Anda di halaman 1dari 22

SEDIAAN PERAWATAN TUBUH MULUT

KELOMPOK 1

NURAIN BALQIS HSH 260110152011

MARIA BUHAIRA 260110152014

LOLINDAH CHIN MAI YEN 260110152018

PENDAHULUAN

o ANATOMI DAN FISIOLOGI RONGGA MULUT

Mulut adalah salah satu anggota tubuh yang ada di wajah dimana terdapat bagian-
bagian lagi di dalamnya. Gigi dan lidah adalah bagian terpenting yang ada di dalam
mulut yang berperan penting dalam proses pencernaan awal. Mulut merupakan bagian
pertama dari sistem pencernaan dan merupakan bagian tambahan dari sitem pernapasan.
Selain itu, ada pula saliva untuk membersikan mulut secara mekanis. Mulut merupakan
rongga yang tidak bersih dan penuh bakteri, karenanya harus selalu di bersihkan setelah
makan dan sebelum tidur. Minimal tiga kali sehari. Kerusakan gigi dapat di sebabkan
oleh kebiasaan mengkonsumsi makanan manis, menggigit benda keras dan kebersihan
mulut yang kurang. Perawatan gigi dan mulut cukup menentukan kesehatan mulut dan
gigi mereka pada tingkatan selanjutnya. Beberapa penyakit yang mungkin muncul akibat
perawatan gigi dan mulut yang buruk adalah karies, gingivitis (radang gusi), dan
sariawan.
Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari: lidah bagian oral
(dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum (palatum keras), dasar dari mulut,
trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, alveolar ridge, dan gingiva. Tulang
mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang membatasi rongga mulut.
Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara anatomis oleh pipi,
palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi membentuk dinding bagian lateral masing-
masing sisi dari rongga mulut. Pada bagian eksternal dari pipi, pipi dilapisi oleh kulit.
Sedangkan pada bagian internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa, yang terdiri dari
epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi. Otot-otot businator (otot yang menyusun
dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun di antara kulit dan membran mukosa dari pipi.
Bagian anterior dari pipi berakhir pada bagian bibir.

PEMBAHASAN

o HALITOSIS (BAU MULUT)

Halitosis adalah kebiasaan dan masalah yang umum yang bisa membawa kita pada
kerenggangan sosial dan rasa malu. Terminologi halitosis berasal dari bahasa latin yaitu
halitus berarti nafas dan bahasa Yunani osis yang berarti abnormal atau penyakit.
Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tanda nafas tidak sedap
pada saat nafas dihembuskan. Halitosis merupakan istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan nafas tidak sedap yang berasal baik dari rongga mulut maupun diluar
rongga mulut. Sedangkan, bau rongga mulut adalah istilah khusus yang digunakan untuk
menggambarkan bau dari kavitas rongga mulut.

Halitosis, nafas bau atau biasa yang disebut dengan nafas buruk dapat dibagi menjadi
true halitosis, pseudohalitosis, dan halitophobia.
a. True halitosis
True halitosis dapat dibagi menjadi halitosis fisiologis dan patologis. Halitosis fisiologis
termasuk halitosis yang dapat disebabkan komponen makanan, kebiasaan yang buruk,
nafas pagi hari, dan juga berdampak pada xerostomia yang juga disebabkan oleh factor
fisiologis. Halitosis patologis terjadi karena kondisi patologik atau jaringan mulut seperti
gingiva atau penyakit periodontal misalnya periodontitis, acute necrotizing ulcerative
gingivitis, darah residu pascaoperasi, sisa makanan, lesi ulseratif pada rongga mulut,
halitosis bisa juga berkaitan dengan lidah yang terlapis sisa makanan, dapat juga berefek
sekunder berupa xerostomia yang disebabkan oleh penyakit glandula saliva dan
tonsilolitis.
b. Pseudohalitosis
Pasien yang menderita penyakit pseudohalitosis mengeluhkan atas adanya halitosis
meskipun orang lain tidak merasakannya. Kondisi ini dapat diatasi dengan konseling
(menggunakan dukungan literature, pengetahuan, dan penjelasan atas hasil pengujian) dan
pengukuran kebersihan mulut sederhana.
c. Halitophobia
Beberapa individu tetap ingin melanjutkan perawatan meskipun telah dirawat
berdasarkan halitosis sejati ataupun halitosis semu. Individu seperti ini dikategorikan
sebagai halitophobic. Halitophobia dapat dipertimbangkan sebagai penyakit ketika tidak
ada bukti fisik atau bukti sosial yang ada, yang membuktikan halitosis itu benar-benar ada.
d. Psychogenic Halitosis
Psychogenic Halitosis adalah orang yang membayangkan. Orang ini percaya bahwa
nafasnya berbau buruk meskipun itu tidak terjadi. Masalah ini terjadi pada orang yang
cenderung melebih-lebihkan sensasi tubuhnhya yang normal. Terkadang hal ini dapat
disebabkan oleh penyakit mental yang serius seperti schizophrenia. Orang ini terobsesi
dengan pikiran yang selalu merasa kotor. Orang yang paranoid ini memiliki khayalan
bahwa organ tubuhnya membusuk. Kebanyakan orang seperti ini merasa bau mulutnya
busuk. Beberapa orang dapat ditolong dengan meminta pendapat dokter atau dokter gigi
bahwa mulut mereka tidak berbau. Jika permasalahan berlanjut, orang seperti ini dapat
berkonsultasi dengan psikoterapis.

