Anda di halaman 1dari 5

PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN KIMIAWI DARI PROSES DAGING

SAPI MENJADI RENDANG

Pendahuluan
Daging adalah bagian otot skeletal dari karkas sapi yang aman, layak dan lazim
dikonsumsi oleh manusia, dapat berupa daging segar, daging segar dingin, atau daging beku.
Pengertian dari daging segar adalah daging yang belum diolah dan atau tidak ditambahakan
dengan bahan apapun, daging segar dingin adalah daging yang mengalami proses
pendinginan setelah penyembelihan sehingga temperatur bagian dalam daging antara 0-4oC
sedangakan pengertian daging daging beku adalah daging segar yang sudah engalami proses
pembekuan di dalam blast freezer dengan temperatur internal minimum -18oC (Badan
Standarisasi Nasional, 2008). Sedangkan menurut Aberle and John (2001) mendefinisikan
daging sebagai semua jaringan tubuh hewan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan,
demikian juga dengan semua produk yang diproses atau dihasilkan dari jaringan hewan yang
telah dipotong.

Daging sebagian besar terdiri dari kandungan air, protein, vitamin, mineral dan lemak,
air adalah media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk. Menurut Lawrie (2003)
bahwa struktur daging terdiri atas jaringan ikat, pembuluh darah dan jaringan syaraf.
Kandungan nutrisi utama daging adalah protein, lemak, abu dan air. Protein merupakan
komponen terbesar dari daging. Komposisi kimia daging adalah air (75%), protein (19%),
substansi-substansi non protein yang larut (2.3%), karbohidrat (1.2%) dan lemak (2.5%). Hal
tersebut sependapat dengan Kuntoro dkk. (2013) daging merupakan bahan pangan yang
bersifat mudah rusak (perishable food), hal ini disebabkan karena daging mengandung unsur
zat gizi yang cukup baik. Unsur utama daging adalah air, protein, lemak, vitamin dan mineral.
Adanya kandungan gizi tersebut mangakibatkan daging mudah rusak dan menjadi media
yang sangat cocok bagi pertumbuhan mikroorganisme terutama bakteri. Adanya kontaminasi
bakteri pada daging akan berdampak pada penurunan mutu daging tersebut. Penurunan
kualitas daging yang paling mudah dideteksi adalah menganalisa sifat fisik daging.

Pengolahan daging diperlukan untuk menjaga kualitas daging, menghambat


pertumbuhan mikroba patogen dalam daging tidak berkembang dan tetap dapat dikonsumsi
oleh manusia. Hal ini diperlukan pengolahan daging secara tradisional maupun modern, salah
satu pengolahan daging secara tradisional yaitu rending. Rending adalah masakan berasal dari
suku Minangkabau yang disajikan saat upacara atau untuk menghormati tamu. Umumnya,
rendang terbuat dari daging sapi yang dimasak dengan santan dan rempah-rempah selama
beberapa jam sampai kandungan airnya habis dan bumbu terserap dalam daging. Menurut
Lipoeto et al (2001) ada dua jenis rendang yaitu rendang kering dan basah. Rendang kering
dapat disimpan selama 3-4 bulan dan biasanya dimasak dalam acara-acara penting untuk
menjamu tamu. Rendang basah, atau biasa disebut kalio, dapat ditemui di rumah makan
Minangkabau tanpa dibekukan, dan masih dapat dikonsumsi dalam jangka waktu sebulan.
Dalam pemasakan rendang terjadi proses pemanasan yang dapat merubah struktur
fisik maupun kimiawi dalam daging. Perubahan fisik dan kimia tersebut butuh di telusuri
lebih mendalam. Tugas ini menganalisis lebih dalam perubahan daging segar menjadi
rendang.
Tujuan
Menganalisis dari penelitian terdahulu mengenai perubahan fisik dan kimiawi daging
saat proses pemasakan menjadi rendang.

