Olivia Charissa
1606971211
TAHAP 1
4. PEMBAHASAN ........................................................................................... 31
5. KESIMPULAN ............................................................................................. 35
ii
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Universitas Indonesia
iii
DAFTAR TABEL
Universitas Indonesia
iv
iii
DAFTAR SINGKATAN
v Universitas Indonesia
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Obesitas saat ini menjadi permasalahan dunia bahkan Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) mendeklarasikan sebagai epidemik global. Lebih dari 1 milyar orang
dewasa mengalami kelebihan berat badan atau overweight dan dimana 300 juta
diantaranya mengalami obesitas.1 Angka kejadian obesitas di negara berkembang
semakin meningkat. Berdasarkan data WHO pada tahun 2013 terdapat 400 juta
orang dewasa yang obesitas. Bahkan Negara maju seperti Amerika Serikat
diperkirakan obesitas mencapai 45-50%, di Australia dan Inggris 30-40%. Di
negara berkembang, seperti di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas 2013
penduduk yang mengalami obesitas mengalami peningkatan dari 13,9% dan
15,5% pada laki-laki dan wanita di tahun 2007 menjadi 19,7% dan 32,9% di tahun
2013.2 Masalah obesitas patut jadi perhatian yang penting karena jumlah yang
terus meningkat dari tahun ke tahun terlebih di kota besar seperti DKI Jakarta.
Berdasarkan Renstra Kemenkes 2015-2019, prevalensi obesitas 39,7% yang
menunjukan 2,5 kali lipat lebih tinggi dibandingkan prevalensi di NTT yang
hanya 15,2% dengan prevalensi terendah di Indonesia.3
1 Universitas Indonesia
2
Universitas Indonesia
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obesitas
2.1.1Definisi Obesitas
Obesitas merupakan suatu keadaan terjadinya penumpukan lemak tubuh yang
berlebih. Overweight adalah kondisi seseorang yang memiliki berat badan lebih
dari normal. Kedua hal ini akan menyebabkan terjadi akumulasi lemak tubuh
secara berlebihan sehingga terjadi peningkatan berat badan dan memiliki risiko
kesehatan. Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan dan energi
yang dikeluarkan.7
3
Universitas Indonesia
4
dan ukuran dari sel lemak ataupun keduanya. Peningkatan jumlah (hiperplasia)
normal terjadi dalam masa pertumbuhan selama bayi ataupun remaja yang akan
mencapai 25% dari total lemak tubuh, jumlah ini akan menurun pada anak dengan
berat badan normal, akan tetapi pada obes hal ini tidak terjadi. Peningkatan
ukuran sel (hipertrofi) dapat mencapai 1000 kali dari ukuran normalnya. Pada
penurunan berat badan ukuran sel dapat menurun, akan tetapi jumlah akan tetap.9
Universitas Indonesia
5
lemak diubah melalui gliserol kinase di hati ke menjadi gliserol yang diperlukan
untuk sintesis TG.8
Peran sel lemak lain adalah dalam metabolisme glukosa, terdapat
beberapa mekanisme peran lemak dalam metabolisme glukosa. Pertama, jaringan
adiposa, dalam hubungannya dengan hati dan otot rangka, lemak adalah satu-
satunya jaringan yang mengatur transporter insulin glukosa 4 (GLUT 4) yang
menengahi transportasi glukosa postprandial ke dalam sel untuk dimanfaatkan dan
disimpan melalui jalur glikolisis. Kedua, aktivitas metabolik lemak sangat
mempengaruhi metabolisme glukosa dalam jaringan lain. Mekanisme yang terjadi