o ETIOLOGI HALITOSIS

Faktor penyebab halitosis secara sederhana dapat dibagi dua, yaitu faktor eksternal dan faktor
internal. Faktor eksternal antara lain adanya sisa makanan di dalam mulut, sedangkan faktor
internal meliputi karies gigi, radang kronis pada saluran pernafasan, gangguan pencernaan
dan lain-lain. Secara umum faktor penyebab halitosis dibagi atas faktor penyebab oral dan
non-oral. Faktor penyebab oral meliputi kebersihan mulut yang buruk atau adanya penyakit
periodontal sedangkan faktor non-oral meliputi penyebab medis seperti kronis, serta
gangguan saluran pencernaan. Meskipun beberapa penyebab halitosis dapat dihubungkan
dengan bagian ekstra oral seperti saluran pernafasan atas dan bawah, saluran pencernaan,
penyakit ginjal, dan hati, namun 85-90% masalah bau mulut berasal dari rongga mulut itu
sendiri. Oleh karena itu, dokter gigi sebagai orang yang mengetahuinya perlu memperhatikan
hal ini pada waktu perawatan gigi di klinik. Faktor lain yang dapat menyebabkan halitosis
adalah faktor risiko seperti tembakau, alkohol, mulut kering, diet, makanan dan minuman,
obat-obatan, dan gigi tiruan.

a. Makanan dan Minuman

Makanan-makanan tertentu yang dapat menimbulkan halitosis antara lain bawang putih,
bawang merah dan lobak sedangkan minuman yang dapat menyebabkan halitosis antara lain
minuman beralkohol, produk susu dan lain-lain. Pada keadaaan ini, permasalahannya bukan
diawali pada saat makanan atau minuman berada di dalam rongga mulut tetapi terjadi setelah
bahan makanan atau minuman ini diserap pada pembuluh darah. Bau makanan atau minuman
yang tersebut selanjutnya akan ditransmisikan ke dalam paru-paru, yang kemudian keluar
bersama dengan udara pernafasan melalui mulut, dan semua keadaan ini bersifat sementara.

b. Oral Hygiene

Bila oral hygiene tidak dilakukan dengan baik, sisa-sisa makanan akan mengumpul diantara
gigi. Cepat atau lambat makanan yang telah mengalami pembusukan akan terbentuk, dan
hampir keseluruhan dari produk-produk yang disebabkan oleh pembusukan akan
mengeluarkan bau yang tidak sedap.

c. Penyakit Periodontal

Keadan periodontal mungkin merupakan keadaan patologi yang paling sering terlihat dan
dapat menimbulkan halitosis. Penyebab utama dari keberadaan penyakit ini adalah plak.

d. Xerostomia

Merupakan istilah untuk keadaan mulut yang kering. Xerostomia atau kekeringan di dalam
rongga mulut dapat pula menyebabkan terjadinya bau mulut atau halitosis.

e. Kebiasaan

Halitosis juga dapat disebabkan oleh penggunaan tembakau. Kebiasaan ini berkaitan dengan
resiko yang besar untuk terjadinya penyakit periodontal dan kanker di dalam rongga mulut
pada individu yang memiliki kebiasaan ini.

f. Penyakit Sistemik
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan halitosis, diantaranya infeksi pada saluran nafas,
diabetes, permasalahan pada saluran pencernaan, infeksi pada sinus dan kelainan hati serta
ginjal.

g. Obat-obatan

Beberapa obat dapat menimbulkan halitosis. Obat-obat tertentu dapat juga merubah rasa dan
bau, obat-obat tertentu tersebut dapat menimbulkan berkurangnya produksi saliva yang
menyebabkan terjadinya halitosis.

o MEKANISME TERJADINYA HALITOSIS

Mekanisme terjadinya halitosis sangat dipengaruhi oleh penyebab yang mendasari


keadaan tersebut. Pada halitosis yang disebabkan oleh makanan tertentu, bau nafas berasal
dari makanan yang oleh darah ditransmisikan menuju paru-paru yang selanjutnya
dikeluarkan melalui pernafasan. Secara khusus, bakteri memiliki peranan yang penting pada
terjadinya bau mulut yang tak sedap atau halitosis. Bakteri dapat berasal dari rongga mulut
sendiri seperti plak, bakteri yang berasal dari poket yang dalam dan bakteri yang berasal dari
lidah memiliki potensi yang sangat besar menimbulkan halitosis.

VSC (Volatile Sulfur Compounds) merupakan unsur utama penyebab halitosis. Volatile
Sulfur Compound merupakan hasil produksi dari aktivitas bekteri-bakteri anaerob di dalam
mulut yang berupa senyawa berbau yang tidak sedap dan mudah menguap sehingga
menimbulkan bau yang mudah tercium oleh orang lain disekitarnya. Di dalam aktivitasnya
di dalam mulut, bakteri anaerob bereaksi dengan protein-protein yang ada, protein di dalam
mulut dapat diperoleh dari sisa-sisa makanan yang mengandung protein sel-sel darah yang
telah mati, bakteri-bakteri yang mati ataupun sel-sel epitel yang terkelupas dari mukosa
mulut. Seperti yang telah diketahui, di dalam mulut banyak terdapat bakteri baik gram positif
maupun gram negatif. Kebanyakan bakteri gram positif adalah bakteri sakarolitik artinya di
dalam aktivitas hidupnya banyak memerlukan karbohidrat, sedangkan kebanyakan bakteri
gram negatif adalah bakteri proteolitik dimana untuk kelangsungan hidupnya banyak
memerlukan protein. Protein akan dipecah oleh bakteri menjadi asam-asam amino.

