Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIABETES MELITUS

TIPE 1

DISUSUNOLEH:

KELOMPOK 11

1. WARDATUL JANNAH
2. ARMAN SUSANTO
3. ZURHAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM

PROGRAM KHUSUS

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah dan hidayah-Nya
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul,
“ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 1 ”
sebagai bentuk tugas dari mata pelajaran bimbingan karir. Kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk makalah ini. Akhir kata,
semoga segala informasi yang terdapat di dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Mataram, 25 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................................................

BAB I .......................................................................................................................................

PENDAHULUAN ...................................................................................................................

1. Latar Belakang ..............................................................................................................

2. Rumusan Masalah .........................................................................................................

3. Tujuan ...........................................................................................................................

BAB II ......................................................................................................................................

TINJAUAN TEORITIS ...........................................................................................................

1. Definisi DM Tipe 1 .......................................................................................................

2. Etiologi DM Tipe 1 .......................................................................................................

3. Patofisiologi DM Tipe 1 ...............................................................................................

4. Epidemiologi DM Tipe 1

5. Pathway DM Tipe 1 ......................................................................................................

6. Manifestasi Klinis DM Tipe 1.......................................................................................

7. Komplikasi DM Tipe 1

8. Pemeriksaan Penunjang DM Tipe 1 ..............................................................................

9. Penatalaksanaan DM Tipe 1..........................................................................................

BAB III ....................................................................................................................................

ASUHAN KEPERAWATAN ..................................................................................................

1. Pengkajian .....................................................................................................................

2. Analisa Data ..................................................................................................................

ii
3. Diagnosa Keperawatan..................................................................................................

4. Intervensi Keperawatan .................................................................................................

5. Evaluasi .........................................................................................................................

BAB IV ....................................................................................................................................

PENUTUP ................................................................................................................................

1. Kesimpulan ...................................................................................................................

2. Saran ..............................................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes mellitus tipe 1 (IDDM) merupakan suatu penyakit autoimun
yang mana sistem imun pasien merusak sekresi insulin oleh sel β pancreas.
Sebagian besar kasus yang terjadi diduga sebagai hasil proses interaksi antara
genetic lingkungan. DM Tipe 1 sering disebut Juvenile Onset, Insulin
Dependent atau Ketosis Prone karena tanpa insulin dapat terjadi kematian
dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Disebut Juvenile Onset
karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak
pada usia 11-13 tahun, selain itu juga dapat terjadi pada akhir usia 30 tahun
atau menjelang 40 tahun. Pravelensi DM tipe 1 meningkat pada pasien dengan
penyakit autoimun lain.
Di Indonesia penyandang diabetes mellitus tipe 1 sangat jarang.
Demikian pula di Negara tropis lain. Insiden DM tipe 1di Eropa Utara
meningkat dalam 2-3 dekade terakhir. Ini menunjukkan bahwa barangkali
pada DM tipe 1 faktor lingkungan juga berperan penting disamping yang
sudah diketahui yaitu faktor genetik. Secara epidemiologi diperkirakan
bahwa pada tahun 2030 pravelensi DM tipe 1 di Indonesiia mencapai 21,3
juta orang, sedangkan hasil riset kesehatan dasar pada tahun 2007 diperoleh
bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54
tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7% dan daerah
pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi diabetes mellitus tipe 1?
2. Apa etiologi diabetes mellitus tipe 1?
3. Bagaimana patofisiologi diabetes mellitus tipe 1?
4. Bagaimana manifestasi klinis diabetes mellitus tipe 1?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada diabetes mellitus tipe 1?

1
6. Bagaimana penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 1?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada diabetes mellitus tipe 1?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi diabetes mellitus tipe 1
2. Mengetahui etiologi diabetes mellitus tipe 1
3. Mengetahui patofisiologi diabetes mellitus tipe 1
4. Mengetahui manifestasi klinis diabetes mellitus tipe 1
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada diabetes mellitus tipe 1
6. Mengetahui penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 1
7. Mengetahui asuhan keperawatan pada diabetes mellitus tipe 1

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1. Definisi
Diabetes mellitus tipe 1 (Insulin-Dependent Diabetes Melitus/IDDM)
adalah gangguan autoimun dimana terjadi penghancuran sel-sel β pancreas
penghasil insulin.
Menurut American Diabetic Assosiation (ADA) (2010) Diabetes
mellitus tipe 1 merupakan kondisi tidak terkontrolnya gula dalam tubuh
karena kerusakan sel β pancreas sehingga mengakibatkan berkurangnya
prosuksi insulin sepenuhnya. Sementara itu menurut Price (2005), diabetes
mellitus tipe 1 merupakan penyakit autoimun yang dipengaruhi secara genetic
oleh gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses perusakan imunologik
sel-sel yang memproduksi insulin secara bertahap.
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik.
Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya
adalah gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon
insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal ,yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata , ginjal, saraf dan pembuluh darah,
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskopik
electron (Mansjoer, 2001).
Diabaetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner dan Suddarth, 2000).
Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme secara genetis dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. (Price, 2000)

3
Dari beberapa definisi diatas tentang DM dapat diambil kesimpulan
bahwa DM adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal
(dalam hal ini adalah hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas) dan
melibatkan metabolisme karbohidrat dimana seseorang tidak dapat
memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang
diproduksi denga baik, karena proses autoimmune, dipengaruhi secara genetic
dengan gejala yang pada akhirnya menuju tahap perusakan imunologi sel-sel
yang memproduksi insulin.

