Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

PENYEBAB DAN PENCEGAHAN HALITOSIS

DISUSUN OLEH :

DRG. DORTHA ROULI NADEAK

Nip. 19720224 200604 2 006

PUSKESMAS DESA BINJAI

DINAS KESEHATAN

KOTA MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan a

nugerah-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yan

g berjudul “ halitosis”. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas penulis

an karya ilmiah untuk prasyarat kenaikan pangkat.. Penulis menyadari sepenuhnya

bahwa makalah ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak, baik du

kungan moril, materil dan sumbangsih pemikiran. Untuk itu penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan,

Kepala Puskesmas Desa Binjai serta teman sejawat di Puskesmas.yang telah mem

bantu penulis dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan.

Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan makalah i

ni. Sekian dan terima kasih,

Medan, Maret 2021

Penulis,

Drg. Dortha Rouli Nadeak

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………….…………i

DAFTAR ISI…………………………………………………….…….………….ii

ABSTRAK………………………….…………………………………………….iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………….……………..1

1.1 Latar Belakang……………………………………………………..……….1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………...…………..………3

1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………..…………3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………. 4

2.1 Pengertian dan Penyebab Haliotosis…………………………..……..….….4

2.2 Sumber Bau Mulut…………………………………….……...……………12

2.3 Mekanisme Terjadinya Bau Mulut……………...…………..……………..13

2.4 Klasifikasi Halitosis……………….………………………..……………..16

2.5 Alat dan Cara Ukur Bau Mulut…………………….………..…….………16

2.6 Diagnosis……………………………………………………..……………19

BAB III PENUTUP………………………………………………..….…..……..22

3.1 Cara Mengatasi Bau Mulut………………………..………..….………….24

3.2 Terapi……………………………………………………….….………....26

BAB IV Kesimpulan…………………………………………….……………….31

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….34

ii
ABSTRAK

PENYEBAB DAN PENCEGAHAN HALITOSIS

Dortha Rauli Nadeak

Halitosis adalah bau nafas yang tidak enak, tidak menyenangkan dan menusuk hidung.

Halitosis berdampak sosial sehingga mempengaruhi citra seseorang. Walaupun bukan

merupakan penyakit tetapi halitosis merupakan tanda adanya penyakit, misalnya

diabetes mellitus, gangguan pencernaan, dan sebagainya. Penyakit-penyakit tersebut

merupakan faktor umum penyebab halitosis. Dalam penanganan kasus ini, pasien

dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam. Faktor lokal penyebab halitosis adalah

penyebab dari dalam mulut, misalnya: kebersihan mulut yang kurang terjaga, karies

gigi, gangren pulpa, gangren radiks, periodontitis, gingivitis, kalkulus, abses, impacted,

dan lain-lain.

Kata kunci : penyebab halitosis, penanganan, pencegahan.


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagian besar pasien yang berkunjung ke klinik gigi dan mulut keluhan

utamanya adalah gigi terasa sakit, karies gigi, abses pada gusi atau pipi, mulut terasa

kotor karena ada karang gigi atau kalkulus, dan sebagainya. Hanya sebagian kecil yang

mengeluhkan bau mulut atau halitosis. Halitosis memang bukan merupakan penyakit,

jadi tidak menimbulkan keluhan sakit, sehingga hanya sebagian kecil pasien yang

menyadarinya dan beranggapan bahwa dibiarkan juga tidak apa-apa atau tidak perlu

dipermasalahkan dan tidak perlu ditangani. Anggapan tersebut kurang tepat karena

sebenarnya halitosis bisa berdampak sosial yang cukup besar yang bisa mempengaruhi

citra seseorang. Biasanya orang akan menghindar atau menutup hidung bila berbiacara

berdekatan dengan penyandang halitosis sehingga pergaulan jadi terganggu.

Halitosis atau bau mulut adalah bau nafas yang tidak enak atau tidak sedap,

tidak menyenangkan dan menusuk hidung .Keadaan halitosis dapat menjadi tanda

adanya suatu penyakit tertentu, antara lain diabetes mellitus, gangguan pencernaan,

infeksi amandel, infeksi tonsil, infeksi paru-paru, sinusitis, kanker kerongkongan,

kanker lambung, kelainan darah, penyakit lever dan lainlain. Penyakit-penyakit tersebut

adalah sebagai penyebab halitosis ditinjau dari faktor umum. Penyebab lokal adalah

penyebab dari dalam mulut, antara lain kebersihan mulut yang jelek karena adanya plak

dan kalkulus, adanya karies gigi, abses, impaksi gigi, infeksi gusi atau gingivitis,

penyakit periodontal atau periodontitis dan lain-lain. Beberapa kebiasaan buruk juga

dapat menjadi penyebab halitosis, misalnya sering mengkonsumsi makanan yang

berbau tajam radang penyangga gigi dan bau mulut yang dikenal dengan halitosis atau

1
oral malodor. Halitosis adalah suatu kecacatan sosial yang serius bagi penderitanya

yang disebabkan oleh multi faktorial.

Rongga mulut adalah pintu pertama masuknya bahan-bahan kebutuhan untuk

pertumbuhan individu yang sempurna. Rongga mulut juga merupakan tempat

mikroorganisme penyebab infeksi yang dapat mempengaruhi keadaan kesehatan umum.

Kesehatan mulut dan kesehatan umum saling berhubungan, karena kesehatan gigi dan

mulut dapat mempengaruhi kesehatan umum . Kesehatan mulut sama pentingnya

dengan kesehatan tubuh umumnya. Perubahan jaringan di mulut juga menandakan

perubahan status kesehatan.6

Pada dasarnya halitosis adalah masalah semua orang yang kebanyakan tidak

menyadari bahwa dirinya memiliki masalah bau mulut. Tingkat keparahan halitosis

yang berbeda, ada yang mempunyai halitosis ringan sehingga sama sekali tidak

mengganggu orang-orang di sekitarnya, sementara yang mempunyai kondisi halitosis

berat sangat mengganggu orang lain sehingga dapat mempengaruhi rasa percaya diri.

Halitosis merupakan keluhan yang umum dan populer dikenal sebagai nafas yang

berbau menyengat, seperti nafas bau sementara termasuk sesudah makan sesuatu,

seperti bawang putih atau bawang merah dan beberapa obatobatan, seperti paraldehyde

(Djaya, 2000). Munculnya bau tidak sedap tersebut disebabkan oleh beberapa hal,

namun yang paling sering adalah adanya masalah pada organ pencernaan serta kondisi

kesehatan gigi dan mulut yang tidak baik.3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah adalah apakah

penyebab halitosis?

2
1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui penyebab dan pencegahan halitosis

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan penyebab Halitosis

Halitosis atau bau mulut adalah bau nafas yang tidak enak, tidak menyenangkan

dan menusuk hidung. Pada banyak kasus, umumnya bau mulut dapat diatasi dengan

menjaga kebersihan mulut. Namun apabila cara tersebut tidak dapat mengatasi masalah

ini, maka perlu konsultasi dengan dokter gigi untuk mengetahui kondisi serius yang

mungkin menjadi penyebabnya (Endah K, 2011). Menurun B Ginting (1985) dan

Rasinta Tarigan (1992), bau mulut merupakan keadaan yang sangat tidak

menyenangkan pada pergaulan di masyarakat terlebih pada anak-anak muda. Orang

akan menjauhi atau menutup hidung waktu penderita halitosis berbicara dekat

dengannnya. Halitosis bersumber dari daerah mulut atau hidung yang menghasilkan bau

yang mengganggu. Kondisi halitosis yang kronis tidak dapat dihilangkan hanya dengan

tindakan pembersihan biasa seperti sikat gigi dan flossing. Keluhan halitosis tidak

dibatasi usia, ras, sex, atau tingkat sosial ekonomi seseorang 5

Pada kebanyakan kasus (85%-90%), bau mulut atau halitosis dimulai dari mulut

sendiri. Lokasi dari mulut yang paling umum yang berhubungan dengan halitosis adalah

lidah. Bakteri di lidah menghasilkan senyawa – senyawa bau busuk dan asam lemak,

dan ini dilaporkan berhubungan dengan 80% - 90% dari seluruh kasus bau mulut.5

Para pakar biologi pada pertemuan Perhimpunan Riset Dental Amerika di

Dallas, melaporkan hasil temuan mereka bahwa, bakteri penyebab bau mulut adalah

4
Solobacterium moorei. Rongga mulut berisikan jutaan bakteri anaerob yang mengolah

protein dari makanan dan menguraikannya, seperti Fusobacterium dan Actinomyces.

