Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA JUVENILLE

DIABETES
Makalah Ini Disusun Dalam Rangka Mata Ajar Keperawatan Anak I

Dosen Pengampu: Ns. Resti Utami M.Kep

OLEH:
KELOMPOK 2

Muhammad Thoriq Al Imani 1711011046


Firdaning Ayu Kumala Ningrum 1711011055
Syayida Yunita Sari 1711011066
M. Wahyu Akbar 1711011067
Nevi Lia Elvi Andhy 1711011070
Rizal Fajri Maulana 1711011072
Bella Puspita Hayuningtyas 1711011076
Trisya Bella Fibrianti 1711011078

S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
JEMBER, 2019

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan YME, atas segala anugerah yang selalu di
limpahkan kepada umatnya baik lahir maupun batin, sehingga pada akhirnya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan
Anak I.

Makalah Keperawatan Anak I yang berjudul ”Asuhan Keperawatan Pada


Juvenille Diabetes”, demikian sangat disadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, yang tak lepas dari kesalahan dan kekurangan.

Akhir kata, semoga makalah ini banyak memberikan manfaat kepada diri
penulis sendiri khususnya dan pembaca sekalian umumnya.

Jember, 08 April2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2

D. Tujuan .................................................................................................................. 2

BAB II KONSEP DASAR MEDIS ........................................................................ 3

A. Pengertian Juvennile Diabetes ............................................................................. 3

B. Etiologi Juvennile Diabetes .................................................................................. 3

C. Patofisiologi Juvennile Diabetes .......................................................................... 4

D. Pathways .............................................................................................................. 6

E. Manifestasi Klinis Juvennile Diabetes ................................................................. 6

F. Komplikasi Juvennile Diabetes ............................................................................ 7

G. Pemeriksaan Penunjang Juvennile Diabetes ........................................................ 9

H. Penatalaksanaan Medis ........................................................................................ 11

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 14

A. Pengkajian ............................................................................................................ 14

B. Diagnosa Keperawatan ......................................................................................... 17

C. Intervensi Keperawatan ........................................................................................ 18

D. Implementasi ........................................................................................................ 23

E. Evaluasi ................................................................................................................ 24

F. Study Kasus .......................................................................................................... 24

BAB 1V PENUTUP ................................................................................................. 29

A. Simpulan .............................................................................................................. 29

B. Saran ..................................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi
gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.Hal ini diakibatkan
oleh kurangnya sensitivitas otot ataupun jaringan terhadap insulin, yang
disebut dengan resistensi insulin ataupun oleh kurangnya hormon insulin atau
disebut dengan defisiensi insulin.Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang disebabkan oleh adanya peningkatan kadar
gula glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.
Bahaya diabetes sangat besar dan dapat memungkinkan penderita menjadi
lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak komplikasi
serius dan menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Penderita DM
menghadapi bahaya setiap harinya karena kadar gula darah yang tidak
terkontrol. Glukosa darah mengandung kadar yang berubah-ubah sepanjang
hari terutama pada saat makan, dan beraktifitas.
Terdapat dua jenis penyakit diabetes mellitus, yaitu Diabetes mellitus
tipe I (insulin-dependent diabetes mellitus) dan diabetes mellitus tipe II
(noninsulin-dependent diabetes mellitus).Diabetes mellitus tipe I yaitu
dicirikan dengan hilangnya sel penghasil insulin pada pulau-pulau langhernas
pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes mellitus
tipe II, terjadi akibat ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan wajar
terhadap aktivitas insulin yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin),
sehingga tidak tercapai kadar glukosa yang normal dalam darah. Diabetes
mellitus tipe II lebih banyak ditemukan dan meliputi 90% dari semua kasus
diabetes di seluruh dunia.
Diabetes mellitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman utama
bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. WHO memperkirakan bahwa
pada tahun 2025, jumlah penderita DM akan membengkak menjadi 300 juta
orang.Menurut WHO kasus DM di Indonesia pada tahun 2000 adalah 8,4 juta
orang berada pada rangking 4 dunia setelah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta),

