Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan kimia merupakan sesuatu yang tak pernah lepas dari


kehidupan sehari-hari. Termasuk makanan dan minuman yang
kita konsumsi juga mengandung bahan kimia. Bahan kimia lazim
di gunakan dalam industri makanan. Saat ini, makanan dibuat
sedemikian rupa agar terasa lezat, terlihat menarik, dan tahan
lama. Untuk mencapai tujuan tersebut, pada makanan di
tambahkan bahan kimia yang dinamakan zat adiktif.

Zat aditif adalah bahan kimia di campurkan kedalam


makanan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas makanan,
menambahakan kelezatan makanan, mengawetkan makanan
dan memperbaiki penampilan. Menurut penelitian para ahli
membuktikan bahwa zat aditif dapat membahayakan kesehatan,
misalnya kanker. Akan tetapi, di zaman modern seperti sekarang
ini bahan kimia tambahan makanan atau zat aditif  dalam skala
yang makin luas, terutama dalam industri-industri makanan.
Banyak industri makan yang menggunakan zat aditif secara
berlebihan atau terkadang menggunakannya bukan pada
tempatnya misalnya menggunakan pewarna tekstil untuk
pewarna makanan tanpa memperdulikan tampak negatifnya bagi
kesehatan.

Oleh sebab itu, makalah ini dibuat dengan tujuan memberi


penjelasan tentang bahan kimia dalam makanan dan bahayanya
bagi kesehatan sebagai pengetahuan bagi masyarakat agar
berhati-hati dalam memilih makanan dan meminimalisir
penggunaan bahan kimia tersebut.

1.2   Rumusan Masalah

1
1. Apakah yang dimaksud dengan zat adiktif?
2. Apa fungsi dari zat aditif ?
3. Apa jenis-jenis zat aditif ?
4. Apa dampak dari penggunaan zat aditif?
5. Bagaiaman cara mengurangi dampak zat aditif?

1.3Tujuan
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah kimia
lingkungan.
2. Mendeskripsikan bahan kimia dalam makanan serta jenis-jenis
bahan kimia yang sering digunakan
3. Untuk mengomunikasikan kegunaan dan efek samping
penggunaan bahan kimia dalam makanan kepada masyarakat

1.4   Manfaat

1. Menambah pengetahuan tentang bahan kimia dalam makanan


baik bahan alami maupun sintetis  atau buatan
2. Dapat mengetahui kegunaan bahan kimia dalam makanan
3. Dapat mengetahui efek samping penggunaan bahan kimia
dalam makanan. Sehingga kita dapat berhati-hati dalam
memilih makanan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Zat Aditif Pada Makanan


Zat aditif makanan adalah zat atau campuran dari beberapa zat yang
ditambahkan ke dalam makanan baik pada saat produksi, pemrosesan,
pengemasan atau penyimpanan dan bukan sebagai bahan baku dari makanan
tertentu. Pada umumnya, zat aditif atau produk degradasinya akan tetap berada
dalam makanan, akan tetapi dalam beberapa kasus zat aditif dapat hilang selama
pemrosesan (Belitz, 2009).
Sedangkan menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang
Pangan Bahan Tambahan Pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara
alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan
kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain
pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.

3
Beberapa sumber lain mengatakan zat aditif makanan atau bahan
tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke
dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki
penampakan, cita rasa, tekstur, flavor dan memperpanjang daya simpan. Selain itu
juga dapat meningkatkan nilai gizi pada makanan
seperti protein, mineral dan vitamin.
Di zaman modern seperti sekarang ini, bahan tambahan makanan
digunakan dalam skala yang makin luas. Luasnya penggunaan bahan tambahan
makanan dapat dilihat dari pengelompokannya seperti diatur dalam peraturan
Menkes nomor 235 (1979). Dalam peraturan Menkes tersebut, disebutkan bahwa
berdasarkan fungsinya, bahan tambahan makanan (zat aditif) dikelompokkan
menjadi 14, di antaranya, yaitu: antioksidan dan antioksidan sinergis, pengasam,
penetral, pemanis buatan, pemutih dan pematang, penambah gizi, pengawet,
pengemulsi (pencampur), pemantap dan pengental, pengeras, pewarna alami dan
sintetis, penyedap rasa dan aroma, dan lainnya.
Komposisi adalah semua bahan baku pembuat makanan kemasan,
termasuk zat aditif yang digunakan dalam pembuatan atau persiapan pangan
dalam kemasan. Bahan aditif yang mesti dicantumkan dalam kandungan isi
meliputi bahan buatan atau alami. Biasanya, bahan aditif diberi kode huruf E
(Eropa) dan diikuti dengan tiga angka. Misalnya, E 100 sebagai kode pewarna, E
200 kode konsevator, E 300 kode antioksida, dan E 400 kode pengemulsi atau
stabilisator. Contoh bahan aditif itu adalah E 200 asam sorbat, E 201 Na sorbat, E
300 asam askorbat, E 311 oktil gallat, E 320 butilhidroksil anisol (BHA), dan E
321 butilhidroksil toluena (BHT).
Dari sumbernya, zat aditif dibagi menjadi dua yaitu zat aditif alam dan
buatan atau hasil sintesis. Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari bahan
tumbuh-tumbuhan yang selanjutnya disebut zat aditif alami. Umumnya zat aditif
alami tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan manusia.

4
Zat aditif alami adalah merupakan zat tambahan yang diperoleh dari alam, tanpa
disintesis atau dibuat terlebih dulu. Sedangkan zat adiktif buatan atau sintesis
adalah zat tambahan makanan yang diperoleh melalui sintesis (pembuatan), baik
di laboratorium maupun industri, dari bahan-bahan kimia yang sifatnya hampir
sama dengan bahan alami yang sejenis, keunggulan zat adiktif sintesis adlah dapat
diproduksi dalam jumlah besar, lebih stabil, takaran penggunaannya lebih sedikit,
dan biasanya tahan lebih lama, sedangkan kelemahan zat adiktif sintesis adalah
dapat menimbulkan risiko penyakit kanker atau bersifat karsiogenetik.

2.2 Fungsi Zat Aditif


Beberapa alasan berikut menggambarkan serta mendukung penggunaan
zat aditif makanan menurut Belitz (2009) yaitu untuk meningkatkan:
2.2.1 Nilai gizi Makanan
Aditif seperti vitamin, mineral, asam amino dan asam amino derivatif yang
digunakan untuk meningkatkan nilai gizi makanan. Beberapa menu makanan
tertentu juga memerlukan penggunaan zat-zat aditif seperti pengemulsi, pemanis,
dll.
2.2.2 Nilai sensorik Pangan
Warna, bau, rasa dan kekentalan atau tekstur, yang penting untuk nilai
sensorik makanan, dapat menurun selama pemrosesan dan penyimpanan.
Penurunan tersebut dapat diperbaiki atau disesuaikan dengan zat aditif seperti
pewarna, pemberi aroma atau penguat rasa.
2.2.3 Katahanan penyimpanan makanan
Kondisi produksi bahan makanan dan distribusinya saat ini dituntut untuk
lebih meningkatkan usia ketahanan dari suatu bahan makanan. Selain itu, situasi
pasokan pangan dunia membutuhkan penjagaan kwalitas makanan dengan
menghindari kerusakan sebanyak mungkin. Perpanjangan masa simpan
melibatkan perlindungan terhadap pembusukan mikroba, misalnya, dengan
menggunakan aditif antimikroba dan dengan menggunakan bahan aktif yang
menekan dan menghambat perubahan kimia dan fisik yang tidak diinginkan dalam
makanan.

5
2.2.4 Nilai praktis
Kecenderungan umum terhadap makanan yang mudah dan cepat saji
(makanan instan) juga menjadi alasan peningkatan penggunaan zat aditif.
Hal ini secara implisit dipahami bahwa zat aditif makanan dan produk-
produk degradasinya haruslah non toksik dan digunakan dalam batas yang
direkomendasikan. Ini berlaku sama untuk keracunan akut dan kronis, terutama
potensi efek karsinogenik, teratogenik (menyebabkan cacat janin) dan mutagenik
(Belitz, 2009).
Secara umum diakui pengguanaan zat aditif hanya untuk keperluan nutrisi,
nilai sensorik atau untuk pengolahan. Penggunaan zat aditif makanan diatur oleh
organisasi nasional tertentu disetiap Negara dan untuk Indonesia organisasi yang
bergerak di bidang ini adalah Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM).
Peraturan-peraturan ini berbeda di setiap Negara namun atas dasar pengetahuan
toksikologi dan pesyaratan pangan modern maka diupayakan peyelarasan di setiap
Negara.
2.3 Jenis-Jenis Bahan Aditif
2.3.1 Bahan Pengawet
Zat pengawet pada makanan dimaksudkan agar makanan menjadi tahan
lama dan tetap segar, bau dan rasanya tidak berubah atau melindungi makanan
dari proses pembusukan oleh bakteri. Bahan pengawet bersifat karsinogen, untuk
itu batasan penggunaan bahan pengawet sebaiknya sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesesehatan No. 722/ menkes/per/IX/ 88.
Pengawetan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu penggunaan suhu
rendah, suhu tinggi, iradiasi atau dengan penambahan bahan pengawet. Produk-
produk pangan dalam kemasan yang diproses dengan panas atau disebut sterilisasi
komersil seperti kornet dalam kaleng atau susu steril dalam kemasan tetrapak
tidak menggunakan bahan pengawet karena proses termal sudah cukup untuk
memusnahkan mikroba pembusuk dan pathogen. Produk-produk ini akan awet
lebih dari setahun meskipun disimpan pada suhu kamar. Namun, beberapa produk
pangan dalam kemasan misalnya sambal dan selai dalam botol, kedua jenis
produk ini biasanya tidak segera habis, sehingga supaya awet terus pada suhu
kamar maka untuk mempertahankan keadaan suatu makanan agar tetap dalam

6
kwalitas yang baik maka penambahan bahan pengawet adalah salah satu cara yang
baik dalam pengupayaannya. Pengawet digunakan agar makanan lebih tahan lama
dan tidak cepat busuk bila disimpan karena bahan pengawet dapat menghambat
atau mematikan pertumbuhan mikroba atau mikroorganisme yang dapat merusak
dan membusukkan makanan. Bahan pengawet yang ditambahkan dapat berupa
bahan alami maupun hasil sintesis. Berikut adalah beberapa bahan pengawet
alami:
Menurut FDA (Food and Drug Administrasion), keamanan suatu
pengawet makanan harus mempertimbangkan jumlah yang mungkin dikonsumsi
dalam produk makanan atau jumlah zat yang akan terbentuk dalam makanan dari
penggunaan pengawet, efek akumulasi dari pengawet dalam makanan dan potensi
toksisitas yang dapat terjadi (termasuk menyebabkan kanker) dari pengawet jika
dicerna oleh manusia atau hewan.
Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

2.3.1.1. GRAS (Generally Recognized as Safe)

Umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali.
Berikut ini adalah contoh-contoh pengawet alami :

a) Gula tebu, memberi rasa manis dan bersifat mengawetkan. Gula pasir,
dihasilkan dari tebu dan digunakan sebagai pengawet, karena gula dapat
menyerap kandungan air (bersifat higroskopis). Dengan tidak adanya air,
maka mikroorganisme di dalam makanan tidak dapat berkembang dan mati.
b) Gula merah, Selain sebagai pemanis gula merah juga bersifat mengawetkan
seperti halnya gula tebu.
c) Garam, merupakan pengawet alami yang banyak dihasilkan dari penguapan
air laut. Garam dapur (NaCl), digunakan sebagai pengawet makanan karena
dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri dalam makanan.
Hal itu disebabkan karena garam dapur bersifat hidroskopis (menyerap
kandungan air dalam makanan) seperti halnya gula pasir.

