Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI

PENYAKIT BERHUBUNGAN DENGAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT

“ HALITOSIS “

OLEH KELOMPOK 7

1. SRIKANDINATA HASANIA
2. DEKY LANTONA
3. DEDIARTO MOKODOMPIS

UNIVERSITAS NAHDATUL ULAMA GORONTALO


PROGRAM STUDI D4 TERAPIS GIGI DAN MULUT
TAHUN 2021
PENDAHULUAN
Halitosis atau yang dikenal dengan bau mulut didefinisikan sebagai aroma tidak sedap atau bau
busuk dari udara mulut yang dapat disebabkan oleh faktor oral dan non-oral. Beberapa faktor intra
oral yang dapat mempengaruhi halitosis adalah bakteri dan tongue coating, kondisi fisiologis oral
serta kondisi patologis oral. Beberapa faktor non oral antara lain makanan dan minuman, merokok,
obat-obatan,penyakit komorbiditas, serta keadaan psikogenik.
Saliva mempunyai peranan penting terhadap terjadinya halitosishal ini terjadi karena adanya
aktivitas pembusukan oleh bakteri yang mendegenerasi protein menjadi asam amino oleh
mikroorganisme, sehingga menghasilkan volatile sulfur compounds (VSCs). Kadar pH dalam saliva
mempengaruhi pembentukan volatile sulfur compounds (VSCs), saat kondisi saliva yang alkali (pH
basa) meningkatkan pembentukan volatile sulfur compounds (VSCs), sebaliknya pada suasana asam
(pH rendah) terjadi penurunan pembentukan volatile sulfurcompounds (VSCs)
Halitosisdapat berupa halitosis fisiologis dan halitosis patologis.Halitosis fisiologis disebabkan karena
adanya aktifitas pembusukan oleh mikroba pada rongga mulut tanpa kondisi patologis, contohnya
terjadi pada orang ketika bangun tidur yang sifatnya sementara sedangkan halitosis patologis terjadi
karena adanya aktifitas pembusukan mikroba pada mulut yang terjadi pada kondisi patologis dan
malfungsi pada mukosa oral, contohnya pada penyakit periodontal.
Halitosis merupakan keluhan terbesar pasien yang datang ke dokter gigi setelah penyakit Karies gigi
dan penyakit periodontal. Halitosis didiagnosa dengan penilaian klinis dan pemeriksaan penunjang
menggunakan skor organoleptik dan halimeter. Pasien yang terdiagnosa dengan halitosis kemudian
dapat tata laksana halitosis dengan perawatan gigi dan mulut, pemberian saliva artifisial, serta
perawatan bersama multi disiplin.
Menurut penelitian, halitosis dapat menyebabkan masalah psiko-sosial karena penderita halitosis
merasa malu untuk bersosialisasi dengan orang lain. Sehingga edukasi mengenai kesehatan gigi dan
mulut penting untuk disosialisasikan.
I. PENGERTIAN
Halitosisberasal dari bahasa Latin, yaitu halitus yang berarti napas dan osis yang berarti keadaan.
Jadi halitosis merupakan keadaan yang digunakan untuk menunjukkan bau napas yang tidak
sedap. Halitosis dihasilkan oleh bakteri yang hidup secara normal didalam permukaan lidah dan
dalam esophagus.
Halitosis (bau  mulut) merupakan suatu keadaan yang multifaktorial dan dapat disebabkan oleh
faktor oral maupun non-oral. Bakteri dan tongue coating, Namun, sekitar 80-90% penyebab
halitosis berasal dari dalam rongga mulut itu sendiri.
Keadaan atau kondisi gigi dan mulut merupakan salah satu aspek penting untuk menunjang
kesehatan tubuh secara keseluruhan dan menunjang estetika penampilan. Sayangnya masih
banyak orang menyepelekan kesehatan gigi dan mulut, padahal bila keadaan gigi dan mulut tidak
sehat bisa menjadi pertanda bahwa ada suatu penyakit yang dapat menurunkan produktivitas,
mengakibatkan atau memperparah penyakit sistemis yang ada, dan dapat menjadi sumber
infeksi. Persepsi mengenai suatu bau yang tercium adalah sangat berbeda antara individu yang
satu dengan individu lainnya. Seseorang bisa jadi tidak keberatan dengan bau dari anggota
keluarganya seperti istri atau anak mereka sendiri karena hal itu dapat memberikan ciri khas
tersendiri. Seseorang seringkali pula tidak dapat merasakan baunya sendiri karena telah terbiasa,
seperti misalnya halitosis, hal ini terjadi karena adanya efek yang dikenal sebagai “adaptasi”
sehingga tidak disadari lagi adanya bau tersebut. Bau mulut dapat disadari oleh orang yang
bersangkutan akan tetapi dapat mengganggu orang lain di sekitarnya.
II. PENYEBAB
Bau mulut dapat disebabkan oleh banyak hal, seperti:
Makanan. Bawang merah, bawang putih, keju, ikan, makan-makanan bercitarasa pedas, jus jeruk,
soda, dan kopi dapat menyebabkan bau mulut. Makanan tersebut akan masuk ke aliran darah dan
terbawa ke ginjal hingga menyebabkan bau napas menjadi tidak sedap.
Makanan yang tersisa. Makanan yang tersisa di mulut atau menyangkut di gigi dan kawat gigi
dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri dan plak di mulut. Bakteri dan plak yang ada di mulut
kemudian akan menyebabkan bau napas menjadi tidak sedap.
Gigi palsu. Penggunaan gigi palsu yang tidak tepat atau longgar dapat menyebabkan infeksi.
Infeksi yang terjadi tersebut dapat menyebabkan napas berbau tidak sedap.
Merokok dan mengonsumsi alkohol. Merokok dan mengonsumsi alkohol dapat meninggalkan zat
di mulut. Zat tersebut akan mengendap dan menyebabkan mulut berbau tidak sedap.
Kebersihan mulut yang tidak terjaga. Jarang menyikat gigi dapat menyebabkan sisa makanan
yang ada di mulut membusuk sehingga napas menjadi bau. Kebersihan mulut yang tidak terjaga
juga dapat menyebabkan plak dan berpotensi memicu periodonitis.
Kondisi kesehatan. Masalah kesehatan yang tengah dialami pasien juga dapat menyebabkan bau
mulut atau halitosis. Kondisi tersebut meliputi:
 Sinusitis
 Pneumonia
 Sakit tenggorokan (faringitis)
 Flu
 Radang amandel
 Sariawan
 Bronkitis
 Diabetes
 Intoleransi laktosa
 Gangguan hati
 Gangguan ginjal
 GERD atau penyakit refluks asam lambung
Mulut kering. Air liur berfungsi sebagai pembersih mulut dan mengatasi sisa-sisa makanan yang
tertinggal. Saat mulut kering, produksi air liur akan berkurang, sehingga bau mulut dapat muncul.
Mulut akan mengering saat seseorang tertidur sehingga napas akan berbau tidak sedap pada pagi
hari. Kondisi itu biasa disebut “napas pagi”. Napas pagi dapat memburuk jika pasien tertidur
dengan mulut terbuka. Selain itu, bau mulut akibat mulut kering juga bisa terjadi ketika seseorang
berpuasa.
Obat-obatan. Obat-obatan yang sedang dikonsumsi juga dapat menyebabkan bau mulut. Obat
golongan antihistamin dan diuretik merupakan contoh obat yang memiliki efek samping mulut
kering, yang mana merupakan salah satu penyebab utama bau mulut.
Kehamilan. Mual dan muntah yang umum muncul saat masa kehamilan merupakan salah satu
penyebab bau mulut pada wanita hamil. Selain itu, kondisi ini juga dapat dipicu oleh perubahan
hormon, dehidrasi, dan keinginan makan yang tinggi dan beragam saat hamil (ngidam).
III. GEJALA
Gejala bau mulut biasanya disertai dengan munculnya tanda-tanda atau gejala yang terjadi pada
mulut. Tanda atau gejala tersebut meliputi:
 Timbul rasa tidak nyaman atau asam di mulut.

