KEPERAWATAN MATERNITAS
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
1. ERWIN SEPTIANA
2. IDA BAGUS PUTRA
3. ISNAWATI
4. MAHENDRAWATI NINGSIH
5. MUKHLISHAH
6. M. SULHAN FAUZI
7. NURLIANTI
8. PUTU WIDIASTUTI
9. SRI MURNIATI
ANGKATAN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Keperawatan Maternitas. Kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing atas dukungannya dalam menyusun
makalah ini, terutama kepada dosen Keperawan Maternitas.
Kami menyadari bahwa dalam penulisaan makalah ini masih banyak kekurangan,
karena faktor pengetahuan penyusun maka kami dengan senang hati menerima kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, melalui kesempatan ini kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan
banyak terima kasih.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia
untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998).
Sectio Caesaria adalah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi
&Wiknjosastro, 2006).
B. Etiologi
1 Indikasi Ibu
a Panggul sempit absolute
b Placenta previa
c Ruptura uteri mengancam
d Partus Lama
e Partus Tak Maju
f Pre eklampsia, dan Hipertensi
2. Indikasi Kelainan Letak Janin
a. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara yang
terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya
hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus
ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit.
Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
b. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul
sempit, primigravida, janin besar.
c. Gawat Janin
d. Janin Besar
Kontra Indikasi dilakukanya SC
a) Janin Mati
b) Syok, anemia berat.
c) Kelainan congenital Berat
C. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran
histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post
op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
D. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah
rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa
lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta
previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio
caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.
E. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
1. Abdomen (SC Abdominalis)
a) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus
uteri y a n g m e m p u n y a i k e l e b i h a n m e n g e l u a r k a n j a n i n l e b i h
c e p a t , tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan
sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal . Sedangkan kekurangan
dari cara ini adalah infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena
tidak ada reperitonealisasi yang baik danuntuk persalinan berikutnya lebih
sering terjadi ruptura uteri spontan.
b) Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah rahim dengan
kelebihan penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan
reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan rupture uteri
spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka dapat melebar
kekiri, bawah, dan kanan sehingga mengakibtakan pendarahan yang banyak
serta keluhan pada kandung kemih.
c) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan
demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
a) Sayatan memanjang (longitudinal)
b) Sayatan melintang (tranversal)
c) Sayatan huruf T (T Insisian)
3. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm. berikut adalah Kelebihanya :
a) Mengeluarkan janin lebih memanjang
b) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial
yang baik.
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
c) Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan
dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat
terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya
baru terjadi dalam persalinan.
d) Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang
telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat
istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka
sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka
rahim.
4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim
kira-kira 10cm
Kelebihan :
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke
rongga perineum
d) Perdarahan kurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
Kekurangan :
a) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
b) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
F. Manifestasi Klinik Post Sectio Caesaria
Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan
post partum.Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges
(2001),antara lain :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira -kira 600-800ml
6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. P e n g a r u h a n e s t e s i d a p a t m e n i m b u l k a n m u a l d a n m u n t a h
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham
prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.
G. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
H. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi
darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
a) Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
b) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
c) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
d) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
e) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
f) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda sesuai indikasi
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
8. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara
tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri.(Manuaba, 1999)
I. Komplikasi Section Caesaria
1. Infeksi Puerpuralis
a) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau
perut sedikit kembung
c) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita
jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi
intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2. Pendarahan disebabkan karena :
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b) Atonia Uteri
c) Pendarahan pada placenta bled
3. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonalisasi terlalu tinggi. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah
kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah
sectio caesarea klasik
J. DEFINISI PUERPERIUM / NIFAS
Masa Nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta
dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil,
masa nifas berlangsung selama 6- 8 minggu (Moctar, 1998).
Masa Nifas adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya
kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 1983)
2) Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-otot setelah
anak lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena
adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak
berguna. Karena kontraksi dan retraksi menyebabkan terganggunya peredaran
darah uterus yang mengakibatkan jaringan otot kurang zat yang diperlukan
sehingga ukuran jaringan otot menjadi lebih kecil.
3) Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyebabkan atropi pada
jaringan otot uterus.