7
Beberapa pengawet alami
d) Kunyit, selain sebagai pewarna, juga berfungsi sebagai pengawet. Dengan
penggunaan kunyit, tahu atau nasi kuning menjadi tidak cepat basi.
e) Kulit kayu manis, merupakan kulit kayu yang berfungsi sebagai pengawet.
Selain itu, kayu manis juga berfungsi sebagai pemanis dan pemberi aroma.
f) Cengkih, merupakan pengawet alami yang dihasilkan dari bunga tanaman
cengkih. Selain sebagai pengawet, cengkih juga berfungsi sebagai penambah
aroma.
g) Bawang putih, yang diiris akan mengeluarkan alisin, yaitu suatu zat yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga bawang putih dapat dipakai
sebagai bahan pengawet.
h) Jeruk (asam sitrat), digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba pada
ikan mentah atau juga daging biasanya ditambahkan bersama dengan garam.

2.3.1.2 ADI (Acceptable Daily Intake),


Penetapan batas penggunaan hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan
konsumen. Bahan-bahan pengawet tersebut, antara lain sebagai berikut :
a) Asam asetat, dikenal di kalangan masyarakat sebagai asam cuka. Bahan ini
menghasilkan rasa asam dan jika jumlahnya terlalu banyak akan mengganggu
selera karena bahan ini sama dengan sebagian isi dari air keringat kita. Asam
asetat sering dipakai sebagai pelengkap ketika makan acar, mi ayam, bakso,
atau soto. Asam asetat mempunyai sifat antimikroba. Makanan yang memakai
pengawet asam cuka antara lain acar, saos tomat, dan saus cabai.
b) Benzoat, banyak ditemukan dalam bentuk asam benzoat maupun natrium
benzoat (garamnya). Berbagai jenis soft drink (minuman ringan), sari buah,

8
nata de coco, kecap, saus, selai, dan agar-agar diawetkan dengan
menggunakan bahan jenis ini.
c) Sulfit, Bahan ini biasa dijumpai dalam bentuk garam kalium atau natrium
bisulfit. Potongan kentang, sari nanas dan udang beku biasa diawetkan dengan
menggunakan bahan ini.
d) Propil galat, Digunakan dalam produk makanan yang mengandung minyak
atau lemak dan permen karet serta untuk memperlambat ketengikan pada
sosis. Propil galat juga dapat digunakan sebagai antioksidan.
e) Propianat, Jenis bahan pengawet propianat yang sering digunakan adalah asam
propianat dan garam kalium atau natrium propianat. Propianat selain
menghambat kapang juga dapat menghambat pertumbuhan bacillus
mesentericus yang menyebabkan kerusakan bahan makanan. Bahan
pengawetan produk roti dan keju biasanya menggunakan bahan ini.
Penggunaan yang berlebihan bisa menyebabkan migren, kelelahan, dan
kesulitan tidur.
f) Garam nitrit, biasanya dalam bentuk kalium atau natrium nitrit. Kalium nitrit
berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Bahan ini
terutama sekali digunakan sebagai bahan pengawet keju, ikan, daging, dan
juga daging olahan seperti sosis, atau kornet, serta makanan kering seperti kue
kering. Perkembangan mikroba dapat dihambat dengan adanya nitrit ini.
Misalnya, pertumbuhan clostridia di dalam daging yang dapat membusukkan
daging. Penggunaan yang berlebihan, bisa menyebabkan keracunan. Selain
memengaruhi kemampuan sel darah membawa oksigen ke berbagai organ
tubuh, juga menyebabkan kesulitan bernapas, sakit kepala, anemia, radang
ginjal, dan muntah-muntah.
g) Sorbat, yang terdapat di pasar ada dalam bentuk asam atau garam sorbat.
Sorbat sering digunakan dalam pengawetan margarin, sari buah, keju, anggur,
dan acar. Asam sorbat sangat efektif dalam menekan pertumbuhan kapang dan
tidak memengaruhi cita rasa makanan pada tingkat yang diperbolehkan.
Meskipun aman dalam konsentrasi tinggi, asam ini bisa membuat luka di kulit.

Tabel batas kandungan bahan pengawet buatan dalam makanan

9
Jenis Bahan Pengawet Berat bahan pengawet/ Kg
makanan
Asam asetat Secukupnya (tidak dibatasi)

Asam/Natrium Benzoat 1 g/Kg

Propionat 2-3 g/Kg

Garam nitrit 0,63 g/Kg

Sorbat 3 g/Kg

Sulfit -

Propil galat 100 mg/Kg

2.3.1.3 Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi atau berbahaya
Zat-zat pengawet yang bukan untuk makanan dan sudah dilarang penggunaannya
tetapi masih sering dipakai oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Beberapa
diantaranya yaitu:
a. Boraks atau natrium tetraborat, dengan rumus kimia Na2B4O7·10 H2O adalah
senyawa yang biasa digunakan sebagai bahan baku disinfektan, detergen, cat,
plastik, ataupun pembersih permukaan logam sehingga mudah disolder.
Karena boraks bersifat antiseptik dan pembunuh kuman, bahan ini sering
digunakan untuk pengawet kosmetik dan kayu. Banyak ditemukan kasus
boraks yang disalahgunakan untuk pengawetan bakso, sosis, krupuk gendar,
mie basah, pisang molen, lemper, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit.

10
Jika boraks termakan dalam kadar tertentu, dapat menimbulkan sejumlah efek
samping bagi kesehatan, di antaranya:
1) Gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, dan kulit;
2) Gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat;
3) Terjadinya komplikasi pada otak dan hati; dan
4) Menyebabkan kematian jika ginjal mengandung boraks sebanyak 3–6
gram.
a) Formalin adalah nama dagang untuk larutan yang mengandung 40%
formaldehid (HCOH) dalam 60% air atau campuran air dan metanol (jenis alkohol
bahan baku spiritus) sebagai pelarutnya. Formalin sering disalahgunakan untuk
mengawetkan mie, tahu basah, bakso, dan ikan asin.  Formalin tidak boleh
digunakan karena dapat menyebabkan kanker paru-paru dan gangguan pada alat
pencernaan dan jantung.

b. Natamysin, bahan ini biasa digunakan pada produk daging dan keju. Bahan ini
bisa menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare, dan perlukaan
kulit.
c. KaliumAsetat, makanan yang asam umumnya ditambahkan bahan pengawet
ini. Padahal bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan rusaknya fungsi
ginjal.

2.3.1.4 Kasus Penyalahgunaan Bahan Pengawet


Telah dilakukan pengujian kadar natrium benzoat dalam saus tomat di
pasar tradisional kota Blitar, Surabaya oleh mahasiswa Fakultas Farmasi
Universitas Surabaya. Dan ditemukan saus tomat tersebut mengandung natrium

11
benzoate dengan kadar rata-rata sebesar 2,44g/Kg. Kadar ini tidak sesuai dengan
batas yang ditentukan SNI untuk penggunaan natrium benzoate yang mana adalah
1g/ Kg.
Selain itu formalin yang merupakan pengawet mayat sering didapati dalam
bahan pangan seperti daging, ikan, tahu, tempe dan beberapa jenis makanan
lainnya.
2.3.1.5 Tujuan Pengawetan
Pengawetan pangan disamping untuk penyimpanan juga memiliki 2 (dua)
maksud yaitu:
1.      Menghambat pembusukkan
2.      Menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama mungkin
Penggunaan pengawet dalam produk pangan dalam prakteknya berperan
sebagai antimikroba atau antioksidan atau keduanya. Jamur, bakteri dan enzim
selain penyebab pembusukan pangan juga dapat menyebabkan orang menjadi
sakit, untuk itu perlu dihambat pertumbuhan maupun aktivitasnya. Jadi, selain
tujuan di atas, juga untuk memelihara kesegaran dan mencegah kerusakan
makanan atau bahan makanan. Beberapa pengawet yang termasuk antioksidan
berfungsi mencegah makanan menjadi tengik yang disebabkan oleh perubahan
kimiawi dalam makanan tersebut.

2.3.2 Zat Pewarna


Pada umumnya pengolahan makanan selalu diusahakan untuk
menghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Salah satu
upaya untuk menghasilkan produk yang seperti itu maka diperlukan bahan
tambahan pangan (BTP). Akan tetapi masih banyak perdebatan mengenai
penggunaan bahan tambahan pangan di industri pangan, khususnya mengenai
risiko kesehatan, terutama yang berasal dari bahan sintetik kimiawi. Hal itu
merupakan hak asasi bagi konsumen untuk mendapatkan jaminan keamanan
pangan yang beredar dipasaran yang akan dikonsumsi oleh konsumen (Sucipto,
2016).

12
Jajanan dengan pewarna makanan sintetis biasanya memiliki warna yang
lebih cerah dibandingkan dengan jajanan yang menggunakan pewarna makanan
alami. Hal ini kembali pada sifat bahan pewarna alami yang memiliki beberapa
kelemahan dan cenderung kurang disukai oleh para produsen jajanan. Akan tetapi
pewarna makanan baik sintetis diizinkan, maupun sintetis tidak diizinkan
memiliki dampak yang tidak baik bagi tubuh manusia. Seringkali efek dalam
konsumsi pewarna makanan sintetis akan muncul efek setelah bertahun-tahun
dikonsumsi, karena sifatnya yang menumpuk didalam tubuh (Kurniawati, 2009).
Penampilan makanan, termasuk bentuk dan warnanya dapat menambah
daya tarik dan menggugah selera. Oleh karenanya, sejak dahulu kala penggunaan
pewarna makanan telah dikenal luas di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia.
Masyarakat tradisional Indonesia biasa menggunakan bahan-bahan alami sebagai
pewarna makanan. Misalanya kunyit untuk warna kuning, daun suji untuk warna
hijau, jambu untuk warna merah, dll. Namun, seiring perkembangan teknologi dan
tuntutan zaman, penggunaan pewarna makanan alami mulai tergantikan dengan
pewarna makanan sintesis. Hal ini dikarenakan pewarna alami memiliki banyak
keterbatasan, antara lain: warnanya tidak homogen, mudah pudar, “dosis”-nya
besar namun ketersediaannya terbatas, penggunaannya yang tidak praktis, dll
sehingga sangat tidak cocok digunakan dalam produksi pangan skala industri. Di
lain sisi, pewarna sintesis dapat menjawab keterbatasan yang dimiliki oleh
pewarna alami; warnanya homogeny dan lebih menarik, “dosis”-nya kecil, harga
yang relatif murah, penggunaan yang praktis, tidak mudah pudar, dll
(Profetik,2012).
Sejatinya, penggunaan pewarna makanan alami maupun pewarna makanan
sintesis jika sesuai dengan peruntukan dan takarannya masing-masing. Pemerintah
dalam hal ini Departemen Kesehatan pun telah memberikan panduan dalam
menggunakan pewarna makanan sintesis yang dengan memberikan  “Daftar
Pewarna Makanan Sintesis yang Diizinkan di Indonesia” melalui Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/Menkes/Per/IX/1988. Pemerintah
pun telah memberikan informasi tentang pewarna yang tidak diizinkan digunakan