1
dan Amerika Serikat (17,7 juta), dan WHO memperkirakan akan 2 meningkat
pada tahun 2030, India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3
juta), dan Indonesia (21,3 juta). DM tipe II banyak ditemukan (>90%)
dibandingkan dengan DM tipe I. DM tipe II timbul setelah umur 30 tahun
sedangkan DM tipe I biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun. Penyakit yang
bersifat menahun (kronis) dapat menyerang pria maupun wanita,namun kasus
tersebut meningkat pada wanita.
Diabetes mellitus seringkali tidak terdeteksi sebelum diagnosis
dilakukan, sehingga morbiditas (terjadinya penyakit atau kondisi yang
mengubah kesehatan dan kualitas hidup) dan mortalitas (kematian) dini
terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Diabetes mellitus merupakan
suatu keadaan hiperglikemik kronis dan perlahan namun pasti akan merusak
jaringan dalam tubuh jika tidak ditangani secara tepat dan serius. Dengan
ditemukannya beberapa faktor penyebab terjadinya diabetes mellitus
diantaranya faktor genetik, faktor lingkungan, faktor kegemukan, faktor
demografi, dan lainnya, maka faktor-faktor tersebut mempengaruhi seseorang
akan mengalami DM tipe I atau DM tipe II.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan Juvenille Diabetes yang tepat?
2. Bagaimana penanganan pada anak penderita Juvenille Diabetes?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak penderita Juvenille Diabetes?

C. Tujuan Penulisan
1. Dapat menjelaskan Juvenille Diabetes dengan tepat
2. Dapat menjelaskan penanganan anak penderita Juvenille Diabetes
3. Dapat menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan pada kliendengan
Juvenille Diabetes

2
BAB II

KONSEP DASAR MEDIS

A. Pengertian Juvenille Diabetes


Diabetes Melitus Tipe-1 merupakan kelainan sistematik akibat
gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik.
Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan sel-β pankreas baik oleh proses
autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang atau
berhenti.
Diabetes mellitus tipe 1 (Diabetes Juvenile), dahulu disebut insulin-
dependent diabetes (IDDM, diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan
dengan rusaknya sel-β penghasil insulin pada pulau-pulau
Langerhans sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe
ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Dalam kondisi normal, sistem kekebalan tubuh akan menyerang dan
membentengi tubuh dari bakteri dan substansi-substansi atau virus yang
menyusup ke dalam tubuh. Namun pada diabetes tipe 1, tanpa alasan yang
pasti, sistem imun menyerang pankreas serta menghancurkan sel beta dan
menyebabkan terhambatnya produksi hormon insulin.
Penderita diabetes tipe-1 hanya memproduksi insulin dalam jumlah
yang sangat sedikit atau bahkan tidak sama sekali. Akibatnya glukosa dalam
darah semakin meningkat (hiperglikemia) dan sel-sel tubuh tidak
mendapatkan asupan energi yang cukup.

B. Etiologi
Para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe- 1.
Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor
genetik/keturunan. Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan
melalui faktor genetik.
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah

3
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA(human leucosite
antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

C. Patofisiologi
Terjadinya DM tipe 1 utamanya disebabkan oleh defisiensi
insulin.Defisiensi insulin dapat menyebabkan gangguan metabolisme lipid,
protein, dan glukosa.Diabetes tipe-1 disebabkan oleh infeksi atau toksin
lingkungan yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis
merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat
yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga
mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus,
seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen
kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang
dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang
mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas
dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi
virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan
terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang
merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi
pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya
(islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.

4
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan
dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati.Diabetes ini muncul ketika
pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi
insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali.
Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya
penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida),
peningkatan glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi glukosa), terjadinya
glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan glukosa
dari asam amino, laktat, dan gliserol yang dilakukan counterregulatory
hormone (glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin, sintesis dan
pengambilan protein, trigliserida , asam lemak, dan gliserol dalam sel akan
terganggu. Seharusnya terjadi lipogenesis namun yang terjadi adalah lipolisis
yang menghasilkan badan keton.Glukosa menjadi menumpuk dalam
peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Kadar glukosa
lebih dari 180 mg/dL ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari
glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan
menyebabkan osmotik diuretik dan menyebabkan poliuria.Poliuria
menyebabkan hilangnya elektrolit lewat urin, terutama natrium, klorida,
kalium, dan fosfat merangsang rasa haus dan peningkatan asupan air
(polidipsi).Sel tubuh kekurangan bahan bakar (cell starvation) pasien merasa
lapar dan peningkatan asupan makanan (polifagia).
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi
kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas
dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali.
Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan
karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma
meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus
insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk
memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan
hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.

