/hari
 Dismenorhea : (+)
 Metrorrhagia : (-)
 Menorrhagia : (-)
 Spotting : (-)
 Darah beku : (-)
 Contact bleeding : (-)
 Climacterium : (-)

Keputihan
 Jumlah : (-)
 Warna : (-)
 Bau : (-)
 Konsistensi : (-)
 Gatal (Pruritus vulvae) : (-)

20
Riwayat Perkawinan :
 Umur kawin : Menikah 1 kali, Istri : 19 tahun
Suami : 18 tahun
 Lama perkawinan : 12 tahun
 Kemandulan : (-)
 Frigiditas/Vaginismus : Tidak ditanyakan
 Libido : Tidak ditanyakan
 Frekuensi coitus : Tidak ditanyakan
 Orgasmus : Tidak ditanyakan
 Dispareunia : (-)

Riwayat Kontrasepsi : (+), Suntik


Riwayat Operasi : (-)
Riwayat persalinan:
1. Abortus
2. Laki-laki, aterm, PSP, Bidan, Klinik, 3000 gr, Sehat, 4 tahun.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Present
Sensorium : Compos Mentis Anemis : (-/-)
Tekanan Darah : 120/80 mmHg Ikterik : (-/-)
Frekuensi Nadi : 85 x/i Dyspnoe : (-)
Frekuensi Nafas : 21 x/i Sianosis : (-)
Suhu : 37,0 0C Oedem : (-)
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 52 kg

21
B. Status Generalisata
Mata : anemis -/-, ikterus -/-, cekung (-),
Leher : KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat
Thorax
- Cor : Bunyi jantung normal, reguler, bunyi jantung tambahan (-)
- Pulmo : Suara pernapasan vesikuler, suara tambahan (-)
- Kelenjar –kelenjar supra / intra clavikula = tidak teraba
- Mamae
 Membesar : (-) Secret : (-)
 Hiperpigmentasi : (-) Tumor-tumor : (-)
 Colostrums : (-) Tegang : (-)
Abdomen :
 Membesar : (-) Shitting Dullness : (-)
 Simetris / Asimetris : Simetris Meteorismus : (-)
 Soepel : (+) Asites : (-)
 Defence Muscular : (-) Peristaltik Usus : (+) N
 Hepar : DBN
 Lien : DBN
 Tumor : (-)

Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-/-)

C. Status Ginekologis
 Genitalia eksterna : Dinding vagina simetris, tumor (-)

D.Pemeriksaan Dalam

 Inspeculo :

22
Portio :
- Erosi :- - Polip :-
- Ectropion : - - Bunga kol (exophytik) : -
- Laserasi :- - Leukoplakia :-
- Ovula naboti : - - Schiller test :-
 VT :
Uterus : Portio :
Posisi : Antefleksi Bentuk : Biasa,licin
Besarnya : Normal Pembukaan :-
Mobilitas : Mobile Contact Bleeding : -
Konsistensi : Lunak Sakit waktu digerakkan: -
Nyeri tekan : -
Cavum Douglas :
- Douglas crise :-
- Menonjol / tidak : Tidak Menonjol
Parametria: Kiri dan kanan lemas
Adnexa : Teraba/ tidak teraba
Konsistensi :-
Mobilitas :-
Permukaan :-
Nyeri :-
Vagina :-
 Pemeriksaan Sekret Vagina :
- Langsung : Tidak Diperiksa
- Kultur : Tidak Diperiksa
 Periksa Rekto Vaginal : Tidak dilakukan pemeriksaan

 PAP’S SMEAR :
- Diambil tanggal : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Hasil :-

23
- Anjuran :-

 Pemeriksaan Sinar Tembus : Tidak dilakukan pemeriksaan


Thorax :-
Abdomen : -
I.V.P :-
 Pemeriksaan Tambahan : Tidak dilakukan pemeriksaan
Laparoskopi :-
Pungsi : - Ascites : -
- Cavum Douglas : -