13
sebagai pewarna makanan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)
No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna berbahaya. Namun
sayangnya, peraturan ini belum terlaksana dengan baik. Masih banyak dijumpai
pewarna sintetis yang digunakan tidak sesuai dengan peruntukkannya. Misalnya
saja pewarna tekstil digunakan sebagai pewarna kosmetik, atau pun dan ini
merupakan kasus yang paling banyak ditemukan sebagai pewarna makanan
(Profetik, 2019).
Salah satu kasus yang pernah terjadi dimuat oleh surat kabar Republika
(Selasa, 25 Juni 2019) mengenai pembinaan yang dilakukan oleh kantor Loka
Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Banyumas terhadap para pengusaha
makanan yang masih menggunakan bahan kimia berbahaya. Antara lain, pada
usaha kerupuk soto yang banyak digeluti warga di beberapa sentra. Hampir semua
dari pengusaha kerupuk soto di Banyumas dan sekitarnya menggunakan bahan
pewarna tekstil atau rhodamin B untuk memberi warna kerupuknya.
Rhodamine B termasuk salah satu zat pewarna yang diperuntukkan
sebagai pewarna kertas atau tekstil serta dinyatakan sebagai zat pewarna
berbahaya dan dilarang digunakan pada produk pangan. Zat pewarna ini memiliki
berbagai nama lain, yaitu: Tetra ethyl rhodamin, Rheoninine B, D & C Red No.
19, C.I. Basic Violet 10, C.I. No 45179, Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen
Rhodamine dan Brilliant Pink B. Sedangkan nama kimianya adalah N-[9-
(Carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanten-3- ylidene]- N-ethylethanaminium
clorida dengan rumus molekul:

14
Rumus Kimia: C28 H31 CIN2 O3, BM: 479 g/mol
Secara fisik, Rhodamine B berbentuk kristal berwarna hijau atau ungu
kemerahan, tidak berbau, mudah larut, dan dalam larutan akan berwarna merah terang
yang berfluoresence.
Tanda – Tanda Makanan yang Mengandung Rhodamine B:
 Berwarna merah menyala, bila produk pangan dalam bentuk larutan/minuman
warna merah berpendar atau berfotoluminesensi;
 Warna tidak pudar akibat pemanasan (akibat digoreng atau direbus);
 Banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen (misalnya pada
kerupuk, es puter).
Penggunaan pewarna makanan sintetis baik diizinkan maupun tidak tentu akan
menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Menurut Cahyadi (2009) beberapa hal
yang mungkin memberikan dampak negatif tersebut terjadi apabila: Bahan pewarna
sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil namun berulang, Bahan pewarna sintetis
dimakan dalam jangka waktu yang lama, Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan
yang berbeda-beda, yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu
makanan sehari-hari, dan keadaan fisik, Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin
menggunakan bahan pewarna sintetis secara berlebihan, Penyimpanan bahan pewarna
sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan.
Efek pewarna makanan pada tubuh manusia dapat menimbulkan beberapa

masalah, mulai dari yang ringan hingga berat. Efek ini timbul akibat pemakaian yang

sedikit namun sering dan berulang, serta banyak namun dalam satu waktu. Beberapa

masalah kesehatan diantaranya adalah reaksi alergi khususnya bagi orang yang sensitif,

15
sakit pinggang, muntah-muntah, gangguan pencernaan, reaksi alergi pada pernafasan,

menyebabkan radang selaput lendir pada hidung, mengakibatkan asma, menimbulkan

tumor, mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak, memicu kanker limfa, efek pada sistem

saraf, gangguan kekebalan, efek yang kurang baik pada otak dan perilaku, dan kerusakan

sistem urin (Yuliarti, 2007).

Selain itu, bahan berbahaya lain yang sering digunkan adalah Metanil Yellow.

Metanil yellow adalah pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan

cat. Wujud dari methanil yellow biasanya berbentuk serbuk atau padat yang berwarna

kuning kecoklatan. Penyalahgunaan pewarna methanil yellow antara lain pada

mie,kerupuk dan jajanan dan tahu yang berwarna kuning mencolok berpendar. Pewarna

ini digunakan untuk pewarna tekstil,kertas dan cat (Aritonang, 2012). Metanil yellow

merupakan zat pewarna sintetis yang dilarang untuk produk makanan karena dalam bahan

tersebut mengandung residu logam berat yang sangat membahayakan bagi kesehatan

(Aritonang, 2012).

Bahan untuk membuat metanil yellow adalah dari asam metanilat dan

difenilamin.Bahan-bahan tersebut bersifat toksik, sehingga apabila masuk kedalam tubuh

manusia dalam waktu lama, maka akan terjadi gangguan pada kesehatan, seperti

timbulnya tumor dalam jaringan hati, kandung kemih, saluran pencernaan, atau jaringan

kulit (Ridawati dan Alsuhendra, 2013). Senyawa metanil yellow adalah suatu azo amin

aromatic yang memiliki bobot molekul 375.38 g/mol. Beberapa sifatnya antara lain

adalah dapat larut dalam air dan alkohol, agak larut dalam aseton, serta sedikit larut

dalam benzene dan eter (Ridawati dan Alsuhendra, 2013). Pewarna ini memiliki beberapa

sinonim yaitu adic metanil yellow, acid yellow 36, brasilan metanil yellow, C.I13065, C.I

Acid Yellow 36 monosodium salt, metanile yellow O, diacid metanil yellow, eniacid

metanil yellow, GN, R-3230, R3240, 56822, dan 56827 (Ridawati dan Alsuhendra,

2013).

Rumus molekul dari senyawa:

16
Rumus kimia : C18H14N3NaO3S
Dampak yang terjadi dapatberupa iritasi pada saluran pernapasan,
kulit,mata dan bahaya pada kandung kemih. Apabila tertelanmethanil yellow dapat
menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas,rasa tidak enak dan tekanan
darah rendah. Bahaya lebih lanjut yaitu dapat menyebabkan kanker pada kandung
dan saluran kemih (Aritonang, 2012).
Methanil yellow juga bisa menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-
paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus. Efek zat warna methanil yellow ialah
selain bersifat karisnogenik, zat warna ini dapat merusak hati. Dampak yang
terjadi dapat berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada
mata, dan bahaya kanker pada kandung kemih. Apabila tertelan dapat
menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan
darah rendah. Bahaya lebih lanjut yakni menyebabkan kanker pada kandung dan
saluran kemih (Aritonang, 2012).
Metanil yellow juga bisa menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-
paru, mata, tenggorokan, hidung, dan usus. Efek zat warna Metanil yellow ialah
selain bersifat karsinogenik, zat warna ini dapat merusak hati pada binatang
percobaan, berbahaya pada anak kecil yang hypersensitive dan dapat
mengakibatkan gejala-gejala akut seperti kulit menjadi merah, meradang,
bengkak, timbul noda-noda ungu pada kulit, pandangan menjadi kabur pada
penderita asma dan alergi lainnya (Aritonang, 2012).
Pewarna makanan dapat diperoleh dari alam atau dikenal dikenal dengan
istilah pewarna alami, serta sengaja dibuat dari senyawa-senyawa kimia melalui

17
proses atau reaksi kimia atau disebut juga pewarna sintetis. Tujuan penggunaan
pewarna sintetis adalah:
a. Untuk mendapatkan makanan yang memiliki kesan menarik bagi
konsumen;
b. Untuk membuat makanan jadi lebih seragam;
c. Untuk memberika identitas bagi produk makanan;
d. Untuk menstabilkan warna atau untuk memperbaiki variasi alami warna;
e. Untuk menutupi kualitas yang rendah dari suatu produk makanan yang
sebenarnya mungkin tidak dapat diterima oleh konsumen;
f. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau suhu
yang ekstrem akibat proses pengolahan dan selaman penyimpanan;
g. Untuk menjaga rasa dan zat gizi (seperti vitamin) yang mungkin akan
terpengaruh oleh sinar matahari selama penyimpanan produk makanan.

Walaupun dapat memberi manfaat bagi produsen atau pedagang makanan


seperti membuat makanan jadi lebih menarik dan dapat menutup kelemahan
warna bahan dasar yang hilang atau berubah selama proses pengolahan,
penggunaan warna sintetis juga memiliki kelemahan, karena dapat pula
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak
yang negatif bagi konsumen.Beberapa hal yang mungkin dapat menimbulkan efek
negatif tersebut adalah sebagai berikut:
a. Frekuensi mengkonsumsi bahan pewarna sintetis relatif sering dan terus-
menerus, meskipun dalam jumlah sedikit;
b. Masa mengkonsumsi bahan pewarna sintetis relatif lama dalam jangka
waktu panjang;
c. Tingkat ketahanan dan kerentanan fisik konsumen yang mengkonsumsi
pewarna tersebut berbeda-beda bergantung pada umur, jenis kelamin, berat
badan, keadaan fisiologi, jumlah dan mutu makanan yang dikonsumsi, dan
lain-lain;

d. Penggunaan bahan pewarna sintetis secara berlebihan

18
e. Penyimpanan bahan pewarna sintetis tidak memenuhi persyaratan
(Ridawati dan Alsuhendra, 2013).
Untuk mencegah efek jangka panjang dari rhodamin B akibat tertelansecara
tidak sengaja, maka lebih baik dilakukan tindakan pencegahan dalam memilih
pangan, dengan cara:
- Lebih teliti dalam membeli produk pangan, misalnya dengan menghindari
jajanan yang berwarna terlalu menyolok, terutama jajanan yang dijual di
pinggir jalan.
- Mengenali kode registrasi produk, misalnya produk pangan sudah terdaftar
di Badan POM atau untuk pangan industri rumah tangga sudah terdaftar di
Dinas Kesehatan setempat.
- Tidak membeli produk yang tidak mencantumkan informasi
kandungannya pada labelnya.
Terdapat beberapa cara sederhana untuk mengetahui apakah makanan atau
minuman mengandung bahan kimia berbahaya, diantaranya yaitu:
a. Uji rasa
 Hampir semua bahan kimia meninggalakan rasa pahit dipangkal lidah
setelah ditelan.
 Semanis dan seenak apapun makanan, jika saat ditelan masih
meninggalakan rasa pahit pasti telah ditambahkan bahan kimia
(pemanis buatan  dkk).
b. Uji warna
 Biasanya warna dengan tekstur terang menyala adalah ciri khas
pewarna tekstil. Hati-hati pewarna makanan tidak secerah itu.
Misalnya ini dalam produk kue dan roti.
 Warna tidak rata (menyatu) dengan sempurna alias ada gumpalan,
jejas atau goroesan yang warnanya lebih padat dari bagian lain.
 Uji tissue – misalnya kue: celup kue tersebut dalam air (1 detik) lalu
angkat dan letakkan diatas tissue (Jangan ditekan). Jika warna kue
tersebut merembes kedalam tissue, atinya itu warna tidak menyatu
dengan kue karena pewarna yang digunakan bukan pewarna makanan
melainkan pewarna tekstil.

19
 Penambahan pewarna tekstil juga membuat daya tahan makanan dari
kuman lebih lama artinya tetap awet dan tidak berbau setelah
dibiarkan diruangan terbuka (uji kuman).

Zat pewarna merupakan bahan alami ataupun bahan kimia yang


ditambahkan ke dalam makanan. Penambahan bahan pewarna pada makanan
bertujuan untuk memberi penampilan tertentu atau warna yang menarik. Warna
yang menarik dapat menjadikan makanan lebih mengundang selera. Berdasarkan
sifat kelarutannya, zat pewarna makanan dikelompokkan menjadi dye dan lake.
Dye merupakan zat pewarna makanan yang umumnya bersifat larut dalam air.
Dye biasanya dijual di pasaran dalam bentuk serbuk, butiran, pasta atau cairan.
Lake merupakan gabungan antara zat warna dye dan basa yang dilapisi oleh suatu
zat tertentu. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air maka zat warna kelompok
ini cocok untuk mewarnai produk-produk yang tidak boleh terkena air atau
produk yang mengandung lemak dan minyak.

2.3.2.1 Pewarna alami


Merupakan bahan pewarna yang bahan-bahannya banyak diambil dari
tumbuh-tumbuhan. Bahan pewarna alami yang banyak digunakan antara lain
sebagai berikut ;
a) Daun suji mengandung zat warna klorofil untuk memberi warna hijau
menawan, misalnya pada dadar gulung, kue bika, atau kue pisang.
b) Buah kakao merupakan penghasil cokelat dan memberikan warna
cokelat pada makanan, misalnya es krim, susu cokelat, atau kue kering.
c) Kunyit (Curcuma domestica) mengandung zat warna kurkumin untuk
memberi warna kuning pada makanan, misalnya tahu, bumbu Bali,
atau nasi kuning. Selain itu, kunyit dapat mengawetkan makanan.
d) Cabai merah, selain memberi rasa pedas, juga menghasilkan zat warna
kapxantin yang menjadikan warna merah pada makanan, misalnya
rendang daging atau sambal goreng.