5
D. Pathways

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap
awal, yang sering ditemukan:
1. Poli uri ( Banyak kencing )
Hal ini disebabkan oleh kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serat ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic di
uresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga
klien mengeluh banyak kencing.
2. Poli dipsi ( Banyak minum )

6
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
banyak karena poli uri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak
minum.
3. Polifagia ( Banyak Makan )
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel
mengalami starfasi (lapar ). Sehingga untuk memenuhi klien akan terus
makan walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya
akan berada pada pembuluh darah.
4. Berat badan menurun , lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi
glukosa, maka tubuh berusaha mendapatkan peleburan zat dari bagian
tubuh yang lain yaitu lemak dan protein.
5. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polidi ( Glukosa/sarbitol
fruktasi yang disebabkan karena insufisiensi insulin.
6. Ketoasidosis
Anak dengan DM tipe 1 cepat sekali menjurus kedalam
ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis
yang kurang baik bila tidak di terapi dengan baik.

F. Komplikasi
Komplikasi pada DM tipe 1 dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
komplikasi akut dan komplikasi menahun.
1. Komplikasi Metabolik Akut
a) Ketoasidosis Diabetik
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami
hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis,
peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas
disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis
metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis
osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit

7
sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat
koma dan meninggal.
b) Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan
mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50
mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan
sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik
yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan,
ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya
ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi,
berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit
kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat
kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala
seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya
terjadi penurunan kesadaran dan koma.

2. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi


memasuki tahun ke 5):
a) Mikroangiopaty
Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan
arteriola retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik
diabetic/dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-
syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi
klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang
kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi
dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan
kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan
hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien
akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan
katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosa—
sorbitol—fruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol
dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan

8
syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar
mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat
menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem
syaraf otonom.
b) Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin
dapat menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan
ini berupa :
1) Penimbunan sorbitol dalam intima vascular.
2) Hiperlipoproteinemia
3) Kelainan pembekun darah
Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan
penyumbatan vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka
dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai
Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang
terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan
angina pektoris dan infark miokardium.
Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes
cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara
keseluruhan.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada DM tipe 1 dan 2umumnya
tidak jauh berbeda.
1. Glukosadarah : meningkat 200-100mg/dL
2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
5. Elektrolit :
a. Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
b. Kalium :normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.

9
c. Fosfor : lebih sering menurun
6. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal
yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
(lama hidup SDM) dan karenanya sangat bermanfaat untuk membedakan
DKA dengan kontrol tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan
insiden (misal, ISK baru).
7. GasDarah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 (asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
8. Trombosit darah :Ht mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi : merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
9. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/ penurunan
fungsi ginjal).
10. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
11. Insulin darah : mungkin menurun/atau bahka sampai tidak ada (pada tipe
1) atau normal sampai tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan
insufisiensi insulin/gangguan dalam penggunaannya(endogen/eksogen).
Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan
antibody(autoantibody).
12. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
13. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
14. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila
dengan gejala (polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah
abnormal satu kali sudah dapat menegakkan diagnosis DM. Sedangkan
bila tanpa gejala, maka diperlukan paling tidak 2 kali pemeriksaan gula
darah abnormal pada waktu yang berbeda.
Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah:
1. Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau

10
2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau
3. Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl.

H. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktifitas
insulin dan glukosa dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik.
Tujuan terapi dari setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa
darah normal (euglikemia) tanpa terjadnya hipoglikemia dan gangguan serius
pada pola aktivitas pasien. Penatalaksanaan untuk diabetes mellitus terdiri
dari penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan.
1. Penatalaksanaan secara keperawatan
a) Penyuluhan/pendidikan kesehatan
Penyuluhan tentang diabetes, adalah pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes yang
bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan
pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk
mencapai keadaan sehat optimal, dan penyesuaian keadaan
psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik.
b) Perencanaan makan
Pada konsensus perkumpulan endokrinologi indonesia
(PERKENI) telah ditetapkan bahwa standart yang dianjurkan adalah
santapan dengan komposisi yang seimbang. Pada saat ini,
Perhimpunan diabetes amerika dan perhimpunan diabetes amerikan
merekomendasikan bahwa untuk semua tingkat asupan kalori,
makan 50 % hingga 60 % kalori berasal dari karbohidrat, 20-30 %
berasal dari lemak dan 12-20 % lainya berasal dari protein.
Rekomendasi ini juga konsisten dengan rekomendasi dari the
american heart asociation dan american cancer sosiety.
Apabila diperlukan santapan dengan komposisi karbohidrat
sampai 70-75 % juga memberikan hasil yang baik.Terutama untuk
golongan ekonomi yang rendah. Jumlah kalori disesuiakan dengan