Hasil dan Pembahasan


Pengertian dari rendang daging sapi adalah produk yang dibuat dari potongan daging
sapi, diberi bumbu, dimasak dengan santan kelapa dengan/atau tanpa penambahan bahan
pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Komposisi dari rendang meliputi
daging sapi, santan , cabe, bawang putih, bawang merah, lengkuas, jahe dan garam serta
bahan pangan lain (Badan Standarisasi Nasional, 2009).
Tabel 1. Syarat Mutu Rendang Daging Sapi

(Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2009)


A. Perubahan Fisik Daging
Pada proses pemasakan rendang terjadi pemasakan panas dibawah suhu 100oC dengan
waktu yang lama mengakibatkan perubahan fisik berupa warna pada daging yang semula
berwarna merah menjadi warna coklat sampai coklat kehitaman. Belitz et al (2009)
menyatakan proses pemasakan terjadi perubahan warna daging menjadi hitam karena
terjadinya reaksi Maillard. Daging memiliki pigmen mioglobin yang mengandung senyawa
Fe2+ yang menghasilkan warna merah pada daging. Apabila terkena panas maka akan
teroksidasi sehingga mengakibatkan perubahan Fe2+ menjadi Fe3+. Perubahan ini unsur
tersebut mengakibatkan daging berwarna cokelat karena adanya pigmen metmioglobin
sehingga mengakibatkan daging berwarna kecokelatan. Hal ini didukung oleh pendapat Fajri
dkk (2013) reaksi maillard merupakan reaksi pencoklatan non-enzimatis, yang melibatkan
gula pereduksi dan asam amino. Reaksi ini menimbulkan warna coklat yang intensitasnya
tergantung pada tahapan reaksi maupun factor-faktor lain, seperti pH, tipe reaktan, suhu, dan
aktivitas air. Proses pembuatan rendang membutuhkan panas yang cukup tinggi dan waktu
yang lama, sehingga diduga mengakibatkan terjadinya reaksi maillard. Efek dari reaksi ini
bersifat baik dan buruk. Manfaat baiknya menciptakan aroma dan rasa yang khas pada
rendang, efek buruknya menghasilkan senyawa amadori yang kemungkinan dapat memblokir
pmanfaatan asam amino lisin yang sangat penting untuk pertumbuhan. Senyawa amadori
dapat membentuk ikatan silang dengan asam amino lisin yang menyebabkan asam amino
lisin tidak dapat dimanfaatkan secara biologis.
Umumnya daging sapi yang digunakan pada bagian paha atas (round) yang memiliki
kandungan kolagen tinggi. Proses pemasakan dengan suhu di bawah titik didih dan waktu
pemasakan yang lama, kolagen akan berubah menjadi gelatin sehingga membuat tekstur
daging menjadi empuk. Hal ini tidak akan terjadi apabila pemasakan dilakukan dengan
menggunakan suhu tinggi. Suhu tinggi akan menyebabkan pengerutan protein miofibrilar dan
akan menyebabkan tekstur daging menjadi semakin keras.
B. Perubahan Kimiawi Daging
Selain perubahan fisik daging juga mengalami perubahan kimiawi dalam proses
pemasakan rendang. Dalam proses pemanasan yang cukup lama kadar air dalam daging
berkurang dan mengalami cooking loss atau susut masak serta proses pemanasan yang lama
akan mengakibatkan protein dalam daging terdenaturasi. Fajri dkk (2013) menyatakan bahwa
reaksi maillard selama proses pembuatan rendang memblokir asam-asam amino esensial
sehingga tidak dapat diserap oleh tubuh. Asam-asam amino yang terblokir akibat reaksi
maillard diduga masih dapat dicerna tetapi belum tentu dapat diserap oleh tubuh. Makanan
dengan nilai biologis tinggi berkorelasi dengan tingginya supply asam amino esensial bagi
tubuh. Jumlah nitrogen yang ditahan dalam tubuh atau NPU (Net Protein Utilization) dalam
rendang dipengaruhi oleh reaksi maillard dan dapat mengurangi nilai gizi yang ditunjukkan
dengan kehilangan availabilitas asam amino esensial.
Pemanasan daging juga membuat tekstur daging lebih lembut daripada daging segar.
Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi kelembutan daging yaitu kandungan lemak daging,
proses pemasakan dan kandungan kolagen dalam jaringan yang larut dalam pemanasan suhu
medium. Kandungan lemak dalam daging menentukan kualitas daging karena lemak adalah
komponen penting dalam segi bentuk, aroma dan rasa dari daging. Daging sapi kaya akan
stearic acid, palmitic acid dan oleic acid (Yenrina et al, 2015). Didukung oleh pendapat
Isnaeniah (2016) bahwa Selama pemasakan juga terjadi perubahan flavor pada daging. Salah
satu flavor yang terbentuk selama pembuatan rendang dikarenakan oleh adanya
reaksi Maillard yang merupakan reaksi antara protein daging terhidrolisa, peptida dan asam
amino dengan gula pereduksi berperan penting dalam menghasilkan flavor daging masak.
Selain itu teknik pemasakan yang digunakan yaitu braising akan menyebabkan bumbu-
bumbu tidak hanya terasa pada permukaan saja namun hingga ke dalam daging. Faktor
penentu flavor terakhir adalah adanya marbling pada daging. Marbling pada daging akan
menyebabkan kuatnya flavor pada produk rendang yang dihasilkan.