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil Laboratorium tanggal 31-01-2017 pukul 12.54 WIB
Hematologi
Darah rutin Nilai Nilai Rujukan satuan
Hemoglobin 13 12 – 16 g/dl
Hitung eritrosit 4,5 3,9 - 5,6 106/µl
Hitung leukosit 6800 4,000- 11,000 /µl
Hematokrit 35,5 36-47 %
Hitung trombosit 357.000 150,000-450,000 /µl

Index Eritrosit
MCV 81,0 80 – 96 fL
MCH 27,5 27 – 31 pg
MCHC 32,3 30 – 34 %

Hitung Jenis Leukosit


Eosinofil 2 1–3 %
Basofil 0 0–1 %

24
N.Stab 0 2– 6 %
N. Seg 68 53–75 %
Limfosit 26 20–45 %
Monosit 4 4–8 %
Laju Endap Darah 17 0 – 20 mm/jam

Kimia Klinik

Glukosa Darah Nilai Nilai Rujukan Satuan


Glukosa Darah Sewaktu 110 < 140 mg/dL

USG TAS :
 Kandung kemih terisi baik
 UT AF uk 6,3 x 4,58 cm
 Tampak gambaran hypoechoic uk 9 x 8 cm pada adnexa kiri dan kanan
 Cairan bebas (-)
 Kesan : Endometriosis Bilateral

V. DIAGNOSA SEMENTARA
Endometriosis Bilateral
Rencana Operasi BSO a/i Endometriosis Bilateral, tanggal 02/02/2017 Pukul:
08.00 WIB
Lapor Supervisor dr. Khaidir, Sp.OG

VI. PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Inj. Gentamycin 80 mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam

25
PERSIAPAN OPERASI
Tanggal 01-02-2017

- SIO dan Informed Concent


- Pasien di informasikan untuk puasa 6-8 jam sebelum operasi
- IVFD RL 20 gtt/i
- Buat resep obat Ketorolac, Ondansentron, Ranitidine untuk Premedikasi
- Pemasangan kateter
- Konsul anestesi
- Awasi Vital Sign
- Hasil lab awal telah terlampir
- Hygiene pribadi
- Berdoa

FOLLOW UP PRE OPERASI


Tanggal 02-01-2017 pukul 06.00 WIB

S :-
O : Status present Status Lokalisata
Sens : CM Abd : Soepel, Peristaltik (+) N
TD : 120/80 mmHg P/V : (-)
RR :8
5 x/i BAK : (+) N
HR : 21 x/i BAB : (+) N
A : Endometriosis Bilateral
P : Operasi terjadwal

LAPORAN OPERASI
Operator dr. Khaidir, Sp.OG

26
Tanggal 02-02-2017 pukul 08.00 WIB

- Pasien di baringkan dimeja operasi dengan kateter dan infus terpasang dengan
baik
- Dibawah spinal anastesi, dilakukan tindakan aseptik pada dinding abdomen,
kemudian ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi.
- Di lakukan insisi midline kutis, subkutis, facia di gunting kekiri dan kekanan
dan otot di robek secara tumpul, peritonium di jepit dengan menggunakan
pinset anatomis.
- Tampak kista endometriosis pada ovarium kanan dan kiri, dengan ukuran
besar : 5 x 3 x 1 dan kecil : 3 x 3 x 1. Diputuskan untuk melakukan tindakan
BSO.
- Tuba kanan diklem, gunting, ikat. Tuba kiri diklem, gunting, ikat.
- Evaluasi perdarahan, terkontrol.
- Dinding abdomen ditutup dengan dijahit lapis demi lapis.
- Setelah selesai, dinding abdomen ditutup supratul, duk steril, dan hypafix.
- KU pasien post operasi baik.
- Hasil jaringan kemudian di konsul untuk dilakukan pemeriksaan Patologi

Diagnosa : Post BSO a/i Endometrioma Bilateral.


Intruksi Post Operasi
- Awasi kesadaran, tanda-tanda perdarahan , vital sign selama 2 jam di ruang
recovery room.