20
e) Wortel, kegunaannya adalah sebagai zat pemberi warna oranye pada
makanan. Wortel sering digunakan pada pembuatan selai nanas. β-
karoten yang memberikan warna oranye pada bahan makanan. 
f) Karamel, warna cokelat karamel pada kembang gula karena proses
karamelisasi, yaitu pemanasan gula tebu sampai pada suhu sekitar
170°C.
g) Gula merah, selain sebagai pemanis juga memberikan warna cokelat
pada makanan, misalnya pada bubur dan dodol.
h) Buah-buahan, selain contoh di atas, beberapa buah-buahan juga dapat
menjadi bahan pewarna alami, misalnya anggur menghasilkan warna
ungu, stroberi warna merah, dan tomat warna oranye.
2.3.2.2 Pewarna Buatan/Sintetik
Makanan ada yang menggunakan pewarna alami ada pula yang
menggunakan pewarna buatan. Bahan pewarna buatan ada dua jenis. Jenis
pertama adalah pewarna buatan yang disintesa dengan struktur kimia persis
seperti bahan alami, misalnya beta-karoten (warna oranye sampai kuning),
santoxantin (warna merah), dan apokaroten (warna oranye). Jenis kedua adalah
bahan pewarna yang disintesa khusus untuk menggantikan pewarna alami.

Makanan dengan pewarna buatan

21
Tabel berikut menunjukkan beberapa zat pewarna sintetiknya dan nomor indeks.

No Warna Nama Zat Pewarna Nomor Indeks Nama

Carmoisine 14720

1. Merah Amaranth 16185

Erytrhrosin 45430
2. Orange Sunset Yellow FCF 15985
Tartrazine 19140
3. Kuning
Quineline Yellow 47005
4. Hijau Fast Green FCF 42053
Briliant Blue FCF
42090
5. Biru Indigocarmine
73015
(indigotine)
6. Ungu Violet GB 42640

a) Fast Green FCF warna hijau digunakan dalam makanan dan minuman
misalnya Es krim dan buah kalengan. Adapun kadar yang ditentukan untuk
penggunaan zat pewarna ini dalam tiap kilogram bahan makanan adalah
sebanyak 300 mg.
b) Sunset yellow FCF warna kuning digunakan dalam makanan dan minuman
misalnya minuman ringan, permen, selai dan agar-agar. Sunset Yellow adalah
zat pewarna dalam spektrofotometer yang berwarna kuning. Pewarna ini
merupakan pewarna sintetik yang bersifat asam yang mengandung
kelompok kromofor NN dan CC. Sunset Yellow dapat digunakan sebagai
pewarna makanan, kosmetik dan medikasi. Penggunaannya dalam bahan
makanan maksimum adalah sebanyak 300 mg/Kg bahan makanan.

22
Nama kimia senyawa ini adalah disodium 2-hidroksi-1-(4-sulfonatofenilazo)
naftalen-6-sulfonat dengan rumus kimia C16H10N2Na2O7S2. Senyawa ini memiliki
berat molekul 452.37. Senyawa ini bersifat larut dalam air dan memiliki titik leleh
>3000C. Pewarna ini memiliki panjang gelombang maksimum pada 485 nm.
Dalam fase solid, absorbansi pewarna ini adalah 487 nm. Sunset Yellow dapat
ditemukan pada jeruk, marzipan, Swiss roll, selai aprikot, citrus marmalade,
kurd lemon, pemanis,keju, minuman soda, dan lainnya.

Sunset yellow FCF

c) Brilliant blue FCF warna biru digunakan dalam makanan dan minuman
misalnya Es krim, selai, buah kalengan. Batas kadar maksimum dalam bahan
makanan adalah 100 mg/Kg bahan makanan.
d) Coklat HT warna coklat digunakan dalam makanan dan minuman misalnya
minuman ringan, agar-agar dan selai.

23
e) Ponceau 4R pemberi warna merah digunakan dalam makanan dan minuman
misalnya Minuman ringan, yoghurt dan jeli. Batas kadar maksimum dalam
bahan makanan adalah 200 mg/Kg bahan makanan
f) Eritrosin warna merah digunakan dalam makanan dan minuman misalnya jeli,
selai, saus, es krim dan buah kalengan. Eritrosin adalah sebuah senyawa iodo-
anorganik terutama turunandari flor. Zat pewarna ini merupakan senyawa
sintetis warna cherry-pink.Biasanya digunakan sebagai pewarna makanan.
Serapan maksimumnya terjadi pada panjang gelombang 530 nm dalam larutan
dengan akuades.

Eritrosin warna

Eritrosin bernama 9-(o-karboksifenil)-6-hidroksi-2,4,5,7-tetraiodo-3-isoxanthone

monohidrat garam dinatrium. Zat pewarna ini larutdalam air dan ethanol. Ketika

dilarutkan di air, terdapat kurang dari 0,2% bahan yang tidak larut. Zat pewarna

ini mengandung seng (Zn) tidak lebih dari 50mg/kg dan mengandung timbal (Pb)

kurang dari 2mg/kg. Melalui pengeringan pada suhu 135o C, terjadi kehilangan

bahan kurang dari 13% bersama dengan klorida dan sulfat yang dihitung sebagai

garam natrium. Eritrosin juga mengandung iodium anorganik sebesar tidak lebih

dari 0,1% yang dihitung sebagai natrium iodide. Penggunaan erythrosine yang

berlebihan dapat menyebabkan reaksi alergi pada pernapasan, hiperaktif pada

anak, tumor tiroid pada tikus, dan efek kurang baik pada otak dan perilaku. Batas

kadar maksimum dalam bahan makanan adalah 300 mg/Kg bahan makanan.

24
g) Tartrazine adalah salah satu zat pewarna buatan yang berwarna kuning dan
dipergunakan secara luas dalam berbagai makanan olahan. Zat pewarna ini
telah diketahui dapat menginduksi reaksi alergi, terutama bagi orang yang
alergi terhadap aspirin. Tartrazin atau Yellow 5 atau C.I.29140 adalah bahan
pewarna sintetik yang memberikan warna kuning pada bahan makanan
maupun minuman. Bahan ini juga sering dikombinasikan dengan Brilliant
Blue FCF (suatu bahan pewarna) untuk memberikan gradasi warna hijau.
Tartrazin banyak terdapat pada produk makanan, minuman, mie instant,
pudding, serta permen. Batas kadar maksimum dalam bahan makanan adalah
100 mg/Kg bahan makanan. Meskipun bahan pewarna tersebut diizinkan, kita
harus selalu berhati-hati dalam memilih makanan yang menggunakan bahan
pewarna buatan karena penggunaan yang berlebihan tidak baik bagi
kesehatan. Penggunaan tartrazine yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi
alergi, asma, dan hiperaktif pada anak.

Tabel. Kadar Batas Maksimum Zat Pewarna


Nama Pewarna Batas Kadar /Kg makanan
Fast Green FCF 300 mg/Kg
Sunset Yellow FCF 300 mg/ Kg
Briliat Blue FCF 100 mg/Kg

25
Cokelat HT 70 mg/L
Ponceau 4R 200 mg/Kg
Eritrosin 300 mg/Kg
Tartazin 100 mg/Kg

2.3.2.3 Zat Pewarna yang tidak baik


Seiring dengan meluasnya pemakaian pewarna sintetik, sering terjadi
penyalahgunaan pewarna pada makanan. Sebagai contoh digunakannya pewarna
tekstil untuk makanan sehingga membahayakan konsumen. Zat pewarna tekstil
dan pewarna cat biasanya mengandung logam berat, seperti: arsen, timbal, dan
raksa sehingga bersifat racun.
Zat pewarna yg sudah di larang penggunaannya dalam makanan adalah:
a) Rhodamin-B (pewarna merah), merupakan pewarna tekstil yang sering
disalahgunakan sebagai pewarna makanan oleh produsen-produsen yang tidak
bertanggung-jawab. Zat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan, iritasi
pada kulit, iritasi pada mata, iritasi saluran pencernaan dan bahaya kanker hati.
b) Methanil (pewarna kuning), menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan,
iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandung dan
saluran kemih.
c) Amaranth (pewarna merah), bahan pewarna ini merupakan pewarna merah
yang biasanya ditambahkan pada minuman. Penambahan zat ini secara
berlebihan,akan mengakibatkan bebagai masalah pada tubuh seperti kanker
dan bahkan kematian.

2.3.2.4 Kasus Penyalahgunaan Zat Pewarna


Pada tahun 2006, dilakukan penelitian oleh mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Malang. Adapun penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisa
kadar pewarna dan pemanis sintetis pada jajanan tradisional yang dijual di pasar
besar Kota Malang. Berdasarkan hasil penelitian pewarna sintetis yang ditemukan
adalah Tartrazine, Sunset Yellow, Pounceau 4R dan Green S. Dari keempat jenis
pewarna tersebut kadar terendah terdapat pada kue Klepon (Green S) sebesar
62,640. Untuk Tartrazine dan Pounceau kadarnya melebihi ambang batas yang
telah ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan Sunset Yellow dan Green S masih

26
dibawah ambang batas. Batas maksimum penggunaan pewarna Tartrazine dan
Pounceau 4R sebesar 200 mg/kg sedangkan untuk Sunset Yellow dan Green S
sebesar 300 mg/kg. Untuk pemanis sintetis yang ditemukan adalah jenis pemans
sakarin dengan kadar tertinggi sebesar 49,459 terdapat pada kue Klepon
sedangkan terendah sebesar 31,897 terdapat pada kue Bikang. Kadar SNI yang
ditentukan oleh pemerintah sebesar 200 mg/kg. Jadi kadar pemanis yang
digunakan pada jajanan tradisional ini masih dibawah ambang batas dan layak
untuk dikonsumsi.

2.3.2.5 Perbedaan pewarna alami dan buatan


Bahan pewarna alami maupun buatan digunakan untuk memberi warna
yang lebih menarik pada makanan. Biasanya orang menggunakan bahan pewarna
alami karena lebih aman dikonsumsi daripada bahan pewarna buatan. Bahan alami
tidak memiliki efek samping atau akibat negatif dalam jangka panjang. Adapun
pewarna buatan dipilih karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan
zat pewarna alami.

Tabel berikut memperlihatkan perbedaan antara pewarna alami dan buatan

Pewarna alami Pewarna buatan


Lebih aman dikonsumsi. Kadang-kadang memiliki efek negatif
tertentu.