2. Etiologi
a. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic ke arah terjadinya
diabetes tipe 1. Kecenderungan genetic ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan imunologi. 95% pasien berkulit putih (Caucasian)
dengan diabetes tipe 1 memperlihatkan tipe HLA yang spesifik (DR3 atau
DR4).Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat 3-5x lipat pada individu
yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA ini.Resiko tersebut
meningkatkan 10-20 kali lipat pada individu yang memiliki tipe HLA
DR3 maupun DR4 (Jika dibandingkan dengan populasi umum).
b. Faktor Imunologi
Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Autoantibodi
terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen (internal)
terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum
tanda-tanda klinis diabetes tipe 1.Riset dilakukan untuk mengevaluasi

4
evek preparat imunosupresif terhadap perkembangan penyakit pada pasien
diabetes tipe 1 yang baru terdiagnosis atau pada pasien pra diabetes (pada
pasien antibody yang terdeteksi tetapi tidak memperlihatkan gejala klinis
diabetes).Riset lainnya menyelidiki efek protektif yang ditimbulkan
insulin dengan dosis kecil terhadap fungsi sel β.
c. Faktor Lingkungan
Penyelidikan sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-
faktor lingkungan yang dapat memicu destruksi sel β. Sebagai contoh,
hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel β.
Interaksi antara faktor-faktor genetic, imunologi dan lingkungan dalam
etiologi diabetes tipe 1 menunjukkan pokok perhatian riset yang terus
berlanjut. Meskipun kejadian yang menimbulkan destruksi sel β tidak
dimengerti sepenuhnya, namun pernyataan bahwa kerentanan genetic
merupakan faktor dasar yang melandasi proses terjadinya proses diabetes
tipe 1 merupakan hal yang secara umum dapat diterima.

3. Patofisiologi
Pada diabetes mellitus tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel β pancreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang
tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati, meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan)

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak


dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan dieksresikan ke dalam urine, eksresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan,

5
pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (polyuria) dan rasa
haus (polydipsia).

Pada anak Diabetes terjadi rata – rata, penurunan produsi insulin


akan berakibat penurunan kemampuan memperoleh energi yang berasal
dari nutrisi yang dibutuhkan oleh anak. Karena kehilangan berat badan dan
pertumbuhan yang lambat, gabungan kegagalan akan memambah berat
badan dan mengurangi energi secara tiba – tiba yang akan membawa
perhatian kesehatannya seberapa jauh. Anak mungkin melihat
kesehatannya dari gejala sampai terlihat jelas.

Gejala – gejala tersebut biasanya disertai dengan penurunan berat


badan atau kegagalan untuk memambah berat badan dan kekurangan
energi. Gejalanya biasanya terjadi secara tiba – tiba. Jika seorang anak
tidak tampak adanya gejala, dan mengarah kediagnos, mungkin gangguan
tersebut akan berkembang pada asidosis Diabetes karena tidak adekuatnya
produksi insulin, karbohidrat tidak dapat dipakai sebagai bahan bakar
penghasil energi, kemudian lemak dimobilisir untuk energi yang proses
oksidasinya tidak lengkap, akan menghasilkan ketone bodies (acetone, acid
diacetid, oxybatyric acid) terjadi penumpukan keton bodies siap di ekskresi
ke dalam urine, tetapi di dalam ekresi akan menyebabkan gangguan
keseimbangan cairan yang menyebabkan acidosis dengan karakteristik.

4. Epidemiologi
Angka kejadian diabetes di USA adalah sekitar 1 dari setiap 1500
anak (pada anak usia 5 tahun) dan sekitar 1 dari setiap 350 anak (pada usia
18 tahun). Puncak kejadian diabetes adalah pada usia 5-7 tahun serta pada
masa awal pubertas seorang anak. Kejadian pada laki dan perempuan sama
(Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Insiden tertinggi diabetes mellitus tipe 1 terjadi di Finlandia, Denmark
serta Swedia yaitu sekitar 30 kasus baru setiap tahun dari setiap 100.000

6
penduduk. Insiden di Amerika Serikat adalah 12-15/100 ribu
penduduk/tahun, di Afrika 5/100.000 penduduk/tahun, di Asia Timur
kurang dari 2/100 ribu penduduk/tahun (Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Insiden di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Namun dari data
registri nasional untuk penyakit DM pada anak dari UKK Endokrinologi
Anak PP IDAI, terjadi peningkatan dari jumlah sekitar 200-an anak
dengan DM pada tahun 2008 menjadi sekitar 580-an pasien pada tahun
2011. Sangat dimungkinkan angkanya lebih tinggi apabila kita merujuk
pada kemungkinan anak dengan DM yang meninggal tanpa terdiagnosis
sebagai ketoasidosis diabetikum ataupun belum semua pasien DM tipe 1
yang dilaporkan. Data anak dengan DM di Subbagian endokrinologi anak
IKA FK UNS/RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2008-2010 adalah
sebanyak 11 penderita DM dengan rincian 4 meninggal karena KAD
(semuanya DM tipe 1). Sedangkan 6 anak yang hidup sebagai penderita
DM terdiri dari 3 anak DM tipe 1 serta 4 anak DM tipe 2.