Proses penguraian protein tersebut menghasilkan bau. Penyebab paling mendasar dari

nafas bau adalah adanya lapisan yang menutupi permukaan bagian belakang lidah.

Lebih tepatnya nafas bau disebabkan oleh bakteri yang hidup di lapisan tersebut.

Penyebab mendasar kedua adalah akumulasi bakteri dalam mulut seseorang.

Nilai pH dalam rongga mulut umumnya 6,5. Bila nilai tersebut bertambah banyak atau

mengandung materi lain maka, akan berubah menjadi alkali dan menimbulkan bau

busuk, apalagi nilai pH mencapai 7,2 ke atas, akan lebih mendorong pertumbuhan

kuman negatif Granstrom, sehingga memungkinkan penguraian protein melepaskan bau

busuk. Terlebih bila yang dilepaskan sulfida yang mudah menguap maka, bau mulut

akan lebih tidak menyedapkan. Selain itu ketika mulut kering atau kurang melakukan

gerak penelanan mudah menimbulkan mulut berbau busuk.5

Cara sederhana untuk membedakan penyebab dari rongga mulut atau bukan

adalah membandingkan bau yang keluar dari mulut atau hidung. Biasanya orang-orang

yang mempunyai kebersihan mulut yang baik, susunan gigi yang baik dan jaringan

periodontal yang sehat maka penyebab utama halitosis pada dirinya kemungkinan

berasal dari bagian dorsum lidah atau celah antara gigi dan jaringan periodontal.1

Berdasarkan penyebabnya, halitosis dapat dikelompokkan menjadi intraoral atau

faktor lokal dan ekstraoral atau faktor sistemik. Dalam rongga mulut, bau mulut

biasanya disebabkan karena kebersihan mulut yang buruk, gingivitis, periodontitis,

soket gigi yang terinfeksi, sisa darah post bedah, debri yang melekat pada bahan alat

gigi, ulser mulut, serostomia dan tongue coating.

5
Secara normal, rongga mulut merupakan tempat hidup yang baik bagi banyak

spesies baik bakteri, jamur, maupun virus, namun pada pasien halitosis intraoral, lebih

banyak ditemukan variasi bakteri dari kokobasilus batang gram negatif dan batang gram

positif.7

Penyebab ekstraoral dari halitosis antara lain sinusitis kronik, faringitis,

laringitis, tonsilitis dan tonsiloliths. Selain itu, penggunaan obat-obatan seperti kloral

hidrat, isorbid dinitrat, dimetil sulfoksida, dilsulfiram, bahan pada sistem respiratorius

atau gastrointestinal, gagal organ hepar atau renal, dan gangguan sitotoksik, paraldehid,

dan triamteren serta penyakit sistemik seperti diabetes melitus, ginjal, infeksi paru dan

saluran pernafasan, radang sinus, bronkhitis kronis, gangguan saluran pencernaan serta

penyakit metabolik trimetilamin juga berperan dalam timbulnya halitosis. Selain faktor

penyebab intraoral dan ekstraoral ada juga factor resiko seperti tembakau, alkohol,

mulut kering, diet, makanan dan minuman, obat-obatan dan gigi tiruan.7

Masyarakat Indonesia pada umumnya suka menghindari makan-makanan yang

berpotensi menimbulkan bau mulut seperti jengkol, durian, petai dan sebagainya. Bau

mulut selain disebabkan oleh bakteri penyebab bau mulut juga disebabkan oleh sisa-sisa

makanan yang tertinggal di dalam mulut. Hampir 90% penyebab bau mulut adalah

bakteri penghasil sulfur yang tinggal di bagian belakang mulut, hal ini erat kaitannya

dengan kebersihan mulut yang tidak terjaga sehingga menyebabkan gigi berlubang,

infeksi gusi dan_xerostomia 7

Penyebab bau mulut bisa berasal dari mulut yang kotor, penyebab mulut yang

kotor berasal dari makanan yang dimakan ataupun bakteri yang ada di dalamnya.

Bakteri tersebut berinteraksi dengan partikel-partikel makanan, darah, jaringan dan

sebagainya, jika tidak dibersihkan dengan baik, maka bakteri itu akan berkembang biak.
6
Selain itu kondisi mulut yang kering dapat menjadi penyebab nafas tidak sedap atau bau

mulut. Radang gusi dapat menyebabkan bakteri berkembang, namun mulut kering lebih

sering menjadi penyebab utama bau mulut, karena menjadi lahan yang potensial bagi

berkembangnya bakteri. Bau mulut juga bisa diakibatkan oleh mengkonsumsi makanan

yang berbau menyengat, karena dapat menyebabkan keluarnya aroma nafas tidak sedap

dari mulut, seperti bawang, alkohol dan tembakau. Penyebab bau mulut pada beberapa

kondisi dapat menjadi pertanda penyakit yang lebih serius. Penyakit yang paling umum

menyebabkan nafas tak sedap adalah diabetes atau GERD (Gastro Esophageal Reflux

Diaseas) yang terjadi ketika asam lambung naik kembali ke kerongkongan sehingga

menyebabkan ketidaknyamanan 7

Penyakit yang paling umum menyebabkab napas tak sedap dapat menjadi

pertanda penyakit yang lebih serius, seperti penyakit diabeter atau GERD (gastro

esophageal reflux disease). Diabeter juga dapat menyebabkan ketosis. Napas tak sedap

yang dihasilkan kerap menjadi gejala pertama yang digunakan untuk mendiagnosis

penyakit ini, kemungkinan lain walaupun lebih kecil adalah penyakit ginjal atau hati.

Racun dalam organ-organ tersebut mengalir ke paru-paru dan menyebabkan aroma

napas tak sedap. Sala satu cara alternif yang murah meriah dan gampang adalah dengan

rutin menyantap daun kemangi segar sebagai lalapan karena daun kemangi telah

terbukti dapat mengurangi bau mulut (Putra 2012), selain itu kandungan flavonoid nya

yang berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan mengganggu fungsi dari

mikroorganisme5

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui bakteri-bakteri spesifik

penyebab bau mulut. Di dalam mulut normal diperkirakan rata-rata terdapat sekitar 400

macam bakteri dengan berbagai tipe (Praminingrat, 2012). Penyebab bau mulut,

meskipun belum diketahui dengan jelas kebanyakan dari bau tersebut berasal dari sisa

7
makanan di dalam mulut. Masalah akan muncul bila sebagian bakteri berkembang biak

atau bahkan bermutasi secara besar-besaran. Kebanyakan dari bakteri ini bermukim di

leher gigi bersatu dengan plak dan karang gigi, juga di balik lidah karena daerah

tersebut merupakan daerah yang aman dari kegiatan mulut sehari-hari. Bakteri tersebut

memproduksi toxin atau racun, dengan cara menguraikan sisa makanan dan sel-sel mati

yang terdapat di dalam mulut. Racun inilah yang menyebabkan bau mulut pada saat

bernafas karena hasil metabolisme proses anaerob pada saat penguraian sisa makanan

tersebut menghasilkan senyawa sulfide dan ammonia, bakteri anaerob contohnya

streptococcus, staphylococcus, dan corynebacterium 5

Pemakaian tanaman obat sebagai upaya penanggulangan masalah kesehatan

telah banyak digunakan masyarakat di tengah-tengah kemajuan teknologi dan ilmu

pengetahuan saat ini. Terlebih lagi keadaan perekonomian Indonesia saat ini yang

mengakibatkan harga obat-obatan relatif mahal. Salah satu tanaman obat yang sering

digunakan oleh masyarakat ialah kemangi (Ocimum basillicum). Kemangi digunakan

masyarakat sebagai sayur atau lalap. Selain sebagai lalapan, kemangi juga mempunyai

khasiat mengatasi bau mulut dan badan, badan lesu serta panas dalam. Selain itu,

tanaman ini juga digunakan sebagai peluruh haid dan peluruh ASI. Penelitian tentang

khasiat daun kemangi sebagai antibakteri telah dilakukan, ekstrak etanol daun kemangi

memiliki aktifitas antibakteri terhadap Staphylococcus Aureus dan Escherichia Coli 5