Warna yang dihasilkan kurang stabil, Dapat mengembalikan warna asli,


mudah berubah oleh pengaruh tingkat kestabilan warna lebih tinggi, tahan
keasaman tertentu. lama, dan dapat melindungi vitamin
atau zat-zat makanan lain yang peka
terhadap cahaya selama penyimpanan.
Untuk mendapatkan warna yang bagus Praktis dan ekonomis.
diperlukan bahan pewarna dalam
jumlah banyak.
Keanekaragaman warnanya terbatas. Warna yang dihasilkan lebih beraneka

27
ragam.
Tingkat keseragaman warna kurang Keseragaman warna lebih baik.
baik.
Kadang-kadang memberi rasa dan Biasanya tidak menghasilkan rasa dan
aroma yang agak mengganggu. aroma yang mengganggu.
2..3.3 Zat Pemanis

Pemanis merupakan senyawa alami atau sintetis yang memberikan rasa


manis dan tidak memiliki nilai gizi atau dapat diabaikan ("pemanis non-nutritif")
dalam kaitannya dengan tingkat kemanisan (Belitz, 2009). Penambahan pemanis
dalam bahan makanan dimaksudkan untuk memberi atau menambah rasa manis
pada makanan tersebut. Pemanis dikategorikan menjadi dua yaitu pemanis alami
dan buatan.
2.3.2.6 Pemanis Alami
Pemanis alami dapat diperoleh dari bahan-bahan nabati ataupun hewani.
Selain itu pemanis alami juga berfungsi sebagai sumber energi, sehingga jika kita
mengkonsumsinya secara berlebihan maka akan mengakibatkan kegemukan.
Adapun beberapa pemanis alami antara lain:
a) Gula pasir (tebu) mengandung zat pemanis fruktosa yang merupakan salah
satu jenis glukosa. Gula tebu atau gula pasir yang diperoleh dari tanaman tebu
merupakan pemanis yang paling banyak digunakan. Selain memberi rasa
manis, gula tebu juga bersifat mengawetkan.
b) Gula merah (gula aren) merupakan pemanis dengan warna coklat. Gula merah
merupakan pemanis kedua yang banyak digunakan setelah gula pasir.
Kebanyakan gula jenis ini digunakan untuk makanan tradisional, misalnya
pada bubur, dodol, kue apem, dan gulali.
c) Gula jawa, dihasilkan dari buah kelapa. Gula kelapa sering digunakan sebagai
pemanis minuman (seperti dawet, es kelapa muda, sirup, dan lain-lain). Gula
kelapa juga sering dipakai sebagai pemanis pada saat memasak sayur. 
d) Madu merupakan pemanis alami yang dihasilkan oleh lebah madu. Selain
sebagai pemanis, madu juga banyak digunakan sebagai obat.

28
e) Kulit kayu manis merupakan kulit kayu yang berfungsi sebagai pemanis.
Selain itu kayu manis juga berfungsi sebagai pengawet.
Berdasarkan kandungan nutrisinya, zat pemanis alami yang biasa
digunakan, dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

a) Pemanis nutritif adalah pemanis alami yang menghasilkan kalori. Pemanis


nutritif berasal dari tanaman (sukrosa/ gula tebu, gula bit, xylitol dan
fruktosa), dari hewan (laktosa, madu), dan dari hasil penguraian karbohidrat
(sirop glukosa, dekstrosa, sorbitol). Pemanis ini dapat mengakibatkan obesitas,
karena kandungan kalorinya yang tinggi.

b) Pemanis nonnutritive adalah pemanis alami yang tidak menghasilkan kalori.


Pemanis nonnutritif berasal dari tanaman (steviosida), dan dari kelompok
protein (miralin, monellin, thaumatin).

2.3.2.7 Pemanis Buatan


Pemanis buatan adalah senyawa hasil sintetis laboratorium yang
merupakan bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada
makanan. Pemanis buatan tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
Sebagaimana pemanis alami, pemanis buatan juga mudah larut dalam air.
Penggunaan bahan pemanis atau batasan pemakaian bahan pemanis dalam
makanan harus mengacu pada WHO yang dikenal dengan ADI (aceeptable daily
intake) dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722 / Menkes / per / IX / 1988
tentang batasan maksimum penggunaan bahan kimia dalam makanan. Zat
pemanis sintetik diantaranya sakarin, natrium siklamat, magnesium siklamat,
kalsium siklamat, aspartam  dan dulsin.  Pemanis sintetik tidak dapat dicerna oleh
tubuh, sehingga tidak berfungsi sebagai sumber energy. Pemanis buatan
mempunyai tingkat rasa manis lebih tinggi daripada pemanis alami dan akan
memberikan rasa pahit pada makanan jika dipergunakan secara berlebihan.
Beberapa pemanis buatan yang beredar di pasaran di antaranya adalah sebagai
berikut ;
a) Aspartam mempunyai nama kimia aspartil fenilalanin metil ester, merupakan
pemanis yang digunakan dalam produk-produk minuman ringan. Aspartam

29
merupakan pemanis yang berkalori sedang. Tingkat kemanisan dari aspartam
200 kali lebih manis daripada gula pasir. Aspartam dapat terhidrolisis atau
bereaksi dengan air dan kehilangan rasa manis, sehingga lebih cocok
digunakan untuk pemanis yang berkadar air rendah.
b) Sakarin, merupakan pemanis buatan yang paling tua. Tingkat kemanisan
sakarin kurang lebih 300 kali lebih manis dibandingkan gula pasir. Namun,
jika penambahan sakarin terlalu banyak justru menimbulkan rasa pahit dan
getir. Es krim, gula-gula, es puter, selai, kue kering, dan minuman fermentasi
biasanya diberi pemanis sakarin. Sakarin sangat populer digunakan dalam
industri makanan dan minuman karena harganya yang murah. Namun
penggunaan sakarin tidak boleh melampaui batas maksimal yang ditetapkan,
karena bersifat karsogenik (dapat memicu timbulnya kanker). Dalam setiap
kilogram bahan makanan, kadar sakarin yang diperbolehkan adalah 50–300
mg. Sakarin hanya boleh digunakan untuk makanan rendah kalori, dan
dibatasi tingkat konsumsinya sebesar maksimal 0,5 mg tiap kilogram berat
badan per hari.
c) Siklamat, terdapat dalam bentuk kalsium dan natrium siklamat dengan tingkat
kemanisan yang dihasilkan kurang lebih 30 kali lebih manis daripada gula
pasir. Makanan dan minuman yang sering dijumpai mengandung siklamat
antara lain: es krim, es puter, selai, saus, es lilin, dan berbagai minuman
fermentasi. Beberapa negara melarang penggunaan siklamat karena
diperkirakan mempunyai efek karsinogen. Batas maksimum penggunaan
siklamat adalah 500–3.000 mg per kg bahan makanan.
d) Sorbitol, merupakan pemanis yang biasa digunakan untuk pemanis kismis,
selai dan roti, serta makanan lain.
e) Asesulfam K, merupakan senyawa 6-metil-1,2,3-oksatiazin-4(3H)-on-2,3-
dioksida atau merupakan asam asetoasetat dan asam sulfamat. Tingkat
kemanisan dari asesulfam K adalah 200 kali lebih manis daripada gula pasir.
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium, asesulfam K merupakan pemanis
yang tidak berbahaya.

30
Pemanis

Tabel Batas kadar zat pemanis dalam bahan makanan


Nama Pemanis Batas Kadar /Kg
Sakarin 300 mg/Kg
Sorbitol 300 g/Kg
Aspartam -
Siklamat 3 g/Kg
Asesulfam K -

2.3.2.8 Perbedaan Pemanis alami dan pemanis buatan/sintetik


Orang memilih jenis pemanis untuk makanan yang dikonsumsinya tentu
dengan alasan masing-masing. Pemanis alami tentu lebih aman, tetapi harganya
lebih mahal. Pemanis buatan lebih murah, tetapi aturan pemakaiannya sangat ketat
karena bisa menyebabkan efek negatif yang cukup berbahaya. Pada kadar yang
rendah atau tertentu, pemanis buatan masih diijinkan untuk digunakan sebagai
bahan tambahan makanan, tetapi pada kadar yang tinggi bahan ini akan
menyebabkan berbagai masalah kesehatan.

Tabel berikut memperlihatkan perbedaan pemanis alami dan buatan.

Pemanis alami Pemanis buatan


Pada suhu tinggi bisa terurai. Cukup stabil bila dipanaskan.
Memiliki kalori tinggi. Memiliki kalori rendah.
Berasa manis normal. Berasa manis sampai puluhan bahkan
ratusan kali rasa manis gula.
Harganya cenderung lebih tinggi. Harganya sangat terjangkau.
31
Lebih aman dikonsumsi. Sebagian dapat berpotensi karsinogen
(penyebab kanker).
2.3.3 Penyedap Rasa
Bahan penyedap rasa merupakan bahan tambahan makanan yang berguna
untuk melezatkan bahan makanan. Penyedap berfungsi menambah rasa nikmat
dan menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan. Bahan
penyedap ini terdapat dalam bentuk alami dan buatan.
2.3.3.1 Penyedap Alami
Bahan penyedap dari bahan alami selalu terdapat di dalam setiap makanan.
Biasanya bahan-bahan ini dicampurkan bersama-sama sebagai bumbu makanan,
beberapa di antaranya :
a) Bawang merupakan pemberi rasa sedap alami yang paling banyak digunakan.
b) Merica memberi aroma segar dan rasa pedas yang khas.
c) Terasi merupakan zat cita rasa alami yang dihasilkan dari bubuk ikan dan
udang kecil yang dibumbui sedemikian rupa sehingga memberi rasa sedap
yang khas.
d) Daun salam memberi rasa sedap pada makanan.
e) Jahe memberi aroma harum dan rasa pedas khas jahe.
f) Cabai memberi rasa sedap dan pedas pada setiap masakan.
g) Daun pandan memberi rasa dan aroma sedap dan wangi pada makanan.
h) Kayu manis, selain memberi rasa manis dan mengawetkan juga memberi
aroma harum khas kayu manis.
i) Rempah-rempah daun lainnya seperti kemangi, serai, daun jeruk
j) Rempah-rempah kering seperti cengkeh, pala, kemiri, ketumbar dan lainnya.
2.3.3.2 Penyedap Buatan
Makanan yang kita konsumsi sehari-hari tak lepas dari penyedap atau
bumbu masak, karena memang zat tersebut menambah sedap dan menimbulkan
selera makan. Penyedap yang paling kita kenal adalah vetsin atau MSG

32
(monosodium glutamat) yang dikenal dengan merk dagang seperti Ajinomoto,
Miwon, Royco, Sasa, Maggie, dan lain-lain.

(MSG)

Penyedap buatan yang paling banyak digunakan dalam makanan adalah


vetsin atau monosodium glutamat (MSG) yang sering juga disebut sebagai micin.
MSG merupakan garam natrium dari asam glutamat yang secara alami terdapat
dalam protein nabati maupun hewani. Daging, susu, ikan, dan kacang-kacangan
mengandung sekitar 20% asam glutamat. MSG tidak berbau dan rasanya
merupakan campuran rasa manis dan asin yang gurih.
Mengonsumsi MSG secara berlebihan akan menyebabkan timbulnya
gejala-gejala yang dikenal sebagai Chinese Restaurant Syndrome (CRS). Tanda-
tandanya antara lain berupa munculnya berbagai keluhan seperti pusing kepala,
sesak napas, wajah berkeringat, kesemutan pada bagian leher, rahang, dan
punggung.
Penyedap sintetis selain MSG antara lain adalah nukleotida seperti
guanosin monofosfat (GMP) dan inosin monofosfat (IMP). Keduanya memberi
rasa gurih pada makanan.
2.3.4 Pengemulsi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988
tentang bahan tambahan makanan, pengemulsi adalah bahan tambahan makanan
yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang
homogeny pada makanan. Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fase
cairan yang tidak saling melarut, di mana salah satu cairan terdispersi dalam
bentuk globula-globula di dalam cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi
globula-globula dinamakan fase terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi
globula-globula dinamakan fase kontinyu atau medium dispersi.

