Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KEPERAWATAN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KOMPLIKASI POST SC

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1. ERWIN SEPTIANA
2. IDA BAGUS PUTRA
3. ISNAWATI
4. MAHENDRAWATI NINGSIH
5. MUKHLISHAH
6. M. SULHAN FAUZI
7. NURLIANTI
8. PUTU WIDIASTUTI
9. SRI MURNIATI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM

ANGKATAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Keperawatan Maternitas. Kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing atas dukungannya dalam menyusun
makalah ini, terutama kepada dosen Keperawan Maternitas.

Kami menyadari bahwa dalam penulisaan makalah ini masih banyak kekurangan,
karena faktor pengetahuan penyusun maka kami dengan senang hati menerima kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, melalui kesempatan ini kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan
banyak terima kasih.

Mataram, 2 September 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sectio caesaria merupakan proses persalinan atau pembedahan melalui insisi


pada dinding perut dan rahim bagian depan untuk melahirkan janin. Indikasi medis
dilakukannya operasi sectio caesaria ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu faktor
janin dan faktor ibu. Faktor dari janin meliput isebagai berikut : bayi terlalu besar,
kelainan letak janin, ancaman gawat janin, janin abnormal, faktor plasenta, kelainan tali
pusat dan bayi kembar. Sedangkan faktor ibu terdiri atas usia, jumlah anak yang
dilahirkan, keadaan panggul, penghambat jalan lahir, kelainan kontraksi lahir, ketuban
pecah dini (KPD), dan pre eklampsia (Hutabalian , 2011). Dalam keadaan normal 8–10%
perempuan hamil aterm akan mengalami KPD (Sarwono, 2008).

Berdasarkan asumsi dari berbagai pihak yang terkait dengan meningkatnya


kecenderungan persalinan dengan sectio caesaria hal ini disebabkan oleh perasaan cemas
dan takut menghadapi rasa sakit, tidak kuat untuk menahan rasa sakit pada persalinan
spontan, takut tidak kuat mengedan, trauma pada persalinan yang lalu, adanya
kepercayaan atas tanggal dan jam kelahiran yang dapat mempengaruhi nasib anaknya di
masa mendatang, khawatir persalinan pervaginam akan merusak hubungan seksual,
keyakinan bahwa dengan bedah caesar kesehatan ibu dan bayi lebih terjamin, faktor
pekerjaan, anjuran dari suami, faktor praktis karena tindakan bedah caesar dilakukan
sekaligus dengan tindakan sterilisasi serta faktor sosial dan ekonomi yang mendukung
dilakukannya tindakan bedah caesar.

Salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk meminimalkan angka kejadian


sectio caesaria adalah dengan mempersiapkan tenaga kesehatan yang terlatih, terampil
dan profesional agar dapat melakukan deteksi dini dan pencegahan komplikasi pada ibu
hamil selama kehamilan sehingga kemungkinan persalinan dengan sectio caesaria dapat
diturunkan dan dicegah sedini mungkin. Selain itu, peran petugas kesehatan sangat
dibutuhkan yaitu pada saat pemeriksaan antenatal care. Petugas kesehatan diharapkan
mampu untuk memberikan konsultasi mengenai bahaya yang ditimbulkan akibat operasi
sectio caesaria sehingga masyarakat memahami dan angka kejadian operasi sectio
caesaria dapat diminimalkan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Medis

A. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia
untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998).
Sectio Caesaria adalah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi
&Wiknjosastro, 2006).
B. Etiologi
1 Indikasi Ibu
a Panggul sempit absolute
b Placenta previa
c Ruptura uteri mengancam
d Partus Lama
e Partus Tak Maju
f Pre eklampsia, dan Hipertensi
2. Indikasi Kelainan Letak Janin
a. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara yang
terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya
hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus
ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit.
Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
b. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul
sempit, primigravida, janin besar.
c. Gawat Janin
d. Janin Besar
Kontra Indikasi dilakukanya SC
a) Janin Mati
b) Syok, anemia berat.
c) Kelainan congenital Berat
C. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran
histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post
op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
D. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah
rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa
lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta
previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio
caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.
E. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
1. Abdomen (SC Abdominalis)
a) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus
uteri y a n g m e m p u n y a i k e l e b i h a n m e n g e l u a r k a n j a n i n l e b i h
c e p a t , tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan
sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal . Sedangkan kekurangan
dari cara ini adalah infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena
tidak ada reperitonealisasi yang baik danuntuk persalinan berikutnya lebih
sering terjadi ruptura uteri spontan.
b) Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah rahim dengan
kelebihan penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan
reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan rupture uteri
spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka dapat melebar
kekiri, bawah, dan kanan sehingga mengakibtakan pendarahan yang banyak
serta keluhan pada kandung kemih.
c) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan
demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
a) Sayatan memanjang (longitudinal)
b) Sayatan melintang (tranversal)
c) Sayatan huruf T (T Insisian)
3. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm. berikut adalah Kelebihanya :
a) Mengeluarkan janin lebih memanjang
b) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial
yang baik.
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
c) Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan
dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat
terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya
baru terjadi dalam persalinan.
d) Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang
telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat
istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka
sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka
rahim.
4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim
kira-kira 10cm
Kelebihan :
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke
rongga perineum
d) Perdarahan kurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
Kekurangan :
a) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
b) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
F. Manifestasi Klinik Post Sectio Caesaria
Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan
post partum.Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges
(2001),antara lain :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira -kira 600-800ml
6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. P e n g a r u h a n e s t e s i d a p a t m e n i m b u l k a n m u a l d a n m u n t a h
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham
prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.
G. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
H. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi
darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
a) Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
b) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
c) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
d) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
e) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
f) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda sesuai indikasi
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
8. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara
tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri.(Manuaba, 1999)
I. Komplikasi Section Caesaria
1. Infeksi Puerpuralis
a) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau
perut sedikit kembung
c) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita
jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi
intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2. Pendarahan disebabkan karena :
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b) Atonia Uteri
c) Pendarahan pada placenta bled
3. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonalisasi terlalu tinggi. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah
kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah
sectio caesarea klasik
J. DEFINISI PUERPERIUM / NIFAS
Masa Nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta
dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil,
masa nifas berlangsung selama 6- 8 minggu (Moctar, 1998).

Masa Nifas adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya
kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 1983)

K. Periode Masa Nifas


1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telh di perbolehkan berdiri dan
berjalan jalan.
2. Pueperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat alat genetalis yang
lamanya 6-8 minggu.
3. Remote puerperium waktu yang di perlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi
L. Adaptasi Fisiologis Post Partum
1. Perubahan fisik
a. Involusi
Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan
atau uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan
seperti sebelum hamil.

Proses involusi terjadi karena adanya:

1) Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena


adanya hiperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih panjang
sepuluh kali dan menjadi lima kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil akan
susut kembali mencapai keadaan semula. Penghancuran jaringan tersebut akan
diserap oleh darah kemudian dikeluarkan oleh ginjal yang menyebabkan ibu
mengalami beser kencing setelah melahirkan.

2) Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-otot setelah
anak lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena
adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak
berguna. Karena kontraksi dan retraksi menyebabkan terganggunya peredaran
darah uterus yang mengakibatkan jaringan otot kurang zat yang diperlukan
sehingga ukuran jaringan otot menjadi lebih kecil.

3) Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyebabkan atropi pada
jaringan otot uterus.

Involusi pada alat kandungan meliputi:

1) Uterus

Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi
dan retraksi otot-ototnya.