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya dan hasil alam. Salah satu

sumber daya alam yang belum dimanfaatkan secara optimal adalah kemangi. Kemangi

yang berasal dari spesies ocimum basilicum tidak asing lagi bagi kita dan sering kita

jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Kemangi memiliki kandungan yang berpengaruh

terhadap halitosis yaitu berupa kandungan Minyak atsiri, flavonoid dan eugenol 7

8
Sejak zaman dahulu, kemangi disuling untuk diambil sari minyak atsirinya.

Menurut John Henry, dalam buku A Dictionary of Practical Material Medical,

menggolongkan minyak kemangi sebagai atsiri yang berarti aroma kemangi segera

hilang setelah 24 jam dioleskan ke tubuh. Perbandingan minyak atsiri kategori sedang

akan hilang aromanya setelah 3 hari dioleskan, sedangkan minyak atsiri ketegori

rendah, aromanya hilang setelah seminggu5

Minyak atsiri, mudah menguap dan mempunyai aktivitas biologis sebagai

antimikroba. Minyak atsiri dibagi menjadi dua komponen, yaitu komponen hidrokarbon

dan komponen hidrokarbon teroksigenasi atau fenol. Fenol memiliki sifat antimikroba

sangat kuat. Minyak atsiri dapat mencegah pertumbuhan mikroba penyebab penyakit,

seperti staphylococcus aureus, salmonella enteritidis, dan escherichia coli. Minyak atsiri

juga dapat menangkal infeksi akibat virus basillus subtilis, salmonella paratyphi, dan

proteus vulgaris. Flavonoid dan Eugenol berperan sebagai antioksidan, yang dapat

menetralkan radikal bebas, menetralkan kolesterol dan bersifat antikanker. Senyawa ini

juga bersifat antimikroba yang mampu mencegah masuknya bakteri, virus, atau jamur

yang membahayakan tubuh. Flavonoid berperan secara langsung sebagai antibiotik

dengan mengganggu fungsi dari mikroorganisme (Insani, 2010).. Selain itu, flavonoid

merupakan setiap kelompok seyawa yang mengandung inti aromatik khusus dan secara

luas tersebar pada tanaman tingkat tinggi,sering dalam bentuk pigmen. Sedangkan

Eugenol merupakan analgesia dental dan antiseptik yang diperoleh dari kemangi atau

sumber alam lainnya (Darmawan, 2012).

Menurut Hariana (2007), efek farmakologis yang dimiliki seluruh bagian

kemangi diantaranya menghilangkan bau badan dan bau mulut, anastesi, antihepatitis,

diuretik, analpetik, membantu mengatasi ejakulasi prematur, anti kholinesterase,

merangsang aktivitas saraf pusat, melebarkan pembuluh kapiler, merangsang hormon

9
estrogen, menguatkan hepar, merangsang ASI, melebarkan pembuluh darah,

melancarkan sirkulasi, serta mencegah pengeroposan tulang. Kemangi biasa digunakan

sebagai lalapan pada waktu makan untuk menghilangkan bau mulut mengkonsumsi

daun kemangi paling sedikit 10 lembar setiap hari, maka masalah bau mulut dan bau

badan akan berangsur-angsur menghilang, namun bagi yang tidak terlalu menyukai

aroma dan rasa kemangi dapat meminum air rebusan daun kemangi yang dicampur

dengan madu, gula merah atau gula jawa (Cahyani, 2014). Cara ini masih kurang efektif

karena hanya dapat digunakan pada makanan tertentu dan penggunaan kemangi sebagai

obat tradisional secara turun temurun yang telah dikenal oleh masyarakat dan telah

didukung oleh data preklinik, namun perlu diingat bahwa obat bahan alam yang

dianggap aman oleh masyarakat juga perlu diwaspadai, karena setiap bahan atau zat

memiliki potensi bersifat toksik tergantung takarannya dalam tubuh serta sulitnya

standarisasi obat tradisional (Syarif, A., 2008).

Kemangi dan tanaman sejenisnya yaitu selasih atau basil (ocimum basilicum)

memiliki sejarah yang menarik, tanaman jenis ini pernah menjadi tanaman kerajaan di

Prancis dan Italia. Banyak negara lainnya yang juga memanfaatkan tanaman ini sebagai

obat tradisional, seperti Yunani, Filipina, Tanzania, Meksiko, dan negara-negara

Amerika dan Eropa. Terlepas dari pembuktian secara ilmiah, kemangi dan selasih

secara empiris telah digunakan dalam pengobatan tradisional untuk berbagai macam

penyakit, baik di Indonesia ataupun negara-negara lain.

Kemangi merupakan anggota famili biasa lamiaceae yang berarti kelompok

tanaman dengan bunga berbibir. Nama genus kemangi adalah ocimum yang berarti

tanaman beraroma. Aroma khas tersebut muncul dari daunnya, kemangi berkerabat

dekat dengan tanaman selasih (Ocimun Sancium), daun mint (Mentha Arvensis), dan

10
daun bangunbangun alias daun jinten (Coleus Amboinicus). Kerabat yang paling dekat

dengan kemangi adalah basil (Ocimun Amboinicus) karena tumbuhnya menyemak,

kemangi dikelompokkan dalam kelompok basil semak atau bush basil (Johani, 2008).

Aroma khasnya berasal dari kandungan yang tinggi pada daun dan bunganya.

Menurut Budiyanto, dkk., (2008) dalam hasil penelitiannya menjelaskan bahwa

permen herbal dari ekstrak daun kemangi memiliki daya hambat terhadap Streptococcus

viridans yang jauh lebih baik daripada permen di pasaran. Untuk karakteristik kadar

serat, air dan abu, semua sampel sesuai dengan spesifikasi standar nasional indonesia

3547.2/2008, pada penelitiannya kandungan flavonoid pada kemangi yang berperan

penting untuk menghambat bakteri Streptococcus viridans sebagai faktor pemicu

timbulnya bau mulut. Hasil penelitiannya diperoleh bahwa varian permen herbal dari

ekstrak daun kemangi yang dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus viridans

secara maksimal adalah permen herbal dengan konsentrasi ekstrak daun kemangi 75 %,

tetapi secara umum semua varian permen herbal dari ekstrak daun kemangi memiliki

zona hambat yang lebih tinggi dari pada zona hambat permen yang ada di pasaran.

Cara lain mengatasi dan menanggulangi masalah bau mulut atau nafas tak sedap

ialah menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan menggosok gigi minimal 2 kali dalam

sehari yaitu pada saat pagi hari sesudah sarapan dan malam hari sebelum tidur, selain

itu pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut dapat dibantu dengan Dental Floss (benang

gigi) untuk membersihkan kotoran di sela-sela permuaan gigi. Umumnya setiap orang

menggunakan pengharum atau penyegar nafas untuk menghilangkan bau mulut pada

saatsaat mendesak, namun ini bukan penyembuh dan sifatnya hanya sementara.

Menjaga kelembaban mulut merupakan cara terbaik untuk mengembalikan air ludah

dengan meminum banyak air atau cairan, karena untuk mencegah timbulnya mulut

kering (xerostomia). Menghindari makanan-makanan yang beraroma menyengat adalah

11
cara terbaik untuk mencegah nafas tak sedap akibat makanan. Memperbanyak asupan

karbohidrat merupakan salah satu untuk menghindari ketosis yang menyebabkan aroma

nafas tak sedap. Mengunjugi dokter apabila berbagai cara sudah dicoba, tetapi nafas tak

sedap tetap beraroma tidak sedap, mungkin aroma nafas tak sedap merupakan gejala

dari suatu penyakit (Putra, 2012.)

2.2 Sumber Bau Mulut

Mulut dapat bersumber dari intraoral, dan bau mulut juga dapat berasal dari faktor

ekstraoral termasuk faktor sistemik, namun 90% dari semua bau mulut berasal dari

mulut itu sendiri. Faktor lokal bau mulut dapat berasal dari lidah dan sulkus gingiva,

termasuk retensi makanan yang dapat menghasilkan bau pada permukaan gigi atau di

antara gigi, tongue coating, Necrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG), keadaan

dehidrasi, karies, gigi tiruan, merokok, dan penyembuhan luka bedah atau ekstraksi.