Terapi : - IVFD RL 20gtt/i


- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Inj. Gentamycin 80 mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam

27
FOLLOW UP di ruangan recovery room
Keadaan umum :
- 15 menit pertama
 TD : 110/80 mmHg
 HR : 80 x/i
 RR : 20 x/i
 T : 36,0 oC
 L/O : Tertutup verban, kesan kering
 P/V : (-)
- 15 menit kedua
 TD : 120/70 mmHg
 HR : 72 x/i
 RR : 16 x/i
 T : 36,0 oC
 L/O : Tertutup verban, kesan kering
 P/V : (-)
- 15 menit ketiga
 TD : 120/70 mmHg
 HR : 88 x/i
 RR : 16 x/i
 T : 36,0 oC
 L/O : Tertutup verban, kesan kering
 P/V : (-)
- 15 menit keempat
 TD : 120/80 mmHg
 HR : 80 x/i
 RR : 20 x/i
28
 T : 36,0 oC
 L/O : Tertutup verban, kesan kering
 P/V : (-)
- 30 menit kelima
 TD : 120/80 mmHg
 HR : 80 x/i
 RR : 24 x/i
 T : 36,0 oC
 L/O : Tertutup verban, kesan kering
 P/V : (-)
- 30 menit keenam
 TD : 120/80 mmHg
 HR : 80 x/i
 RR : 24 x/i
 T : 36,0 oC
 L/O : Tertutup verban, kesan kering
 P/V : (-)
Setelah 2 jam di ruang recovery room keadaan pasien stabil maka pasien di bawa
keruangan fitrah.

29
Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi 3 Februari 2017
Makroskopis :
Diterima 2 buah jaringan dalam satu wadah, jaringan yang besar ukuran : 5 x 3 x 1
cm, warna : putih kehitaman, jaringan yang kecil ukuran : 3 x 3 x 1 cm.
Mikroskopis :
Sediaan jaringan dari ovarium yang besar dan kecil menunjukkan gambaran yang
sama terdiri dari gambaran struktur kelenjar endometrium.
Stroma terdiri dari jaringan ikat.
Kesimpulan :
Suatu Endometriosis Ovarii Duplex

FOLLOW UP Setelah Operasi


Tanggal 03 Februari 2017, jam 06.00 WIB
S : Tidak ada keluhan
O : SP : Sens : Compos mentis Anemis : (-/-)
TD : 120/80 mmHg Ikterik : (-/-)
HR : 84 x/menit Dyspnoe : (-)
RR : 20 x/menit Sianosis : (-)
T : 36,7 ºC Oedem : (-)
SL : Abdomen : Soepel (+), peristaltik (+)
L/O : Tertutup verban, kesan kering
P/V : (-)
BAK : (-), terpasang kateter
BAB : (-), Flatus (+)

A : Post BSO a/i Endometrioma Bilateral + H2


P:

30
- IVFD RL 20gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Inj. Gentamycin 80 mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
R:
- AFF infuse dan Terapi Oral
- Terapi lanjut
- Mobilisasi bertahap

FOLLOW UP Setelah Operasi


Tanggal 04 Februari 2017, jam 06.00 WIB
S : Tidak ada keluhan
O : SP : Sens : Compos mentis Anemis : (-/-)
TD : 100/70 mmHg Ikterik : (-/-)
HR : 82 x/menit Dyspnoe : (-)
RR : 22 x/menit Sianosis : (-)
T : 37,2 ºC Oedem : (-)
SL : Abdomen : Soepel (+), peristaltik (+)
L/O : Tertutup verban, kesan kering
P/V : (-)
BAK : (+) N, terpasang kateter, warna kuning jernih
BAB : (-), Flatus (+)
A : Post BSO a/i Endometrioma Bilateral + H3
P:
- Cefadroxil tab.500 mg 2×1
- Asam mefenamat tab.500 mg 3×1
- Vit B Comp tab 2x1
R:
- Besok AFF kateter