adalah peningkatan lipolisis dari TG yang menghasilkan peningkatan tingkat asam
lemak bebas di peredaran darah. Asam lemak bebas juga memiliki peran regulasi
negatif pada sensitivitas insulin dalam otot rangka, dengan menginduksi
penurunan penggunaan insulin ketika produksi glukosa berlebih sehingga dapat
memivu terjadinya resistensi insulin.8
Jaringan adiposa bukan hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan
cadangan lemak yang merupakan sumber energi, tetapi juga berperan sebagai
organ endokrin/parakrin yang menghasilkan berbagai macam senyawa yang
memiliki peranan dalam fungsi tubuh, yang dikenal sebagai adipokin.8
Sel lemak cokelat berperan dalam regulasi hormon seperti leptin, insulin
dan glukokortikoid. Sel lemak cokelat juga berperan dalam aktivasi uncouple
protein-1 yang berperan dalam perubahan energi menjadi panas.8
Universitas Indonesia
6
Faktor lingkungan
Perubahan lingkungan yang menjadi fenomena saat ini adalah industri makanan
berkembang pesat, makanan cepat saji yang mengandung tinggi kalori, lemak,
gula dan rendah serat menyebabkan risiko obesitas meningkat. Peningkatan yang
dramatis juga terdapat pada penggunaan fruktosa yang tinggi pada minuman
kemasan; produk dengan kandungan fruktosa tinggi dapat meningkatkan angka
kejadian obesitas.12,13 Perilaku makan yang tidak baik diakibatkan oleh beberapa
hal, diantaranya adalah karena lingkungan dan sosial. Hal ini terbukti dengan
meningkatnya prevalensi obesitas di negara maju. Psikologis juga berperan dalam
perilaku makan seseorang, yaitu perilaku makan dijadikan sebagai sarana
penyaluran stress. Perilaku makan yang tidak baik pada masa kanak-kanak
sehingga terjadi kelebihan nutrisi juga memiliki kontribusi dalam obesitas, hal ini
didasarkan karena kecepatan pembentukan sel-sel lemak yang baru terutama
meningkat pada tahun-tahun pertama kehidupan, dan makin besar kecepatan
penyimpanan lemak, makin besar pula jumlah sel lemak. Oleh karena itu, obesitas
pada kanak-kanak cenderung mengakibatkan obesitas pada dewasanya nanti14, 4
Gaya hidup sedentary yaitu dimana pengeluaran energi kurang,
dikarenakan gaya hidup yang sedikit aktivitas dan jarang berolahraga merupakan
salah satu penyebab terjadinya obesitas. Perubahan lingkungan merupakan salah
satu faktor yang membuat seseorang lebih banyak menggunakan kendaraan
bermotor dibandingkan berjalan kaki, Teknologi yang semakin maju, acara
televisi yang semakin bervariasi, bermain komputer, peralatan canggih lainnya
yang memudahkan seseorang mendapatkan hiburan tanpa harus beraktivitas fisik
dan membakar kalori.12, 13
Faktor genetik
Telah banyak dikatakan bahwa keturunan merupakan salah satu faktor penyebab
dari obesitas pada anak. Bukti- bukti yang ada seperti pada anak kembar yang
hidup terpisah, anak yang diadopsi memiliki berat yang hampir sama dengan
saudara atau orang tua kandungnya. Dari penelitian yang dilakukan dikatakan
anak yang lahir dari salah satu orang tua yang mengalami obesitas, memiliki
risiko empat kali lebih besar daripada orangtua dengan berat badan normal,
Universitas Indonesia
7
apabila kedua orang tua menderita obesitas risiko akan meningkat 10 kali besar.
12,15
Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
9
lemak dan massa bebas lemak antara lain biompendance analysis (BIA), compute
tomography (CT), dual energy x-ray absorptometry (DEXA).