Sebenarnya terdapat beberapa macam VSC serta senyawa yang berbau lainnya di dalam
rongga mulut, akan tetapi hanya terdapat 3 jenis VSC penting yang merupakan penyebab
utama halitosis, diantaranya metal mercaptan (CH3SH), dimetil mercaptan (CH3)2S, dan
hidrogen sulfide (H2S). Ketiga macam VSC tersebut menonjol karena jumlahnya cukup
banyak dan mudah sekali menguap sehingga menimbulkan bau. Sedangkan VSC lain hanya
berpengaruh sedikit, seperti skatole, amino, cadaverin dan putrescine.

o PENTALAKSAAN HALITOSIS
a. Oral Hygiene

Telah lama diketahui bahwa tindakan-tindakan untuk meningkatkan oral hygiene seperti
scaling, polishing, sikat gigi dan flossing, khususnya pembersihan lidah dapat mengurangi
bau mulut. Prosedur-prosedur pemeliharaan oral hygiene pada dasarnya adalah untuk
membersihkan sehingga mengurangi plak atau sisa-sisa makanan serta mengurangi jumlah
bakteri. Dengan menjaga oral hygiene secara baik aktivitas bakteri dapat ditekan sehingga
halitosis akan berkurang.

Kerusakan gigi dan susunan gigi perlu dilakukan perawatan apabila ingin memperbaiki
kondisi halitosis. Apabila terdapat peradanga pada jaringan penyangga gigi atau jaringan
mulut lainnya juga perlu dilakukan perawatan, akan tetapi satu hal perlu diingat bahwa
halitosis tetap dapat terjadi pada seseorang dengan kesehatan gigi dan mulut yang baik
sekalipun.

b. Obat Kumur

Penggunaan obat kumur mulut dengan bahan antibakteri dapat mengurangi halitosis dengan
cara mengurangi jumlah bakteri serta menghambat aktivitas bakteri. Penggunaan bahan ini
juga biasanya efektif untuk sementara waktu saja karena efeknya terhadap flora normal
mulut biasanya transitory. Beberapa bahan ini misalnya mengandung thymol, eucalyptus,
chlorhexidine, povidone iodine dan sebagainya.

c. Herbal

Disampung cara-cara yang telah dijelaskan diatas, pada sementara masyarakat dipergunakan
pula cara-cara tradisional yang diyakini dapat menghilangkan halitosis akan tetapi
mekanisme kerjanya belum jelas dan merupakan kebiasaan turun-temurun. Cara-cara ini
misalnya penggunaan jus tomat, anjuran mengunyah parsley, makan chlorophyll, pemakaian
ragi, ekstrak teh, di Jepang masyarakiat menggunakan sejenis rempah-rempah yang disebut
kampo, juga di Indonesia sendiri ada yang menggunakan ramuan dari daun mangkokan.
PENGOBATAN HALITOSIS
d. Chlorine Dioxide

Chlorine Dioxide atau chlordioksida merupakan salah satu bahan anti halitosis yang paling
banyak dan luas dipergunakan. Bahan ini pulalah yang telah diketahui mekanisme kerjanya
terhadap VSC. Bentuk sebenarnya dari sebenarnya dari senyawa ini adalah gas oleh sebab
itu cukup sulit digunakan untuk keperluan sehari-hari.

Dalam kaitannya dengan perawatan halitosis agar dapat dipergunakan misalnya dalam
bentuk bahan kumur mulut, perlu dilakukan stabilisasi agar tidak mudah menguap dan tidak
menjadi aktif sebelum dipergunakan.

Stabilisasi ini dapat dilakukan dalam berbagai cara, tetapi hanya beberapa yang sesuai untuk
penggunaan secara oral. Chlorine dioxide di dalam bahan kumur mulut berada dalam
keadaan stabil atau berbentuk tidak aktif oleh sebab itu dapat tetap stabil sebagai suatu
produk sampai sekitar dua tahun. Bahan ini menjadi aktif pada pH rendah atau asam.
Didalam mulut, keasaman dari permukaan plak dapat mengaktifkan bahan ini. Adanya
bakteri menghasilkan banyak interaksi asam-basa, dengan demikian akan menyebabkan
bahan chlorine dioxide dalam bentuk stabil ini menjadi aktif dan bekerja mengubah VSC.

Dengan demikian, makin lama larutan bahan ini berada dalam mulut akan makin baik
bekerjanya. Apabila bahan ini menjadi aktif, chlorine dioxide akan mengoksidasi ikatan
sulfur melalui suatu reaksi oksidasi reduksi. Dengan teroksidasinya senyawa yang
mengandung ikatan sulfur tersebut makan senyawa yang tadinya mudah menguap dan
menyebabkan bau akan diubah menjadi senyawa lain yang tidak berbau.

e. Baking Soda

Baking soda atau natrium bikarbonat sebaiknya dipergunakan secara hati-hati, seperti
diketahui di dalam suatu poket, misalnya pada penyakit periodontal, terdapat kondisi pH
basa serta kondisi lingkungan anaerob. Penggunaan baking soda untuk membersihkan gigi
geligi akan membuat saliva lebih bersifat basa sehingga membuat suasana lebih kondusif
untuk terjadinya halitosis. Baking soda pada konsentrasi yang tinggi (0,5-1 mol/1) dapat
menaikkan pH mulut dan dapat tetap bertahan lama. Pada konsentrasi yang rendah (lebih
kecil dari 0,5 mol/1) baking soda dapat menaikkan pH mulut akan tetapi cepat turun
kembali. Pada seseorang yang mempunyai periodontal pocket atau penyakit periodontal,
penggunaan baking soda dapat memperberat penyakit periodontal tersebut.