 Mulut kering.

 Lidah berwarna putih.

IV. EPIDEMIOLOGI
Penelitian epidemiologis mengenai halitosis masih kurang dan belum ada kriteria standar yang
dapat diterima secara luas mengenai halitosis, sehingga informasi mengenai insidensi halitosis di
setiap berbagai negara masih sedikit. Prevalensi yang mengalami halitosis pada laki-laki dan
perempuan sama besar, namun menurut hasil survei perempuan lebih menaruh perhatian
terhadap halitosis dan melakukan tindakan preventif karena perempuan pada dasarnya lebih
mempedulikan masalah estetika dan kecantikan dibandingkan pria. Kebanyakan orang dewasa
menderita halitosis asli hanya pada saat tertentu, sementara itu diperkirakan 10-30% populasi
menderita halitosis secara terus-menerus.
Global
Menurut Patil dkk, studi epidemiologi halitosis sekitar 2.4% dari populasi orang dewasa.
Sementara itu, sekitar 65 juta jiwa penduduk Amerika setidaknya pernah mengalami halitosis
berdasarkan National Institute of Dental Research.
Dalam sebuah riset di China, dari 1000 pria dan 1000 wanita usia 15-64 tahun sekitar 27.5%
menderita halitosis. [14] Di Jepang, sekitar 6-23% dari 2672 penduduk   menderita halitosis karena
memiliki kadar VSCs di atas 75 ppb.
Indonesia
Berdasarkan survei pengukuran kadar halitosis di Tebet Jakarta, ditemukan rata-rata konsentrasi
VSCs mencapai 105 ppb. Halitosis atau halitosis umumnya disebabkan oleh kondisi kesehatan
mulut yang buruk. Berdasarkan survey dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI tahun 2013, terdapat 25,9% penduduk Indonesia memiliki masalah gigi
dan mulut dan sebanyak 28,6%. Oleh karena itu, prevalensi penderita halitosis di Indonesia
diperkirakan cukup tinggi.
Mortalitas
Tidak ada sebab langsung kematian yang diakibatkan dari bau mulut, namun beberapa sebab lain
seperti keganasan dan infeksi gigi yang parah seperti abses gigi yang disertai dengan komplikasi
sepsis dapat meningkatkan risiko mortalitas.
V. PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
Obat bau mulut dapat berbeda-beda, tergantung penyebab yang ada. Berikut merupakan
pencegahan sekaligus pengobatan yang umum dilakukan untuk mengatasi bau mulut:
 Perhatikan pola dan menu makan.