Sumber ekstraoral yang dapat menimbulkan bau mulut antara lain berasal dari berbagai

infeksi atau lesi traktus respiratorius seperti bronkhitis, pneumonia, bronkhiektasis, dan

lain-lain serta bau yang diekskresikan melalui paru-paru dari substansi aromatik dalam

aliran darah, seperti metabolit dari makanan dan produk metabolisme sel.

Napas dari peminum alkohol, bau aseton dari penderita diabetes, dan napas

uremik yang menyertai disfungsi ginjal merupakan contoh dari bau mulut yang terjadi

karena faktor ekstraoral.1,4,6 Daerah pada hidung atau nasopharynx perlu diperhatikan

pula karena udara juga melalui daerah ini. Bau mulut dapat bersumber dari tempat ini

apabila terdapat kelainan-kelainan atau penyakit-penyakit seperti penyakit pada sinus

maksilaris misalnya sinusitis kronis, adanya penyakit infeksi pada tonsil, kelenjar

adenoid, larynxitis dan pharynxitis merupakan penyebab bau mulut yang bersumber

dari daerah hidung dan sekitarnya.

12
2.3 Mekanisme Terjadinya Bau Mulut

Bau mulut ditimbulkan oleh komponenkomponen yang bau dalam udara nafas

atau udara dalam mulut. Walaupun lebih dari 200 komponen yang mudah menguap

dapat ditemukan pada manusia, hanya komponen sulfur yang mudah menguap yaitu

volatile sulfur compound yang memiliki korelasi antara konsentrasi dan nilai

organoleptik.8 Volatile sulfur compound sebagai substansi utama yang berpengaruh

terhadap bau mulut merupakan senyawa sulfur yang mudah menguap serta berbau tidak

sedap. Zat ini mengandung hidrogen sulfida (H2S), metil merkaptan (CH3SH) dan

dimetil sulfida ((CH3)2S) yang merupakan produk bakteri atau flora normal rongga

mulut. Zat-zat tersebut selalu dihasilkan dalam proses metabolisme dari bakteri atau

flora normal rongga mulut. Jadi volatile sulfur compound dalam keadaan normal pasti

ada pada rongga mulut semua orang. Bau mulut akan menjadi masalah ketika terjadi

peningkatan kadar volatile sulfur compound di dalam mulut, yakni ketika ada

peningkatan aktivitas bakteri anaerob di dalam mulut yang menyebabkan bau dari

volatile sulfur compound ini akan tercium oleh indera penciuman. Peningkatan

aktivitas itu bisa karena rendahnya kadar oksigen di dalam rongga mulut yaitu saat

produksi saliva atau air liur menurun, selain itu dapat karena adanya karang gigi atau

karies.2 Volatile sulfur compound merupakan hasil produksi bakteri anaerob yang

bereaksi dengan protein-protein yang ada, protein di dalam mulut dapat diperoleh dari

sisa-sisa makanan yang mengandung protein, sel-sel darah yang telah mati, bakteri

yang mati ataupun sel-sel epitel yang terkelupas dari mukosa mulut. Selain itu di dalam

saliva sendiri terdapat substrat yang mengandung protein. Terdapat 3 asam amino

utama yang menghasilkan volatile sulfur compound, yaitu L cysteine menghasilkan

H2S, L methionine menghasilkan CH3SH, dan L cistine menghasilkan (CH3)2S.

Faktor yang mempengaruhi halitosis adalah :

13
a) Oral hygiene yang buruk

Penyebab bau mulut yang utama adalah buruknya kebersihan mulut dan penyakit

jaringan periodontal. Tindakan pembersihan gigi yang tidak tepat akan

menyebabkan partikel-partikel makanan tertinggal di sela-sela gigi dan mengalami

dekomposisi oleh bakteri dan menimbulkan bau.

b) Penyakit periodontal dan karies

Penyakit periodontal yang disebabkan oleh bakteri fusospirochaeta, terutama

ANUG, periodontitis dapat menimbulkan bau busuk yang tajam. Produksi VSC

dalam saliva meningkat pada gingiva yang mengalami inflamasi dan sebaliknuya

menurun bila gingivanya sehat.Karies gigi memungkinkan tertimbunnya sisa

makanan dan hal ini merupakan salah satu penyebab halitosis

c) Tembakau (Nikotin)

Kebanyakan orang yang tidak merokok bisa mengetahui seseorang atau bukan dari

bau mulutnya yang khas.Satu-satunya cara untuk menghilangkan bau mulut ini

adalah dengan berhenti merokok.

d) Makanan dan Minuman

Makanan berbau tajam seperti bawang putih,telur,jengkol atau makanan pedas akan

diubah secara kimia dan kemudian masuk kedalam aliran darah dan dibawa ke

paru-paru.Udara diparu-paru dikeluarkan dan bau mulut akan keluar sampai tubuh

mengeluarkan makanan tersebut dari pencernaan.Sementara itu bakteri akan

memproses sisa makanan tersebut yang tertinggal di mulut,gigi,dan lidah.Bau mulut

yang disebabkan makanan atau minuman hanya bersifat sementara dan mudah di

atasi hanya dengan tidak memakan makann tersebut.

e) Gigi tiruan

14
Pemakaian gigi tiruan dari logam dan vulganit lebih sering menimbulkan bau dari

pada yag terbuat dari akrilik,kecuali gigi tiruan akrilik tidak dipelihara dengan baik.

f) Mulut kering (xerostomia)

Pada individu yang mempunyai saliva sedikit (mulut kering) akan mengeluarkan

bau mulut.Minuman beralkohol,obat-obatan anti depresan,anti asma dan anti

histamin dapat menyebabkan xerostomia yang ditandai dengan mulut kering, saliva

menjadi lebih kental, dan sering merasa harus membasahi kerongkongan.

g) Diet yang keras (puasa)

h) Penyebab lain

Pembedahan di rongga mulut seperti pencabutan gigi,odontektomi,dan

alveolektomi juga sering menimnbulkan bau mulut.Hal ini disebabkan karena

adanya pendarahan ringan dan meningkatnya jumlah bakteri.Selain itu

stres,dehidrasi,usia lanjut juga bisa menjadi factor pemicu terjadinya halitosis.

i) Morning bad breath

Banyak orang yang mengeluarkan bau nafas yang tidak sedap pagi setelah tidur

semalaman.Hal ini sesuatu yang normal terjadi oleh karena mulut cemderung

menjadi kering dan tidak beraktivitas selama tidur.

j) VOLATILED SULFUR COMPOUND (VSC)

VSC adalah komponen penting penyebab bau mulut yang terbentuk akibat gas

berbau yang keluar dari rongga mulut misalnya seperti hydrogen sulfide (H2S),

metil merkaptan (CH3SH), dan dimetil sulfide (CH3)2S. H2S dan CH3SH dapat

mencapai 90 % penyebab bau mulut.Gas yang dikeluarkan ini disebut

sulfur/belerang.Gas ini terbukti paling kuat hubungannya dengan timbulnya bau

mulut.1,2,5

2.4 Klasifikasi Halitosis

15
Secara umum halitosis dibedakan atas 3 tipe yaitu :

1. Halitosis Sejati (genuine)

Halitosis ini adalah halitosis sejati atau sebenarnya. Halitosis tipe ini dibedakan

lagi atas halitosis fisiologis dan patologis. Halitosis fisiologis sering disebut

halitosis transien atau sementara. Bau tidak sedap yang ditimbulkan akibat proses

pembusukan makanan pada rongga mulut terutama berasal dari bagian posterior

dorsum lidah, terbatas dan tidak menghambat penderita untuk beraktivitas secara

normal dan tidak memerlukan terapi khusus. Halitosis patologis bersifat permanen,

halitosis type ini harus dirawat dan perawatannya bergantung pada sumber bau

mulut itu sendiri. Sumber penyebab halitosis patologis dibedakan atas intra oral

dan ekstra oral.

2. Halitosis Pseudo

Halitosis ini disebut halitosis palsu yaitu halitosis yang sebenarnya tidak terjadi

tetapi penderita merasa bahwa mulutnya berbau.