Hal ini terjadi karena adanya peningkatan aktivitas bakteri anaerob serta VSC yang
dihasilkan pada suasan pH basa tersebut, kecuali baking soda tersebut dipergunakan dalam
konsentrasi yang tinggi. Baking soda pada konsentrasi yang tinggi memang mempunyai
aktivitas bakterisidal terhadap kuman-kuman periodontal tertentu, akan tetapi pada
konsentrasi yang rendah tidak terlihat mempunyai daya bakterisidal tertentu. Baking soda
mudah sekali larut oleh karenanya dapat dengan cepat menjadi hilang dari sulkus gingival
dan berkurang konsentrasinya sampai dibawah tingkat yang dapat mematikan bakteri.

f. Peroksida

Peroksida seperti H2O2, misalnya yang banyak digunakan untuk perawatan gigi dan mulut
dalam fungsinya akan mengeluarkan oksigen bebas. Hal ini tampaknya akan membantu
untuk membuat kondisi mulut menjadi aerob sehingga aktivitas bakteri anaerob akan
tertekan, akan tetapi efektifitasnya kurang dibandingkan chlorine dioxide dalam mengubah
VSC. O nascens yang dihasilkan dari peroksida akan mengakibatkan oksigenisasi pada
jaringan mulut sedangkan chlorine dioxide memberikan reaksi oksidasi dan reduksi
khususnya terhadap VSC sehingga berubah menjadi bentuk senyawa laian yang tidak
berbau.

g. Obat Kumur

Obat-obatan atau bahan-bahan untuk umur mulut kebanyakan adalah bersifat antiseptik.
Oleh sebab itu bahan-bahan tersebut dapat menekan semua pertumbuhan bakteri di dalam
mulut, padahal bakteri-bakteri yang ada adalag merupakan flora normal mulut. Kebanyakan
bakteri yang ada tetap diperlukan di dalam mulut, khususnya untuk membantu penvernaan
dan tidak bersifat pathogen. Disamping itu, bahan-bahan kumur mulut yang beredar di
pasaran kebanyakan mengandung alcohol dengan kadar yang berbeda-beda. Alcohol
mempunyai pengaruh membuat jaringan lunak mulut menjadi kering sehingga
permeabilitasnya berubah dan dapat meningkatkan sekresi protein keluar jaringan.

Dengan demikian obat kumur mulut yang kebanyakan beredar dipasaran tidak mempunyai
pengaruh terhadap VSC yang timbul di dalam rongga mulut. Efek antiseptiknya dalam
membunuh bakteri juga hanya bertahan sebentar sehigga kurang berperan untuk mengurangi
nafas tak sedak untuk jangka panjang.

h. Bahan-bahan lain

Bahan-bahan lain yang dipergunakan untuk mengatasi halitosis dan telah beredar dipasaran
antara lain adalah: Zn-Chloride, Anthium chloride, Thimol, dan Eucalyptus.

o KEILITIS MONILIASIS

Keilitis Moniliasis adalah peradangan pada bibir yang berkaitan dengan Candida albicans
dan kebiasaan menjilat bibir. Candida albicans mendapat jalan masuk ke lapisan-lapisan
permukaan dari epitel bibir setelah lapisan tipisnya rusak, yang disebabkan oleh keadaan
basah dan kering yang berulang-ulang dari jaringan bibir. Akibatnya, terjadi pengelupasan
epitel permukaan bibir dan dapat terlihat sisik keputihan halus.

Selain kebiasaan menjilat bibir, keilitis moliasis juga disebabkan oleh reaksi hipersensitif
terhadap bahan-bahan yang terdapat di dalam pelembab bibir atau lipstick.

Cara mengatasi penyakit ini adalah dengan menghentikan kebiasaan menjilat bibir, serta
dibantu dengan melakukan pengolesan salep nistatin.
PRINSIP KERJA PRODUK PERAWATAN MULUT
ANTISEPTIK DAN DESINFEKSI

Antiseptik berasal dari bahasa yunani yang secara singkat berarti kuman. Secara
umum, antiseptik dan desinfeksi adalah untuk mengeliminasi mikroba patogen pada
berbagai sarana atau peralatan, terutama sarana atau peralatan yang langsung
digunakan pada prosedur atau tindakan medis serta mikroba yang lekat dengan para
petugas. Demikian juga untuk setiap prosedur atau tindakan medis atau perawatan
yang ditunjukan kepada penderita, yang akan beresiko masuknya mikroba patogen ke
tubuh penderita (Darmadi, 2005).
Desinfektan adalah senyawa kimia yang mempunyai sifat bakteriostatik dan
bakterisidal. Tujuan digunakan desinfektan adalah untuk membunuh bakteri patogen
yang penularannya melalui air seperti bakteri penyebab typus, kolera disentri, dan
lain-lain (waluyo, 2005).
Antiseptik adalah zat- zat yang membunuh atau mencegah pertumbuhan
mikroorganisme. Istilah ini terutama digunakan untuk sediaan yang dipakai pada
jaringan hidup (staf UNISRI, 2008:163).
Selain itu tujuan antiseptic menurut darmadi, 2008 adalah:
1. Untuk pengobatan local misalnya pada kulit, mulut, atau tenggorokan
2. Untuk irigasi daerah- daerah tubuh yang terinfeksi
3. Untuk mencuci luka terutama luka kotor
4. Untuk mencegah infeksi pada perawatan luka
5. Untuk mencuci kulit sebelum operasi untuk mencegah infeksi
6. Untuk mencuci tangan sebelum operasi untuk mencegah infeksi silang.