 Bersihkan mulut secara rutin. Jaga kebersihan mulut dengan rajin menggosok gigi. Lakukan juga

pembersihan pada lidah untuk menghilangkan bakteri yang ada pada permukaannya.
 Lakukan pemeriksaan rutin ke dokter gigi, terutama bagi yang memasang gigi palsu atau kawat

gigi.
 Berhenti merokok dan mengonsumsi alkohol.

 Konsumsi permen atau permen karet rendah gula agar mencegah mulut menjadi kering.
 Perbanyak minum dan mengonsumsi makan-makanan yang membutuhkan banyak kunyahan

seperti apel dan wortel.


 Gunakan produk pembersih mulut.

 Mengunyah daun mint atau peterseli.

 Konsultasikan dengan dokter Jika bau mulut disebabkan oleh adanya kondisi lain. Hal itu

dilakukan agar pasien mendapatkan terapi yang tepat.


 Konsultasikan dengan dokter terlebih dahulu sebelum menggunakan obat-obatan, termasuk

suplemen dan produk herba.


Penatalaksanaan halitosis atau halitosis tergantung dari etiologinya. Oleh karena itu, dengan
diketahuinya etiologi yang tepat, penatalaksanaan halitosis akan efektif. Adapun tata laksana yang
dapat dilakukan adalah perawatan gigi dan mulut, pemberian saliva artifisial, pengendalian faktor
resiko, dan perawatan multidisiplin apabila diperlukan.
Perawatan Gigi dan Mulut
Bila ditemukan gigi berlubang maka dilakukan penambalan gigi. Namun, jika lubang tersebut
sudah mencapai pulpa, maka perlu dilakukan perawatan saluran akar terlebih dahulu kemudian
dilakukan penambalan gigi.
Sementara itu, bila gigi berlubang (karies gigi) sudah tidak dapat dipertahankan, maka dilakukan
pencabutan pada gigi tersebut dan dilakukan pemasangan gigi tiruan. Apabila terdapat karang gigi
maka dilakukan pembersihan karang gigi.
Pemberian Saliva Artifisial
Pemberian saliva artifisial dapat dilakukan apabila pasien mengalami xerostomia yang serius
akibat gangguan fungsi kelenjar ludah atau penyakit lainnya. Namun, cara ini jarang dilakukan.
Rawat Bersama Multi Disiplin
Halitosis yang bersumber dari kondisi patologis ekstraoral dapat dihilangkan apabila penyakit yang
menyebabkannya disembuhkan. Oleh karena itu, dokter gigi dapat mengkonsultasikan pasien
yang dicurigai memiliki penyakit lain kepada dokter spesialis terkait.
Perawatan untuk Mempertahankan Kesehatan Gigi
Pasien dapat mempertahankan kesehatan gigi dengan cara melakukan higienitas gigi secara
benar. Beberapa metode yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
 Membersihkan lidah: tongue scrapers, tongue brushes

 Agen yang digunakan untuk menyamarkan bau mulut : pasta gigi, mouth wash, permen karet

 Agen antimikroba : chlorhexidine, chloride, amine fluoride-stannous fluoride


DAFTAR PUSTAKA

 Tarigan R, 1992, Kesehatan Gigi da Mulut, EGC, Jakarta

 Aziz A.S., 2004, Panduan Singkat Perawatan Gigi dan Mulut, Prestasi Pustaka, Jakarta

 Artikel Bau Mulut ( Halitosis ) https://www.alodokter.com/bau-mulut-halitosis

 ALOMEDIKA Artikel Halitosis oleh dr. drg.Fiesta Ellyzha Eka Hendraputri

https://www.alomedika.com/penyakit/kesehatan-gigi-dan-mulut/halitosis/epidemiologi

Anda mungkin juga menyukai