Secara umum parameter yang sering digunakan untuk penentuan status
obes adalah indeks masssa tubuh (IMT), meskipun masih terdapat kelemahan
akan tetapi IMT merupakan parameter yang berhubungan kuat dengan massa
lemak tubuh. Indeks massa tubuh diperoleh dengan berat badan (kg) dibagi
dengan tinggi badan kuadrat dalam satuan meter. Kelemahan parameter ini adalah
akan menghasilkan hasil overestimate lemak pada orang dengan masa otot tinggi,
dan sebaliknya.20 Pengukuran lainnya adalah dengan parameter lingkar pinggang,
dengan cara Menentukan batas bawah iga paling bawah kemudian menentukan
Crista Iliaca, diambil pertengahannya, melingkari bagian tersebut dengan pita
pengukur, pita pengukur menempel pas tiak longgar, tidak ketat, sebaiknya
pengukuran dilakukan dua kali.21 kombinasi kedua pengukuran tersebut
merupakan evaluasi yang baik unutk melihat status nutrisi dan juga dikaitkan
dengan risiko penyakit metabolik.20 pembagian kriteria status nutrisi berdasarkan
IMT dan lingkar pinggang dapat dilihat pada tabel.2.1 dan 2.2
Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
Klasifikasi IMT (kg/m2) WHO WHO asia pasifik
Berisiko 23–24,9
Universitas Indonesia
10
Universitas Indonesia
11
Jaringan lemak
Disfungsi
Sindrom Dislipidemia
endotel
metabolik
Universitas Indonesia
12
Universitas Indonesia
13
Universitas Indonesia
14
Yang dimaksud diet kalori sangat rendah adalah apabila masukan kalori
hariannya berkisar antara 200-800 kkal. Umumnya diet ini rendah kalori namun
tinggi protein (0.8-1.5 g/kg BBI per hari). Diet ini termasuk konsumsi vitamin,
mineral, elektrolit, asam lemak. Lama yang dianjurkan untuk diet ini adalah 12-16
minggu karena memiliki efek samping. Dianjurkan untuk pasien dengan IMT
diatas 30. Efek sampingnya antara lain, tidak tahan dingin, pusing, gugup, euforia,
konstipasi atau diare, kulit kering, anemia, menstruasi yang tidak teratur.
Universitas Indonesia
15
Universitas Indonesia
16
Universitas Indonesia
17
Universitas Indonesia
18
BAB 3
LAPORAN KASUS
Universitas Indonesia
19
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. SS
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Binong Permai
No. RM : 00005488
Ruang : Cempaka, RSUT
Tanggal masuk RS : 20 Februari 2017
Tanggal pemeriksaan : 21 Februari 2017
SKRINING GIZI
Skrining gizi pada pasien ini menggunakan lembar skrining gizi RSUT yang
merupakan modifikasi MST.
1. Asupan makanan kurang dari ½ yang biasa dikonsumsi, atau ½ dari kebutuhan
selama 7 hari? Ya (1)
2. Penurunan BB > 10% dalam 6 bulan terakhir? Tidak(0)
3. Albumin < 3,5 g/dl? Tidak (0)
SUBJEKTIF
Anamnesis dilakukan dengan cara autoanamnesis dengan pasien dan
alloanamnesis dengan istri pasien.
Keluhan Utama
Pasien datang ke RS dengan keluhan bengkak pada kaki yang memberat 1 hari
sebelum masuk RS.
Universitas Indonesia
20
Pasien juga mengeluh badan demam dan terasa menggigil. Trauma atau luka pada
kaki disangkal. Pasien tidak mengonsumsi obat apapun untuk menghilangkan
nyerinya, hanya diistirahatkan.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit pagi hari bengkak semakin meluas
hingga ke betis kedua kaki, terasa sangat nyeri hingga pasien tidak dapat tidur.
Demam dan menggigil masih terasa. Pasien mengonsumsi obat penurun panas
(parasetamol), tetapi tidak memberikan perbaikan. Pasien mengeluh lemas dan
tidak enak makan karena menahan rasa sakit dan mual. Sore harinya keluhan
semakin memberat, pasien tidak dapat berjalan karena sakitnya, lemas dan sedikit
merasa sesak. Kemudian pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RSUT , lalu
akhirnya dirawat di ruang Cempaka.