11
pertumbuhan, usia, statrus gizi, stress akut dan kegiatan jasmani
untuk mencapai berat badan ideal (Mirza, 2009)
Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan
mencegah agar berat badan tidak menjadi berlebihan dengan cara:
kurangi kalori, kurangi lemak, konsumsi karbohidrat komplek,
hindari makanan manis dan perbanyak makanan banyak serat.
c) Latihan/olahraga
Latihan atau olahraga selain dapat menurunkan kadar gula darah
karena membuat kerja insulin lebih efektif dengan cara
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin. Olahraga sangat bermanfaat pada diabetes karena
dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stress, mengurangi
faktor resiko kardiovaskuler dan mempertahankan kesegaran tubuh.
Bagi pasien DM melakukan olahraga dengan teratur akan lebih baik,
tetapi jangan melakukan olahraga yang berat-berat

2. Penatalaksanaan secara medis


a) Obat hipoglikemik oral (OHO)
Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan
jasmani yang teratur, tetapi kadar glukosa darahnya masih belum
baik, dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat hipoglikemik.
1) Sulfoniurea
Mekanisme aksi sulfonilurea adalah meningkatkan sekresi
insulin endogen dengan cara berikatan dengan reseptor
sulfonilurea spesifik pada sel β pankreas. Sulfonilurea yaitu
mampu menurunkan kadar A1C 15 sekitar 0,8 %. Contoh obat
golongan sulfonilurea yaitu glibenklamid, klorpropamid,
glimepirid, dan gliburid.Efek samping golongan sulfonilurea
adalah hipoglikemia, ruam, diare, muntah.Penggunaan
glibenklamid dan glimepirid pada pasien yang berusia tua dan
pasien dengan komplikasi neuropati atau nefropati memiliki
risiko besar mengalami hipoglikemia.

12
2) Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di
bawah normal. Dianjurkan untuk pasien gemuk.
3) Inhibitor α glukosidase
Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase
sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia pascaprandial.
4) Insulin sentizing agent
Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa
menyebabkan hipoglikemia.
b) Pemberian insulin
Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis,
dosis, kapan pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan.
Terdapat berbagai jenis insulin berdasarkan asal maupun lama
kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja
pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan campuran.

13
BAB III

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian dilakukan melalui
wawancara dan pemeriksaan fisik.Dalam pengkajian dibutuhkan kecermatan
dan ketelitian agar data yang terkumpul lebih akurat.Pengkajian yang
dilakukan terhadap ibu preeklampsia antara lain sebagai berikut:
1. Anamnesa
a. Identitas
Identitas klien yang harus di ketahui perawat meliputi nama,
umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayan, suku
bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan pekerjaan klien,dan
asuransi kesehatan.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong klien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Data subyektif yang
mungkin timbul seperti, klien mengeluh sering kesemutan, klien
mengeluh sering buang air kecil saat malam hari, klien mengeluh
sering merasa haus, klien mengeluh mengalami rasa lapar yang
berlebihan (polifagia), klien mengeluh merasa lemah, klien mengeluh
pandangannya kabur. Data objektif yang didapat seperti, klien tampak
lemas, terjadi penurunan berat badan, tonus otot menurun, terjadi
atropi otot, kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak
adanya luka ganggren, tampak adanya pernapasan yang cepat dan
dalam.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu di tanyakan pula apakah klien pernah menderita penyakit
tertentu sebelum mengalami penyakit yang sekarang.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
Perlu di tanyakan kepada klien berapa lama klien menderita DM,
bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa,

14
bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja
yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kemungkinan keluarga mempunyai riwayat diabetes seperti klien.

2. Pola Fungsi Kesehatan


a. Pola Nutrisi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,
berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
b. Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada
gangguan.
c. Pola Istirahat dan Tidur
Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai akan
mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur
dan waktu tidur penderita
d. Pola Aktivitas
Adanya kelemahan otot – otot pada ekstermitas menyebabkan
penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan
pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self
esteem ).