3. Halitopobia

Apabila setelah berhasil dilakukan perawatan terhadap halitosis genuine maupun

halitosis pseudo, penderita masih tetap merasa mulutnya berbau maka orang

tersebutdikategorikan sebagai halitopobia.1,8

2.5 Alat dan Cara Ukur Bau Mulut

Terdapat tiga metode utama dalam mengukur bau mulut, yaitu pengukuran

organoleptik, gas kromatografi (GC) dan sulfida monitoring. Pada pengukuran

organoleptik, uji pada pasien dinilai berdasarkan persepsi pemeriksa terhadap bau

mulut pasien. Gas kromatografi (GC) dipertimbangkan sebagai standar utama

untuk mengukur bau mulut karena pengukuran ini spesifik terhadap volatile sulfur
16
compound yang merupakan penyebab utama bau mulut, namun peralatannya

mahal, besar dan membutuhkan keterampilan operator. Sulfida monitoring, seperti

misalnya halimeter, dapat menganalisis kandungan sulfur total dari udara mulut

pasien.

Dewasa ini, analisis kuantitatif dengan menggunakan Kromatograf Gas (Gas

Chromatograph (GC)) dianggap sebagai alat ukur bau mulut yang dapat

diandalkan. Akhirakhir ini, dikembangkan suatu alat kromatograf gas (GC) yang

sederhana, praktis dan dilengkapi dengan indium oxide semiconductor gas sensor

(SCS) untuk mengukur konsentrasi volatile sulfur compounds (VSC) di dalam

udara rongga mulut. Alat ini dapat memenuhi harapan para praktisi kedokteran

gigi mengingat alat ini mudah dioperasikan, memiliki sensitivitas dalam

mendeteksi bau mulut, sederhana, mudah dipindah-pindahkan, dan memiliki harga

yang rendah. Sebagai tambahan, alat ini dapat mengukur konsentrasi gas

individual dari volatile sulfur compounds (VSC) dalam ukuran part per billion

(ppb) dan ng/10 ml. Kemampuan tersebut dapat memudahkan kita untuk

membedakan bau mulut patologis dan bau mulut fisiologis. Alat ini juga mudah

dipindah-pindahkan dan praktis, sehingga dapat dipergunakan dalam lingkungan

klinik maupun penelitian lapangan, atau untuk tujuan penelitian epidemiologis.

GC-SCS Oral Chroma dikembangkan secara kolaboratif bersama Profesor Hideo

Miyazaki (Divisi Kedokteran Gigi Pencegahan, Departemen Ilmu Kesehatan

Mulut), Graduate School of Medical and Dental Science University of Niigata, dan

FIS Co., Ltd. ABILIT Corporation.

GC-SCS Oral Chroma merupakan kromatograf gas (GC) yang praktis dan

sederhana, dan dilengkapi dengan semiconductor gas sensor (SCS) yang baru

dikembangkan dari indium oksida (In2O3), yang memberikan sensitivitas tinggi

17
untuk hidrogen sulfida (H2S), methyl mercaptan (CH3SH), dan dimethyl sulfide

((CH3)2S). Alat GC-SCS ini dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi gas-

gas volatile sulfur compound (VSC) individual seperti hidrogen sulfida (H2S),

methyl mercaptan (CH3SH), dan komponen volatile sulfur compound (VSC).

Rasio dari masing-masing komponen sangat penting dalam diagnosis bau mulut.

Hanada dkk pada tahun 2003 dan Murata dkk pada tahun 2006 melaporkan bahwa

pegukuran menggunakan GC-SCS memiliki reprodusibilitas tinggi untuk gas-gas

volatile sulfur compound (VSC) individual, dan sedikit sekali terpengaruh oleh

bahan-bahan mudah menguap lainnya seperti acetone dan ethanol. Alat ini dapat

mendeteksi bau mulut dalam konsentrasi volatile sulfur compound (VSC) yang

sangat rendah, sehingga pemeriksaan yang dilakukan mencerminkan ketepatan

dan sensitivitas GC-SCS.

Prosedur pemeriksaan yang dianjurkan adalah sebagai berikut. Pasien diminta

untuk berhenti makan atau minum, menghentikan kebiasaan membersihkan mulut

yang biasa dilakukan sehari-hari, berhenti menggunakan obat kumur dan penyegar

nafas, dan seluruhnya dilakukan setidaknya 2 jam sebelum penilaian dilakukan.

Semprit (syringe) plastik sekali pakai berukuran satu milliliter dimasukkan ke

dalam rongga mulut sedalam 5 cm di antara gigi-gigi anterior atas dan bawah, dan

mulut tetap tertutup. Semprit diletakkan secara perlahan-lahan agar tidak

menyentuh lidah. Sebelum menganalisis sampel udara rongga mulut, subjek

diminta untuk menghirup nafas panjang sembari tetap menutup mulut dan bernafas

lewat hidung selama 30 detik. Setelah 30 detik berlalu, batang plunger pada

semprit ditarik perlahan, dan kembali didorong. Kemudian tarik untuk

keduakalinya sebelum melepaskan semprit plastik tersebut dari mulut. Setelah

mengaspirasi 1 ml udara rongga mulut, jarum dipasang kembali pada semprit dan
18
sampel mulai disemprotkan sebanyak 0,5 ml. Akhirnya, sisa sampel udara rongga

mulut diinjeksikan ke dalam bagian dari alat yang disebut injection port pada GC-

SCS. Pengukuran akan dimulai secara otomatis.

Dalam pemprosesan data, Oral Chroma Data Manager merupakan suatu

program yang akan memproses analisis hasil pengukuran yang didapatkan dari

GC-SCS. Pengatur data ini akan secara otomatis memproses nilai pengukuran data

dan akan ditampilkan pada layar komputer. Hasil akan tampak dalam bentuk

grafik, kurva, dan numerik yang meliputi tiga gas utama, hidrogen sulfida (H2S),

methyl mercaptan (CH3SH), dan dimethyl sulfide ((CH3)2S) dalam unit ng/10 ml

dan part per billion (ppb). Pemprosesan data dapat memberikan tampilan grafis

pada komputer termasuk komentar evaluasi singkat mengenai nilai pengukuran

yang membantu dalam analisis data. Sebagai tambahan, tampilan grafis dapat

digunakan oleh para klinisi untuk berkomunikasi dan memberikan edukasi kepada

pasien mengenai hal-hal yang terkait kesehatan rongga mulutnya.8

2.6. Diagnosis

Diagnosis halitosis dilakukan untuk mengetahui penyebab dan melakukan tindakan

pencegahan maupun perawatannya. Ada banyak metode yang digunakan untuk

menegakkan diagnosis halitosis. Beberapa peneliti menggunakan beberapa metode

yang berbeda untuk mengukur halitosis, sebagai berikut:

A. Pengujian Organoleptik

Menilai nafas seseorang dengan cara pengujian organoleptik berarti bahwa,

peneliti hanya melakukan evaluasi nafas menggunakan penciuman hidung

sebagai sarana untuk membuat penilaian. Berdasarkan sejarah pengujian nafas

seperti ini telah menjadi pilihan yang sering digunakan peneliti gigi.

Permasalahan yang terkait dengan pemeriksaan organoleptik yaitu: tehnik ini

19
tidak benar – benar obejektif. Selain itu faktor- faktor lain diluar nafas bau

dapat mempengaruhi evaluasi organoleptik. Sebagai contoh: penelitian –

penelitian telah menunjukan bahwa, faktor – faktor seperti kelaparan, siklus

menstruasi, posisi kepala dapat mempengaruhi penilaian. Selain itu konsumsi

kopi, teh, jus, produk tembakau, dan kosmetik beraroma oleh subjek sebelum

pengujian organoleptik dapat mempengaruhi hasil pengujian. Pengukuran

organoleptik ini tidak bisa mengukur tingkat lemah, kuat atau rata – rata

halitosis.5

B. Pengukuran gas chromatografi

Kromatografi adalah memanfaatkan gas untuk mengidentifikasi senyawa yang

ditemukan dalam sampel. Kromatografi telah dimanfaatkan dibeberapa bidang

keilmuan. Gas kromatografi juga telah dipakai dokter gigi untuk studi halitosis

dan dapat mengkuantifikasi tingkat yang tepat dari berbagai senyawa yang ada

dalam nafas seseorang. Gas kromatografi ini dianggap sebagai gold standard

atau cara terbaik untuk pengukuran halitosis. Namun belum secara luas

dipergunakan dalam penelitian, sebab relatif mahal, untuk mengoperasikannya

memerlukan pelatihan khusus, dan memerlukan waktu yang banyak dalam

setiap pengukuran nafas. Oral Chroma merupakan salah satu pengukuran gas

chromatografi portable yang lebih mudah penggunaannya dibandingkan

pengukuran gas chromatografi konvensional oleh karena alat ini bisa mengenali

tiga jenis gas VSC penyebab halitosis seperti hydrogen sulfida, metil

merkaptan, dan dimetl sulfida.

