Anda di halaman 1dari 19

2.

1 Definisi Pengasapan
Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan
kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran
bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan
butiran-butiran tar serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan
terlarut dalam lapisan air yang ada di permukaan tubuh ikan, sehingga terbentuk aroma dan
rasa yang khas pada produk dan warnanya menjadi keemasan atau kecoklatan (Wibowo,
1996).

Pengasapan ikan adalah salah satu cara mengolah dan mengawetkan ikan yang cukup
populer di Indonesia. Cara ini dapat dijumpai diberbagai daerah, namun
jumlahnya tidak sebanyak produk pengasinan atau pengeringan. Pengasapan dapat menunda
proses kemunduran mutu ikan (Sulistijowati dkk., 2011).

Pengasapan sebenarnya adalah suatu proses yang merupakan gabungan dari


penggaraman, pengeringan, dan pengasapan itu sendiri. Dengan penggaraman rasa daging
ikan menjadi lebih enak dan awet. Selain itu daging ikan semakin kompak karena
berkurangnya kadar air sehingga kegiatan mikroorganisme dapat dihambat. Pengeringan
bertujuan untuk menurunkan kadar air dan mendapatkan tekstur yang baik (Irawan, 1997).

Pengasapan adalah suatu teknik pengawetan dengan menggunakan asap dari hasil
pembakaran kayu atau bahan bakar lainnya. Selain untuk mengawetkan,
pengasapan berfungsi member aroma serta rasa yang khas pada daging ikan.
Pengasapan juga dapat membunuh bakteri dan daya bunuh dari asap tersebut
tergantung pada suhu pengasapan dan lama pengasapan. Makin lama ikan diasapi maka
makin banyak senyawa kimia yang terbentuk selama pembakaran, demikian pula makin
banyak zat-zat pengawet yang mengendap pada ikan asap, dengan demikian akan
lebih lama daya awet ikan asap tersebut. Yang dapat meningkatkan daya awet selama
pengasapan bukan asap melainkan unsur-unsur kimia yang ada didalam asap yang dapat
berperan sebagai disenfektan, pemberi warna, memberi cita rasa, dan aroma ikan.
Kondesat asap dapat bersifat antioksidan walaupun pada konsentrasi rendah, sementara
pengaruh utama dari degradasi lipida adalah meningkatnya secara estetik rasa dan bau
yang tidak disenangi (Sanger, 2010).

Pengasapan panas dengan mengunakan suhu pengasapan yang cukup tinggi, yaitu 80-
90oC. Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek, yaitu 3-8 jam dan bahkan
ada yang hanya 2 jam. Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan perlu diolah
terlebih dahulu sebelum disantap. Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan dingin (cold
smoking) adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang akan diasap agak jauh
dari sumber asap (tempat pembakaran kayu), dengan suhu sekitar 40 – 50 o C dengan lama
proses pengasapan beberapa hari sampai dua minggu.

Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan


kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran
bahan bakar alami. Menurut Afrianto, dan Liviawati (1991) dalam proses pengasapan ikan,
unsur yang paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Berdasarkan
penelitian laboratorium, asap mempunyai kandungan kimia sebagai berikut : air, asam asetat,
alkohol, aldehid, keton, asam formiat, phenol, karbon dioksida.

2.2 Konsep Pengawetan dengan Pengasapan


Pengasapan pangan merupakan salah satu cara pengolahan yang bersifat
mengawetkan dan mendukung disverifikasi pangan. Pengasapan merupakan kombinasi
penggaraman, pemanasa, pengeringan dan pelekatan komponen aspa pada bahan pangan.
Pengasapan merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan kombinasi
panas dan bahan kimia yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras. Kayu keras
menghasilkan asap berkualitas bak dan asap yang dihasilkan banyak, serta umumnya
mengandung 40 – 60% selulosa, 20 – 30% hemiselulosa, dan 20 – 30% lignin.

Kandungan yang terdapat dalam asap adalah asam formiat, methanol, etanol, oktanol,
asetaldehid, diasetil, aseton, dan 3,4-benzpren. Senyawa – sneyawa kimia yang mengandung
dalam asap mempunayi efek bakteriostatik, bakterisidal, dan menghambat oksidasi lemak.
selain itu kandungan fenol juga mempunyai efek menyerupai antioksidan BHA (Butil
Hidroksianisole) dan PG (Profilgalat) yang mengahambat rekasi oksidasi. Pada prses
pengasapan, fenol dapat berpengaruh terhadap daya awet, warna, dan rasa pada suatu produk.

