Anda di halaman 1dari 6

ARTIKEL

Tentang

CARA PEMBUATAN GARAM

Oleh :

NAMA :
1. TRIDA NOVITA BERI
2. SILPA AMUNG DOLU
KELAS : XI IPS 1
MAPEL : KIMIA

SMA KRISTEN 01 KALABAHI


2020
CARA PEMBUATAN GARAM

Garam beryodium merupakan kebutuhan primer yang tidak dapat tergantikan terutama
untuk manusia. Menurut penelitian, setiap satu orang perlu memenuhi kebutuhan konsumsi
garam beryodium sebanyak 3 kilogram per tahun.
Kekurangan garam beryodium akan menyebabkan kerdil, IQ rendah, gondok, dan
tingkat keguguran hamil semakin tinggi.
Beberapa pekan lalu, Indonesia mengalami kelangkaan garam yang disebabkan cuaca.
Akibatnya, Indonesia harus impor garam dalam jumlah besar. Harga garam pun melambung
tinggi.
Sebagai komoditas strategis, keberadaan garam merupakan suatu keharusan. Selain
untuk konsumsi manusia, garam juga dibutuhkan untuk berbagai macam industri, peternakan,
dll. Oleh sebab itu, produktivitas perlu ditingkatkan, mengingat kebutuhan pasar akan garam
terus meningkat.
Dalam proses pembuatan garam, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Berikut
beberapa di antaranya:
 Kualitas Air Laut
Kualitas air laut sangat mempengaruhi proses dan cara membuat garam. Meski memiliki
garis pantai yang amat panjang, tidak semua air laut di pantai Indonesia bisa dibuatkan
garam. Hal ini karena faktor tingkat keasaman air laut menjadi penentu bisa tidaknya air
di pangai tersebut menjadi bahan baku pembuatan garam. Jika di daerah tersebut
berdekatan dengan hilir sungai, kemungkinan besar air laut sudah tercampuri oleh air
tawar, sehingga tidak bisa menjadi bahan baku pembuatan garam.
 Cuaca
Cuaca berangin, di mana semakin kencang angin yang tertiup maka akan mempercepat
penguapan air laut. Hal ini diimbangi juga dengan faktor suhu udara pada daerah tersebut.
Jika suhu udara panas dan udara bertiup kencang, maka air akan cepat menguap, tapi
kalau kondisinya dingin, hasil yang di dapat tidak seperti ketika suhunya panas. Curah
(intensitas) hujan mempengaruhi penguapan dari air laut. Apabila intensitas hujan tinggi,
maka akan menurunkan tingkat produktivitas pembuatan garam. Panjang kemarau,
berpengaruh pada jangka waktu yang diberikan untuk membuat garam. Jika kemarau
terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka produktivitas pembuatan garam akan
semakin meningkat.

 Tanah
Sifat porositas (daya serap tanah) sangat mempengaruhi proses pembuatan garam,
terutama dengan cara tradisional. Apabila kecepatan perembesan air dalam tanah lebih
cepat dari proses penguatan, maka garam yang dihasilkan tidak akan terlalu banyak.
 Kondisi Air
Konsentrasi air garam supaya bisa mengkristal adalah antara 25-29° Be / 25-29 derajat
Baume (diukur dengan alat bernama Baumemeter). Bila konsentrasi air di bawah 25° Be,
maka kalsium sulfat akan banyak mengendap, sementara jika konsentrasi air lebih dari
29°Be maka magnesium akan banyak mengendap. Petani garam sendiri jarang sekali
menyediakan Baumeter, karena petani tradisional lebih sering menggunakan insting dalam
memperkirakan pengendapan garam. Cara membuat garam dengan cara tradisional bisa
dilakukan dengan peralatan yang sederhana. Hanya membutuhkan lahan yang luas untuk
proses penguapan dan alat untuk mengalirkan atau menyiramkan air laut ke tempat
penguapan.

1. Mengalirkan Air Laut ke Tempat yang Luas


Tempat yang luas (biasanya memakai sepetak tanah yang sudah dipersiapkan khusus)
digunakan untuk menampung air laut yang akan menguapkan air laut. Air
dimasukkan ke dalam petakan ini dengan ditimba menggunakan jerigen atau dengan
memanfaatkan pasang surut air laut. Petani garam biasanya secara langsung
menguapkan air laut yang dialirkan pada petakan-petakan dengan bantuan kincir
angin. Apabila menggunakan cara pasang surut air laut, tanah diposisikan tidak terlalu
tinggi dari air laut. Ketika air sedang pasang, penutup dibuka supaya air bisa masuk ke
dalam. Apabila air sedang surut, maka penutup air ditutup supaya air laut terjebak di
dalamnya.
2. Menjemur di Bawah Terik Matahari
Air yang sudah terkumpul pada sepetak tanah, dijemur di bawah teris sinar matahari
supaya air laut bisa menguap dan menyisakan butiran-butiran kristal yang akan
menjadi garam. Di sini lah mengapa ketika kemarau berkepanjangan atau tidak
mengalami hujan produktivitas garam akan meningkat.

Solusi atas keadaan cuaca tak menentu adalah pembuatan bungker sederhana untuk
menjaga agar bisa terus produksi meski hujan. Yang dimaksud bungker adalah kolam-
kolam air yang dinaungi bangunan prisma plastik, di mana kolam air tersebut pada
dasarnya tetap berada di atas tanah. Dengan “bungker” itu, petani garam dapat
menyimpan air laut bahkan tahun sebelumnya, sehingga bahan baku pembuatan garam
terus tersedia dan panen tetap berjalan walaupun hujan.
3. Memanen Garam
Penguapan air laut akan menyisakan garam yang akan kita panen. Petani garam
tinggal mengumpulkan dan mengambilnya untuk bisa dipanen. Garam yang sudah
terbentuk selanjutnya dipanen dengan cara dikerik menggunakan alat pengerik yang
terbuat dari kayu. Garam hasil panen kemudian dimasukkan ke dalam karung dan
selanjutnya diangkut ke gudang penyimpanan atau langsung diangkut ke pasar untuk
dijual. Cara lain untuk memperoleh garam selain memanfaatkan panas matahari adalah
dengan cara direbus. Metode perebusan yang tradisional biasanya dengan
menggunakan garam yang masih kasar yang sudah jadi lalu dilarutkan dengan air.
Setelah air tercampur dan garam sudah larut, kemudian larutan garam disaring agar air
jernih. Setelah melalui proses penyaringan air tersebut direbus dengan menggunakan
bara api sekitar 3-4 jam atau lebih, setelah itu jadilah garam rebus. Perbedaan garam
rebus dengan pembuatan garam yang mengunakan teknik penguapan panas matahari
ialah garam rebus hasilnya lebih halus sedangkan garam dengan menggunakan
pemanasan matahari akan lebih kasar (kristal garam lebih besar).

Anda mungkin juga menyukai