7
5. Pathway
Genetik, Proses Autoimun,
Faktor Lingkungan

Merusak sel-sel β
pankreas

Sel β tidak mampu


menghasilkan insulin

Kekurangan Insulin

Glukoneogenesis dan Metabolisme protein dan


glikogenosis terhambat lemak terganggu

Produksi glukosa oleh


hati m dan pemakaian M simpanan Pemecahan lemak
glukosa oleh otot m kalori

P produksi keton
Komp:
P BB, Polifagia,
Hiperglikemia Neuropati
Kelemahan dan kelelahan
perifer, penyakit
kaki diabetikum Komp : Ketoasidosis
diabetik
Mk :
P penyerapan Ketidakseimbang
glukosa oleh ginjal an nutrisi kurang
Mk: dari kebutuhan
Ketidakpatuh tubuh b.d Mk : Ketidakberdayaan
an b.d keseimbangan b.d peresepsi
kompleksitas insulin, makanan ketidakmampuan untuk
dan durasi dan aktivitas 8
mencegah komplikasi
pengobatan jasmani
P sekresi urine beserta
elektrolit, glukosuria

Polidipsia dan Mk : Resiko


Dehidrasi ketidakseimbangan elektrolit
Poliuria
b.d poliuria dan dehidrasi

6. Manifestasi Klinik
Menurut Mansjoer, 2001 Diabetes Mellitus awalnya diperkirakan
dengan adanya gejala yaitu:
a. Poliuri (sering kencing dalam jumlah banyak)
b. Polidipsi (banyak minum)
c. Polifagi (banyak makan)
d. Lemas
e. Berat Badan Menurun
f. Kesemutan
g. Mata kabur
h. Impotensi pada pria
i. Pruritus pasa vulva

9
7. Kompikasi
Komplikasi DM terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik
a. Komplikasi Akut, adalah komplikasi akut pada DM yang penting dan
berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka
pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah:
1) Diabetik Ketoasedosis (DKA) Ketoasidosis diabetik merupakan
defesiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit DM.
Diabetik ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata (Smeltzer,2002)
2) Koma Hiperosmolar Nonketonik (KHHN) Koma Hipermosolar
Nonketonik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat
kesadaran. Salah satu perubahan utamanya dengan DKA adalah tidak
tepatnya ketosis dan asidosis pada KHHN (Smeltzer,2000)
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi kalau kadar gula dalam darah turun dibawah
50- 60 mg/dl keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat
insulin atau preparat oral berlebihan, konsumsi makanan yang
terlalu sedikit (Smeltzer, 2000)
b. Komplikasi Kronik
Diabetes Mellitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah
diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik) dibagi menjadi 2 :
1) Mikrovaskuler
a) Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan-perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktural dan fungsi
ginjal.Bila kadar glukosa dalam darah meningkat, maka
mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang

10
menyebabkan kebocoran protein darah dalam urine
(Smeltzer,2000)
b) Penyakit Mata
Penderita DM akan mengalami gejala pengelihatan
sampai kebutaan keluhan pengelihatan kabur tidak selalu
disebabkan neuropati. Katarak disebabkan karena hiperglikemia
yang berkepanjangan menyebabkan pembengkakan lensa dan
kerusakan lensa. (long,1996)
c) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf- saraf perifer, sistem
saraf otonom medulla spinalis atau sistem saraf pusat. Akumulasi
sorbital dan perubahan- perubahan metabolik lain dalam sintesa
fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat
menimbulkan perubahan kondisi saraf.
2) Makrovaskuler
a) Penyakit Jantung Koroner Akibat kelainan fungsi pada jantung
akibat diabetes maka terjadi penurunan kerja jantung untuk
memompakan darahnya ke seluruh tubuh sehingga tekanan darah
akan naik. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah
menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis) dengan resiko
penderita penyakit jantung koroner atau stroke.
b) Pembuluh Darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf- saraf
sensorik, keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan
tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan ganggren. Infeksi
di mulai dari celah –celah kulit yang mengalami hipertropi, pada
sel-sel kuku kaki yang menebal dan kalus demikian juga pada
daerah –daerah yang terkena trauma

11
c) Pembuluh Darah ke Otak
Pada pembuluh darah otak daoat terjadi penyumbatan
sehingga suplai darah ke otak menurun (long,1996)
8. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu:
a. Periode pra-diabetes
Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum
nampak karena baru ada proses destruksi sel β-pankreas.
Predisposisi genetik tertentu memungkinkan terjadinya proses
destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan
mulai berkurangnya sel β-pankreas yang berfungsi. Kadar C-
peptide mulai menurun. Pada periode ini autoantibodi mulai
ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium.
b. Periode manifestasi klinis
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul. Pada
periode ini sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas.
Karena sekresi insulin sangat kurang, maka kadar gula darah akan
tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan
menyebabkan diuresis osmotik. Keadaan ini menyebabkan
terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin (poliuria,
dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake
kedalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat
badan akan semakin kurus. Pada periode ini penderita memerlukan
insulin dari luar agar gula darah di-uptake kedalam sel.
c. Periode honey-moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara.
Pada periode ini sisa-sisa sel β-pankreas akan bekerja optimal
sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada
saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga

12
kurang dari 0,5 U/kg berat badan/hari. Namun periode ini hanya
berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun bulan,
sehingga perlu adanya edukasi ada orang tua bahwa periode ini
bukanlah fase remisi yang menetap.
d. Periode ketergantungan insulin yang menetap.
Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM.
Pada periode ini penderita akan membutuhkan insulin kembali dari
luar tubuh seumur hidupnya.