2
2.3 Jenis Pengasapan
Ada lima jenis proses pengasapan yaitu, pengasapan dingin (cold smoking),
pengasapan hangat (warm smoking), pengasapan panas (hot smoking), pengasapan cair
(liquid smoke), dan pengasapan listrik (electric smoking).

1. Pengasapan panas (Hot smoking)


Pada pengasapan panas, suhu asap mencapai 120-140 °C dalam waktu 2-4 jam,
dan suhu pada pusat ikan dapat mencapai 60 °C. Pada pengasapan panas ini di samping
terjadi penyerapan asap, ikan juga menjadi matang.

Rasa ikan asap ini sangat sedap dan berdaging lunak, tetapi tidak tahan lama,
dengan kata lain harus dikonsumsi secepatnya. Kecuali bila suhu ruang penyimpanan
rendah. Hal ini disebabkan oleh kadar air dalam daging ikan masih tinggi (>50%).

Menurut Horner (1992), untuk mengurangi akumulasi Polynuclear Aromatic


Hydrocarbon (PAH) pada ikan, maka selama pengasapan panas suhunya harus
diturunkan (70-80 °C).

2. Pengasapan hangat (warm smoking)


Bahan baku ikan, setelah direndam dalam larutan garam, diasap kering pada suhu
sekitar 30 °C, kemudian secara bertahap suhu dinaikkan. Bila telah mencapai suhu 90 °C,
proses pengasapan selesai. Proses ini menitikberatkan pada pentingnya aroma dan cita
rasa produk dan bertujuan menghasilkan produk yang diasap yang lembut dan kadar
garam kurang dari 5 persen serta kadar air sekitar 50 persen.

Produk yang dihasilkan dari proses ini mengandung kadar air yang relatif tinggi,
sehingga mudah busuk, mutu produknya juga cepat menurun selama proses
penyimpanan, sehingga harus disimpan dalam suhu rendah.

3. Pengasapan dingin (cold smoking)


Pada pengasapan dingin suhu asap tidak boleh melebihi 20-40 °C dalam waktu 1-
3 minggu, kelembaban (RH) yang terbaik adalah antara 60-70 persen. Kelembaban di
atas 70 persen menyebabkan proses pengeringan berlangsung sangat lambat. Bila di
bawah 60 persen permukaan ikan mengering terlalu cepat, dan akan menghambat

3
penguapan air dari dalam daging. Selama pengasapan, ikan akan menyerap banyak asap
dan menjadi kering, sebab airnya terus menguap. Supaya tahan lama biasanya ikan
diasapi dengan metode ini. Produk asap dengan cara ini disebut ikan kayu, karena
memang sangat keras seperti kayu. Kadar airnya 20-40 persen. Produk dapat disimpan
selama lebih dari satu bulan.
4. Pengasapan cair (liquid smoke)
Asap diartikan sebagai suatu suspensi partikel padat dan cair dalam medium gas
(Girard, 1992). Sedangkan asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu
dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu. Cara yang
paling umum digunakan untuk menghasilkan asap pada pengasapan makanan adalah
dengan membakar serbuk gergaji kayu keras dalam suatu tempat yang disebut alat
pembangkit asap ( Maga, 1987). Kemudian asap tersebut dialirkan ke rumah asap dalam
kondisi sirkulasi udara dan temperatur yang terkontrol. Produksi asap cair merupakan
hasil pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi karena
pengaruh panas, polimerisasi, dan kondensasi (Girard, 1992).

Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya


pirolisis tiga komponen kayu yaitu : selulosa, hemiselulosa, dan ignin. Lebih dari 400
senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi. Dalam proses pengasapan cair,
aroma asap yang akan dihasilkan pada proses pengasapan didapat tanpa melalui proses
pengasapan, melainkan melalui penambahan cairan bahan pengasap (smoking agent) ke
dalam produk. Bahan baku ikan direndam dalam wood acid, yang didapat dari hasil
ekstrak penguapan kering unsur kayu atau dari hasil ekstrak yang ditambahi pewangi
kayu, yang hampir sama dengan aroma pada pengasapan, setelah itu ikan dikeringkan dan
menjadi produk akhir. Metode penambahan bahan pengasap ke dalam ikan, dapat
dilakukan melalui penuangan langsung, pengasapan, pengolesan atau penyemprotan.
Melalui proses ini tidak diperlukan lagi ruang tempat pengasapan atau alat pengasap yang
menjadi keuntungan dari proses ini, namun aroma produk yang dihasilkan jauh dibawah
dari aroma produk yang dilakukan dengan proses pengasapan sesungguhnya.