GOLONGAN DESINFEKTAN DAN ANTISEPTIK


1. Garam Logam Berat
Garam dari beberapa logam berat seperti air raksa dan perak dalam jumlah yang kecil
saja dapat membunuh bakteri, yang disebut oligodinamik.
2. Zat Perwarna
Zat perwarna tertentu untuk pewarnaan bakteri mempunyai daya bakteriostatis. Daya
kerja ini biasanya selektif terhadap bakteri gram positif, walaupun beberapa khamir
dan jamur telah dihambat atau dimatikan, bergantung pada konsentrasi zat pewarna
tersebut.
3. Klor dan senyawa klor
Klor banyak digunakan untuk sterilisasi air minum. persenyawaan klor dengan kapur
atau dengan natrium merupakan desinfektan yang banyak dipakai untuk mencuci
alat-alat makan dan minum.
4. Fenol dan senyawa-senyawa lain yang sejenis
Larutan fenol 2 4% berguna sebagai desinfektan. Kresol atau kreolin lebih baik
khasiatnya dari pada fenol. Lisol ialah desinfektan yang berupa campuran sabun
dengan kresol. Lisol lebih banyak digunakan dari pada desinfektan-desinfektan yang
lain.
5. Kresol
Kresol efektif sebagai bakterisida, dan kerjanya tidak banyak dirusak oleh adanya
bahan organic. Namun, agen ini menimbulkan iritasi (gangguan) pada jaringan hidup
dan oleh karena itu digunakan terutama sebagai disinfektan untuk benda mati.
6. Alkohol
Sementara etil alcohol mungkin yang paling biasa digunakan, isoprofil dan
benzylalcohol juga antiseptic. Benzyl alcohol biasa digunakan terutama karena efek
preservatifnya (sebagai pengawet).
7. Formaldehida
Formaldehida adalah disinfektan yang baik apabila digunakan sebagai gas. Agenini
sangat efektif di daerah tertutup sebagai bakterisida dan fungisida. Dalam larutan cair
sekitar 37%, formaldehida dikenal sebagai formalin.
8. Etilen Oksida
Jika digunakan sebagi gas atau cairan, etilen oksida merupakan agen pembunuh
bakteri, spora, jamur dan virus yang sangat efektif. Sifat penting yang membuat
senyawa ini menjadi germisida yang berharga adalah kemampuannya untuk
menembus ke dalam dan melalui pada dasarnya substansi yang manapun yangtidak
tertutup rapat-rapat.
9. Hidogen Peroksida
Agen ini mempunyai sifat antseptiknya yang sedang, karena kemampuannya
mengoksidasi. Agen ini sangat tidak stabil tetapi sering digunakan dalam
pembersihan luka, terutama luka yang dalam yang di dalamnya
kemungkinandimasuki organisme aerob.
10. Betapropiolakton
Substansi ini mempunyai banyak sifat yang sama dengan etilen oksida. Agen ini
mematikan spora dalam konsentrasi yang tidak jauh lebih besar dari pada yang
diperlukan untuk mematikan bakteri vegetatif.
11. Senyawa Amonium Kuaterner
Kelompok ini terdiri atas sejumlah besar senyawa yang empat subtituennya
mengandung karbon, terikat secara kovalen pada atom nitrogen. Senyawa senyawa
ini bakteriostatis atau bakteriosida, tergantung pada konsentrasi yang digunakan;
pada umumnya, senyawa-senyawa ini jauh lebih efektif terhadap organisme gram-
positif dari pada organisme gram-negatif.
12. Sabun dan Detergen
Sabun bertindak terutama sebagai agen akti-permukaan, yaitu menurunkan tegangan
permukaan. Efek mekanik ini penting karena bakteri, bersama minyak dan partikel
lain, menjadi terjaring dalam sabun dan dibuang melalui proses pencucian.
13. Sulfonamida
Banyak digunakan persenyawaan-persenyawaan yang mengandung belerang sebagai
penghambat pertumbuhan bakteri dan lagipula tidak merusak jaringan manusia.
Terutama bangsa kokus seperti Sterptococcus yang mengganggu tenggorokan,
Pneumococcus, Gonococcus, dan Meningococcus sangat peka terhadap sulfonamide.
14. Antibiotik
Antibiotik ialah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme, dan zat-zat itu dalam
jumlah yang sedikit pun mempunyai daya penghambat kegiatan mikroorganisme
yang lain (Chandra B, 2007).

KRITERIA ANTISEPTIK DAN DESINFEKTAN YANG IDEAL.


Menurut staf pengajar departemen farmakologi fakultas kedokteran UNSRI di dalam
bukunya: kumpulan kuliah famakoloi, antiseptic dan desinfektan yang ideal memiliki
sifat- sifat yang ideal pula.
Sifat- sifat desinfektan yang ideal adalah:
1. Efektivitas germisid tinggi
2. Spektrum antimikroba luas meliputi spora, bakteri, fungi, virus dan protozoa.
3. Efek letalnya cepat dan dapat dicapai walau terdapat bahan organic seperti
darah, sputum, dan tinja sehingga kemungkinan adanya resistensi dapat
dicegah.
4. Dapat menembus ke celah- celah rongga dan kelapisan bawah organik.
5. Sifat kimiawi dan fisik stabil sehingga dapat bercampur dengan sabun dan
substansi kimia lain.
6. Bersifat non korosif dan non destruktif terhadap alat/ bahan yang diberi
desinfektan tersebut
7. Faktor estetika seperti bau dan warna kadang- kadang merupakan factor
penentu untuk pemakaian desinfektan
8. Harga murah dan mudah di dapat
Sifat- sifat antiseptik yang ideal adalah:
1. Efektivitas germisid tinggi.
2. Bersifat cepat dan tahan alam.
3. Bersifat letal terhadap mikroorganisme.
4. Spectrum sempit terhadap infeksi terhadap mikroorganisme yang sensitive.
5. Tegangan permukaan yang rendah untuk pemakaian topical.
6. Indeks terapi, ini merupakan factor penentu penggunaan antiseptic.
7. Tidak memberikan efek sistemik bila diberikan secara topical.
8. Tidak merangsang terjadinya reaksi alergi.
9. Tidak diabsorpsi.