33
Berikut ini adalah macam-macam emulsi yang umum digunakan dalam
bahan pangan :

2.3.4.1 Mono dan Diglycerides 


Dikenal juga dengan istilah discrete substances. Pertama kali dibuat oleh
Berthelot pada tahun 1853 melalui reaksi esterifikasi asam lemak dan
glycerol. Mono dan diglycerides merupakan zat pengemulsi yang umum
digunakan. Komponen-komponen ini dapat diperoleh dengan memanaskan
triglyceride dan glycerol dengan suatu katalis yang bersifat basa. Reaksi ini akan
menghasilkan campuran yang terdiri dari ± 45 persen mono gliserida dan ± 45
persen digliserida, serta ± 10 persen trigliserida bersama-sama dengan sejumlah
kecil gliserol dan asam-asam lemak bebas.  Mono dan digliserida yang terbentuk
kemudian dipisahkan dengan cara destilasi molekuler.  Yang tergolong mono dan
diglycerides antara lain:
a) Glycerol monolaurate, dibuat dari reaksi glycerol dan asam laurat.
b) Ethoxylated mono dan diglycerides (EMG), juga disebut
dengan polyoxyethylene (20) mono dan diglycerides.
c) Diacetyl tartaric acid ester of monoglycerides (DATEM).
d) Lactic acid ester of monoglycerides, misalnya glyceril lactyl palmitate.
e) Succinylated monoglycerides

2.3.4.2 Stearoyl Lactylates


Hasil reaksi dari asam starat dan asam laktat, selanjutnya diubah ke dalam bentuk
garam kalsium dan sodium. Bahanpengemulsi ini sering digunakan dalam produk-
produk bakery.
2.3.4.3 Propylene Glycol Ester

34
merupakan hasil reaksi dari propylene glycol dan asam-asam
lemak. Umumnya digunakan dalam pembuatan kue, roti dan whipped topping.
2.3.4.4 Sorbitan Esters 
Asam sorbitan yang terbentuk dari reaksi antara sorbitan dan asam
lemak. Sorbitan adalah produk dihidrasi dari gula alkohol yang dapat diperoleh
secara alami yaitu sorbitol. Sampai saat ini hanya sorbitan monostearat, satu-
satunya ester sorbitan yang diizinkan digunakan dalam pangan. Bahan tersebut
umumnya digunakan dalam pembuatan kue, whipped topping, cake icing, coffee
whiteners, serta pelapis pelindung buah dan sayuran segar.
2.3.4.5 Polysorbates
Ester polioksietilen sorbitan umumnya disebut polisorbat.  Ester ini dibuat
dari reaksi antara ester-ester sorbitan dan etilen oksida. Tiga jenis polisorbat yang
diizinkan untuk digunakan dalam pangan adalah polisorbat 60, Polisorbat 65,
polisorbat 80.
2.3.4.6 Polyglycerol Ester
Dibuat dari reaksi antara asam-asam lemak dan gliserol yang sudah
mengalami polimerisasi. Tingkat polimerisasinya antara 2-10 molekul. Ester-ester
poliglycerol digunakan dalam pangan yang diaerasi mengandung
lemak, beverage, icing, dan margarine.
2.3.4.7 Ester-ester Sukrosa
mono, di dan triester sukrosa dan asam-asam lemak. Ester ini dihasilkan
dari reaksi sukrosa dan lemak sapi.  Penggunaannya dalam pangan umumnya pada
pembuatan roti, produk tiruan olahan susu, dan whipped milk product.
2.3.4.8 Lecitin
Campuran fosfatida dan senyawa-senyawa lemak yang terdiri dari
fosfatidil kolin, fosfatidil etanolamin, fosfatidil inositoll, dan komponen-
komponen lainnya.  Lesitin merupakan bahan penyusun alami pada hewan
maupun tanaman.  Lecitin paling banyak diperoleh dari kedele dan kuning telur. 
Biasanya digunakan untuk emulsifier pada margarine, roti, kue dan lain-lain.
2.3.5 Pengental
Pengental yaitu bahan tambahan yang digunakan untuk menstabilkan,
memekatkan atau mengentalkan makanan yang dicampurkan dengan air, sehingga

35
membentuk kekentalan tertentu. Pengental makanan lebih dikenal dengan sebutan
Emulsifier.Pengental makanan juga termasuk salah satu dari berbagai macam zat
aditif. Zat aditif adalah bahan yang ditambahkan atau dicampurkan terhadap
makanan untuk menciptakan citarasa atau mutu yang lebih baik.
Pengental makanan juga merupakan bahan tambahan pangan yang aman
menurut SK Menkes no.722/Menkes/Per/IX/88. Untuk proses pengentalan bahan
pangan cair dapat digunakan hidrokoloid, gumi dan bahan polimer sintetis. Bahan
Pengental ini seperti karagenan, agar, pectin, gum arab, CMC.
Bahan tambahan makanan ini biasanya ditambahkan pada makanan yang
mengandung air dan minyak, misalnya saus selada, margarine dan es krim.
Berikut adalah macam-macam bahan pengental makanan dan penjelasannya.
Macam-macam Pengental Makanan :
a) Telur, mengandung lipoprotein dan fosfolipid seperti lesitin yang dikenal
sebagai misel. Struktur misel pada lesitin tersebut adalah bagian yang
membuat Emulsifier bekerja dengan baik.
b) Gelatin, adalah salah satu pengental makanan yang merupakan jenis protein
yang di ekstrasi dari jaringan kolagen kulit, atau ligament hewan. Secara garis
besar Gelatin juga salah satu pemberdayaan pengolahan limbah, karena
Gelatin diperoleh dari tulang hewan yang tidak terpakai di rumah pemotongan
hewan.
c) Kuning dan Putih Telur, utih telur adalah protein yang bersifat sebagai
emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur merupakan emulsifier yang
paling kuat. Paling sedikit sepertiga kuning telur merupakan lemak, tetapi
yang menyebabkan daya emulsifier kuat adalah kandungan lesitin dalam
bentuk kompleks sebagai lesitin protein.
d) Lesitin (Fosfatidil Kolina), adalah suatu fospolipid yang menjadi komponen
utama fraksi fospatida pada ekstrak kuning telur atau kacang kedelai yang
diisolasi secara mekanik, maupun kimiawi dengan menggunakan heksana.
Lesitin merupakan bahan penyusun alami pada hewan maupun tanaman.
Lesitin paling banyak diperoleh dari kedelai.
e) Tepung kanji, tapioka, tepung singkong, atau aci adalah tepung yang diperoleh
dari umbi akar ketela pohon. Tepung kanji merupakan salah satu emulsifier

36
yang bagus untuk makanan. Tepung ini memiliki sifat-sifat fisik yang hampir
sama dengan tepung sagu sehingga penggunaan keduanya dapat
dipertukarkan.
f) Kedelai sebagai bahan makanan memunyai nilai gizi cukup tinggi. Di antara
jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin,
mineral dan serat yang paling baik. Di dalam biji kedelai terdapat minyak
yang cukup tinggi, di samping air. Keduanya dihubungkan oleh suatu zat yang
disebut lecithin. Bahan inilah yang kemudian diambil atau diekstrak menjadi
bahan pengemulsi yang bisa digunakan dalam produk-produk olahan.
g) Susu bubuk adalah bubuk yang dibuat dari susu kering yang solid. Susu bubuk
mempunyai daya tahan yang lebih lama dari pada susu cair dan tidak perlu
disimpan di lemari es karena kandungan uap airnya sangat rendah. Susu bubuk
selain sebagai pelengkap gizi, dapat pula berperan sebagai emulsifier dalam
proses emulsi suatu bahan pangan yang sangat bagus.

2.3.6 Zat Aditif Lainnya


2.3.6.1 Vitamin dan minera
Ditambahkan ke dalam pangan seperti susu, tepung dan margarin untuk
memperbaiki kekurangan zat tersebut dalam diet seseorang atau mengganti
kehilangannya selama proses pengolahan pangan. Fortifikasi dan pengayaan
pangan semacam ini telah membantu mengurangi malnutrisi dalam populasi
masyarakat Amerika. Semua pangan yang mengandung nutrien yang ditambahkan
harus diberi label yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara internasional
atau sesuai ketentuan masing-masing negara.
2.3.6.2 Antioksidan
Pengawet yang mencegah terjadinya bau yang tidak sedap. Antioksidan juga
mencegah potongan buah segar seperti apel menjadi coklat bila terkena udara.
Antioksidan menekan reaksi yang terjadi saat pangan menyatu dengan oksigen,
adanya sinar, panas, dan beberapa logam (BHA, BHT, TBHQ, dan propil).
2.3.6.3 Bahan pengembang
Melepaskan asam bila dipanaskan bereaksi dengan baking soda membantu
mengembangkan kue, biskuit dan roti selama proses pemanggangan. Pengatur

37
keasaman/kebasaan membantu memodifiksi keasaman/kebasaan pangan agar
diperoleh bau, rasa dan warna yang sesuai.

2.3.6.4 Zat pemantap


salah satu jenis zat aditif yang di tambahkan sehingga mengikat ion logam
sehingga memantapkan warna, aroma dan serat makanan. Pada proses
pengolahan, pemanasan, atau pembekuan dapat melunakkan sayuran sehingga
menjadi lunak yang sebelumnya ’tegar’. Hal ini karena komponen penyusun
dinding sayuran tersebut yang disebut pektin. Agar tetap menjadi ’tegar’, maka
ditambahkan zat pemnatap yang umumnya dibuat dari garam seperti  CaCl2, Ca-
sitrat, CaSO4, Ca-laktat, dan Ca-monofosfat , namun rasanya pahit dan sulit larut.

2.4 Dampak Zat Aditif Makanan dan Minuman

Zat aditif yang masuk dalam tubuh kita akan menghasilkan dampak, baik zat aditif
pangan atau zat aditif non pangan. Kirara Lena (2017:21) memaparkan dalam
bukunya bahwa setiap bahan aditif dapat digunakan sebagai penambah makan jika
memang bahan tersebut digunakan dalam pengolahan pangan (zat aditif pangan),
akan tetapi zat aditif pangan yang terlalu banyak dikonsumsi diatas ambang
penggunaannya juga akan menimbulkan dampak bagi kesehatan, baik zat aditif
pangan ataupun zat aditif non pangan. Beberapa dampak yang dihasilkan oleh zat
aditif, yaitu:

 Pewarna
Penggunaan pewarna pada makanan yang boleh dan aman digunakan adalah
pewarna untuk makanan (food grade), bukan pewarna tekstil. Baik pewarna alami
maupun pewarna buatan (sintetis). Selain itu, pewarna yang masuk dalam tubuh
harus disesuaikan kadarnya. Jika suatu senyawa pewarna melebihi ambang batas
pengonsumsiannya, maka akan menimbukan dampak negative bagi tubuh.
Contonya wortel.

Wortel merupakan suatu sumber makan yang mengandung betakaroten.


Sementara itu betakaroten merupakan salah satu kumpulan dari karatenoid yang
nantinya akan diubah menjadi vitamin A oleh tubuh. Wortel yang dikonsumsi

38
secara berlebih akan menyebabkan tubuh mengalami perubahan warna kulit
(carotemia). Carotemia merupakan gangguan pada system pencernaan, diseabkan
oleh serat yang dikonsumsi berlebih dapat mengganggu kelacaran usus dalam
bekerja. Selain itu, dampak lainnya adalah hipotensi, lemas dan malas karena pada
wotel mengadung lemak yang rendah.

Makanan yang megandung pewarna tekstil akan menimbulkan dampak negatif


bagi tubuh. Hal ini karena pewarna tekstil bukan pewarna yag digunakan untuk
makanan, yang mana pada pewarna tekstil mengandung residu logam berat yang
dapat menumpuk dalm tubuh, dan akhirnya akan membuat tubuh menjadi rusak.
Penggunaan pewarna tekstil pada makanan tidak dianjurkan, baik dalam jumlah
kecil atau besar.

Berikut beberapa jenis zat pewarna dan efek sampingnya:

1. Rhodamin B. D and C Red no 19. Food Red 15, ADC Rhodamine B,


Aizen Rhodamine, dan Brilliant Pink

Sebenarnya jenis pewarna ini tidak boleh digunakan untuk mewarnai makanan
karena digunakan dalam industri tekstil dan kertas. Rhodamin B sering
disalahgunakan pada pembuatan kerupuk, terasi, cabe merah giling, agar-agar,
aromanis/kembang gula, manisan, sosis, sirup, minuman, dan lain-lain. Ciri-ciri
pangan yang mengandung rhodamin B antara lain warnanya cerah mengkilap dan
lebih mencolok, terkadang warna terlihat tidak homogen (rata), ada gumpalan
warna pada produk, dan bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit. Jika
dikonsumsi akan berefek buruk untuk kesehatan. Salah satunya dapat
menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan jika terhirup langsung. Jika
dikonsumsi akan menimbulkan reaksi keracunan dan warna air seni bisa menjadi
merah.