15
f. Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami neuropati /
mati rasa pada kaki sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
g. Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seks, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme.
h. Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
b. Head to Toe
1) Kepala Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2) Sistem integument
Kaji Turgor kulit menurun pada pasien yang sedang
mengalami dehidrasi, kaji pula adanya luka atau warna kehitaman
bekas luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus
dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut
dan kuku.

16
3) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas menandakan pasien mengalami diabetes
ketoasidosis, kaji juga adanya batuk, sputum, nyeri dada.Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
4) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
Hal ini berhubungan erat dengan adanya komplikasi kronis pada
makrovaskuler
5) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau
sakit saat berkemih.Kelebihan glukosa akan dibuang dalam
bentuk urin.
6) Sistem musculoskeletal
Adanya katabolisme lemak, Penyebaran lemak dan,
penyebaran masa otot,berubah. Pasien juga cepat lelah, lemah.
7) Sistem neurologis
Berhubungan dengan komplikasi kronis yaitu pada system
neurologis pasien sering mengalami penurunan sensoris,
parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, disorientasi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari
hiperglikemia).
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh
jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein atau lemak).
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa
tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan sirkulasi.
4. Perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan perubahan kimia
endosen = ketidakseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit.

17
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan poliuria
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengpbatan berhubungan dengan kurang informasi.
8. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori.
9. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akut
10. Ansietas berhubungan dengan nyeri yang berulang-ulang

C. Intervensi Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari
hiperalikemia).
Rencana tindakan :
a) Dapatkan riwayat pasien atau orang terdekat sehubungan dengan
lamanya, intensitas dari gejala seperti muntah, pengeluaran urine yang
berlebihan.
Rasional : membantu dalam memperkirakan kekurangan cairan total,
tanda dan gejala mungkin sudah ada sebelumnya.
b) Pantau TTV, catat adanya perubahan tekanan darah orto statik.
Rasional : Hipovolemia dapat diartikan oleh hipotensi dan tachicardia,
perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat diukur ketika sistolik
turun 10 mmHg.
c) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane
mukosa.
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume
sirkulasi yang adekuat.
d) Kaji suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
Rasional : indikator terjadinya dehidrasi pada klien.
e) Ukur BB setiap hari.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang akurat terhadap status
cairan.
f) Kolaborasi dalam pembemberian cairan sesuai indikasi.
Rasional : memberikan pemenuhan cairan yang dibutuhkan

18
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh
jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein/lemak)
Rencana Tindakan :
a) Timbang BB setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : mengkaji pemasukan makan yang adekuat.
b) Tentukan program diet pasangan dan pola makan klien, dan
bandingkan dengan makanan yang dihabiskan oleh pasien.
Rasional : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan terpeutik.
c) Berikan makan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit
dengan segera.
Rasional : pemberian makan melalui oral akan lebih baik.
d) Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki termasuk
kebutuhan etnik kultur.
Rasional : kerjasama ini dapat dilanjutkan setelah klien pulang.
e) Libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makanan sesuai indikasi.
Rasional: meningkatkan rasa kebersamaanya dan menambah
informasi yang dibutuhkan keluarga.
f) Berkolaborasi dengan pemeriksaan gula darah.
Rasional : memantau kadar gula dalam darah.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa


tinggi.
Rencana Tindakan :
a) Observasi adanya tanda – tanda peradangan seperti demam,
kemerahan, adanya pus pada luka.
Rasional : Pasien mungkin telah masuk dengan infeksi yang telah
mencetuskan keadaan ketoasidosis
b) Pertahankan teknik aseptic pada prosedur infasif.
Rasional: Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menajdi media
yang baik bagi kuman.

19
c) Berikan perawatan luka secara teratur.
Rasional : mengurangi terjadinya infeksi lebih lanjut.
d) Anjurkan untuk makan dan minum yang adekuat.
Rasional: menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.
e) Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.
Rasional: mengindentifikasi organisme yang masuk kedalam tubuh.
f) Berikan antibiotic yang sesuai.
Rasional : penangan awal dapat membantu terjadinya sepsis.