APLIKASI DESINFEKSI DAN ANTISEPTIK KEDOKTERAN GIGI.


Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan
kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan
jalam membunuh mikroorganisme patogen. Disinfektan yang tidak berbahaya bagi
permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik.
Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme
pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda mati. Desinfektan
dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari
toksisitasnya. Sebelum dilakukan desinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat
tersebut dari debris organik dan bahan-bahan berminyak karena dapat menghambat
proses disinfeksi.

Macam-macam desinfektan yang digunakan:


1. Alkohol
Etil alkohol atau propil alkohol pada air digunakan untuk mendesinfeksi kulit.
Alkohol yang dicampur dengan aldehid digunakan dalam bidang kedokteran gigi
untuk mendesinfeksi permukaan, namun ADA tidak menganjurkkan pemakaian
alkohol untuk mendesinfeksi permukaan oleh karena cepat menguap tanpa
meninggalkan efek sisa.
2. Aldehid
Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer pada kedokteran gigi,
baik tunggal maupun dalam bentuk kombinasi. Aldehid merupakan desinfektan yang
kuat. Glutaraldehid 2% dapat dipakai untuk mendesinfeksi alat-alat yang tidak dapat
disterilkan, diulas dengan kasa steril kemudian diulas kembali dengan kasa steril
yang dibasahi dengan akuades, karena glutaraldehid yang tersisa pada instrumen
dapat mengiritasi kulit/mukosa, operator harus memakai masker, kacamata pelindung
dan sarung tangan heavy duty. Larutan glutaraldehid 2% efektif terhadap bakteri
vegetatif seperti M. tuberculosis, fungi, dan virus akan mati dalam waktu 10-20
menit, sedang spora baru alan mati setelah 10 jam.
3. Biguanid
Klorheksidin merupakan contoh dari biguanid yang digunakan secara luas dalam
bidang kedokteran gigi sebagai antiseptik dan kontrok plak, misalnya 0,4% larutan
pada detergen digunakan pada surgical scrub (Hibiscrub), 0,2% klorheksidin
glukonat pada larutan air digunakan sebagai bahan antiplak (Corsodyl) dan pada
konsentrasi lebih tinggi 2% digunakan sebagai desinfeksi geligi tiruan. Zat ini sangat
aktif terhadap bakteri Gram (+) maupun Gram (-). Efektivitasnya pada rongga mulut
terutama disebabkan oleh absorpsinya pada hidroksiapatit dan salivary mucus.
4. Senyawa halogen
Hipoklorit dan povidon-iodin adalah zat oksidasi dan melepaskan ion halide.
Walaupun murah dan efektif, zat ini dapat menyebabkan karat pada logam dan cepat
diinaktifkan oleh bahan organik (misalnya Chloros, Domestos, dan Betadine).
5. Fenol
Larutan jernih, tidak mengiritasi kulit dan dapat digunakan untuk membersihkan alat
yang terkontaminasi oleh karena tidak dapat dirusak oleh zat organik. Zat ini bersifat
virusidal dan sporosidal yang lemah. Namun karena sebagian besar bakteri dapat
dibunuh oleh zat ini, banyak digunakan di rumah sakit dan laboratorium.
Salah jenis fenol yaitu Timol (isopropil m-kresol). Bersifat antibakterial dan
antifungial. Zat ini digunakan untuk pengobatan jerawat (dalam bentuk lotion),
hemoroid analgetik topikal, obat batuk, obat kumur dan deodoran. Klorotimol sering
terdapat pada sediaan untuk gigi, gusi dan mukosa bukalis sebagai pembersih mulut
(gargel).
6. Klorsilenol
Klorsilenol merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan sebagai
antiseptik, aktifitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan penggunaannya terbatas
sebagai desinfektan misalnya Dettol. (staf UNISRI, 2008:163)

CONTOH ANTISEPTIK DALAM KESEHATAN GIGI


1. Fenol (asam karbol)
Fenol adalah kuman dalam larutan kuat, penghambatan dalam yang lebih lemah.
Fenol digunakan dalam bentuk bubuk sebagai bedak bayi antiseptik. Juga
digunakan dalam obat kumur dan pelega tenggorokan, di mana ia memiliki efek
penghilang rasa sakit. Contoh: TCP. Antiseptik fenolik lain jarang digunakan
(kadang-kadang dalam operasi gigi).
2. Natrium klorida
Digunakan sebagai pembersih umum. Juga digunakan sebagai obat kumur
antiseptik. Kekurangannya efek antiseptik lemah.
3. Chlorhexidine glukonat
Digunakan dalam konsentrasi 0,5-4,0% dalam konsentrasi yang lebih rendah
dengan senyawa lain, seperti alkohol. Digunakan sebagai antiseptik kulit dan
untuk mengobati radang gusi (gingivitis).