1) Uterus
Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi
dan retraksi otot-ototnya.
Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari,
pada akhir minggu pertama dapat dilalui oleh 1 jari saja. Karena hiperplasi ini
dan karena karena retraksi dari cervix, robekan cervix jadi sembuh. Vagina
yang sangat diregang waktu persalinan, lambat laun mencapai ukuran yang
normal. Pada minggu ke 3 post partum ruggae mulai nampak kembali.
c. Lochia
Lochia adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas.
Lochia bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah menstruasi. Lochia ini
berbau anyir dalam keadaan normal, tetapi tidak busuk.
Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya yaitu lokia
rubra berwarna merah dan hitam terdiri dari sel desidua, verniks kaseosa, rambut
lanugo, sisa mekonium, sisa darah dan keluar mulai hari pertama sampai hari
ketiga.
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik
caseosa, lanugo, mekonium. Selama 2 hari pasca persalinan.
2) Lochea sanguinolenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari 3–7 pasca persalinan.
3) Lochea serosa
Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi. Pada hari ke 2–4 pasca
persalinan.
4) Lochea alba
5) Lochea purulenta
6) Lacheostatis
Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, biasanya
akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis yang meregang
pada waktu partus setelah bayi lahir berangsur angsur mengecil dan pulih
kembali.Tidak jarang uterus jatuh ke belakang menjadi retrofleksi karena
ligamentum rotundum jadi kendor. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan
latihan-latihan pasca persalinan
e. Sistim Kardiovasculer
f. Ginjal
Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume darah dan
ekskresi produk sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini terjadi pada hari
pertama post partum
g. System Hormonal
1) Oxytoxin
Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi pada otot
uterus dan jaringan payudara. Selama kala tiga persalinan aksi oxytoxin
menyebabkan pelepasan plasenta. Setelah itu oxytoxin beraksi untuk
kestabilan kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat perlekatan plasenta dan
mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih untuk menyusui bayinya,
isapan bayi menstimulasi ekskresi oxytoxin diamna keadaan ini membantu
kelanjutan involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah placenta lahir,
sirkulasi HCG, estrogen, progesteron dan hormon laktogen placenta menurun
cepat, keadaan ini menyebabkan perubahan fisiologis pada ibu nifas.
2) Prolaktin
3) Laktasi
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Air
susu ibu ini merupakan makanan pokok , makanan yang terbaik dan bersifat
alamiah bagi bayi yang disediakan oleh ibu yamg baru saja melahirkan bayi
akan tersedia makanan bagi bayinya dan ibunya sendiri.
Pada hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini
menandai permulaan sekresi air susu, dan kalau areola mammae dipijat,
keluarlah cairan puting dari puting susu.
Air susu ibu kurang lebih mengandung Protein 1-2 %, lemak 3-5 %, gula 6,5-8
%, garam 0,1 – 0,2 %.
Hal yang mempengaruhi susunan air susu adalah diit, gerak badan. Benyaknya
air susu sangat tergantung pada banyaknya cairan serta makanan yang
dikonsumsi ibu.( Obstetri Fisiologi UNPAD, 1983)
2. Perubahan Psikologi
Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva- Rubin terbagi menjadi dalam 3
tahap yaitu:
a. Periode Taking In
Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan.Dalam masa ini terjadi
interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat
dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak memerlukan hal-hal yang
romantis, masing-masing saling memperhatikan bayinya dan menciptakan
hubungan yang baru.
b. Periode Taking Hold
Berlangsung pada hari ke – 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha
bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai
ketrampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu berkosentrasi pada
pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil atau buang air besar.
c. Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil tanggung
jawab terhadap bayi.
Sedangkan stres emosional pada ibu nifas kadang-kadang dikarenakan
kekecewaan yang berkaitan dengan mudah tersinggung dan terluka sehingga
nafsu makan dan pola tidur terganggu. Manifestasi ini disebut dengan post
partum blues dimana terjadi pada hari ke 3-5 post partum
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Data Riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama (Plasenta
previa).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
4) Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga
mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
e. Keadaan klien meliputi :
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan
atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas
emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
5) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi
kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
6) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan
8) Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh
9) Seksualitas
10) Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
2. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas
operasi.
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.
5. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedah
C. Intervensi