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dL)
biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa darah meningkat dibawah kondisi stress
b. Gula darah puasa (FBS) normal atau diatas normal (>140mg/dL)
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal. Tes ini mengukur
persentasi glukosa yang meletak pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat
pada hemoglobin selama hidup sel darah merah. Rentang normal adalah
5-6%.
d. Urinalisasi positif terhadap glukosa dan keton. Pada respon terhadap
defisiensi intraselular, protein dan lemak diubah menjadi glukosa
(gluconeogenesis) untuk energy. Selama proses pengubahan ini, asam
lemak bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi
ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosuria menunjukkan bahwa ambang
ginjal terhadap reabsorpsi glukosa dicapai. Ketonuria menadakan
ketoasidosis.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidak adekuatan control glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.

13
10. Penatalaksanaan
Tatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan
berupa pemberian insulin. Ada hal-hal lain selain insulin yang perlu
diperhatikan dalam tatalaksana agar penderita mendapatkan kualitas hidup
yang optimal dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Rustama DS,
dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines. 2009)
Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu:
a. Insulin
b. Diet
c. Aktivitas fisik/exercise
d. Edukasi
Monitoring kontrol glikemik
a. Insulin
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada
penderita DM Tipe 1. Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan jenis
insulin, dosis insulin, regimen yang digunakan, cara menyuntik serta
penyesuaian dosis yang diperlukan.
1) Jenis insulin: kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin
kerja cepat, kerja pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun
insulin campuran (campuran kerja cepat/pendek dengan kerja
menengah). Penggunaan jenis insulin ini tergantung regimen yang
digunakan.
2) Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1
unit/kg berat badan pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini
selanjutnya akan diatur disesuaikan dengan faktor-faktor yang ada,
baik pada penyakitnya maupun penderitanya.
3) Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen
konvensional serta regimen intensif. Regimen konvensional/mix-
split regimen dapat berupa pemberian dua kali suntik/hari atau tiga
kali suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa pemberian

14
regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara
insulin yang diberikan untuk memberikan dosis basal maupun dosis
bolus.
4) Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik
dalam hal absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik
absorpsinya), lengan atas, lateral paha. Daerah bokong tidak
dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.
5) Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari
beberapa hal, seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga,
maupun usia pubertas terkadang kebutuhan meningkat hingga 2
unit/kg berat badan/hari), kondisi stress maupun saat sakit.
b. Diet
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada
upaya untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu
pemberian diet terdiri dari 50-55% karbohidrat, 15-20% protein dan
30% lemak. Pada anak DM tipe 1 asupan kalori perhari harus dipantau
ketat karena terkait dengan dosis insulin yang diberikan selain
monitoring pertumbuhannya. Kebutuhan kalori perhari sebagaimana
kebutuhan pada anak sehat/normal. Ada beberapa anjuran pengaturan
persentase diet yaitu 20% makan pagi, 25% makan siang serta 25%
makan malam, diselingi dengan 3 kali snack masing-masing 10% total
kebutuhan kalori perhari. Pemberian diet ini juga memperhatikan
regimen yang digunakan. Pada regimen basal bolus, pasien harus
mengetahui rasio insulin:karbohidrat untuk menentukan dosis
pemberian insulin.
c. Aktivitas fisik/exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan
berolahraga akan membantu mempertahankan berat badan ideal,
menurunkan berat badan apabila menjadi obes serta meningkatkan
percaya diri. Olahraga akan membantu menurunkan kadar gula darah

15
serta meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin. Namun perlu
diketahui pula bahwa olahraga dapat meningkatkan risiko hipoglikemia
maupun hiperglikemia (bahkan ketoasidosis). Sehingga pada anak DM
memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjalankan
olahraga, di antaranya adalah target gula darah yang diperbolehkan
untuk olahraga, penyesuaian diet, insulin serta monitoring gula darah
yang aman.
Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta
didapatkan adanya ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar
gula darah di bawah 90 mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu
menambahkan diet karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia.
d. Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk
penderita maupun orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang
penyakitnya, patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada
penderita DM, insulin (regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi
menyuntik serta efek samping penyuntikan), monitor gula darah dan
juga target gula darah ataupun HbA1c yang diinginkan.

e. Monitoring kontrol glikemik


Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang
diberikan sudah baik atau belum. Kontrol glikemik yang baik akan
memperbaiki kualitas hidup pasien, termasuk mencegah komplikasi
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien harus melakukan
pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari. Setiap 3 bulan
memeriksa HbA1c. Di samping itu, efek samping pemberian insulin,
komplikasi yang terjadi, serta pertumbuhan dan perkembangan perlu
dipantau

16
Tabel Target kontrol metabolik pada anak dengan DM tipe 1
Target Baik
Baik Sedang Kurang
Metabolic Sekali
<120 <140
<180 >180
Preprandial mg/dL mg/dL

Postprandial <140 <200 <240 >240

Urin reduksi - - +- >+

HbA1c <7% 7-7.9% 8-9% >10%

Sumber: Rustama DS, dkk. 2010.