C. Perubahan Mikrobiologi
Tujuan utama pengolahan daging segar adalah mengawetkan produk dengan menekan
atau mengurangi jumlah bakteri dalam daging yang memicu pembusukan. Faktor utama
daging manjadi media pertumbuhan bakteri pembusuk yang baik adalah kandungan daging
sebagian besar adalah air, protein, lemak dan zat gizi lainnya.
Tabel 2. Persyaratan Mutu Mikrobiologis Pada Daging Sapi Segar

(Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2008)

Pada table 2 menyajikan data standar bakteri pada daging segar, bila dibandingkan
dengan batas cemaran mikroba dalam rendang bakteri Salmonella sp.harus negatif dan Total
Plate Count rendang lebih rendah 1x102 cfu/g dari batas standar daging segar. Hal ini karena
rendang telah melalui proses pemanasan dibawah suhu didih air dengan waktu yang lama,
proses ini mengurangi kadar air dalam rendang yang berkorelasi dengan kandungan
mikroorganisme dalam daging. Menurut Fajri dkk (2008) pertumbuhan bakteri bergantung
pada pH dan kadar air yang ada dalam daging sapi. pH dan kadar air yang rendah akan
menghambat pertumbuhan bakteri sehingga total koloni bakteri menjadi rendah. Selain
dipengaruhi oleh zat makanan, perkembangbiakan mikroorganisme juga dipengaruhi oleh
faktor kelembapan, temperature, pH dan ketersediaan oksigen. Penurunan kadar protein juga
dipengaruhi oleh total koloni bakteri karena salah satu factor yang dibutuhkan bakteri untuk
pertumbuhannya adalah protein. Bakteri dapat memecah molekul-molekul kompleks dan zat
organik seperti polisakarida, lemak, protein menjadi unit yang sederhana.
DAFTAR PUSTAKA

Aberle, E.D., John C. F. 2001. Principles of Meat Science. Kendall/Hunt. page: 1-354.

Badan Standarisasi Nasional. 2008. Mutu Karkas Dan Daging Sapi. SNI 393. hal: 1-14.

Badan Standarisasi Nasional. 2009. Rendang Daging Sapi. SNI 7474. hal: 1-37.

Belitz, H., W. Grosch. and P. Schieberle. 2009. Food Chemistry, 4 th Edition. Springer Science
and Business Media Berlin. page: 1-1070.

Fajri, H., Hidayati dan Elfawati. 2008. Kualitas Daging Sapi Dengan Kemasan Plastik PE
(Polyethylen) Dan Plastik PP (Polypropylen) Di Pasar Arengka Kota Pekanbaru.
Jurnal Peternakan. Vol 5(01). hal: 22-27.

Isnaeniah, S. 2016. Proses Kimia Dari Pembuatan Rendang. https:


//sabrinaisnaeniah.wordpress.com/2016/07/16/proses-kimia-dari-pembuatan-rendang/.
Diakses pada tanggal 23 Agustus 2019.

Kuntoro, B., R. R. A. Maheswari dan H. Nuraini. 2013. Mutu Fisik Dan Mikrobiologi Daging
Sapi Asal Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan. Vol 10
(01) hal : 1-8

Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Parakkasi A: penerjemah. UI Press. Jakarta.

Lipoeto, N. I., Z. Agus, F. Oenzil, M. Masrul, N. Wattanapenpaiboon and M. Wahlqvist.


2001. Contemporary Minangkabau Food Culture In West Sumatra, Indonesia. Asia
Pacific J. Clin. Nutr. Vol 10 (01) page: 10-16.

Yenrina, R., D. Andhika, Ismed, D. Rasjmida and P. Triyani. 2015. The Effect of Repeated
Heating on Fatty Acid Profile of Beef and Spices of Rendang. International Journal on
Adv. Sci. Engin. Info. Tech. Vol 5(02). hal: 75-79.

Anda mungkin juga menyukai