4. Perubahan sensori perseptual : resiko tinggi terhadap perubahan kima


endogen.
Rencana Tindakan :
a) Pantau tanda – tanda vital dan status mental pasien
Rasional : sebagai dasar temuan untuk intervensi yang tepat.
b) Panggil pasien dengan nama, orientasikan tempat ruangan, dan
kebutuhannya
Rasional : menurunkan kebingungan dan membantu untuk
mempertahankan kontak.
c) Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin.
Rasional : membantu pasien tetap berhubungan dengan realitas.
d) Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu
istirahat pasien
Rasional : meningkatkan tidur, dan mengurangi rasa letih pada pasien.
e) Berikan tempat tidur yang lembut
Rasional: meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kerusakan
kulit.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik


Rencana Tindakan :
a) Observasi keadaan umum
b) Kaji tingkat aktivitas pasien
c) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas

20
d) Beri support kepada pasien
e) Anjurkan keluarga untuk membantu pasien dalam memenuhi
kebutuhannya
f) Instruksikan pasien tentang teknik penghemat energy
g) Beri dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan poliuria


Rencana Tindakan :
a) Lakukan pengkajian masalah gangguan tidur klien, karakteristik dan
penyebab kurang tidur.
b) Lakukan persiapan untuk tidur malam seperti pada jam 9 malam
sesuai dengan pola tidur klien
c) Lakukan mandi air hangat.
d) Anjurkan makan yang cukup satu jam sebelum tidur.
e) Berikan susu hangat sebelum tidur.
f) Keadaan tempat tidur yang nyaman, bersih dan bantal yang nyaman.
g) Bunyi telepon dan alarm hp di kecilkan.
h) Berikan pengobatan seperti analgetik dan sedative, setengah jam
sebelum tidur.
i) Lakukan masase pada daerah belakang, tutup jendela/pintu jika perlu.
j) Tingkatkan aktivitas sehari – hari dan kurangi aktivitas sebelum tidur
k) Pengetahuan kesehatan :jadwal tidur mengurangi stress , cemas , dan
latihan relaksasi Diskusikan dengan pasien akan kebutuhan aktifitas.

7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit prognosis dan kebutuhan


pengobatan, b/d kurangnya informasi.
Rencana Tindakan :
a) Ciptakan lingkungan saling percaya mendengarkan penuh perhatian,
selalu ada untuk perasaan.
Rasional : BHSP diperlukan selama komunikasi berlangsung pada
saat perawatan.
b) Buat jadwal latihan atau aktivitas yang teratur.

21
Rasional : waktu latihan tidak boleh bersamaan khususnya pada saat
pada kerja insulin.
c) Intruksikan pentingnya pemeriksaan secara rutin pada kaki dan
perawatan kaki tersebut.
Rasional : mencegah komplikasi yang terjadi berhubungan dengan
neuropat.
d) Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur jawab
pertanyaan pasien atau orang terdekat.
Rasional: pemberian informasi dapat menurunkan terjadinya kejadian
ketoasidosis.
e) Identifikasi sumber – sumber yang ada di masyarakat.
Rasional : dukungan kontinue biasanya penting untuk menopang
perubahan gaya hidup.

8. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori


Rencana tindakan:
a. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : sebagai dasar temuan untuk intervenso yang tepat
b. Orientasikan pasien dengan lingkungan sekitarnya
Rasional : pengorientasian dengan lingkungan dapat menurunkan
stress pada pasien
c. Pantau adanya keluhan parestesia,nyeri atau kehilangan sensori
Rasional :mencegah terjadinya disfungsi yang tidak diinginkan

9. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akut


Rencana tindakan:
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, furasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Bantu pasien dan keluarga untuk mrncari dan menemukan dukungan
d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
rungan, pencahayaan dan kebisingan

22
e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
g. Ajarkan tentang teknik non farmakologi : napas dalam, relaksasi,
distraksi, kompres hangat/dingin
h. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
i. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik

10. Ansietas berhubungan dengan nyeri yang berulang-ulang


Rencana tindakan:
a. Gunakan pendekatan yang menenangkan
b. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
c. Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
d. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
e. Dorong keluarga untuk menemani pasien
f. Dengarkan dengan penuh perhatian
g. Identifikasi tingkat kecemasan
h. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
i. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
j. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi

D. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :Intervensi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal,
teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi
yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi
intervensi dan respon pasien.Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi
secara kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi
masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien

23
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana
tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi
pada tahap evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi berfokus pada
ketepatan perawatan yang diberikan dan kemajuan pasien atau kemunduran
pasien terhadap hasil yang diharapkan. Evaluasi merupakan proses yang
interaktif dan kontinu karena setiap tindakan keperawatan dilakukan, respon
klien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang yang
diharapkan. Kemudian berdasarkan respon klien, direvisi intervensi
keperawatan atau hasil yang diperlukan. Ada 2 komponen untuk
mengevaluasi kualitas tindakan computer keperawatan, yaitu :
1. Proses (sumatif)
Fokus tiopeini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus
dilaksanakan sesudah perencanaan keperawatan, dilaksanakan untuk
membantu keefektifan terhadap tindakan.
2. Hasil (formatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan klien.

F. Study Kasus
1. Kasus
Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun baru saja didiagnosis
Diabetes Melitus tipe 1 masuk untuk dirawat di Bangsal Anak. Hasil
anamnesa orang tua mengatakan bahwa anaknya banyak makan, banyak
minum, banyak kencing, berat badannya turun, sering mengompol. Ia
juga mudah tersinggung, tidak bisa perhatian lama ketika mengikuti
pelajaran sekolah, merasa lelah, penglihatan kabur, sakit kepala, kalau
ada luka sukar sembuh dan mudah terserang flu Dari hasil pemeriksaan
fisik didapatkan BB: 25,5 kg, PB: 135 cmsuhu: 37,4oC, nadi: 88x/m,

24
respirasi: 24x/menit, TD: 110/70 mmHg. Turgor kulit kembali segara,
kulit kering, membrane mukosa lembab.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan: Hb: 11,2gr/dl,
Hematokrit: 30%, eritrosit: 4,0(x106/uL), trombosit: 210000/mm3
Leukosit: 9.500/uL, glukosa darah 300mg/dl. Orang tua mengatakan
bahwa mereka sangat terkejut dan tidak percaya ketika anaknya di
diagnosa Diabetes Melitus tipe 1, padahal tidak ada anggota keluarga
yang menderita DM. Mereka mengatakan tidak paham tentang DM tipe
1 dan cara perawatannya terutama setelah pulang dari Rumah Sakit.
Orang tua khawatir memikirkan masa depan anaknya. Terapi/instruksi
medis yang diberikan saat ini : Cek gula darah 2x/hari, insulin 2 unit
sebelum makan.

2. Pengkajian

No Data Fokus Diagnosa Etiologi


Keperawatan
1. Ds : Ketidakseimbangan Defisiensi
Anak menyatakan nutrisi kurang dari Insulin
banyak makan banyak kebutuhan tubuh.
minum, sering kencing,
berat badan menurun.

Do :
BB : 25,5 kg
TB : 135 cm
IMT : 13,9
GDS : 300 ml/dL
2. Ds : Defisit volume cairan Kehilangan
Klien mengatakan cairan aktif
banyak minum, banyak
kencing, enuresids.

Do :
TD : 110/70 mmHg
N : 88x/menit
RR : 24x/menit
S : 37,4
Kulit kering

25
3. Ds : Kurang pengetahuan Kurangnya
- Ibu klien tentang perawatan informasi.
mengatakan anak Diabetes Militus
sangat terkejut tipe 1
dan tidak
percaya ketika
anaknya di
Diagnosa DM
tipe 1
- Ibu klien
mengatakan
tidak paham
tentang Diabetes
Militus
- Ibu klien
mengatakan
khawatir dengan
kondisi anak
Do :
Ibu klien tampak
khawatir dengan
kondisi anak

3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
Defisiensi insulin
b. Defisit volume cairan b.d Kehilangan cairan aktif
c. Kurang pengetahuan tentang perawatan anak diabetes mellitus tipe 1
b.d Kurangnya informasi

4. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


. Keperawatan
1. Ketidakseimban Setelah dilakukan 1. Beri makanan yang
gan nutrisi tindakan terpilih tinggi serat,
kurang dari keperawatan selama rendah karbohidrat.
kebutuhan tubuh 3x24 jam akan 2. Monitor jumlah
b.d defisiensi didapatkan hasil : nutrisi.
insulin. - Nutrisi 3. Ajarkan pasien dan
terpenuhi keluarga bagaimana
tidak terjadi membuat jadwal
penurunan makan sesuai
20% dengan diet Diabetes