Tabel Perubahan Uterus Setelah melahirkan


Diameter Bekas
Berat Keadaan
Involusi TFU Melekat
Uterus Cervix
Plasenta

Setelah plasenta lahir 1000 gr 12,5 Lembik


1 minggu 500 gr 7,5 cm Dapat dilalui 2 jari
2 minggu 350 gr 5 cm Dapat dimasuki 1
jari
6 minggu 50 gr 2,5 cm
8 minggu 30 gr
2) Involusi tempat plasenta

Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah


besar yang tersumbat oleh trombus. Luka bekas implantasi plasenta tidak
meninggalkan parut karena dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan
endometrium baru dibawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari
pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.

3) Perubahan pembuluh darah rahim

Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang besar,


tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang
banyak maka arteri harus mengecil lagi dalam masa nifas.

4) Perubahan pada cervix dan vagina

Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari,
pada akhir minggu pertama dapat dilalui oleh 1 jari saja. Karena hiperplasi ini
dan karena karena retraksi dari cervix, robekan cervix jadi sembuh. Vagina
yang sangat diregang waktu persalinan, lambat laun mencapai ukuran yang
normal. Pada minggu ke 3 post partum ruggae mulai nampak kembali.

b. After pains/ Rasa sakit (meriang atau mules-mules)

disebabkan koktraksi rahim biasanya berlangsung 3 – 4 hari pasca persalinan. Perlu


diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu
analgesik

c. Lochia

Lochia adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas.
Lochia bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah menstruasi. Lochia ini
berbau anyir dalam keadaan normal, tetapi tidak busuk.

Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya yaitu lokia
rubra berwarna merah dan hitam terdiri dari sel desidua, verniks kaseosa, rambut
lanugo, sisa mekonium, sisa darah dan keluar mulai hari pertama sampai hari
ketiga.

1) Lochea rubra (cruenta)

Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik
caseosa, lanugo, mekonium. Selama 2 hari pasca persalinan.

2) Lochea sanguinolenta

Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari 3–7 pasca persalinan.
3) Lochea serosa

Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi. Pada hari ke 2–4 pasca
persalinan.

4) Lochea alba

Cairan putih setelah 2 minggu.

5) Lochea purulenta

Terjadi infeksi keluar cairan seperti nanah, berbau busuk.

6) Lacheostatis

Lochea tidak lancar keluarnya.

d. Dinding perut dan peritonium

Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, biasanya
akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis yang meregang
pada waktu partus setelah bayi lahir berangsur angsur mengecil dan pulih
kembali.Tidak jarang uterus jatuh ke belakang menjadi retrofleksi karena
ligamentum rotundum jadi kendor. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan
latihan-latihan pasca persalinan

e. Sistim Kardiovasculer

Selama kehamilan secara normal volume darah untuk mengakomodasi


penambahan aliran darah yang diperlukan oleh placenta dan pembuluh darah
uterus. Penurunan dari estrogen mengakibatkan diuresis yang menyebabkan
volume plasma menurun secara cepat pada kondisi normal. Keadaan ini terjadi
pada 24 sampai 48 jam pertama setelah kelahiran. Selama ini klien mengalami
sering kencing. Penurunan progesteron membantu mengurangi retensi cairan
sehubungan dengan penambahan vaskularisasi jaringan selama kehamilan

f. Ginjal

Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume darah dan
ekskresi produk sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini terjadi pada hari
pertama post partum

g. System Hormonal

1) Oxytoxin

Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi pada otot
uterus dan jaringan payudara. Selama kala tiga persalinan aksi oxytoxin
menyebabkan pelepasan plasenta. Setelah itu oxytoxin beraksi untuk
kestabilan kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat perlekatan plasenta dan
mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih untuk menyusui bayinya,
isapan bayi menstimulasi ekskresi oxytoxin diamna keadaan ini membantu
kelanjutan involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah placenta lahir,
sirkulasi HCG, estrogen, progesteron dan hormon laktogen placenta menurun
cepat, keadaan ini menyebabkan perubahan fisiologis pada ibu nifas.