Saat pemeriksaan, masih terdapat bengkak dan merah sampai daerah betis,
tetapi nyeri sudah membaik. Demam dan menggigil sudah tidak ada. Pasien dapat
makan, tetapi tidak banyak. Riwayat trauma, luka, demam sebelumnya disangkal.
Riwayat sakit kencing manis diakui.
Sekitar satu tahun yang lalu, pasien sering merasa lemas. Menurut istri,
pasien sering mengantuk dan keringetan. Waktu tertidur tidak menentu, jika
sedang duduk pasien dapat langsung tertidur. Dalam sehari dapat mengganti
pakaian 6 kali. Pasien mengeluh sering kencing pada malam hari, 6-7 kali, jumlah
banyak ( ¾ gelas aqua),warna kuning muda, tidak terasa nyeri dan panas. Setelah
kencing biasanya pasien akan minum 1 – 1 ½ gelas belimbing karena haus. Untuk
keluhan makan tidak ada, pasien masih dapat makan seperti biasanya. Pasien juga
mengeluhkan kesemutan sesekali. Saat kontrol ke RS dilakukan pemeriksaan gula
darah, didapatkan hasil 400an dan pasien dinyatakan menderita sakit gula. Selama
satu tahun ini, menurut pasien obat diminum teratur ( obat terakhir adalah
acarbose dan glimepirid) Pasien pernah disarankan untuk menggunakan insulin
tetapi menolak. Selama kontrol gula darah tidak puasa naik turun dengan kadar
tertinggi 280 dan terendah 160.
Universitas Indonesia
21
Universitas Indonesia
22
OBJEKTIF
Keadaan umum : tanpak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis (E4M6V5)
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/90 mmHg (minum obat)
Laju nadi 90 kali/menit, reguler, isi cukup
Laju nafas 24 kali/menit
Suhu 36,6ºC per aksiler
Pemeriksaan Fisik
Kepala : normosefali, rambut tipis tersebar merata, beruban dan
tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis dan sklera ikterik tidak ada
Hidung : tidak terpasang NGT, tidak terpasang kanul oksigen
Telinga : tidak terdapat deformitas
Mulut : gigi geligi tidak lengkap, mukosa bibir basah, oral
hygiene baik
Leher : tidak ada pembesaran tiroid atau kelenjar getah bening
Toraks : Tidak tampak iga gambang
Paru:
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : vokal fremitus kiri sama dengan kanan
Universitas Indonesia
23
Pemeriksaan Antropometri
Tinggi badan : 171 cm
LLA : 29,5 cm
Berat badan estimasi : 79 kg
Berat badan ideal : 71 kg
Universitas Indonesia
24
Laboratorium
20/2/17
Pemeriksaan Nilai Normal Hasil
Hemoglobin 11,7–15,5 g/dl 13,1 g/dl
Hematokrit 35–47% 41%
Leukosit 3.600–11.000/μl 14.370/μl
Trombosit 150.000–440.000/μl 380.000/μl
Natrium 135–147 mmol/l 144 mmol/l
Kalium 3,5–5 mmol/l 3,4 mmol/l
Klorida 96–105 mmol/l 105 mmol/l
SGOT 0–35 U/l 34 U/l
SGPT 0–35 U/l 29 U/l
Ureum 10–50 mg/dl 43 mg/dl
Kreatinin < 1,1 mg/dl 1 mg/dl
GDS <180 mg/dl 331 mg/dl
Analisis Asupan
Energi (kkal) Protein (gram) Lemak Karbohidrat
(gram) (gram)
Sebelum sakit 2382 60 28,3 (11%) 431 (73%)
(33,5 (0,84 g/kgbb)
kkal/kgbb) (10 %)
Saat sakit 2090 53 60 291