5. Pengasapan listrik (electric smoking)

4
Metode pengasapan listrik, ikan diasapi dengan asap yang telah terkena pancaran
gelombang listrik, ikan diasapi dengan asap yang telah terkena pancaran gelombang
elektromagnetik yang berbentuk korona yang dihasilkan oleh tenaga listrik (asap yang
bermuatan listrik). Pada metode ini asap yang bermuatan listrik tersebut dapat melekat ke
permukaan ikan lebih mudah daripada metode pengasapan panas atau dingin.

2.4 Prinsip Pengasapan


Proses di mana molekul larut air dan larut lemak, Uap dan partikel lain dilepaskan
dari kayu yang terbakar dan masuk dalam makanan. Makanan menyerap aroma asap
sementara asap mengeringkan makanan dan memperbaiki cita rasa. Senyawa yang
dilepaskan kayu pada proses pengasapan : Air, Aldehid, Asam asetat, Keton, Alkohol, Asam
formiat, Fenol Sebagai antioksidan dan efektif pada konsentrasi rendah, CO2.

Namun pengasapan dicurigai memiliki senyawa karsinogenik. Beberapa kelompok


karsinogenik pada makanan diantaranya adalah senyawa policyclic aromatic hydrocarbon
(PAH) pada ikan asap, N-nitroso compound (NNC) pada daging asap, dan heterocyclic
aromatic amine (HHA) pada ikan dan daging bakar atau panggang.

2.5 Proses Pengasapan


Secara umum proses pengasapan ikan meliputi:

1. Perlakuan pendahuluan
Ikan yang akan diasapi terlebih dahulu disortir, ukuran dan mutu kesegarannya.
Selanjutnya, harus dibersihkan dari kotoran yang dapat mencemari produk, dengan cara
dicuci dengan air bersih dan disiangi (dikeluarkan isi perut dan insangnya). Persyaratan
bahan baku ikan asap sebaiknya sesuai SNI 2725.2:2009. Mutu bahan baku segar sesuai
SNI 01-2729.2-1006: Ikan segar dan mutu bahan baku beku sesuai SNI 01-4110.2-2006:
Ikan beku. Bentuk ikan segar dan beku yang sudah atau belum disiangi. Bahan baku
berasal dari perairan yang tidak tercemar. Bahan baku disimpan dalam wadah dengan
menggunakan es dengan suhu pusat bahan baku maksimal 5oC untuk bahan baku segar
dan -18oC untuk bahan baku beku, disimpan secara saniter dan higienis.

Bila menggunakan bahan baku ikan yang dibekukan, ikan dicairkan pada air
mengalir. Untuk proses pencairan ini, penting untuk menjaga ikan tetap dalam keadaan

5
setengah beku untuk keperluan proses selanjutnya. Dalam mengeluarkan bagian dalam
ikan, harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak penampilan fisik hasil
perikanan. Hasil penelitian (Horner dalam Sulistijowati dkk, 2011) mutu bahan baku
memengaruhi tingkat pembentukan warna cokelat pada permukaan otot ikan. Oleh karena
itu, kualitas bahan baku akan memengaruhi tampilan dan tekstur ikan asap.

2. Penggaraman
Ikan yang sudah bersih atau sudah mengalami perlakuan pendahuluan (sudah
dicuci dan disiangi) dilakukan proses penggaraman. Penggaraman ini dapat dilakukan
baik dengan cara penggaraman kering (dry salting) maupun penggaraman dengan larutan
garam (brine salting). Penggaraman menyebabkan daging ikan menjadi lebih kompak,
karena garam menarik air dan menggumpalkan protein dalam daging ikan. Pada
konsentrasi tertentu, garam dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu, garam
juga menyebabkan daging ikan menjadi enak (Adawyah 2007).

Pada konsentrasi yang agak tinggi, garam dapat menghambat perkembangan


bakteri dan perubahan warna. Di samping hal tersebut, garam juga memberikan flavor,
tetapi kemurnian dan kepekatan garam yang digunakan harus benar-benar terkontrol.
Kepekatan dan lamanya proses penggaraman tergantung pada keinginan pengolah yang
disesuaikan dengan selera konsumen. Pada perusahaan pengasapan, umumnya
menggunakan metode penggaraman larutan dengan kejenuhan garam 70-80 %. Larutan
garam dengan kejenuhan 100 % akan merusak produk yaitu dengan terbentuknya kristal
garam di atas permukaan ikan. Sebaliknya, bila menggunakan larutan garam yang
mempunyai kejenuhan 50 %, ikan dapat sedikit mengembang. Walaupun ikan dapat
menyerap garam 2-3 %, ikan juga dapat bertambah beratnya 2-3 % akibat dari air yang
diserap dan air ini harus diuapkan selama proses pengasapan. Penggunaan bahan
pembantu garam ini sebaiknya sesuai SNI 01-4435-2000.