2) Prolaktin

Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi oleh glandula


hipofise anterior bereaksi pada alveolus payudara dan merangsang produksi
susu. Pada wanita yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan pengeluaran
FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui kadar prolaktin
turun pada hari ke 14 sampai 21 post partum dan penurunan ini
mengakibatkan FSH disekresi kelenjar hipofise anterior untuk bereaksi pada
ovarium yang menyebabkan pengeluaran estrogen dan progesteron dalam
kadar normal, perkembangan normal folikel de graaf, ovulasi dan menstruasi

3) Laktasi

Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Air
susu ibu ini merupakan makanan pokok , makanan yang terbaik dan bersifat
alamiah bagi bayi yang disediakan oleh ibu yamg baru saja melahirkan bayi
akan tersedia makanan bagi bayinya dan ibunya sendiri.

Selama kehamilan hormon estrogen dan progestron merangsang pertumbuhan


kelenjar susu sedangkan progesteron merangsang pertumbuhan saluran
kelenjar , kedua hormon ini mengerem LTH. Setelah plasenta lahir maka LTH
dengan bebas dapat merangsang laktasi.

Lobus prosterior hypofise mengeluarkan oxtoxin yang merangsang


pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah reflek yang ditimbulkan
oleh rangsangan penghisapan puting susu oleh bayi. Rangsang ini menuju ke
hypofise dan menghasilkan oxtocin yang menyebabkan buah dada
mengeluarkan air susunya.

Pada hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini
menandai permulaan sekresi air susu, dan kalau areola mammae dipijat,
keluarlah cairan puting dari puting susu.

Air susu ibu kurang lebih mengandung Protein 1-2 %, lemak 3-5 %, gula 6,5-8
%, garam 0,1 – 0,2 %.

Hal yang mempengaruhi susunan air susu adalah diit, gerak badan. Benyaknya
air susu sangat tergantung pada banyaknya cairan serta makanan yang
dikonsumsi ibu.( Obstetri Fisiologi UNPAD, 1983)
2. Perubahan Psikologi
Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva- Rubin terbagi menjadi dalam 3
tahap yaitu:
a. Periode Taking In
Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan.Dalam masa ini terjadi
interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat
dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak memerlukan hal-hal yang
romantis, masing-masing saling memperhatikan bayinya dan menciptakan
hubungan yang baru.
b. Periode Taking Hold
Berlangsung pada hari ke – 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha
bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai
ketrampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu berkosentrasi pada
pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil atau buang air besar.
c. Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil tanggung
jawab terhadap bayi.
Sedangkan stres emosional pada ibu nifas kadang-kadang dikarenakan
kekecewaan yang berkaitan dengan mudah tersinggung dan terluka sehingga
nafsu makan dan pola tidur terganggu. Manifestasi ini disebut dengan post
partum blues dimana terjadi pada hari ke 3-5 post partum
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Data Riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama (Plasenta
previa).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
4) Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga
mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
e. Keadaan klien meliputi :
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan
atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas
emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
5) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi
kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
6) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan
8) Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh
9) Seksualitas
10) Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
2. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas
operasi.
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.
5. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedah
C. Intervensi