Universitas Indonesia
25
Analisis Cairan
Input Output
Minum 1200 ml Urin 1200 ml
IVFD 1000 ml IWL 790 ml
Total 2200 ml Total 1990 ml
Balance + 210 ml Diuresis 0,63 ml/kg BB/jam
Diagnosis DPJP
Selulitis pedis bilateral, DM tipe II, hipertensi
Terapi DPJP
Valsartan 2 x 160 mg
Bisoprolol 1 x 5mg
Spironolakton 1 x 50mg
Metformin 3 x 500 mg
Glimepirid 2x1 mg
Ceftizoxime 2 x 1 g
Tramadol 3x100mg
Ranitidin 2 x 50 mg
ASSESSMENT
Status gizi : Obes I
Status metabolisme : hipermetabolisme sedang ( leukosistosis, hiperglikemi,
hipokalemia)
Status saluran cerna : tidak ada mual dan muntah
Universitas Indonesia
26
PLANNING
Perhitungan kebutuhan energi dan komposisi makronutrien:
Kebutuhan energi basal (KEB) dengan Harris-Benedict = 1451 kkal
Kebutuhan energi total = 1887 kkal (FS 1,3)
Protein = 1 g/kg BB = 71 gram (15%)
N/NPC = 1/140
Lemak (25%) = 53 gram
Karbohidrat = 280 gram ( 60 %)
Nutrisi diberikan sebesar energi mulai dari 1500 kkal ( 21,1 kkal/kgBB) dengan
komposisi:
a. Protein = 1 g/kg BB = 71 gram (19%)
N/NPC = 1/107
Preskripsi Diet
Jenis diet dan frekuensi Energi Protein Lemak KH
(kkal) (g) (g) (g)
Nasi biasa diet DM
1500 kkal 1573 52 200
Universitas Indonesia
27
Mikronutrien:
- Vitamin B kompleks 3 x 1 tab
- Vitamin C 2 x 50 mg
Usulan pemeriksaan:
Periksa profil lipid
Periksa HbA1C
Periksa gula darah
Universitas Indonesia
22 februari 23 Februari 24 februari
S Bengkak dan merah pada tungkai masih, Bengkak dan merah pada masih, Bengkak dan merah pada masih,
tidak ada mual. Malam masih menggigil. sudah membaik. Tidak ada mual. sudah tidak terlalu nyeri. Pasien
Makanan dari RS untuk sarapan dan Makanan dari RS habis. dapat berjalan ke kamar mandi
makan sore habis. Lauk hewani saat dengan bantuan.
makan siang tidak dimakan.
Universitas Indonesia
29
O KU: TSS, CM, hemodinamik stabil KU: TSS, CM, hemodinamik stabil
Mata: konjungtiva dan sklera normal Energi Protein Lemak KH Mata: konjungtiva dan sklera
Leher: tidak ada pembesaran KGB (kkal) (g) (g) (g) normal
Toraks: tidak tampak iga gambang 1740 64 50 260 Leher: tidak ada pembesaran KGB
Jantung: bunyi jantung I dan II normal KU: TSS, CM, hemodinamik stabil Toraks: tidak tampak iga gambang
Paru: bunyi nafas vesikuler, tidak ada Mata: konjungtiva dan sklera normal Jantung: bunyi jantung I dan II
ronki dan mengi Leher: tidak ada pembesaran KGB normal
Toraks: tidak tampak iga gambang Paru: bunyi nafas vesikuler, tidak
Energi Protein Lemak KH Jantung: bunyi jantung I dan II
(kkal) (g) (g) (g)
ada ronki dan mengi
normal Abdomen: supel, timpani. bising
1538 55 39 200 Paru: bunyi nafas vesikuler, tidak
Abdomen: supel, timpani. bising usus usus (+), tidak ada nyeri tekan pada
ada ronki dan mengi perut, hepar dan lien tidak teraba
(+), tidak ada nyeri tekan pada perut, Abdomen: supel, timpani. bising
hepar dan lien tidak teraba membesar. membesar.