39
2. Methanil Yellow

Jenis pewarna non pangan yang satu ini menghasilkan warna kuning dan tak
mudah larut dalam air. Meskipun dilarang untuk mewarnai makanan, namun
banyak juga yang menggunakan pewarna sintetik ini untuk mewarnai kue-kue.
Methanil Yellow seharusnya digunakan untuk mewarnai pakaian dan cat kayu.
Efek sampingnya juga sama dengan Rhodamin B.

3. Ponceau 4R (E124 atau SX Purple)

Kode produk yang dimiliki pewarna sintetik ini adalah E124. Warna yang
dihasilkan adalah merah hati keunguan. Ponceau ini banyak digunakan untuk
mewarnai selai, kue, agar-agar dan minuman. Pewarna ini memiliki nilai ambang
batas 4 mg/kg/hari. Selain berpotensi memicu hiperaktivitas pada anak, Ponceau
4R dianggap karsinogenik (penyebab kanker) di beberapa negara, termasuk
Amerika Serikat, Norwegia, dan Finlandia. US Food and Drug Administration
(FDA) sejak tahun 2000 telah menyita permen dan makanan buatan Cina yang
mengandung Ponceau 4R. Pewarna aditif ini juga dapat meningkatkan serapan
aluminium sehingga melebihi batas toleransi.

4. Tartrazine (E102 atau Yellow 5)

40
Tartrazine adalah pewarna kuning yang banyak digunakan dalam makanan dan
obat-obatan. Ambang batas untuk pewarna ini adalah 5 mg/kg/hari, yang dapat
disamakan dengan 150 mg/hari untuk anak berberat badan 30 kg. Selain
berpotensi meningkatkan hiperaktivitas anak, pada sekitar 1- 10 dari sepuluh ribu
orang , tartrazine menimbulkan efek hipersensitif seperti kelelahan, pandangan
kabur, peningkatan sekresi nasofaringal, perasaan sesak nafas, jantung berdebar,
gatal yang hebat, bengkak atau bilur di bawah kulit, (ruam kulit), rinitis (hidung
meler), asma, purpura (kulit lebam) dan anafilaksis sistemik (shock). Intoleransi
ini tampaknya lebih umum pada penderita asma atau orang yang sensitif terhadap
aspirin.

5. Sunset Yellow (E110, Orange Yellow S atau Yellow 6)

Sunset Yellow adalah pewarna yang dapat ditemukan dalam makanan seperti jus
jeruk, es krim, ikan kalengan, keju, jeli, minuman soda dan banyak obat-obatan.
Senyawa ini memiliki ambang batas sebesar 3,75 mg/kg/hari atau 112,5 mg untuk
anak dengan berat badan 30 kg. Untuk sekelompok kecil individu, konsumsi
pewarna aditif ini dapat menimbulkan urtikaria, rinitis, alergi, hiperaktivitas, sakit

41
perut, mual, dan muntah. Dalam beberapa penelitian ilmiah, zat ini telah
dihubungkan dengan peningkatan kejadian tumor pada hewan dan kerusakan
kromosom, namun kadar konsumsi zat ini dalam studi tersebut jauh lebih tinggi
dari yang dikonsumsi manusia. Kajian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak
menemukan bukti insiden tumor meningkat baik dalam jangka pendek dan jangka
panjang karena konsumsi Sunset Yellow. Namun demikian karena tidak
memberikan manfaat kesehatan, pewarna ini seharusnya dihilangkan dari
penggunaan pada makanan.

6. Allura Red (E129)

Allura Red adalah pewarna sintetis merah jingga yang banyak digunakan pada
permen dan minuman. Senyawa ini memiliki ambang batas 7 mg/kg/hari, dan
untuk anak dengan berat 30 kg sebesar 210 mg. Allura Red sudah dilarang di
banyak negara lain, termasuk Belgia, Perancis, Jerman, Swedia, Austria dan
Norwegia. Sebuah studi menunjukkan bahwa reaksi hipersensitivitas terjadi pada
15% orang yang mengkonsumsi Allura Red. Dalam studi itu, 52 peserta yang
telah menderita gatal-gatal atau ruam kulit selama empat minggu atau lebih
diikutkan dalam program diet yang sama sekali tidak mengandung Allura Red dan
makanan lain yang diketahui dapat menyebabkan ruam atau gatal-gatal. Setelah
tiga minggu tidak ada gejala, para peserta kembali diberi makanan yang
mengandung Allura Red dan dimonitor. Dari pengujian itu, 15% kembali
menunjukkan gejala ruam atau gatal-gatal.

7. Quinoline Yellow (E104)

42
Pewarna makanan kuning ini digunakan dalam produk seperti es krim dan
minuman energi. Ambang batass untuk pewarna ini adalah 5 mg/kg/hari. Zat ini
sudah dilarang di banyak negara termasuk Australia, Amerika, Jepang dan
Norwegia karena dianggap meningkatkan risiko hiperaktivitas dan serangan asma.

8. Brilliant Blue

Senyawa ini merupakan pewarna makanan biru yang larut dalam air dan banyak
digunakan pada roti, minuman, bubuk pemanis, perment, sereal, obat-obatan, dan
produk lainnya. Ambang batas untuk pewarna ini adalah 12 mg/kg/hari, untuk
anak dengan berat badan 30 kg sebesar 360 mg/hari. Pada beberapa penelitian lain
tidak ditemukan bukti karsinogenik, namun pada penelitian lainnya menimbulkan
pertanyaan tentang kemungkinan kerusakan. Hasil tes in-vitro, pewarna ini
menginhibisi pertumbuhan neurit dan bertindak secara sinergis dengan asam L-
glutamat, mengjaukan potensial terhadap neurotoksisitas. Hal ini tentu saja
mengkhawatirkan untuk janins dan bayi dibawah enam bulan yang halangan
darah-otak belum sepenuhnya berkembang. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
sebelum pewarna ini dinyatakan aman.

 Pemanis

43
Senyawa pemanis sangan penting bagi tubuh, yang mana dapat diubah menjadi
cadangan energi. Salah satu contoh dari pemanis yaitu siklamat. Menurut Effendy,
dkk (2016) dampak penggunaan siklamat dapat berakibat positif maupun negatif
bagi masyarakat. Dampak positif siklamat yakni dapat digunakan untuk
membantu dalam manajemen berat badan, pencegahan karies gigi, kontrol glukosa
darah penderita diabetes melitus/DM, dan juga dapat digunakan untuk
menggantikan gula dalam makanan.

Dampak negatif penggunaan BTP berlebih untuk jangka pendek adalah sakit
perut, diare, demam, sakit kepala, mual, dan muntah, sedangkan efek jangka
panjang dapat menyebabkan memicu timbulnya kanker atau karsinogenik,
gangguan saraf, gangguan fungsi hati, iritasi lambung, dan perubahan fungsi sel.
Akan tetapi mengonsumsi pemanis yang berlebih dapat menggangu kesehatan
pula.Dampak dari mengonsumsi pemanis yang berlebih yaitu kanker kandung
kemih serta tumor. Hal ini terjadi ketika menggunakan pemanis non nutritive
(sakarin dan siklat). Selain itu, dapat pula menimbulkan penyakit diabetes.

Berikut beberapa jenis pemanis buatan beserta dampaknya:

1. Sakarin
Sakarin adalah pemanis buatan yang sering digunakan sebagai pengganti gula
dalam minuman ringan dan permen rendah kalori, permen karet, dan makanan
penutup. Sakarin dapat membahayakan kesehatan, beberapa penelitian telah
menemukan bahwa mengonsumsi sakarin dapat menyebabkan perubahan
mikrobioma usus dan dapat mengurangi bakteri usus yang baik, yang memainkan
peran sentral dalam segala hal mulai dari fungsi kekebalan tubuh hingga
kesehatan pencernaan. Gangguan pada bakteri menguntungkan dalam usus juga
dapat dikaitkan dengan masalah kesehatan, termasuk obesitas, penyakit radang
usus (IBD), dan kanker kolorektal.

2. Aspartame
Aspartame adalah pemanis buatan populer yang sering ditemukan dalam produk
seperti soda bebas gula, es krim, yogurt, dan permen. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa aspartame dapat merusak pinggang dan kesehatan. Sebagai
contoh, satu ulasan dari 12 studi menemukan bahwa menggunakan aspartame

44
sebagai pengganti gula tidak mengurangi asupan kalori atau berat badan. Terlebih
lagi, dibandingkan dengan gula, aspartam dikaitkan dengan kadar kolesterol HDL
(baik) yang lebih rendah, yang merupakan faktor risiko penyakit jantung.
Beberapa orang juga mengklaim bahwa aspartame dapat menyebabkan gejala
seperti sakit kepala, pusing, dan depresi.

3. Sucralose
Sucralose paling sering ditemukan dalam Splenda pemanis buatan nol kalori, yang
sering digunakan sebagai pengganti gula untuk mempermanis minuman panas
seperti kopi atau teh. Banyak penelitian menunjukkan bahwa Sucralose tidak
mempengaruhi kadar gula darah atau mengubah hormon yang terlibat dalam
kontrol gula darah ke tingkat yang sama seperti gula. Namun, satu penelitian
mencatat bahwa mengkonsumsi sucralose meningkatkan kadar gula darah dan
insulin pada 17 orang gemuk yang biasanya tidak menggunakan pemanis non-
nutrisi. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa sucralose dapat dikaitkan
dengan pengurangan bakteri usus yang baik, risiko peradangan yang lebih tinggi,
dan peningkatan berat badan. Memanaskan sesuatu dengan sucralose juga bisa
berbahaya karena pembentukan kloropropanol, yang merupakan senyawa kimia
yang dianggap beracun.

4. Acesulfame K
Acesulfame K juga dikenal sebagai acesulfame potassium atau Ace-K, sering
dikombinasikan dengan pemanis lain karena rasanya yang agak pahit. Ace-K
biasanya ditemukan pada makanan penutup beku, makanan yang dipanggang,
permen, dan permen rendah kalori. Ini adalah salah satu dari sedikit pemanis
buatan yang tahan panas. Beberapa studi menunjukkan bahwa paparan jangka
panjang dapat membahayakan aspek kesehatan yang lain. Sebagai contoh, satu
studi selama 40 minggu mencatat bahwa penggunaan teratur Ace-K mengganggu
fungsi mental dan memori.

5. Xylitol
Xylitol adalah alkohol gula yang diekstraksi dari pohon birch dan ditambahkan ke
banyak permen karet, mint, dan pasta gigi. Dibandingkan dengan gula biasa, gula
ini memiliki indeks glikemik (GI) yang secara signifikan lebih rendah, yang

45
berarti gula tidak akan meningkatkan kadar gula darah atau insulin sampai pada
tingkat yang sama seperti gula. Penelitian menunjukkan bahwa xylitol mungkin
sangat efektif untuk mencegah gigi berlubang pada anak-anak dengan risiko efek
samping yang minimal. Namun, xylitol dapat memiliki efek pencahar dalam dosis
tinggi dan dapat menyebabkan gangguan pencernaan, termasuk buang air besar
dan gas. Ini juga dapat memicu gejala pada orang dengan sindrom iritasi usus
besar, yang merupakan kondisi kronis yang memengaruhi usus besar dan
menyebabkan gejala seperti sakit perut, gas, diare, dan sembelit. Juga, perlu
diingat bahwa xylitol sangat beracun bagi anjing dan dapat menyebabkan gula
darah rendah, gagal hati, dan bahkan kematian.