No. Dx. Keperawatan Tujuan & KH Intervensi Implementasi


1 Nyeri akut Setelah 1. Lakukan pengkajian 1. Mempengaruhi
berhubungan diberikan secara komprehensif pilihan
dengan pelepasan asuhan tentang nyeri pengawasan
mediator nyeri keperawatan meliputi lokasi, keefektifan
(histamin, selama …. x 24 karakteristik, durasi, intervensi
prostaglandin) jam diharapkan frekuensi, kualitas,
akibat trauma nyeri klien intensitas nyeri dan
jaringan dalam berkurang / faktor presipitasi.
pembedahan terkontrol 2. Observasi respon 2. Tingakat ansietas
(section caesarea) dengan kriteria nonverbal dari dapat
hasil : ketidaknyamanan mempengaruhi
a) Mengungkapkan (misalnya wajah persepsi atau
nyeri dan tegang meringis) terutama reaksi terhadap
di perutnya ketidakmampuan nyeri
berkurang untuk
b) Skala nyeri 0- berkomunikasi
1 ( dari 0 – 10 ) secara efektif.
3. Kaji efek 3. Mengetahui
c) TTV dalam pengalaman nyeri sejauh mana
batas normal ; terhadap kualitas pengaruh nyeri
Suhu : 36-37 0 C, hidup (ex: terhadap kualitas
TD : 120/80 beraktivitas, tidur, hidup pasien
mmHg, RR :18- istirahat, rileks,
20x/menit, Nadi kognisi, perasaan,
: 80-100 x/menit dan hubungan
d) Wajah tidak sosial)
tampak meringis 4. Ajarkan 4. Memfokuskan
e) Klien tampak menggunakan kembali
rileks, dapat teknik nonanalgetik perhatian,
berisitirahat, dan (relaksasi, latihan meningkatkan
beraktivitas napas dalam,, kontrol dan
sesuai sentuhan terapeutik, meningkatkan
kemampuan distraksi.) kemampuan
harga diri dan
kemampuan
koping
5. Kontrol faktor - 5. Memberikan
faktor lingkungan ketenangan
yang yang dapat kepada pasien
mempengaruhi sehingga nyeri
respon pasien tidak bertambah
terhadap
ketidaknyamanan
(ruangan, suhu,
cahaya, dan suara)
6. Kolaborasi untuk 6. Analgetik dapat
penggunaan kontrol mengurangi
analgetik, jika mediator kimiawi
perlu. nyeri pada
reseptor nyeri
sehingga dapat
mengurangi rasa
nyeri
2 In toleransi aktivitas Tujuan : setelah 1. Kaji tingkat 1. Untuk mengukur
b/d tindakan dilakukan kemampuan klien tingakat
anestesi, asuhan untuk beraktivitas kemampuan
kelemahan, keperawatan klien berkativitas
penurunan sirkulasi selama … x 24 dan menentukan
jam di harapkan intervensi yang
kllien dapat tepat
melakukan 2. Aktivitas
aktivitas mandiri 2. Kaji pengaruh memberikan
tanpa adanya aktivitas terhadap dampak yang
komplikasi kondisi luka dan signifikan pada
kondisi tubuh umum kondisi luka
Kriteria Hasil : 3. Bantu klien untuk
klien mampu 3. Kondisi pasca
memenuhi operasi dan pasca
melakukan kebutuhan aktivitas
aktivitasnya anastesi
sehari-hari. memberikan
secara mandiri
kelemahan fisik
dan perlunya
diberikan batuan
untuk memenuhi
kebutuhna sehari
hari
4. Bantu klien untuk 4. Memenuhi
melakukan tindakan kebutuhan ADL
sesuai dengan
kemampuan /kondisi
klien
5. Evaluasi 5. Identifiksi
perkembangan keefektifan
kemampuan klien intervensi yang
melakukan aktivitas telah diberikan

3 Resiko tinggi Tujuan : Setelah 1. Tinjau ulang kondisi 1. Kondisi dasar


Infeksi diberikan dasar / faktor risiko seperti diabetes
Berhubungan asuhan yang ada atau hemoragi
dengan trauma keperawatan sebelumnya. Catat menimbulakan
jaringan/luka selama .. x 24 waktu pecah ketuban potensial resiko
kering bekas jam diharapkan infeksi atau
operasi. klien tidak penyembuhan
mengalami luka yag buruk.
infeksi dengan Pecah ketuban yg
kriteria hasil : terjadi sebelum
a) Tidak pembedahan 24
terjadi tanda jam dapat
-tanda menimbukan
infeksi koriamnionitis
(kalor, rubor, sebelum
dolor, tumor, intervensi bedah
fungsio dan dapat
laesea) mempengaruhi
b) Suhu dan proses
nadi dalam penyembuhan
batas normal luka.
( suhu = 36,5 2. Kaji adanya tanda 2. Mengetahui
-37,50 C, infeksi (kalor, rubor, secara dini
frekuensi dolor, tumor, terjadinya infeksi
nadi = 60 - fungsio laesa) sehingga dapa
100x/ menit) dilakukan
c) WBC dalam pemilihan
batas normal intervensi secara
(4,10-10,9 tepat dan cepat
10^3 / uL) 3. Lakukan perawatan 3. Meminimalisir
luka dengan teknik adanya
aseptic konaminasi pada
luka yang dapat
menimbulkan
infeksi
4. Inspeksi balutan 4. Balutan steil
abdominal terhadap menutupi luka
eksudat / rembesan. dan melindungi
Lepaskan balutan luka dari cedera
sesuai indikasi atau kontaminasi.
rembesan dapat
menandakan
terjadinya
hematoma yang
memerlukan
intervensi lanjut
5. Anjurkan klien dan 5. Cuci tangan
keluarga untuk menurunkan
mencuci tangan resiko terjadinya
sebelum / sesudah infeksi
menyentuh luka nosokomial