3. Pengeringan
Proses pengeringan ini sangat menentukan kekompakan atau kekenyalan produk
asap. Proses pengeringan menyebabkan turunnya kadar air dan aktivitas air. Pengeringan
bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam daging ikan dan

6
memudahkan daging ikan menyerap partikel-partikel asap pada saat pengasapan
(Hildebrandt, 2003).

Salah satu faktor yang dapat mempercepat proses pengeringan adalah angin
(udara yang mengalir). Bila udara diam, maka kandungan uap air di sekitar produk yang
dikeringkan makin jenuh sehingga pengeringannya semakin lambat (Moeljanto, 1992).

Jika daging ikan yang sangat basah langsung diasapi tanpa dilakukan pengeringan
maka banyak kandungan air dari permukaan ikan yang akan menguap dan terjadi
destilasi. Produk destilasi dari pembakaran kayu yang utama adalah bahan semacam tar
dan akan menempel pada permukaan ikan, sehingga permukaan ikan berwarna cokelat
tua gelap dan jelek.

Pengeringan dapat dilakukan dengan cara menggantung ikan di atas rak-rak


pengering di udara terbuka. Hal ini dapat dilakukan pada kondisi iklim yang kelembaban
nisbihnya rendah. Akan tetapi, bila iklim setempat mempunyai kelembaban yang tinggi
hingga proses pengeringan menjadi lambat, maka tahap pengering harus dilakukan dalam
lemari-lemari pengering. Ikan yang berkadar lemak tinggi, pada pengeringan
pendahuluannya harus dipersingkat dengan menaikkan sedikit suhunya, karena lemak
dapat menghambat pengeringan permukaan. Di samping itu, lemak dapat menghambat
perembesan air ke permukaan sehingga waktu yang diperlukan untuk proses pengeringan
menjadi lebih lama.

4. Penataan
Penataan ikan diatur sedemikian rupa dalam ruang pengasapan bertujuan untuk
mendapatkan aliran asap dan panas yang merata di mana hal ini sangat menentukan
kualitas produk akhir. Untuk mendapatkan aliran asap dan panas yang merata, jarak
antara ikan-ikan pada rak pengasap dan jarak antara masing-masing rak pengasapan
dalam ruang pengasapan tidak boleh terlalu rapat.
5. Pengasapan
Proses pemanasan dan pengasapan dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Selain itu, adanya proses dehidrasi, koagulasi protein dan pelekatan zat-zat formaldehid
dan phenol akan berpengaruh baik secara fisik maupun kimiawi, yaitu terbentuknya suatu

7
lapisan yang dapat mencegah penetrasi dan pertumbuhan mikroba pada makanan tersebut
(Price dalam Siswina, 2011).

2.6 Media dan Alat-Alat Pengasapan


1. Media Pengasapan
Media pengasapan merupakan faktor penting yang menentukan kualitas produk hasil
asapan. Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena ada
senyawa asam, fenolat, dan karbonil. Kandungan senyawa fenol berfungsi untuk
memberi cita rasa dan warna yang diinginkan pada produk asapan, yang memiliki sifat
antioksidan dan antimikroba, di samping sifat-sifat lain seperti mengubah tekstur pada
produk olahan (daging, ikan) dan mengubah kualitas nutrisi pada produk olahan. Berikut
merupakan media yang lazim digunakan dalam pengasapan tradisional ialah :

a. Tempurung kelapa
Tempurung kelapa merupakan bahan bakar yang selama ini banyak digunakan
untuk pengasapan ikan. Tempurung kelapa mengandung lignin dan sedikit selulosa.
Kandungan methaxyl-nya hampir sama seperti kayu. Asap yang dihasilkan dari
tempurung kelapa memiliki dua senyawa, yaitu fenol dan asam asetat, dua senyawa
yang bersifat antimikroba. Selain termasuk golongan kayu yang keras, tempurung
kelapa apabila melalui proses pembakaran secara langsung dengan udara terbatas
akan menghasilkan arang dengan kualitas yang cukup tinggi. Dimana asap yang
dihasilkan melimpah dengan waktu pembakaran yang lama dan temperatur yang
dihasilkan tinggi. Oleh karena itu tempurung kelapa dianggap bahan bakar yang
cocok untuk pengasapan ikan. Tetapi ketersediaan tempurung kelapa semakin
berkurang, sementara kebutuhannya terus meningkat. Karena itu perlu dicari bahan
bakar alternatif untuk proses pengasapan.