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Anak dengan diabetes harus dikaji dengan ketat terhadap tingkat
pengetahuan orang tua dan kemampuan untuk melakukan perawatan terhadap
anak.Tipe diabetes kondisi anak, dan rencana pengobatan adalah pengkajian
penting yang harus di lakukan. Pengkajian secara detail adalah sebagai
berikut:
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien/biodata
a) Identitas anak yang meliputi nama anak, umur, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, alamat, no RM, Dx medis, tanggal masuk RS
dan tanggal pengkajian
b) Identitas orang tua/penanggung jawab meliputi nama, usia,
pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan pasien
2) Keluhan utama
Pada umumnya orang tua mengeluh anaknya sering buang air
kecil (poliuria), sering merasa haus (polidipsia), sering merasa lapar
(polifagia), mengeluh lemah, serta penurunan berat badan, terkadang
rewel.
3) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan pada anak dengan asma meliputi hal-hal
sebagai berikut:
a) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang biasa
ditemukan menggunakan pendekatan PQRST, dimana P atau
paliatif/provokative merupakan hal atau faktor yang mencetuskan

18
terjadinya penyakit, hal yang memperberat atau meperingan, Q
atau qualitas dari suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan, R
atau region adalah daerah atau tempat dimana keluhan dirasakan,
S atau severity adalah derajat keganasan atau intensitas dari
keluhan tersebut, T atau time adalah waktu dimana keluhan
dirasakan, time juga menunjukan lamanya atau kekerapan
b) Riwayat kesehatan yang lalu
Penyakit yang pernah diderita anak perlu diketahui
sebelumnya, karena mungkin ada kaitannya dengan penyakit
sekarang. Riwayat kesehatan menjelaskan tentang riwayat
perawatan di RS, alergi, penyakit kronis dan riwayat operasi.
Selain itu juga menjelaskan tentang riwayat penyakit yang pernah
diderita klien yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang
seperti riwayat keluarga danya riwayat penyakit DM sebelumnya,
penanganan yang telah didapat, riwayat penggunaan insulin dan
obat-obatan lain, atau penyakit serupa pengobatan yang
dilakukan.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji mengenai adanya penyakit pada keluarga yang
berhubungan dengan DM pada anak, riwayat penyakit keturunan
atau bawaan seperti asma, diabetes melitus, dan lain-lain.
d) Genogram
Merupakan gambaran struktur keluarga klien, dan gambaran pola
asuh klien
e) Riwayat kehamilan dan persalinan
Merupakan informasi kesehatan anak dan ibu mulai dari pre
natal, natal, dan post natal.
1) Prenatal
Apakah ibu pasien terdapat kelainan atau keluhan yang
dapat memperberat keadaan ibu dan anak saat proses

19
persalinan, serta jumlah pemeriksaan kehamilan yang
dilakukan ibu pasien
2) Intra natal
Proses persalinan ditolong oleh siapa, apakah
persalinan secara normal atau memerlukan bantuan alat operasi
dan bagaimana keadaan bayi saat di lahirkan (langsung
menangis atau tidak)
3) Post natal
Bagaimana keadaan saat setelah lahir, apakah mendapat
ASI sesuai kebutuhan atau PASI serta bagaimana refleks
menghisap atau menelan

f) Riwayat imunisasi dan pemberian makan


- Riwayat imunisasi
Pada usia 9 bulan imunisasi harus sudah lengkap meliputi
BCG, Hepatitis, Polio, DPT, Campak, Thypoid. Bila anak
belum mendapat imunisasi tanyakan dan catat imunisasi apa
saja yang sudah dan belum didapat serta tanyakan alasannya.

20
Tabel 2.1
Jadwal Imunisasi Yang Dianjurkan
Bulan Tahun
Jenis
vaksin Lhr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 9 10 12 18

BCG 1

Hepatitis B 1 2 3

Polio 0 1 2 3 4 6

DPT 1 2 3 4 5

Campak 1 2

Hib 1 2 3 4

PCV 1 2 3 4

Rotavirus 1 2 3

Influenza Diberikan setiap tahun

Varisela Di berikan 1x

MMR 1 2

Thypoid Ulangan tiap 3 tahun

Hepatitis A 2x, interval 6-12 bulan

HPV 3x

21
Sumber: (http://jadwalimunisasi.blogspot.com. Dibuka 17 juni
2015)

g) Riwayat pemberian makan


Catat pada pertama kali anak dan pada umur berapa diberikan
makanan tambahan. Selain ASI, baik berupa jenis, porsi dan
frekuensi yang diberikan dan tanyakan makanan apa yang lebih
disukai oleh anak.
4) Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pengkajian riwayat pertumbuhan meliputi diantarnya meliputi:
1) Berat badan sebelum sakit sampai saat sakit rata-rata berat badan
pada bayi bertambah 8.900-7.100 gram, dan tinggi badan rata-rata
bayi bertambah 2 cm.
2) Pengkajian perkembangan meliputi:
Personal sosial: Dada dengan tangan, tepuk tangan
Motorik halus: Menaruh kubus dalam cangkir, membentuk 2
kubus, memegang icik-icik
Motorik kasar: Duduk, merangkak, berdiri berpegangan
Bahasa: Mengoceh, menirukan kata-kata, menoleh kearah suara