6. Pantau peningkatan 6. Peningkatan


suhu, nadi, dan suhu, nadi dan
pemeriksaan WBC merupakan
laboratorium jumlah salah satu data
WBC / sel darah penunjang yang
putih dapat
mengidentifikasi
adanya bakteri di
dalam darah.
Proses tubuh
untuk melawan
bakteri akan
memproduksi
panas dan
frekuensi nadi.
Sel darah putih
akan meningkat
sebagai
kompensasi
untuk melawan
bakteri di dalam
tubuh
7. Kolaborasi untuk 7. Resiko infeksi
pemeriksaan Hb dan pasca melahirkan
Ht. Catat perkiraan dan proses
kehilangan darah penyembuhan
selama prosedur akan buruk bila
pembedahan kada Hb rendah
danterjadinya
kehilangan darah
berlebih
8. Kolaborasi 8. Antibiotic dapat
penggunaan menghambat
antibiotik sesuai proses infeksi
indikasi
4 Ansietas Tujuan : Setelah 1. Kaji respon 1. Keberadaan
berhubungan diberikan psikologis terhadap sistem
dengan kurangnya asuhan kejadian dan pendukung klien
informasi tentang keperawatan ketersediaan sistem ( misalnya
prosedur selama … x 6 pendukung pasangan) dapat
pembedahan, jam diharapkan memberikan
penyembuhan dan ansietas klien dukungan secara
perawatan post berkurang psikologis dan
operasi. dengan kriteria membantu klien
hasil : dalam
a) Klien mengungkapkan
terlihat masalahnya.
lebih 2. Tetap bersama 2. Keberadaan
tenang dan klien, bersikap perawat dapat
tidak tenang dan memberikan
gelisah menunjukkan rasa dukungan dan
b) Klien empati perhatian pada
mengungkapkan klien ehingga
bahwa klie
ansietasnya merasanyaman
berkurang dan mengurangi
ansietas yang
dirasakan
3. Observasi respon 3. Ansietas sering
nonverbal klien kali tidak
(misalnya: gelisah) dilaporkan secara
berkaitan dengan verbal namun
ansietas yang pada pola prilaku
dirasakan klien secara non
verbal

4. Dukung dan arahkan 4. Mendukung


kembali mekanisme mekanisme
koping koping dasar,
meningkatkan
rasa percaya diri
klien shingga
menurunkan
ansietas
5. Berikan informasi 5. Kurangnya
yang benar informasi dan
mengenai prosedur miss intervensi
pembedahan, terhadap
penyembuhan, dan informasi yang
perawatan post di miliki
operasi. sebelunya dapat
mempengaruhi
nrasa ansietas
yang dirasakan
6. Diskusikan 6. Klien dapat
pengalaman / mengaami
harapan kelahiran penyimpangan
anak pada masa lalu memori dari
melahirkan.
Masal lalu atau
persepsi yang
tidak realistis
dan abnormalitas
mengenai proses
persalinan sc
akan
meningkatkan
7. Evaluasi perubahan ansietas
ansietas yang 7. Identifiksi
dialami klien secara keefektifan
verbal intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC


Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta :
EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedia

Anda mungkin juga menyukai