8
b. Kayu (serbuk gergaji)
Asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras akan berbeda
komposisinya dengan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu lunak. Pada
umumnya kayu keras akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya
kandungan aromatic dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan
kayu lunak. Pada penggunaan kayu keras, asap yang dihasilkan gumpalan asap yang
tebal dan tidak terlalu menyebar. Bila menggunakan kaya lunak (resinous), asap yang
dihasilkan banyak mengandung senyawa yang dapat menimbulkan hal dan bau yang
tidak diinginkan. Dengan kata lain jenis kayu yang digunakan sebagai sumber asap
sebaiknya memenuhi tiga syarat, yaitu keras, tidak mudah/cepat terbakar, dapat
menimbulkan asap dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang lama.

Tidak semua jenis kayu dapat digunakan sebagai sumber asap,hanya beberapa
bahan bakar yang baik digunakan pada proses pengasapan, di antaranya adalah jenis-
jenis kayu keras (hard wood) misalnya dari pohon buah-buahan, baik berupa
potongan-potongankayu, tatal, maupun serbuk gergaji. Biasanya jenis kayu yang
digunakanoleh para pengolah ikan adalah kayu yang mudah didapat di lingkungan
daerah mereka.

Jenis kayu keras yang dapat digunakan adalah kayu jati, kayu mahoni, kayu
ulin, dan kayu buah-buahan seperti kayu dari pohon buah mangga rambutan dan lain-
lain. Di negara-negara maju biasanya bahan bakar digunakan jenis kayu beech dan
oak dalam bentuk serbuk gergaji. Asap dari pembakaran serbuk kayu mengandung
formaldehid, aldehid, asam asetat, metil alkohol dan tar yang tinggi. Komposisi asap
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu temperatur pada pembakaran kayu, model
atau tipe dan ukuran tungku, jenis kayu dan kekeringannya. Untuk menghasilkan
asap yang baik pada waktu pembakaran sebaiknya menggunakan jenis kayu keras,
9
sehingga diperoleh ikan asapan yang baik (Tranggono dkk, 1997). Asap yang
dihasilkan dari pembakaran kayu keras akan berbeda komposisinya dengan asap
yang dihasilkan dari pembakaran kayu lunak. Pada umumnya, kayu keras akan
menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan aromatic dan lebih
banyak mengandung senyawa asam dibandingkan kayu lunak (Girard, 1992). Dalam
rangka efisiensi penggunaan kayu perlu diupayakan pemanfaatan serbuk kayu
menjadi produk yang lebih bermanfaat, seperti pemanfaatan serbuk gergaji dalam
pengasapan ikan.

c. Serabut kelapa

Sabut kelapa dapat digunakan sebagai karbon aktif karena mengandung unsur
karbon (C) dan strukturnya yang keras. Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang
menghubungkan satu serat dengan serat lainnya, dimana serat adalah bagian yang
berharga dari sabut, dengan pemanfaatan limbah tersebut, maka akan dihasilkan
produk yang bernilai ekonomis dalam bentuk kabon yang kemudian dapat diproses
lebih lanjut menjadi kabon aktif. Tempurung dan serabut kelapa banyak digunakan
sebagai bahan bakar pengasapan, karena mudah didapatkan, murah, dan dapat
menghasilkan aroma dan rasa ikan asap yang sedap.

d. Ampas tebu

Pemilihan ampas tebu (Saccharum officinarum) sebagai media pengasapan


karena memiliki kandungan selulosa sebanyak 50%, hemisolulosa 25%, dan lignin
25% (Hermiati dkk., 2010) yang serupa dengan kandungan pada kayu keras. Apabila
senyawa hemiselulosa, selulosa, dan lignoselulusa dibakar maka akan menghasilnya
senyawa-senyawa seperti fenol, furan, karbonil, dan asam berserta turunannya.

e. Sekam padi

10
Pengasapan sekam padi menghasilkan asap yang tipis dan pembakaran sekam
padi berlangsung lambat tidak seperti kayu atau tempurung kelapa yang lebih mudah
terbakar sehingga tidak menyebabkan peningkatan suhu yang tinggi yang dapat
menyebabkan kerusakan protein daging karena apabila produk daging diberikan atau
diolah menggunakan suhu yang berlebihan dikhawatirkan dapat merusak kandungan
nutrisi termasuk dalam hal ini protein pada daging.