C. Halimeter
20
Halimeter adalah suatu monitor khusus senyawa sulfida, yang bisa

mengkuantifikasi aspek tertentu dari nafas seseorang. Alat ini pertama kali

diperkenalkan tahun 1991 untuk mengukur tingkat gas sulfida, seperti hidrogen

sulfida dan metil merkaptan, yang disebut sebagai senyawa - senyawa belerang

atsiri atau VSC’s (Volatile Sulphur Compounds) Halimeter menghasilkan

pengukuran yang kurang definitif dari bau mulut seseorang dibandingkan

dengan gas kromatografi. Keuntungan penggunaan halimeter untuk penelititan

dibandingkan dengan gas kromatografi, yaitu: halimeter tidak memerlukan

pelatihan khusus, bersifat portable, pengukuran cepat, dan relatif lebih

murah.1,5,8

21
BAB III

PEMBAHASAN

Perawatan halitosis tergantung pada faktor peyebabnya. Bila disebabkan

kelainan dalam mulut,umumnya terjadi akibat sisa-sisa makanan yang membusuk oleh

bakteri karena kebersihan mulut yang buruk.Keadaan ini dapat di perburuk oleh factor

susunan gigi yang tidak teratur seperti misalnya gigi berjejal. Pada keadaan ini halitosis

bisa dikurangi atau dihilangkan sama sekali yaitu menjaga kebersihan mulut dengan

cara menggosok gigi secara teratur,menggunakan benang gigi dan dianjurkan

menggunakan obat kumur. Cara mengatasi halitosis sebenarnya sudah diketahui sejak

dulu. Pada masa lampau,hipokrates (1550 SM) menyarankan agar berkumur-kumur

dengan cairan rempah dan anggur untuk mengurangi bau mulut ini.pengobatan lain

adalah mengunyah tembakau (Irak),biji lada atau peppercorns (the thalmut) dan parsley

(italia).1

Langkah pencegahan dan pengobatan halitosis sebagai berikut:

1. Ingat berkumur setelah makan, menggosok gigi selama tiga menit setelah makan,

perhatikan kebersihan gigi palsu dan dilepas waktu tidur. Jaga selalu kebersihan rongga

mulut dan perlu melakukan pemeriksaan rongga mulut secara rutin .

2. Jangan makan terlalu kenyang, apalagi makan malam, dan dianjurkan makan

hidangan yang agak tawar dan tidak terlalu berminyak, jangan makan kudapan

menjelang tidur, kurangilah konsumsi alkohol dan tidak merokok.

3. Cegah sembelit, dan jaga kelancaran buang air besar.

22
4. Orang setengah baya dan lanjut usia dianjurkan banyak mengkonsumsi buah-buahan

segar dan minum teh untuk menggairahkan sekresi ludah.

5. Setiap pagi minum segelas air hangat ditambah sedikit garam dalam keadaan perut

kosong, berfungsi untuk mengatur fungsi lambung, ini juga dapat mengurangi

timbulnya halitosis.

6. Minum yogurt atau teh. Yogurt tanpa gula dapat mengurangi senyawa penyebab

halitosis. Senyawa yang terkandung dalam teh yaitu catechin dalam the hijau maupun

the hitam dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab halitosis.

7. Mengulum permen vitamin C atau permen karet, menggunakan pasta gigi yang

mengandung fluorin atau obat tradisional Tiongkok dan mengunyah daun teh juga dapat

menghilangkan halitosis.

8. Menyikat gigi dan bersihkan sela-sela gigi memakai odol dioksida klor (hindari

odol berisi sodium laryl sulphate).

9. Menggunakan benang gigi. Sebaiknya benang gigi digunakan satu kali atau dua kali

sehari setelah menyikat gigi.

10. menggunakan obat kumur yang berisi dioksida klor.

11. Membersihkan lidah (mengikis lidah/ menyikat lidah dengan sikat gigi) untuk

menyingkirkan lapisan putih pada permukaan lidah.

12. Menghentikan kebiasaan merokok. Penyakit periodontal sebagai salah satu

penyebab halitosis lebih sering dijumpai pada orang yang merokok daripada orang yang

tidak merokok.

23
13. Diet seimbang. Makanan yang mengandung gula menjadi tempat bakteri

membentuk asam yang dapat menyebabkan kerusakan gigi.

14. Pembersihan gigi tiruan dengan teratur.

15. Minum banyak air putih.

16. Lakukan pengobatan pada penyakit primer, seperti: radang gusi, radang lambung,

kencing manis, dan sebagainya.1,5

3.1 Cara Mengatasi Bau Mulut

Perawatan untuk pasien bau mulut berdasarkan Treatment Needs (TN)

dikategorisasikan menjadi lima kelas dalam rangka untuk menyediakan panduan dalam

merawat pasien bau mulut. TN-1 merupakan penjelasan pada pasien mengenai bau

mulut dan instruksi oral hygiene, TN-2 berupa oral prophylaxis, pembersihan secara

profesional, dan perawatan untuk penyakit mulut khususnya penyakit periodontal, TN-3

berupa rujukan ke dokter umum atau dokter spesialis, TN-4 berupa penjelasan data

pemeriksaan, instruksi profesional lebih lanjut dan pendidikan, dan TN-5 berupa

rujukan ke psikologis klinis, psikiatris atau spesialis psikologis lainnya.1 Perawatan

untuk bau mulut fisiologis dapat berupa TN-1, untuk bau mulut patologis oral dapat

berupa TN-1 dan TN-2, dan untuk pseudo-bau mulut dapat berupa TN-1 dan TN4 yang

merupakan tanggung jawab dokter gigi, perawatan bau mulut patologis ekstraoral dapat

berupa TN-3, untuk perawatan halitophobia dapat berupa TN-5 harus ditangani oleh

dokter umum atau dokter spesialis seperti psikiatris atau psikologis.

Umumnya bau mulut disebabkan karena VSC yang dihasilkan oleh bakteri

anaerob, maka langkah yang penting adalah meminimalisir jumlah makanan yang

24
tersedia untuk bakteri ini, meminimalisir jumlah total bakteri yang ada, meminimalisir

tersedianya lingkungan yang cocok bagi bakteri ini untuk hidup, dan menggunakan

produk yang dapat menetralisir bau mulut yang disebabkan oleh VSC.

Tips untuk mengurangi bau mulut yang bisa dilakukan oleh pasien adalah

menjaga kebersihan rongga mulut khususnya setelah makan makanan tinggi protein,

berkunjung ke dokter gigi untuk melakukan perawatan atau pemeriksaan gigi dan gusi,