22
Bagan 2.3
Denver II

23
(Sumber: Hidayat: 2008)
5) Pola kebiasaan
Pola kebiasaan meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Pola nutrisi
Nafsu makan anak pada umumnya berkurang atau hilang.
Pemberian ASI dari bayi lahir sampai usia 9 bulan
2) Pola istirahat/aktivitas
Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan untuk
melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit bernafas,
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi, Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas
atau latihan
Tanda: Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan
umum/kehilangan massa otot
3) Pola personal hygiene
Orang tua kadang merasa takut untuk memandikan anak yang
sedang sakit, sehingga perlu dikaji kebutuhan personal hygiene
bayi

6) Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
b. Sistem integument
Turgor kulit menurun, kulit dan membrane mukosa terlihat kering.
c. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita
DM mudah terjadi infeksi, nafas berbau halitosis/manis/bau buah
(napas aseton)

24
d. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
e. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, dehidrase, perubahan berat badan.
f. Sistem urinary
Poliuri, dan dapat juga ditemukan glukosuria.
g. Sistem muskuloskeletal
Kelemahan pada otot dalam melakukan aktivitas.
h. Sistem neurologis
Dapat terjadi neuropati diabetic terutama pada ekstremitas bawah
yang akan menimbulkan kesemutan dan rasa kebas.
i. Antropometri
Dikaji untuk mengetahui status gizi, dapat ditemukan penurunan
berat badan dari normal.

7) Data psikososial anak


Data psikososial menilai dampak-dampak hospitalisasi,
termasuk prosedur pada bayi dan keluarga. Pada pasien bayi lebih
mudah cemas karena tindakan yang dilakukan, kemungkinan pada
bayi kehilangan kontrol terhadap dirinya. Serta ketakutan bayi
terhadap perlukaan muncul karena bayi menganggap tindakan dan
prosedurnya mengancap intregritas tubuhnya.Oleh karena itu, hal ini
menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, menangis
dengan kencang sambil berontak/berguling-guling dan selalu ingin
tetap di pangkuan ibunya.

25
8) Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari
200mg/dL) biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa darah meningkat dibawah kondisi
stress
b. Gula darah puasa (FBS) normal atau diatas normal
(>140mg/dL)
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal. Tes ini
mengukur persentasi glukosa yang meletak pada hemoglobin.
Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup sel darah
merah. Rentang normal adalah 5-6%.
d. Urinalisasi positif terhadap glukosa dan keton. Pada respon
terhadap defisiensi intraselular, protein dan lemak diubah
menjadi glukosa (gluconeogenesis) untuk energy. Selama
proses pengubahan ini, asam lemak bebas dipecah menjadi
badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi ditunjukkan oleh
ketonuria. Glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal
terhadap reabsorpsi glukosa dicapai. Ketonuria menadakan
ketoasidosis.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan control glikemik dan
peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.

26
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1
meliputi:
a. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan
penyakit diabetes melitus
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kekurangan cairan aktif.
c. Ketidak mampuan dalam mengabsorbsi makanan karena faktor biologi
(defisiensi insulin) ditandai dengan lemas, berat badan pasien menurun
walaupun intake makanan adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak
pucat, pasien tampak lemah, GDS >200 mg/dl
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
keseimbangan insulin, defisiensi oral/ penurunan intake oral ditandai
dengan mengeluh mual-muntah, intake tidak adekuat, penurunan nafsu
makan, lemah
e. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat
(penurunan fungsi limfosit).

27
C. Intervensi Keperawatan

Dx NOC NIC Rasional


1. Resiko Setelah dilakukan Hyperglcyemia
ketidakstabilan tindakan keperawatan 3x Management
kadar glukosa 24 jam klien mampu - Monitor level -Untuk mengetahui nilai
memenuhi KH : Blood glukosa darah normal kadar gula darah
glucose level
-untuk memberikan tindakan
 Glukosa darah (3) -Monitor tanda dan
medis yang tepat
 Glukosa urin (4) gejala hiperglikemia:
 Keton urin(4) puliuria, polidipsi,
polipagi, kelemahan,
letargi, malaise,
pandangan kabur, sakit
kepala

-Untuk mencegah terjadinya


-Monitor keton dalam
Asidosis Diabetic
urine

-Berikan insulin -Untuk memproses zat gula


atau glukosa yang berasal
dari makanan dan minuman

-Monitor status cairan -Agar cairan yang masuk dan


(intake dan output) cairan yang keluar seimbang

28
-Untuk mencegah terjadinya
komplikasi akibat dari
-Konsultasi dengan
hiperglikemi
dokter bila tanda
hiperglikemi
memburuk atau
-Sebagai acuan untuk
persisten
menurunkan nilai kadar gula
darah
-Identifikasi
kemungkinan
-Untuk mencegah kerusakan
penyebab
pada sistem organ tubuh yang
hiperglikemia
lain
-Antisipasi situasi
dimana kebutuhan -Untuk mengurangi
insulin meningkat kebutuhan energi yang
berlebih
-Batasi latihan bila
- Untuk mengetahui kadar
kadar gula darah lebih
glukosa darah apakah
dari 250 mg/dl,
mengalami peningkatan atau
terutama bila ada
penurunan glukosa
keton dalam urine