usus (+), tidak ada nyeri tekan pada Ekstremitas: akral hangat, terdapat
Ekstremitas: akral hangat, terdapat edem perut, hepar dan lien tidak teraba
pada 1/3 tungkai bawah dan kemerahan. edem, sudah berkurang
membesar. Kapasitas fungsional: non
Kapasitas fungsional: non ambulatory Ekstremitas: akral hangat, terdapat ambulatory
edem pada 1/3 tungkai bawah dan
kemerahan. Analisa asupan
Analisa asupan Kapasitas fungsional: non Protein Lemak KH
ambulatory Energi (g) (g) (g)
(kkal)
Analisa asupan
1740 64 50 260
Universitas Indonesia
30
Obes I (E.66), defisiensi nutrisional (E.46), obes I (E.66), defisiensi nutrisional obes I (E.66), defisiensi nutrisional
hipermetabolisme sedang ( leukosistosis, (E.46), hipermetabolisme sedang
A (E.46), hipermetabolisme sedang
hiperglikemi, hipokalemia) pada selulitis ( leukosistosis, hiperglikemi,
pedis bilateral, DM tipe II, hipertensi. ( leukosistosis, hiperglikemi, hipokalemia) pada selulitis pedis
hipokalemia) pada selulitis pedis bilateral, DM tipe II, hipertensi.
bilateral, DM tipe II, hipertensi.
P Target: KEB 1451 kkal, KET 1887 kkal, P 71 Target: KEB 1451 kkal, KET 1887 kkal, Target: KEB 1451 kkal, KET 1887
g,L 53 g, KH 280 g P 71 g,L 53 g, KH 280 g kkal, P 71 g,L 53 g, KH 280 g
Nutrisi 1700 kkal, P 71 g, L 47 g, KH 246 g Nutrisi 1700 kkal, P 71 g, L 47 g, KH Nutrisi 1900 kkal, P 69 g, L 53 g, KH
melalui oral, berupa: 246 g 280 g
Nasi biasa diet DM 1700 kkal, ekstra putel 2 melalui oral, berupa: melalui oral, berupa:
butir Nasi biasa diet DM 1700 kkal, ekstra Nasi biasa diet DM 1900 kkal
putel 2 butir
M - keadaan umum dan tanda vital - keadaan umum dan tanda - keadaan umum dan tanda
Universitas Indonesia
31
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
31 Universitas Indonesia
33
Universitas Indonesia
34
Universitas Indonesia
35
sehingga prekripsi ditingkatkan sesuai dengan KET. Toleransi asupan pasien baik,
pada pasien dengan obes dan DM tanpa gangguan asupan yang parah yang perlu
dilakukan adalah edukasi. Edukasi bagaimana cara mengonsumsi asupan sehari-
hari termasuk jenis dan jumlah yang harus dikonsumsi, diharapkan dengan
pemberian terapi nutrisi yang sesuai komplikasi seperti yang terjadi pada apasien
saat ini dpat dihindari dan dicegah.29
Universitas Indonesia
36
BAB 5
KESIMPULAN
Obesitas juga merupakan masalah gizi yang patut diberi perhatian, obes dapat
mencetuskan komplikasi berbagai macam penyakit. Skrining yang dilakukan di
rumah sakit lebih banyak menitikberatkan pada kondisi malnutrisi, sehingga jika
berdasarkan hasil skrining yang ada pasien dengan obes tidak terjaring untuk
dilakukan tatalaksana nutrisi.
IMT yang merupakan skrining umum dalam mendiagnosa
obesitas.Lembar penilaian status gizi di RSUT terdapat data mengenai IMT
pasien, dari data ini diharapkan pasien yang menderita obes dapat terpantau dan
mendapatkan tatalaksana yang sesuai.