f. Batang ubi kayu

Ubi kayu merupakan tanaman berumur pendek dan cukup mudah ditemukan
karena sering dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Di beberapa daerah, ubi
kayu dikenal juga dengan nama singkong atau ketela. Ubi kayu mengandung
polisakarida seperti hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Jika diolah menjadi asap, asap
cair yang dihasilkan mengandung berbagai macam senyawa seperti fenol, benzopiren,
dan air dengan komposisi yang berbeda-beda. Fenol merupakan senyawa yang
dibutuhkan untuk mengawetkan makanan dengan asap. Kandungan fenol pada daging
ikan yang diasapi bisa berasal dari batang ubi kayu.

2. Alat-alat Pengasapan

Proses pengasapan secara tradisional biasanya dilakukan dengan alat sederhana di


mana pergerakan dan aliran asap (smoke flow) berjalan secara alami dan sumber asap di
dasar tungku, masuk melalui saluran asap kemudian mengasapi ikan-ikan di rak bagian
bawah. Asap terus bergerak ke atas sekaligus memanasi dan mengeringkan permukaan
tubuh ikan. Peralatan pengasapan yang ada dan berkembang di Indonesia adalah
pengasapan tradisional, di antaranya :

a. Tungku Pengasapan

11
Tungku pengasapan banyak digunakan oleh pengolah ikan asap secara
tradisional. Tungku pengasapan ini terbuat dari batu bata dan diatasnya di beri plat
besi untuk tempat ikan ketika di asapi. Bahan pengasapan yang digunakan adalah
tempurung kelapa, dan beberapa jenis kayu seperti kayu mahoni atau kayu jati.
Proses pengasapan ikan menggunakan tungku dilakukan dengan cara memanggang
ikan langsung di atas api. Umumnya, proses pengasapan ini termasuk proses
pengasapan panas (hot smoking).

b. Gubug Pengasapan

Ukuran gubug tempat pengasapan ini biasanya adalah 10x5 m. Pengasapan


ikan dilakukan di dalam gubug ini. Ikan diserakkan di atas para-para. Sumber asap
berasal dari kayu jenis tertentu, seperti kayu seru, tempurung/sabut kelapa,dan lain-
lain yang dibakar di dasar lantai, gubug tempat pengasapan ini banyak digunakan
oleh nelayan.

c. Drum Pengasapan

Oven Pengasapan dari Drum Bekas Alat dibuat dari drum bekas ukuran 200
liter. Dasar drum dibuat berlubang agar udara segar masuk dan untuk sarana
pembuangan abu, sedangkan di bagian atas pipa dibuat cerobong, antara tungku dan

12
ruang pengasapan dibuat bersusun dengan ukuran tergantung ukuran ikan dan cara
penyusunan ikan.

Drum bekas yang bersih dilengkapi dengan cantelan atau kaitan untuk
menaruh ikan, potongan bambu atau kawat sebagai penggantung ikan yang akan
diasapi. Di atas drum ini diberi tutup, sekaligus sebagai pengatur ketebalan asap, atau
bagian bawah drum itu dijadikan tungku. Kapasitas alat pengasap ini sangat terbatas
dan kurang efisien untuk pengasapan ikan dalam jumlah besar.

d. Rumah Pengasapan

Alat ini diciptakan dan diperkenalkan oleh Pusat Penelitian dan


Pengembangan Perikanan. Konstruksi alat ini terdiri dari tiga bagian susunan terpisah
yaitu: ruang pengasapan, tumpukan rak dan tutup di bagian atasnya. Ukuran 1,5x1,5
m dan tingginya tergantung dari tumpukan rak yang digunakan. Dinding ruang
pengasapan dari seng dengan bingkai kayu, tinggi dapur satu meter. Sebagai tempat
perapian digunakan drum yang diletakkan dalam ruang pengasapan yang dilengkapi
dengan lubang yang menghadap ke atas untuk keluarnya panas dan asap. Rak untuk
meletakkan ikan terbuat dari bingkai kayu, beralas krei bambu. Tutup rumah asap
berbentuk atap rumah, terbuat dari seng dengan bingkai kayu. Hasil percobaan

13
dengan alat ini menunjukkan bahwa untuk mengasapi 250 kg ikan dengan rendemen
produk akhir sekitar 30 persen dibutuhkan waktu ± 18 jam dengan konsumsi kayu
bakar sekitar 2 kg/jam. Alat pengasap seperti itu banyak dilakukan oleh nelayan
tradisional. Akan tetapi dari segi efisiensi tergolong boros karena banyak asap yang
terbuang.

e. Lemari Asap

Dengan menggunakan tempat pengasapan berbentuk lemari yang dapat


ditutup rapat, panas dan asap kayu dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Ikan
digantungkan pada palang-palang kayu atau besi diletakkan pada rak dalam lemari.
Sumber panas dan asapnya terdapat di bagian bawah, sehingga panas dan asap yang
terbentuk dapat langsung atau melewati terowongan asap masuk ke dalam ruangan
asap. Di bagian atas lemari diberi saluran untuk pengeluaran asap.