 Pengawet
Ada beberapa pengawet yang diperbolehkan dalam mengawetkan makan seperti
garam dan gula. Selain itu ada pula beberapa senyawa pengawet yang
diperbolehkan penggunaannya dalam makan serta dapat menimbulkan dampak
negative, yaitu:

Zat Pengawet Penyakit yang Ditimbulkan


Natamysin Mual, muntah, tidak nafsu makan dan
diare.
Kalsium Asetat Kerusakan pada fungsi ginjal.
Nitrit dan Nitrat Mempengaruhi system peredaran
besar, keracunan, sulit bernapas, sakit
kepala, anemia, radang ginjal dan
muntah.
Kalsium Benzoate Dapat menyebabkan asma.
Sulfur Dioksida Mempercepat serangan asma, dapat
melukai lambung, mutasi genetik,
kanker dan alergi.
Kalsium dan Natrium Propionate Jika berlebihan maka akan
menyebabkan migren, kelelahan dan
kesulitan tidur.
Natrium Metasulfat Alergi pada kulit
Tabel 1. Zat pengawet yang diperbolehkan dan penyakit yang ditimbulkan
(Lena, Kirara. 2017)

46
Selain itu, ada pula pengawet yang dilarang penggunaannya dalam makanan,
yaitu:

Zat Pengawet Penyakit yang Ditimbulkan


Formalin Kanker paru-paru, gangguan alat
pencernaan, penyakit jantung serta
dapat merusak system saraf.
Boraks Mual, muntah, diare, penyakit kulit,
kerusakan ginjalserta gangguan pada
otak dan hati.
Tabel 2. Zat pengawet yang tidak diperbolehkan dan penyakit yang ditimbulkan
(Lena, Kirara. 2017)

 Penyedap Rasa
Penyedap rasa merupakan senyawa yang digunakan untuk meyedapkan makanan
dengan memperkuat rasa daging. Penyedap rasa yang sering digunakan berupa
Mononatrium Glutamate dan Monosodium Glutamate. Dengan adanya penyedap
rasa, makanan akan lebih enak dan nikat. Akan tetapi jika penyedap rasa
digunakan melebihi batas ambang penggunaanya maka akan menimbulkan
kerusakan pada organ tubuh. Seperti halnya dengan penggunaan Mononatrium
Glutamate dan Monosodium Glutamate yang berlebih maka akan menyebabkan
kelaianan hati, trauma, stress, demam tinggi, migran, asma, ketidakmampuan
dalam belajar hingga depresi.

Berikut beberapa laporan dan penelitian yang mengklaim penggunaan micin


berlebih dapat menyebabkan kondisi klinis tertentu yang memberi dampak negatif
pada kesehatan, antara lain:

1. Chinese Restaurant Syndrome


Kondisi ini bisa menyebabkan munculnya gejala berupa sakit kepala, mati rasa,
kemerahan, kesemutan, jantung berdebar, nyeri dada, mual, lemah, letih, dan
mengantuk. Ini terjadi ketika seseorang mengonsumsi micin lebih dari 3 gram.
Akan lebih parah ketika orang yang mengonsumsinya sensitif terhadap MSG.
Namun, gejala-gejala tersebut belum tentu pula disebabkan oleh mengonsumsi
micin saja.

47
2. Kerusakan sel saraf
Sejumlah penelitian menyatakan bahwa glutamat pada MSG dosis tinggi dapat
bertindak sebagai racun yang menyebabkan kerusakan sel saraf. Bahkan
disebutkan, MSG dapat menyebabkan gangguan fungsi otak dan kerusakan
berbagai organ. Unsur ini juga dapat menimbulkan sejumlah penyakit, seperti
Alzheimer, Parkinson, dan gangguan konsentrasi ketika belajar.

3. Asma
Penelitian lain juga menunjukkan mengonsumsi micin dengan takaran berlebih
dapat menyebabkan asma. Adapun jumlah takaran yang dapat memicu gejala
tersebut adalah sebesar 3 gram dalam sekali makan.

4. Sakit kepala dan hipertensi


Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi micin dalam jangka panjang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah. Beberapa orang juga terlihat lebih
sensitif terhadap micin, dan akan mengalami efek berupa sakit kepala.

5. Merusak sel
Sejumlah peneliti juga mengklaim bahwa MSG dapat merusak sel dan materi
genetik. Efek micin ini dipredikisi bisa merusak limfosit atau sel darah putih.

6. Kerusakan ginjal dan depresi


Penelitian lain menyebut bahwa mengonsumsi micin dalam jangka panjang dapat
menyebabkan kerusakan ginjal dan gejala depresi depresi akibat perubahan
serotonin, yaitu sinyal di otak yang memengaruhi suasana hati dan emosi.

2.5 Upaya Mengurangi Dampak Negatif Penggunaan Zat Aditif

Penggunaaan zat aditif pada makanan sering kali menimbulkan berbagai dampak
negatif. Dampak yang paling sering muncul adalah dari penggunaan bahan aditif
sintetik karena menggunakan bahan kimia hasil olahan industri. Dari berbagai
dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan bahan aditif, kita perlu berhati
– hati dalam mengkonsumsi makanan yang mengandung zat aditif. Beberapa
upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan
zat aditif makanan adalah sebagai berikut.

1. Mengkonsumsi makanan yang mengandung zat aditif tidak berlebihan.

48
2. Teliti memilih makanan yang mengandung zat aditif dengan memeriksa
kemasan, karat atau cacat lainnya.
3. Amati apakah makanan tersebut berwarna mencolok atau jauh berbeda dari
warna aslinya. Biasanya makanan yang mencolok warnanya mengandung
pewarna tekstil.
4. Cicipi rasa makanan tersebut. Lidah juga cukup jeli membedakan mana
makanan yang aman dan mana yang tidak. Makanan yang tidak aman
umumnya berasa tajam, misalnya sangat gurih dan membuat lidah bergetar.
Biasanya makanan-makanan seperti itu mengandung penyedap rasa dan
penambah aroma berlebih.
5. Memilih sendiri zat aditif yang akan digunakan sebagai bahan makanan.
6. Menggunakan zat aditif yang berasal dari alam.
7. Perhatikan kualitas makanan dan tanggal produksi dan serta kadaluarsa yang
terdapat pada kemasan makanan yang akan dikonsumsi.
8. Bau juga aromanya. Bau apek atau tengik menandakan bahwa makanan
tersebut sudah rusak atau terkontaminasi oleh mikroorganisme.
9. Amati komposisi serta bahan – bahan kimia yang terkandung dalam makanan
dengan cara membaca komposisi bahan pada kemasan.
10. Memeriksa apakah makanan yang akan dikonsumsi telah terdaftar di
Departemen Kesehatan atau belum.

BAB III
PENUTUP

49
3.1 Kesimpulan

1. Zat adiktif adalah istilah untuk zat-zat yang pemakaiannya

dapat menimbulkan ketergantungan fisik yang kuat dan

ketergantungan psikologis yang panjang (drug dependence).

2. Zat adiktif dalam makanan biasa berupa kafein, inhalasin,

nikotin, pewarna makanan, pengawet dan lain sebagainya.

3. Kegunaan dari zat adiktif ialah memperkaya rasa dan warna

pada makanan, memperlambat pembusukan, membuat roti

dan kue mengembang serta masih banyak lagi.

4. efek samping dari zat adiktif pada makanan ialah jika

dikonsumsi secara berlebihan, zat aditif memiliki efek

samping seperti sakit kepala, mual, jantung berdebar-debar,

berkeringat, mati rasa, dan kelelahan.

3.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan pada pembaca adalah

berhati-hatilah dalam memilih makanan. Di zaman modern ini

banyak sekali makanan yang menggunakan bahan kimia yang

berlebihan terutama dalam jajanan di sekitar kita. Bahkan sering

terjadi penggunaan bahan kimia yang penggunaannya tidak

sesuai dan sudah sedemikian luas penggunaannya sehingga

tidak lagi mengindahkan dampaknya terhadap kesehatan.

50
DAFTAR PUSTAKA

A.Z, Ridwan. 2012. Bahaya Bahan Pewarna Dan Pengawet Dalam Makanan.
http://bahaya-bahan-pewarna-dan-pengawet-pada-
makanan_RidwanAZ.com.html. Diakses pada tanggal 1 Maret 2020.

Angio, M. 2011. Bahan Kimia Dalam Makanan. Universitas Gorontalo:


Gorontalo.

Ani, Suci. 2013. Zat Aditif Makanan. http://disini-ada-suci-D-


ZatAditifMakanan.html. Diakses pada tanggal 1 Maret 2020.

Belitz, H, D dkk. 2009. Food Chemistry. Springer-Verlag Berlin Heidelberg:


Germany

BSN. 1995. Bahan Tambahan Makanan. SNI 01-0222-1995.

Judarwanto, Widodo. 2014. Kenali Bahan Aditif Makanan Aman Dan Berbahaya
Dalam Kuliner Kita. http://.kenali-bahan-aditif-aman-dan-berbahaya-
dalam-kuliner-kita_klinikgizionline.html. Diakses Pada tanggal 1 Maret
2020.

Nasution, Septian. 2013. Zat Aditif Pada Makanan.


http://septinas.blogspot.com/2013/04/zat-aditif-pada-makanan.html.
Diakses pada tanggal 1 Maret 2020.

Ningsih, Apriyati. 2006. Analisis Kadar Pemanis Dan Pewarna Sintesis Pada
Jajanan Tradisional Yang Dijual Di Pasar Besar Kota Malang.
http://student-
research.umm.ac.id/index.php/dept_of_biology/article/view/4774. Diakses
pada tanggal 1 Maret 2020.

Sabar, Setio. 2010. Amarant. https://sabar23.wordpress.com/2010/05/20/amarant/.


Diakses pada tanggal 1 Maret 2020.

51
Susilawati, Noviana. 2014. Pengemulsi, Pengental dan Pemantap.
http://novianasusilawati.blogspot.com/2014/07/bab-i-pendahuluan-a.html.
Diakses pada tanggal 1 Maret 2020.

Winarsi, Halim. 2013. Penyedap Rasa dan Aroma Sintesis Dan Alami.
http://cakrawala-pangan.blogspot.com/2013/11/penyedap-rasa-dan-aroma-
sintetis-dan.html. Diakses pada tanggal 1 Maret 2020.

Sucipto, C.D. (2016). Keamanan Pangan : Untuk Kesehatan Manusia.


Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Yuliarti, N. (2007). Awas Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Andi.
Kurniawati, Ika Y. (2009). Mengenal Zat Adiktif Makanan. Jakarta: Sinar
Cemerlang.
Widiyatno, E. (2019, Juni) Nasional Republika : Bnyak Produsen Kerupuk di
Banyumas Gunakan Pewarna Tekstil. http://nasional.republika.co.id/
Diakses pada 1 Maret 2020
Aritonang, A.2012. “Pelaksanaan Higiene Sanitasi Pengolahan Dan Pemeriksaan
Zat Pewarna Metanil Yellow Pada Hasil Industri Pengolahan Tempe Yang
Dijual Di Pasar Sei Sikambing Kota Medan”. Skripsi. Medan: Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
Ridawati & Alsuhendra 2013. Bahan Toksin Dalam Makanan. Bandung: PT.
Rosdakarya.
Lase, A.I. (2015, November) Kompasiana : Cara Cepat Mengenali Makanan
yang Mengandung Bahan Kimia Berbahaya. www.kompasiana.com
Diakses pada 1 Maret 2020.
Sendari, A.A. (2019, Mei) Liputan6 : Ciri Makanan Menggunakan Pewarna
Tekstil, Waspada Bahayanya. https://hot.liputan6.com Diakses pada 1
Maret 2020.

52
53

Anda mungkin juga menyukai