11 minum banyak air putih, 11,12 sering berkumur-kumur dengan air11 , membersihkan

lidah dengan sikat gigi, sikat lidah atau skrap lidah (tongue scraper), berkumur-kumur

dengan menggunakan obat kumur, 11 menstimulasi aliran saliva,11,12 dengan

mengunyah sesuatu, bisa permen karet, cengkih atau permen pengharum nafas, tapi

pastikan bebas gula. Saliva mempunyai efek membersihkan dan melarutkan bakteri dan

produknya yang menyebabkan bau mulut, 11 dan berkunjung ke dokter umum untuk

memeriksa kesehatan umum yang bisa menyebabkan bau mulut.13 Cara menangani bau

mulut adalah pastikan diagnosis, identifikasi dan eliminasi faktor predisposisi dan faktor

yang memodifikasi, identifikasi faktor kesehatan umum yang mempengaruhi dan rujuk

ke dokter umum untuk penanganannya, dan meninjau kembali untuk memastikan. 14

Setelah diagnosis yang pasti telah dibuat, dilakukan perawatan yang meliputi instruksi

oral hygiene yang meliputi menyikat gigi, teknik flossing dan pembersihan gigi tiruan,

pendekatan mekanik meliputi scaling dan root planing dari poket periodontal dan akar

gigi dan membersihkan lidah, pendekatan kimia menggunakan obat kumur, nasehat

mengenai diet untuk membersihkan mulut setelah makan atau minum produk makanan

atau minuman seperti ikan, daging, bawang putih, bawang merah, kopi dan merokok,

dan kontrol secara teratur.8

3.2 Terapi

25
Untuk mengatasi halitosis intraoral, dapat dilakukan kontrol terhadap kebersihan

mulut, kesehatan jaringan lunak dan keras mulut faktor-faktor pendukung timbulnya

halitosis, penggunaan bakteri lain untuk menekan bakteri anaerob gram negatif, dan

terapi antimikrobial.1,3 Upaya menghilangkan faktor lokal dapat dilakukan secara 1)

mekanis dengan cara penyikatan lidah dan gigi, dan 2) kimiawi melalui penggunaan

obat kumur, pasta gigi, permen karet; dan sistemik kontrol diet dan terapi biologis

dengan menggunakan probiotik. Pembersihan gigi dan mulut secara mekanis bertujuan

untuk mengurangi jumlah mikroba patogen dari biofilm dan tongue coating, sehingga

pembentukkan karies dihambat, kadar halitosis menjadi rendah dan risiko penyakit

sistemik dapat berkurang.

Secara kimiawi, penggunaan obat kumur klorheksidin diglukonat juga

memberikan hasil yang baik terhadap timbulnya halitosis.21 Bahan lain yang juga dapat

memperbaiki kondisi halitosis antara lain zinc chloride dan sodium chloride22, TCF

(triclosan, copolimer dan NaF)23, oxygen release device24, oxohalogen oxidant

(campuran chlorite anion dan chlorine dioxide) 25 serta minyak esensial.

Kombinasi terapi mekanik dan kimiawi ternyata dapat memperbaiki kondisi

halitosis oral, ditandai dengan penurunan kadar komponen sulfur volatil dan

organoleptik.1 Contohnya, pada pasien dengan gigi tiruan, penyikatan gigi tiruan saja

ternyata tidak dapat mengurangi halitosis, tetapi penyikatan gigi yang disertai

perendaman gigi tiruan dalam larutan antiseptik, ternyata jauh lebih efektif.27 Dahulu

permen karet sering digunakan untuk menghilangkan bau mulut, tetapi ternyata permen

karet tidak bergula justru akan meningkatkan kadar metil merkaptan.21 Rasa mint

dalam permen, tidak menurunkan konsentrasi metil merkaptan, tetapi hanya menutupi

malodor oral saja.

26
Modifikasi faktor pendukung timbulnya halitosis, dapat dilakukan dengan

mengurangi diet protein. Adanya keseimbangan diet protein dan karbohidrat akan

mengurangi pembentukan bahan odor. Daging yang masih berdarah, daging ikan, susu

fermentasi, dapat meningkatkan metabolisme protein sehingga bahan odor yang

terbentuk akan meningkat pula. Makanan yang banyak mengandung mineral sulfat, juga

dapat menimbulkan halitosis. Berdasarkan penelitian, jika makanan yang banyak

mengandung bahan odor dianginkan pada udara kering maka akan mengurangi jumlah

mikroorganisme anaerob yang ada didalamnya.

Dewasa ini, dengan banyaknya penelitian rekayasa genetik, banyak bakteri

normal maupun patogen, dirancang untuk tidak lagi menimbulkan kondisi patogen bagi

tubuh. Bakteri ini dapat menjadi probiotik. Penggunaan probiotik sudah lama dilakukan

pada kondisi sistemik, tetapi untuk rongga mulut, hal ini masih relatif baru.

Probiotik

Mekanisme kerja probiotik

Probiotik pertama kali digunakan dalam bidang kedokteran, sebagai terapi atau

pencegahan terhadap diare akibat antibiotik. Terapi antibiotik biasanya akan membunuh

bakteri penyebab penyakit dan bakteri normal. Bakteri normal intestinal berfungsi

dalam menjaga keseimbangan saluran pencernaan normal. Beberapa bakteri bersifat

lebih resisten terhadap antimikrobial tertentu, sehingga bakteri tersebut akan

mendominasi gastrointestinal dengan cepat jika kompetitor (bakteri yang dihambat oleh

antimikrobial) berkurang jumlahnya. Hal ini menimbulkan gangguan keseimbangan

ekologi yang memudahkan timbulnya infeksi dan imunoinflamasi. Probiotik berfungsi

untuk mengembalikan keseimbangan mikroflora secara optimal sehingga dapat

mencegah dan memperbaiki kondisi penyakit.

27
Berdasarkan definisi WHO, probiotik adalah mikroorganisme hidup yang jika

diberikan dalam jumlah tertentu dapat. Hal ini yang membedakannya dengan

penggunaan antimikrobial untuk terapi halitosis. Penggunaannya dalam jangka waktu

pendek, akan menghilangkan halitosis sampai bakteri penyebab halitosis kembali

mendominasi lingkungan rongga mulut. Penggunaan antimikrobial spesifik tidak

mungkin dilakukan, karena penyebab halitosis sendiri bersifat kompleks dan masih

banyak bakteri dalam rongga mulut penyebab halitosis yang belum ditemukan hingga

kini.8 Oleh karena itu, diajukan alternatif lain dengan menggunakan bakteri non-virulen

berupa mikroorganisme komensal, yang dapat menghambat memberikan dampak sehat

bagi host.29 Dalam saluran pencernaan, penggunaan prebiotik dan probiotik ditujukan

untuk meningkatkan resistensi terhadap patogen intestinal eksogen, kontrol penyakit

akibat mikrobiota patogen intestinal, mengurangi metabolisme toksigenik mikrobial

dalam usus dan memodulasi sistem imun host.30 Dahulu diduga bahwa efek positif dari

probiotik didapatkan melalui modifikasi genetik sehingga strain bakteri dapat

menghasilkan antibodi, enzim dan sitokin. Sekarang diketahui bahwa mekanisme

toleransi probiotik adalah meregulasi respon imun terhadap fragmen makanan potensial

antigenik dan menghilangkan adhesi bakteri patogen dan menggantikannya dengan

bakteri non-patogen. pertumbuhan organisme penyebab halitosis kembali. Sejak dahulu,

manusia telah mengkonsumsi bakteri asam laktik dalam bentuk makanan maupun

probiotik, namun penggunaan bakteri lainnya, dikuatirkan dapat menimbulkan efek

samping buruk terhadap kesehatan. Akhir-akhir ini, banyak perkembangan dalam

penemuan probiotik baru, seperti bakteri dari mukosa intestinal yang digunakan pada

mukosa oral. Bakteri laktobasilus dari intestinal ini pernah dicoba digunakan untuk

probiotik oral, tetapi nampaknya kurang memberikan efek positif daripada bakteri yang

diisolasi langsung dari mikrobiota oral.1 Kandidat probiotik oral ini diharapkan dapat
28
bertahan dalam kondisi ekosistem oral. Bakteri normal mulut yang telah dicoba

digunakan sebagai probiotik antara lain Lactococcus lactis1 , Lactobacillus

acidophilus32, Streptococcus thermophilus1 , Streptococcus mutans33, dan

Streptococcus salivarius.

Dari semua spesies, S. salivarius merupakan kandidat probiotik yang sangat

baik, dapat menempati lingkungan biofilm dengan jumlah dominan pada lidah. Bakteri

ini dapat menghasilkan sangat sedikit komponen sulfur volatil dan tidak berimplikasi

terhadap karies gigi maupun penyakit infeksius lainnya. Strain bakteri ini hampir

menyerupai S. thermophilus yang dahulu disebut S. salivarius ssp. Thermophilus dan

sudah banyak digunakan dalam industri makanan. Jadi, S. salivarius dipilih menjadi

probiotik karena karakteristik bakteri berupa bakteriosin yang dihasilkan akan menetap

dalam rongga mulut, dapat ber-adhesi pada berbagai sel dalam mulut, dapat dibekukan

dan disimpan, menghasilkan bakteriosin tipe lantibiotik yang poten terhadap bakteri

gram positif.