Alat ini mudah dioperasikan, waktu yang digunakan dalam setiap pemrosesan
lebih cepat (10-15 menit) dibandingkan dengan alat tradisional (3-6 jam), kapasitas
alat 25 kg/proses, hasil ikan asapnya lebih nikmat karena adanya tambahan rempah-
rempah, ikan asap tahan 3-5 hari jika ditambahkan asap cair, dan produk ikan asap
lebih higienis karena tidak terkotori oleh lalat dan debu. Alat ini tahan karat sehingga
akan meningkatkan produktivitas dan pendapatan pengasap ikan (Sukoyo, et al 2010).

f. Smoking Cabinet

Pengasapan ikan dengan menggunakan smoking cabinet adalah metode


pengasapan langsung di mana asap yang dipakai untuk mengasapi ikan tidak
diperlakukan khusus seperti halnya pada pengasapan asap cair. Asap yang digunakan

14
adalah asap yang merupakan hasil langsung dari pembakaran bahan bakar, asap
tersebut ditampung dan disirkulasi dalam sebuah ruangan cabinet.

2.7 Keuntungan dan Kerugian Metode Pengasapan


Keuntungan pengasapan :

1. Rasa, bau, warna meningkat. Memberi Cita rasa serta penghambatan oksidasi oleh fenol
a. Aroma pada ikan yang berasal dari aldehid dan fenol
b. Rasa keasap-asapan yang dihasilkan oleh asam-asam organik dan fenol serta zat-zat
lain sebagai pembantu. Penampilan Ikan:
a) Kulit Ikan Asap : Mengkilat, akibat interaksi antara formaldehid dengan fenol
Menghasilkan Lapisan Damar Tiruan Pada Permukaan Ikan (Mengkilap)
b) Warna ikan : kuning emas sampai kecoklatan akibat reaksi kimia antara fenol dari
asap dengan oksigen dari udara
2. Lebih empuk
3. Cukup mampu mengawetkan. Daya pengawetan Kelompok phenol, kel asam organik dan
kel aldehyda menghambat pertumbuhan miktoorganisme. Mikroorganisme yang tidak
membentuk spora kurang tahan terhadap asap dan dapat diasapi-panas dengan
pengasapan yang singkat.

Proses pengasapan ikan di Indonesia umumnya masih dilakukan secara tradisional,


menggunakan alat-alat sederhana, serta kurang memperhatikan aspek sanitasi dan higienis
sehingga dapat merugikan kesehatan lingkungan. Kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan
oleh pengasapan tradisional antara lain kenampakan yang kurang menarik (hangus sebagian),
kontrol suhu yang sulit dilakukan, dan pencemaran udara (polusi). Melihat kelemahan-
kelemahan yang ditimbulkan oleh pengasapan tradisional, dewasa ini telah mulai

15
dikembangkan beberapa alat pengasapan seperti tungku pengasapan yang dilengkapi dengan
cerobong maupun lemari pengasapan sehingga proses pengasapan secara tradisional terlihat
lebih saniter dan higienis.

Pengasapan tradisional, berdasarkan penelitian, mempunyai kekurangan sebagai berikut:

1. Kontrol asap sulit, artinya sirkulasi dan arah asap seringkali tidak terarah pada satu aliran
melainkan ke segala arah tergantung pada angin.
2. Temperatur juga sulit dikontrol, karena bila angin bertiup kencang dapat menyebabkan
kayu menyala dan segera mematangkan ikan-ikan pada rak bagian bawah. Akibatnya
proses pematangan tidak merata.
3. Pemindahan rak-rak dari lapisan atas ke lapisan bawah setiap kali ikan di bawah lapisan
sudah masak. Hal ini menyulitkan dan memerlukan tenaga tersendiri. Karena bila ikan di
bagian rak bawah sudah cukup warna dan teksturnya maka harus dikeluarkan, kemudian
ikan bagian atas dipindah ke bawah, sehingga dalam hal ini waktu pengasapan menjadi
tidak seragam.
4. Kelembapan udara dalam ruang asap akan meningkat pada saat terjadi evaporasi dari
tubuh ikan di bagian bawah. Asap basah menuju lapisan atas tidak dapat mengeringkan
permukaan tubuh ikan yang berada di bagian atas dengan baik.