PRODUK PENJAGAAN KESIHATAN MULUT, GIGI, LIDAH, DAN BIBIR


1. Ubat kumur
2. Ubat gigi/ pasta gigi/ odol
3. Flos
4. Sikat gigi
5. Pelembab bibir
FORMULA PERAWATAN MULUT
LISTERINE

BAHAN AKTIF BAHAN TAMBAHAN


Eucalyptol 0.092% Water
Menthol 0.042% Alcohol (26.9%)
Methyl salicylate 0.060% Benzoic acid
Thymol 0.064% Poloxamer 407
Sodium benzoate
Caramel
SENSODYNE TOOTHPASTE (DRUGS.COM)

BAHAN AKTIF BAHAN TAMBAHAN


Potassium Nitrate 5% Cellulose Gum
Sodium Fluoride 0.15% w/v D&C Red No. 28
Fluoride ion 5% Glycerin
Potassium Nitrate Hydrated Slilica
0.15% w/v Sodium Monofluorophosphate Peppermint Oil
Silica
Sodium Methyl Cocoyl Taurate
Sodium Saccharin
Sorbitol
Titanium Dioxide
Titanium Phosphate
Water

EVALUASI PRODUK PERAWATAN MULUT

Ketentuan Pasal 3 dari Petunjuk Kosmetik ASEAN menetapkan bahwa "Produk kosmetik
yang dipasarkan tidak boleh menyebabkan kerusakan pada kesehatan manusia bila
diterapkan dalam kondisi penggunaan normal atau yang dapat diperkirakan secara wajar
dengan mempertimbangkan khususnya presentasi produk, pelabelannya , instruksi untuk
penggunaan dan pernyataan peringatan pembuangan serta informasi lainnya yang diberikan
oleh pabrikan atau agen resminya atau oleh orang lain yang bertanggung jawab untuk
menempatkan produk di pasar. (NPRA, 2017)"

Oleh karena itu, produk kosmetik harus aman bagi konsumen dan jika relevan

profesional yang terlibat (misalnya penata rambut, kecantikan, dll.) (NPRA, 2017).

Toksisitas sistemik yang mungkin timbul akibat penyerapan perkutan atau dari kecelakaan
(anak-anak) atau yang dapat diperkirakan secara wajar (misalnya produk kebersihan mulut,
lipstik) asupan oral juga harus dipertimbangkan (NPRA, 2017).

Memastikan keamanan produk kosmetik memerlukan pendekatan global sepanjang umur


produk dari pilihan bahan baku hingga tindak lanjut pemasaran. Sejumlah masalah harus
diperhitungkan, termasuk (NPRA, 2017):

Menerapkan Pedoman Praktek Manufaktur Kosmetik yang Baik atau setara yang
disetujui
Selesaikan bahan kosmetik dengan hati-hati, pastikan mereka aman pada konsentrasi
tertentu dalam produk jadi yang sudah jadi
Memeriksa toleransi lokal terhadap produk jadi
Pemilihan kemasan yang memadai untuk menjaga kualitas produk dan menghindari,
sejauh mungkin, risiko penyalahgunaan atau kecelakaan
Kontrol kualitas, terutama mikrobiologi dan kimia
Studi stabilitas mis. untuk mengevaluasi umur simpan, efektivitas pengawet
(tantangan uji), kompatibilitas produk dan kemasannya, dll.
Pelabelan yang sesuai - penyajian produk, instruksi penggunaan dan pembuangan,
peringatan (jika relevan) dan tindakan yang tepat untuk dilakukan jika terjadi
kecelakaan
Prosedur yang memadai jika terjadi efek samping dengan produk yang dipasarkan -
kasus perkara, pengobatan medis, dermatologis, oftalmosologi, saran yang
diperlukan, tindak lanjut produk di pasar dan komentar konsumen, penyimpanan
informasi dll. Dalam kasus Kejadian Serius Serius, prosedurnya harus serupa dengan
Manual Panduan untuk Pelaporan Efek Buruk
Memastikan tindakan / tindak lanjut korektif, jika ada perubahan atau pemalsuan
produk yang terlihat disarankan dari pasar

Meskipun tidak mungkin untuk mencapai risiko nol atau untuk mendapatkan keselamatan
mutlak dalam aktivitas manusia apa pun, termasuk tata rias, namun upaya yang wajar harus
dilakukan untuk mengurangi risiko dari produk kosmetik seminimal mungkin, sesuai dengan
keadaan seni di waktu.

Tidak ada pendekatan formalistik terhadap proses evaluasi keselamatan. Proses yang
sebenarnya akan bervariasi dari produk ke produk sesuai dengan kebaruan komposisi produk
dan relevansi dan kecukupan informasi yang ada. Namun, sebagai aturan umum, dasar utama
untuk evaluasi keselamatan diberikan dengan mempertimbangkan profil toksikologi bahan-
bahannya (NPRA, 2017).

Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar,
termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian
dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan
mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu
produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan
mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan hendaklah meliputi paling sedikit
(BPOM, 2012) :

kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk produk,
terutama yang dipasok dari sumber baru;
kajian terhadap pengawasan selama-proses yang kritis dan hasil pengujian produk
jadi;
kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dan
investigasi yang dilakukan;
kajian terhadap semua penyim-pangan atau ketidaksesuaian yang signifikan, dan
efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahan;
kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau metode
analisis;
kajian terhadap variasi yang diajukan, disetujui, ditolak dari dokumen registrasi
yang telah disetujui termasuk dokumen registrasi untuk produk ekspor;
kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang tidak
diinginkan;
kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat yang
terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah dilakukan;
kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau peralatan yang
sebelumnya;
kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang baru
mendapatkan persetujuan pendaftaran dan variasi persetujuan pendaftaran;
status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan misal system tata udara
(HVAC), air, gas bertekanan, dan lain-lain; dan
kajian terhadap Kesepakatan Teknis untuk memastikannya selalu mutakhir.
Bahan (NPRA, 2017)
Bahan kosmetik kebanyakan bahan kimia dan sering dicampur bahan kimia asal
sintetis atau ekstrak alami. Pemilihan bahan yang hati-hati merupakan isu utama
untuk memastikan keamanan produk jadi.
Struktur kimia menentukan reaktivitas kimia dan biologisnya. Ini harus
dipertimbangkan dari dua sudut pandang: kepentingan dan keamanan kosmetik.
Pertimbangan lain adalah tingkat kemurnian kimia, kemungkinan interaksi dengan
bahan lain dalam perumusan dan potensiasi penetrasi kulit. Secara umum, adanya
kotoran secara teknis tidak terhindarkan. Tapi kotoran ini tidak memiliki relevansi
toksikologis yang signifikan dalam produk jadi. Perhatian khusus harus diberikan
pada kemungkinan interaksi antara kotoran (misalnya pembentukan nitrosamin) dan
adanya residu pestisida, logam beracun dan / atau ensefalopati spongiform yang
dapat ditularkan (TSE) dalam ramuan asal botani atau diambil dari hewan.
o Bahan yang perlu dihindari
Untuk setiap bahan baku, perlu untuk memeriksa apakah undang-undang
tersebut ditutupi oleh undang-undang saat ini dan, jika ya, apakah
penggunaan yang diusulkan sesuai dengan parameter yang ditentukan.
o Sumber data toksikologi
Sumber utama data toksikologi bahan berasal dari pemasok. Pembuat bahan
baku harus mematuhi undang-undang nasional tentang bahan kimia / zat
berbahaya (keamanan kerja, transportasi, pengemasan dan pelabelan).

Sebagian besar usaha harus dilakukan untuk mengumpulkan data toksikologi


dan informasi relevan lainnya dari pemasok. Mungkin perlu mendorong
pemasok untuk melakukan studi tambahan. Karena data ini dapat diperlukan
untuk tujuan peraturan selain Petunjuk Kosmetik, penggunaan metode uji
alternatif (non-hewani) dibatasi untuk yang berlaku umum (misalnya
pedoman OECD).
o Kondisi penggunaan dan eksposur
Evaluasi keamanan bahan tentu saja tidak memadai sebagai prosedur yang
berdiri sendiri namun harus mencakup pertimbangan paparan (besarnya, rute,
durasi, frekuensi, dll).
Evaluasi Keselamatan Produk Jadi (NPRA, 2017)
Parameter berikut harus dipertimbangkan:
o Kelas produk kosmetik dimana ramuannya digunakan
o Metode aplikasi (misalnya digosok-masuk, disemprotkan, diterapkan dan dicuci,
dll.)
o Konsentrasi bahan dalam produk
o Jumlah produk yang digunakan untuk setiap aplikasi
o Frekuensi aplikasi
o Total area kontak kulit
o Tempat kontak (misalnya selaput lendir, kulit terbakar sinar matahari)
o Durasi kontak (mis., Produk berkumur, produk sampingan)
o Penyalahgunaan yang dapat diperkirakan secara wajar yang dapat meningkatkan
eksposur
o Jenis konsumen (misalnya anak-anak, orang dengan kulit sensitif)
o Proyeksi jumlah konsumen
o Aplikasi ke daerah kulit yang terkena sinar matahari
o Kuantitas cenderung masuk ke dalam tubuh
Poin terakhir, yang berkaitan dengan ketersediaan sistemik, merupakan isu penting
dalam evaluasi keselamatan - informasinya terutama diberikan oleh data penyerapan
perkutan.
KESIMPULAN

Kesimpulannya halitosis dapat dialami oleh semua orang. Sumber utama halitosis adalah di
dalam mulut, yaitu adanya senyawa-senyawa belerang yang mudah menguap atau volatile
sulphur compounds (VSCs). senyawa ini dihasilkan dari proses anaerob, khususnya pada
permukaan lidah bagian belakang. Untuk terhindar dri halitosis, disarankan agar melakukan
berbagai upaya pencegahan dan perawatan seperti yang disampaikan di atas.

REFERENSI
1. Amerogen AV. Ludah dan Kelenjar Ludah Arti Bagi Kesehatan Gigi. Alih Bahasa
Rafiah Abyono. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press. 1988
2. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. EGC
3. BPOM RI. 2012. Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Kepala
Badan Pengawasan Obat dan Makanan: Indonesia.
4. Chandra B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan, Indonesia: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
5. Darmadi, 2008, infeksi nasokomial problematika dan pengendalian, Salemba Medika,
Jakarta.
6. Dixon, Andrew D. Anatomi untuk Kedokteran Gigi ed.5. Jakarta: Hipokrates. 1993
7. Drugs.com. 2017. Sensodyne original flavour. Available Online at:
https://www.drugs.com/drp/sensodyne-original-flavor.html. [Accessed on 17/9/2017]
8. Guyton. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 7 th. Jakarta: EGC. 1994
9. Geneser, Finn. Buku Teks Histologi, Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara. 1994.
10. National Pharmaceutical Regulatory Agency (NPRA). 2017. Guidelines for Control
of Cosmetic Products in Malaysia. Revisi Pertama. Kementerian Kesihatan Malaysia:
Malaysia.
11. Roth GL, Calmes R. Oral Biology. St. Louis: CV Mosby. 1981
12. Staf Pengajar Departemen Farmakologi. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Edisi
2. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. EGC. Jakarta.
13. Tortora dan Derrickson, 2009, Principles of Anatomy and Physiology, John Wiley &
Sons.
14. Waluyo, Lud. 2007. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press.
15. Yousem DM, Chalian AA: Oral cavity and pharynx. Radiol Clin North Am 36:967-
981, 1998.

CARA PEMAKAIAN/ PEMBUATAN PRODUK PERAWATAN MULUT VIDEO


DALAM PPT

Anda mungkin juga menyukai