-Tinjau ulang kadar


glukosa darah

29
2. Kekurangan Setelah dilakukan Fluid management
volume cairan tindakan 3x24 jam klien (keseimbangan
berhubungan mampu memenuhi cairan dan menjaga
dengan keseimbangan cairan komplikasi) :
kekurangan cairan dengan -monitor Vital sign -Agar Vital Sign klien
aktif KH: terkontrol dengan baik
Fluid Balance
(keseimbangan cairan) -monitor Berat Badan -Untuk mengetahui
-TD, N dan S dalam batas pasien sebelum dan perubahan Berat Badan
normal (3) sesudah sakit pasien selama perawatan
-24 jam keseimbangan
pemasukan dan
pengeluaran elektrolit (3) -monitor respon pasien -Untuk mengetahui respon
untuk terapi elektrolit pasien dalam terapi elektrolit

-Untuk mempertahankan
-pertahankan intake intake dan output dalam
dan output makanan status nutrisi pasien

-Untuk memenuhi kebutuhan


-kelola cairan selama cairan klien selama 24 jam
24 jam

-Untuk mengetahui tingkat


keseimbangan volume cairan
-monitor status hidrasi pasien

-Agar keseimbangan nutrisi

30
pasien tercukupi
-monitor status nutrisi
-agar pemasukan cairan
seimbang
-mengatur pemberian
terapi IV

3. Defisiensi Setelah dilakukan Teaching Diasease


pengetahuan b.d tindakan 3x24 jam Process
Tidak familiar keluarag pasiendapat - Menilai - Mengevaluasi
dengan sumber menunjukkan penegtahuan tingkat penegtahuan keluarag
informasi tentang proses penyakit, pengetahuan terhadap proses
dengan KH: tentang proses penyakit
Knowladge Disease penyakit yang
Process spesifik
- Tanda dan gejala - Indetifikasi - Memebrikan
penyakit (4) perubahan informasi tentang
- Komlikasi kondisi fisik keadaan pasien
penyakit (4) pasien sekarang agar bisa
- Mencegah melakukan kegiatan
komplikasi pencegahan
penyakit (3) komplikasi

- Diskusikan - Memberikan
terapi/ cara penjelasan tentang
penanganan cara enanganan yang
tepat untuk
menanganai masalah
penyakit yang

31
dihadapi

- Gambarkan - Mengetahui tanda-


tanda dan gejala yang bisa
gejala yang muncul ada pasien
biasa muncul
- Gambarakan
proses - Memeberikan
paenyakit antisispasi adanya
komlikasi penyakit
yang dderita

- Sediakan bagi - Memberikan


keluarga pengetahuan tenatang
informasi kemajuan atau kondisi
tentang penyakit yang
kemajuan dialami.
pasien.

4. Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan - timbang berat - Mengkaji

32
kebutuhan tubuh tindakan 3x24 jam badan tiap hari Masukan
berhubungan keluarag pasiendapat makanan yang
dengan gangguan menunjukkan penegtahuan adekuat.
keseimbangan tentang proses penyakit, - Berikan makanan - Pemberian makanan
insulin, defisiensi dengan KH:Nafsu makan cair yang melalui oral lebih baik
oral/ penurunan meningkat, pasien mengandung zat jika pasien sadar dan
intake oral menghabiskan porsi makanan dan fungsi gastrointestinal
ditandai dengan makan. elektrolit dengan baik.
mengeluh mual- - Kebutuhan nutrisi segera jika pasien
muntah, intake dapat terpenuhi dapat
tidak adekuat, mentoleransinya
penurunan nafsu melalui pemberian
makan, lemah makanan melalui
oral
- Observasi tanda- - Karena metabolisme KH
tanda hipoglikemia mulai terjadi gula darah
seperti perubahan akan berkurang dan
tingkat kesadaran, sementara tetap diberikan
kulit dingin, nadi insulin maka
cepat, sakit kepala hipoglikemia dapat
dan pandangan terjadi, jika pasien dalam
berkurang-kunang keadaan koma
hipoglikemia mungkin
terjadi tanpa
memperlihatkan
perubahan tingkat
kesadaran.

- Kolaborasi - Analisa ditempat tidur

33
Pemeriksaan terhadap gula darah lebih
glukosa test, akurat, gula darah akan
glukosa serum, menurun perlahan dengan
aseton, pH, dan penggantian cairan dan
HCO3, kelola terapi insulin terkontrol,
pemberian insulin, dengan pemberian insulin
konsul dengan ahli dosis optimal glukosa
gizi. kekemudian masuk ke
dalam sel untuk sumber
kalori

- Berikan - Insulin reguler memiliki


pengobatan awitan cepat dan
insulin secara karenanya dengan cepat
teratur dengan pula dapat membantu
metode I.V secara memindahkan glukosa ke
intermiten atau dalam sel.
secara kontinue