Kelemahan pengasapan tradisional:

1. Waktu persiapan lama


2. Tidak terkontrol kualitasnya
3. Cemaran bau asap
4. Resiko kebakaran
5. Waktu optimum dan suhu pengasapan tidak dapat dipertahankan
6. Menghasilkan senyawa karsinogen seperti fenol, nitrosamin, benzopiren

2.8 Contoh Metode Pengasapan


1. Pengasapan ikan (ikan roa, ikan salai, ikan lele, ikan tongkol)
Ikan dapat diasapi dengan dua cara, yaitu pengasapan panas (hot smoking) dan
pengasapan dingin (cold smoking). Pada pengasapan panas, waktu pengasapan hanya
beberapa jam saja karena suhu yang digunakan cukup tinggi yaitu 70-100°C sehingga

16
daging ikan menjadi matang. Daya awetnya hanya beberapa hari saja. Daya awet ikan
yang diasap panas ditimbulkan oleh garam, asap dan panas. Sedangkan pada ikan yang
diasap dingin, pengasapan berlangsung selama 1-2 minggu dengan suhu 40-50°C dan
dengan daya awet 2-3 minggu sampai berbulan-bulan.

2. Pengasapan daging sapi pastrami


Pastrami umumnya terbuat dari daging brisket, daging kambing atau kalkun.
Untuk membuatnya mula-mula daging di brine dengan rempah-rempah dan garam, lalu
diasapi dan dikukus. Pastrami biasanya dihindangkan sebagai isian sandwich, sementara
di negara-negara Mediterania dihidangkan sebagai isian kebab.

3. Pengasapan daging babi


a. Panaskan pemanggang dengan suhu sedang hingga tinggi.
b. Olesi jeruji pemanggang dengan minyak sayur. Metode ini ampuh mencegah daging
lengket ketika dibakar. Untuk mempermudah prosesnya, cobalah mengoleskan
minyak dengan bantuan kuas barbeku khusus
c. Bakar daging babi sampai akan berubah menjadi kecokelatan.

17
4. Pengasapan sosis
Pengasapan dilakukan pada suhu 70°C selama 30 menit, asap diusahakan
menempel dan masuk ke dalam casing sehingga sosis berflavor asap. Pengasapan adalah
suau cara pengawetan bahan makanan terutama pada daging dan ikan. Pengasapan dapat
memberikan cita rasa khas, mengawetkan, dan memberikan warna yang khas.

5. Pengasapan dendeng
a. Pilih jenis daging yang ingin diasapi. Teknik pengasapan dapat digunakan untuk tipe
daging mana saja, namun biasanya potongan besar akan memerlukan waktu memasak
yang perlahan dan lama.
b. rendam daging dalam air garam atau bumbu. Daging biasanya di rendam dalam air
garam atau bumbu untuk menambahkan kelembaban dan rasa daging sebelum
diasapkan.
c. Letakkan daging di dalam pengasap. bisa menempatkannya langsung di atas
pemanggang atau di dalam baki alumunium. Jangan membungkus daging dengan foil,
karena akan menghalangi asap menyentuh daging . Asap harus bisa mengelilingi
daging selama proses memasak.

18
6. Pengasapan keju
Mengasapi keju dapat menghasilkan rasa seperti kacang dan berasap yang
berbeda dengan keju segar. Karena keju dapat mengeluarkan embun atau berkeringat
pada suhu di atas 32°C, perlu menggunakan cara pengasapan dingin.
a. Tunggulah saat cuaca dingin. Keju harus "diasapi dalam keadaan dingin," agar tidak
meleleh. Paling mudah dilakukan jika suhu udara tidak lebih dari 16°C, bahkan
dengan cara yang akan digunakan untuk menjaga suhu agar tetap rendah.
b. Potong keju sesuai selera. Segala jenis keju bisa diasapi, kecuali kejunya sangat
lembut sehingga bisa jatuh pada pemanggang. Keju gouda, cheddar, dan gruyère
adalah pilihan yang biasa digunakan
c. Keringkan keju dan letakkan di suhu ruangan. Bukalah keju dan diamkan di dalam
kulkas semalaman. Keluarkan dari kulkas keesokan harinya dan diamkan hingga
mencapai suhu ruangan.

19

Anda mungkin juga menyukai