Pemberian terapi nutrisi pada pasien obes dengan DM, selulitis dan
hipertensi perlu diperhitungkan sebaik-baiknya dengan mempertimbangkan
faktor-faktor yang terkait dengan penyakit penyertanya. Pada pasien obes dengan
DM penurunan berat badan bukanlah target utama, yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana mengontrol kadar gula darah dengan pemberian nutrisi yang sesuai
dengan kebutuhannya. Pada pasien ini yang tidak memiliki masalah pada asupan
makan, bahkan cenderung untuk mengonsumsi makanan yang tidak seharusnya,
tatalaksana diprioritaskan pada mengatur jumlah dan jenis, serta jadwal pemberian
sehingga pasien tidak merasa lapar dan mencari cemilan diluar jadwal makan.
Pemberian tatalaksana yang tepat, diharapkan dapat membantu mencegah
komplikasi yang terjadi.
35 Universitas Indonesia
37
DAFTAR REFERENSI
7. Lysen LK, Israel DA. Nutrition in weight management. Dalam: Mahan LK,
Escott-Stump S, editor. Krause’s food and the nutrition care process. Edisi
ke-13. Missouri: Elsevier, 2012. hal 462–88.
8. Avram AS, Avram MM, James WD. Subcutaneous fat in normal and
diseased states. J Am Acad Dermatol 2005;53:671–83.
9. Lysen LK, Israel DA. Nutrition and Diabetes Mellitus. Dalam: Mahan LK,
Escott-Stump S, editor. Krause’s food and the nutrition care process. Edisi
ke-13. Missouri: Elsevier, 2012.
10. Sandra Hsu Hnin Mon. Macrophages: The Future of Easy Weight-Loss?
12. Nutritional Deficiencies Of The Obese Child And Adolescent. The Free
Obesity eBook Available at: http://ebook.ecog-obesity.eu/chapter-clinics-
Universitas Indonesia
38
13. Jacobs, D. R. Fast food and sedentary lifestyle: a combination that leads to
obesity. Am. J. Clin. Nutr. 83, 189–190 (2006).
14. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology - 12th Edition. Available
at: https://www.elsevier.com/books/guyton-and-hall-textbook-of-medical-
physiology/hall/978-0-8089-2400-5. (Accessed: 4th March 2017)
15. Walley, A. J., Blakemore, A. I. F. & Froguel, P. Genetics of obesity and the
prediction of risk for health. Hum. Mol. Genet. 15, R124–R130 (2006).
16. Myers, M. G., Leibel, R. L., Seeley, R. J. & Schwartz, M. W. Obesity and
Leptin Resistance: Distinguishing Cause from Effect. Trends Endocrinol.
Metab. TEM 21, 643–651 (2010).
17. Klok, M. D., Jakobsdottir, S. & Drent, M. L. The role of leptin and ghrelin in
the regulation of food intake and body weight in humans: a review. Obes.
Rev. Off. J. Int. Assoc. Study Obes. 8, 21–34 (2007).
19. Adamska, E., Ostrowska, L., Górska, M. & Krętowski, A. The role of
gastrointestinal hormones in the pathogenesis of obesity and type 2 diabetes.
Przeglad Gastroenterol. 9, 69–76 (2014).
20. Ard JD. Obesity. Dalam: Heimburger DC, Ard JD, editor. Handbook of
clinical nutrtition. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2006. hal
371–400.
Universitas Indonesia
39
24. Cheskin LJ, Poddar KH. Obesity management. Dalam: Ross AC, Caballero
B, Cousins RJ, Tucker KL, Ziegler TR, editor. Modern nutrition in health
and disease. Edisi ke-11. Baltimore: Lippincott William & Wilkins, 2014.
hal. 786–99.
26. Eckel, R. H. et al. Obesity and Type 2 Diabetes: What Can Be Unified and
What Needs to Be Individualized? J. Clin. Endocrinol. Metab. 96, 1654–1663
(2011).
28. Casqueiro, J., Casqueiro, J. & Alves, C. Infections in patients with diabetes
mellitus: A review of pathogenesis. Indian J. Endocrinol. Metab. 16, S27–S36
(2012).
Universitas Indonesia