34
5. Resiko infeksi Setelah dilakukan - Memonitor - Mengtahui
berhubungan tindakan 3x24 jam - Mengikuti - Mencegah adanya
dengan perubahan keluarag dank lien dapat pencegahan komplikasi lanjutan
penyakit kronis : mengatasi resiko infeksi, neuropatik
DM dengan KH: - Periksa kulit - Memeriksa keadaan
- Mengatakan dan membran kulit untuk mengetahi
informasi yang mukosa untuk adanya gejala infeksi
benar tentang kemerahan,
kontrol infeksi (4) kulit yang
- Identifikasi faktor panas atau
resiko untuk kering
infeksi (5) - Memriksa - Melihat adanya tanda
- Pengetahuan kondisi dari dan gejala infeksi
kebiasaan dengan luka pada luka
resiko infeksi (5) - Mempromosik - Memenuhi nutrisi
- Identifikasi an tentang untuk membantu
aktifitas keseharian pemasukan proses penyembuhan
yang beresiko nutrisi luka
infeksi (5) - Mencukupi - Agar klien tercukupi
- Identifikasi tanda pemasukan airnya
dan gejala dari cairan yang
infeksi (4) cukup
- Identifikasi strategi - Mengajarkan - Agar pasien dan
untuk melindungi pasien dan kelurga dapat
diri sendiri dari kelurga tentang mengetahui tetang
infeksi dengan tanda dan infeksi dan dapat
lainya (4) gejala dari mengetahui tidakan
- Mempertahankan infeksi dan apa yang harus

35
lingkungan yang kapan untuk dilakukan.
bersih (5) melporkannya
- Mempraktekkan kepada tenaga
strategi control kesehatan
infeksi(4) - Mengajarkan - Agar pasien dan
pasien dan kelurga mengatahui
kelurga cara dari avoid infeksi
bagaimana
untuk avoid
infeksi

D. Implementasi
Pelaksanaankeperawatanadalah pemberian asuhan keperawatan yang
dilakukan secara langsung kepada pasien. Kemampuan yang harus dimiliki
perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang
efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan
saling membantu, kemampuan tekhnik psikomotor, kemampuan
melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan
kesehatan, kemampuan advokasi dan evaluasi. Tahap pelaksanaan
keperawatan meliputi: fase persiapan (preparation), tindakan dan
dokumentasi.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada bayi berbeda dengan
orang dewasa. Kemampuan perawat dalam berkomunikasi dengan bayi
maupun dengan orang tua sangat diperlukan. Disamping itu harus
memperhatikan dampak hospitalisasi bagi bayi dan orang tua.

36
E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi Keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang


merupakan perbandingan sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien
dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu:

a) Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencanan keperawatan guna menilai keefektifan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi
formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP,
yakni Subjektif (data berupa keluhan klien), Objektif (data hasil
pemeriksaan), Analisa data (perbandingan data dengan teori), dan Planning
(perencanaan).
b) Evaluasi Sumatif
Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas
proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan
menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan.
Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan
wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon pasien dan keluarga
terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir pelayanan.

37
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Diabetes mellitus tipe 1 merupakan merupakan kondisi tidak
terkontrolnya gula dalam tubuh karena kerusakan sel β pancreas sehingga
mengakibatkan berkurangnya prosuksi insulin sepenuhnya. Diabetes mellitus
tipe 1 dapat disebabkan oleh faktor genetic, lingkungan dan imunologi.
Kekurangan insulin pada diabetes mellitus tipe 1 dapat menimbulkan kondisi
hiperglikemi dan dapat menunjukkan gejala poliuria, polidipsia, polifagia,
serta penurunan berat badan. Diabetes mellitus tipe 1 dapat berkomplikasi
menjadi diabetes ketoasidosis jika terjadi peningkatan produksi keton.

Pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan tes toleransi glukosa,


tes gula darah puasa, hemoglobin glikosilat, serta pemeriksaan urine.
Penatalaksanaan pada diabetes mellitus tipe 1 yaitu dengan diet, latihan fisik
dan pemberian insulin eksogen. Masalah keperawatan yang sering muncul
adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, retensi urine,
resiko kekurangan volume cairan, dan ansietas.

2. Saran
Penderita terbanyak diabetes mellitus tipe 1 adalah usia anak dan
remaja. Perlu kewaspadaan pada tenaga medis mengenai penyakit ini maupun
komplikasi yang mungkin terjadi yang seringkali salah diagnosis.
Keterlambatan dalam diagnosis akan berakibat fatal bagi keselamatan jiwa
penderita DM tipe 1.

38
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marlyin E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta :EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC

Price, Sylvia Anderson. 2005. Petofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit


Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi


NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:


Erlangga

Rubenstein, David, David Wayne, John Bradley. 2007. Lecture Notes Kedokteran
Klinis. Jakarta: Erlangga

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis.
Jakarta :EGC

Rumahorbo, H. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Endokrin. Jakarta: EGC

Berkowitz, Aaron. 2013. Lecture Notes Patofisiologi Klinis. Tangerang: Binarupa


Aksara

Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis Dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction

Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010).Diabetes in children and


adolescents, basic training manual for healthcare professionals in developing
countries, 1sted. Argentina: ISPAD, h 20-21.

39
Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam:
Moshang T Jr. Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18.
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N
(2010).Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP
Aman B. Pulungan, editor. Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto
2010, h 124-161.
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pdf (Diakses pada
tanggal 1 Maret 2015)

40

Anda mungkin juga menyukai