31
- Terapi lanjut
- Mobilisasi bertahap
FOLLOW UP Setelah Operasi
Tanggal 05 februari 2017, jam 06.00 WIB
S : Tidak ada keluhan
O : SP : Sens : Compos mentis Anemis : (-/-)
TD : 110/70 mmHg Ikterik : (-/-)
HR : 72 x/menit Dyspnoe : (-)
RR : 28 x/menit Sianosis : (-)
T : 36,0 ºC Oedem : (-)
SL : Abdomen : Soepel (+), peristaltik (+)
L/O : Tertutup verban, kesan kering
P/V : (-)
BAK : (+) N, terpasang kateter, warna kuning jernih
BAB : (-), Flatus (+)
A : Post BSO a/i Endometrioma Bilateral + H4
P:
- Cefadroxil tab.500 mg 2×1
- Asam mefenamat tab.500 mg 3×1
- Vit B Comp tab 2x1
R:
- Hari ini AFF kateter
- Terapi lanjut
- Mobilisasi bertahap

FOLLOW UP Setelah Operasi


Tanggal 06 Februari 2017, jam 06.00 WIB
S : Tidak ada keluhan
O : SP : Sens : Compos mentis Anemis : (-/-)
TD : 110/70 mmHg Ikterik : (-/-)

32
HR : 86 x/menit Dyspnoe : (-)
RR : 25 x/menit Sianosis : (-)
T : 36,0 ºC Oedem : (-)
SL : Abdomen : Soepel (+), peristaltik (+)
L/O : Tertutup verban, kesan kering
P/V : (-)
BAK : (+) N, warna kuning jernih
BAB : (+) N, Flatus (+)
A : Post BSO a/i Endometrioma Bilateral + H5
P:
- Cefadroxil tab.500 mg 2×1
- Asam mefenamat tab.500 mg 3×1
- Vit B Comp tab 2x1
R : - PBJ ( Pasien berobat jalan)

DAFTAR PUSTAKA

 Alan DeCherney, Kenneth Muse. Endometriosis. In: Alan DeCherney, Lauren


Nathan, Murphy Goodwin, Neri Laufer, eds. (Lange) Current Diagnosis &

33
Treatment Obstetrics & Gynecology, Ed. 10th. Amerika: The McGraw-Hill
Companies. 2007
 Derek Llewellyn , Jones. Fundamentals of Obstetrics and Gynaecology, Ed.
6th. Sydney: Hipokrates. 2002. p.254-9
 Bruce, Carr. Endometriosis. In: John Schorge, Joseph Schaffer, Lisa
Halvorson, Barbara Hoffman, Karen Bradshaw, Gary Cunningham. Williams
Gynecology. China: The McGraw-Hill Companies. 2008
 Prabowo, Raden Prajitno. Endometriosis. Dalam: Wikojosastro H, Abdul Bari
Saifuddin, Triatmojo Rachimhadhi. Ilmu Kandungan, Edisi ke 2. Jakarta; Balai
Penerbit FKUI:2008.p.316-27
 Danudjo Oepomo, T. Dampak Endometriosis pada Kualitas Hidup
Perempuan. [serial online]. [cited 2013 June 7]. Available from:
http://www.google.co.id/#hl=id&biw=1366&bih=551&sclient=psyab&q=Dampa
k+Endometriosis+pada+Kualitas+Hidup+Perempuan
 Mochtar R. Anatomi Alat-Alat Kandungan. Dalam: Sinopsis Obstetri, edisi 2.
Jakarta: EGC. 1998: p.5-12
 Anonymous. Chapter 27 Uterine Anatomy. [serial online]. [cited 2013 June
7]. Available from: http://apbrwww5.apsu.edu/thompsonj/Anatomy%20&
%20Physiology/2020/2020%20Exam%20Reviews/Exam
%205/CH27%20Uterine%20Anatomy.htm
 Bulun, S. E. 2009. Endometriosis. The New England Journal of Medicine.
Vol.360 No.3: 268-279. (http://content.nejm.org/cgi/content/ full/360/3/268,
diakses pada tanggal 28 Maret 2016). 11 hal.

 Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kandungan. P.T. Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. Jakarta. Hal 316-326

34

Anda mungkin juga menyukai