26
- Berat badan Militus tipe 1
meningkat 4. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
memberikan diet
5. Lakukan
penimbangan berat
badan tiap hari
6. Rotasi area injeksi
untuk meningkatkan
absorbs kadar
glukosa.
2. Deficit volume Setelah dilakukan 1. Mempertahankan
cairan b.d tindakan cairan intake dan
kehilangan keperawatan selama output yang akurat
cairan aktif 3x24 jam akan 2. Monitor status
didapatkan hasil : hidrasi (kelembapan
Volume cairan membrane mukosa,
teratasi dengan nadi adekuat,
criteria hasil : tekanan darah dalam
- Mempertaha batas normal)
nkan urine 3. Kolaborasi dokter
output sesuai jika tanda cairan
dengan usia berlebihan muncul
dab BB memburuk
- Tekanan 4. Monitor intake dan
darah, nadi, urin output setiap 8
suhu tubuh jam
dalam batas
normal.
- Tidak ada
tanda-tanda
dehidrasi ,
elastisitas
tugor kulit
baik,
membrane
mukosa
lembab dan
tidak ada rasa
haus yang
berlebihan.
3. Kurang 1. Berikan informasi
pengetahuan mengenai tanda dan
tentang gejala DM tipe 1
perawatan anak 2. Berikan informasi
DM tipe 1 b.d tentang penyebab
kurangnya DM 1
informasi 3. Ajakan orang tua

27
dan anak (pasien)
tentang perawatan
DM 1
4. Cara mengontrol
DM 1
5. Perencanaan diet
makanan tinggi serat
6. Cara menggunakan
insulin
7. Diskusikan dengan
anak dan orang tua
untuk perencanaan
diet tipe 1
8. Berikan
pengetahuan pada
anak dan orang tua
tentang cara
pemberian insulin
yang benar dan
karakteristik insulin
yang diberikan pada
anak
9. Ajarkan
pengetahuan pada
anak dan orang tua
tentang
hipoglikemia
10. Ajarkan tentang
tanda dan gejala
hiperglikemia nafas
bau buah, penurunan
level kesadaran,
polidipsi, dehidrasi
11. Instruksikan pada
anak dan orang tua
untuk menggunakan
gula biasa.

28
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Diabetes yaitu peningkatan gram (gula) dalam darah. Diabetes tipe 1 ini
biasanya muncul pada usia muda dibawah 0 tahun, tetapi bisa juga terjadi
pada berbagai usia penanganannya adalah dengan pemberian suntikan insulin
dan pengaturan pola makan. Diabetes diwariskan dengan berbagai cara yang
berbeda. Diabetes tipe 1 adalah salah satu kelompok kondisi yang dikenal
sebagai gangguan autoimun karena antibody tubuh menyerang berbagai organ
dan jarak fungsi normalnya.Protein yang disebut antibody membentuk untuk
melawan bagian tubuh tertentu, termasuk sejauh endokrin (melintasi yang
memproduksi hormone).Antibody jarak produksi hormone dan biasanya
terus kerusakan dari pertemuan tertentu.
Pada diabetes tipe 1, antibody membentuk untuk melawan sel-sel pulai
Langerhans pancreas yang bertanggung jawab memperoduksi insulin pada
diabetes tipe 1, beberapa anggota dapat membawa peningkatan risiko yang
bisa bertanya dengan uji genetic.Namun hanya sebagian kecil dari orang-
orang yang mewarisi risiko ini aka lewat menjadi diabetes dan tidak ada yang
bisa menghilangkan faktor-faktor penyebab diabetes.

B. Saran
Semoga makalah ini dapat dijadikan referensi dalam pembelajaran dan
dapat digunakan serta diterapkan isinya dalam bidang keperawatan dan
sehari-hari.

29
DAFTAR PUSTAKA

Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010).Diabetes in children and


adolescents, basic training manual for healthcare professionals in developing
countries, 1sted. Argentina: ISPAD, halaman 20-21

Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L., Swanson, Elizabeth.


2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Measurement of Health
Outcomes Fifth Edition. St Louis Missouri : Elsevier Mosby

Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N


(2010).Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP
Aman B. Pulungan, editor. Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung
Seto 2010, halaman 124-161.

Smeltzer S.C & Bare, Brunner &Suddarth. 2008. Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC

Wijaya dan Putri . 2013. Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta : Nuha


Medika

30

Anda mungkin juga menyukai