Penggunaan probiotik dalam bidang kedokteran gigi

Banyak usaha telah dilakukan dalam upaya menggunakan bakteri intestinal

normal (seperti laktobasilus) untuk rongga mulut, tetapi nampaknya bakteri yang

diisolasi dari dalam rongga mulut lebih dapat bermanfaat daripada bakteri intestinal.1

Tidak semua probiotik dapat mengisi populasi mikrobial dalam rongga mulut, karena

setiap strain bakteri memiliki afinitas terhadap jaringan tertentu.1 Selain itu, bakteri

juga dapat menghasilkan bacteriocin, yang berfungsi untuk membunuh bakteri

kompetitor sehingga probiotik mendapatkan nutrien yang optimal dalam lingkungan

tempatnya.34 Hingga sekarang, dalam bidang kedokteran gigi, probiotik telah

digunakan sebagai terapi preventif untuk karies gigi, Candidam albicans dan halitosis.

29
Probiotik telah banyak digunakan sebagai terapi preventif terhadap karies gigi.

Strain Streptococcus thermophilus dan Lactococcus lactis dapat melemahkan

pembentukkan biofilm plak gigi.1 Begitu pula dengan probiotik laktobasilus yang

berasal dari usus, dapat menekan pertumbuhan S. mutans.

S. salivarius K12 sebagai bakteri probiotik untuk terapi halitosis

Streptococcus salivarius, Rothia mucilaginosa dan spesies Eubacterium, merupakan

bakteri normal yang ditemukan pada individu sehat.8 Streptococcus salivarius K12

merupakan prototipe dari strain S. salivarius yang mempunyai efek inhibisi tinggi

terhadap bakteri lain dalam kelompok bacteriocin streptokokus (probiotik ini

menghasilkan lantibiotik 2,368-Da salivaricin A2 atau SalA2 dan lantibiotik 2,740-Da

salivaricin B atau SboB) sehingga dapat digunakan untuk pencegahan dan terapi

halitosis.35 Lantibiotik disebut juga sebagai class I bacteriocin, mengandung asam

amino lanthionine yang telah dimodifikasi post-translasional dan/atau

methyllanthionine; pada S. salivarius dihasilkan salivaricin A dan B.

S. salivarius K12 tidak dapat menghambat semua spesies yang berperan dalam

halitosis, terutama koloni berpigmen hitam (beberapa spesies Prevotella) dalam sampel

saliva.37 S. salivarius ini sangat efektif dalam menekan pertumbuhan Micrococcus

luteus, Streptococcus anginosis, Eubacterium saburreum dan Micromonas micros, yang

pada akhirnya menurunkan kadar komponen sulfur volatil.37 Mekanisme yang diduga

berperan disini adalah kompetisi melalui saturasi perlekatan bakteri (bakteriosin) ke

mukosa mulut, karena secara in vitro, S. salivarius tidak dapat menghambat semua

spesies yang menjadi penyebab halitosis intraoral, yaitu P. gingivalis dan P. intermedia.

30
Produksi salivaricin A dalam saliva, sangat bervariasi antar individu dan untuk

dapat menghasilkan sejumlah salivaricin yang dapat dideteksi, diperlukan S. salivarius

K12 per mililiter saliva sebanyak 8 x 105 sampai 6,7 x 107 CFU per ml.36 Kondisi ini

juga dipengaruhi oleh laju aliran saliva yang dapat mendilusi salivaricin A. S. salivarius

K12 selain dapat digunakan sebagai terapi halitosis, juga dapat digunakan sebagai terapi

infeksi faringeal akut yang disebabkan Streptococcus pyogenes.

Penelitian klinis pada pasien halitosis yang diberikan obat kumur klorheksidin

dan probiotik lozenges strain K12, memperlihatkan bahwa 8 dari 13 pasien mengalami

perbaikan kadar komponen sulfur volatil dalam 2 minggu. Sebagai pilihan terapi

halitosis, S. salivarius K12 tidak dapat digunakan secara tunggal, namun harus

dikombinasikan dengan pembersihan mekanis dan kimiawi agar bakteri penghasil

halitosis dapat disingkirkan dan selanjutnya populasi bakteri mulut akan digantikan

dengan S. salivarius K12.1 Jadi penggunaan probiotik dilakukan sesudah pembersihan

mekanis dan kimiawi dalam rongga mulut. Saat kini, S. salivarius K12 sudah banyak

ditemukan dalam pasaran dan dikemas dalam bentuk bubuk38, lozenges39,40, dan

permen.7

BAB IV

KESIMPULAN

31
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan halitosis atau bau mulut dapat

mengidap semua orang. Pada dasarnya halitosis adalah masalah semua orang yang

kebanyakan tidak menyadari bahwa dirinya memiliki masalah bau mulut. Tingkat

keparahan halitosis yang berbeda, ada yang mempunyai halitosis ringan sehingga sama

sekali tidak mengganggu orang-orang di sekitarnya, sementara yang mempunyai

kondisi halitosis berat sangat mengganggu orang lain sehingga dapat mempengaruhi

rasa percaya diri. Sumber utama halitosis adalah di dalam mulut, yaitu adanya senyawa-

senyawa belerang yang mudah menguap atau volatile sulphur compounds (VSC’s).

Senyawa ini dihasilkan dari proses penguraian protein oleh bakteri anaerob, khususnya

pada permukaan lidah bagian belakang. Oral hygiene yang buruk, penyakit periodontal

dan karies gigi, nikotin dari orang yang merokok, makanan dan minuman yang tajam,

gigi tiruan dari logam, xerostomia dan lain-lain merupakan faktor penyebab halitosis.

Salah satu metode dalam mengukur bau mulut dapat menggunakan oral chroma

merupakan kromatograf gas yang praktis dan sederhana, dapat memberikan sensitivitas

tinggi untuk volatile sulfur compound, dengan komponen hydrogen sulfida, metil

merkaptan, dan dimetl sulfida. Pencegahan dan pengobatan halitosis dapat dilakukan

dengan cara menyikat gigi menggunakan pasta yang mengandung flour, membersihkan

lidah minimal satu kali sehari, menggunakan benang gigi setelah menyikat gigi,

Menggunakan obat kumur, menghentikan kebiasaan merokok,

Diet yang seimbang dan minum yogurt atau teh dan melakukan pengobatan pada

penyakit primer, seperti: radang gusi, radang lambung, kencing manis, dan sebagainya.7

32
DAFTAR PUSTAKA

33
1. Pitauli S, Hamada T, ed revisi. Menuju Gigi dan Mulut Sehat Pencegahan Dan Pemelih

araan. Medan: USU Press,2019:49-61

2. Dipoyona H.M. Pengaruh Bahan Dasar Gigi Tiruan Sebagian Terhadap Kadar Halitosis

(Kajian Terhadap Gts Resin Akrilik dan Termoplastik Nilon Terhadap Kadar Methylm

ercaptan dan Dimethyl Mercaptan). In : Proceeding Book. Editor FKG UGM. The Inte

rnational Symposium on Oral and Dental Sciences, Yogyakarta, 2013:91-96

3. Robbihi HI. Kajian Manfaat Kemangi (Ocium Basilicum) Terhadap Halitosis. ARSA

(Actual Research Science Academic) 2019 Sept;4(3):2548-3986

4. Yulimatussa’diyah AP, Blambangan, Dewi JC, et al. Pengetahuan Penanganan Halitosis

Dalam Masalah Kesehatan Mulut.Jurnal Farmasi Komunitas 2016;3(2):85-89

5. Ratmini NK. Bau Mulut ( Halitosis ). Jurnal Kesehatan Gigi 2017 Feb;5(1):25-29

6. Adnyani N, Artawa IB. Pengaruh Penyakit Gigi dan Mulut Terhadap Halitosis. Jurnal K

esehatan Gigi 2016 Feb;4(1)

7. Gunardi I, Wimardhani YS. Oral Probiotik : Pendekatan Baru Terapi Halitosis. Indonesi

an Journal of Dentistry 2009;16(1):64-71

8. Wijayanti YR. Metode Mengatasi Bau Mulut. Jurnal Cakradonya Dent. 2014;6(1):619-

677

34

Anda mungkin juga menyukai