Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA BAHAN MAKANAN


PERCOBAAN III
REAKSI MAILLARD

DISUSUN OLEH

NAMA : SHARA AULIA RAMADHANI


NIM : G30119039
KELOMPOK : VIII (DELAPAN)
ASISTEN : MARLINCE GANTI

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU

NOVEMBER 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar
Belakang

Produk pangan yang diproduksi memiliki aroma dan warna yang berbeda-
beda. Aroma dan warna tersebut dihasilkan dari bahan itu sendiri ataupun
akibat reaksi yang terjadi ketika proses pengolahan bahan makanan tersebut.
Proses pengolahan makanan seperti pemanasan dapat menghasilkan warna
kecoklatan. Warna kecoklatan disebabkan adanya reaksi pencoklatan non
enzimatis yaitu reaksi maillard dan karamelisasi (Andika, 2015).

Reaksi-reaksi antara karbohidrat dan protein, khususnya gula pereduksi


dengan gugus amina primer, disebut reaksi Maillard. Hasil reaksi tersebut
menghasilkan bahan berwarna coklat, yang sering dikehendaki atau kadang-
kadang malahan menjadi pertanda penurunan mutu. Warna coklat
pembuatan sate atau pemanggangan daging, adalah warna yang dihendaki,
demikian juga halnya pada penggorengan ubi jalar dan singkong, serta
pencoklatan yang indah dari perbagai roti (Poedjiadi, 1994).

Reaksi Maillard adalah reaksi pencoklatan non enzimatis yang terjadi karena
adanya reaksi antara gula pereduksi dengan gugus amin bebas dari asam
amino atau protein. Reaksi ini banyak terjadi pada produk pangan yang
biasa dikonsumsi sehari -hari. Reaksi Maillard dalam makanan dapat
berfungsi untuk menghasilkan flavor dun aroma, dapat menyebabkan
kehilangan ketersediaan asam amino, kehilangan nilai gizi, pembentukan
antinutrisi, pembentukan komponen toksik dun komponen mutagenic
(Poedjiadi, 1994).
Adapun hal yang melatarbelakangi percobaan ini yaitu untuk Untuk
mengevaluasi aroma dan warna larutan hasil reaksi asam amino-glukosa
yang dipanaskan.
1.2. Rum
usan Masalah

Adapun rumusan masalah dari percobaan ini yaitu bagaimana aroma dan
warna larutan hasil reaksi asam amino-glukosa yang dipanaskan?

1.3. Tuju
an

Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengevaluasi aroma dan
warna larutan hasil reaksi asam amino-glukosa yang dipanaskan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Reaksi Maillard

Reaksi Maillard adalah reaksi pencoklatan non enzimatis yang terjadi karena
adanya reaksi antara gula pereduksi dengan gugus amin bebas dari asam
amino atau protein. Reaksi ini banyak terjadi pada produk pangan yang
biasa dikonsumsi sehari -hari. Reaksi Maillard dalam makanan dapat
berfungsi untuk menghasilkan jlavor dun aroma, dapat menyebabkan
kehilangan ketersediaan asam amino, kehilangan nilai gizi, pembentukan
antinutrisi, pembentukan komponen toksik dun komponen mutagenic
(Poedjiadi, 1994).

Reaksi-reaksi antara karbohidrat dan protein, khususnya gula pereduksi


dengan gugus amina primer, disebut reaksi Maillard. Hasil reaksi tersebut
menghasilkan bahan berwarna coklat, yang sering dikehendaki atau kadang-
kadang malahan menjadi pertanda penurunan mutu. Warna coklat
pembuatan sate atau pemanggangan daging, adalah warna yang dihendaki,
demikian juga halnya pada penggorengan ubi jalar dan singkong, serta
pencoklatan yang indah dari perbagai roti (Winarno, hal 41, 1984).

2.2 Mekanisme Reaksi Maillard

Menurut (Winarno, hal 42, 1984) reaksi Maillard berlangsung melalui tahap-
tahap sebagai berikut :
(a) Suatu aldosa bereaksi bolak-balik dengan asam amino atau dengan suatu
gugus amino dari protein sehingga menghasilkan basa Schiff,
(b) Perubahan terjadi menurut reaksi Amadori sehingga menjadi amino ketosa,
(c) Dehidrasi dari hasil reaksi Amadori membentuk turunan-turunan furfural
dehida, misalnya dari heksosa diperoleh hidroksimetil furfural,
(d) Proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan hasil antara metil α-dikarbonil
yang diikuti penguraian menghasilkan reduktor-reduktor dan α-dikarboksil
seperti metilglioksal, asetol, dan diasetil,
(e) Aldehida-aldehid aktif dari 3 dan 4 terpolimerisasi,
(f) Tanpa mengikutksertakan gugus amino (hal ini disebut kondensasi aldol)
atau dengan gugusan amino membentuk senyawa berwarna coklat yang
disebut melanoidin,
(g) Pencoklatan Akibat Vitamin C.

2.3. Prinsip Reaksi Maillard

Berdasarkan oksidasi dan pemanasan senyawa karbohidrat menghasilkan


senyawa kompleks berwarna coklat dengan bau yang khas (bau karamel).
(Winarno, 1997). Dalam kondisi tertentu, gula pereduksi dapat bereaksi
dengan senyawa yang mengandung gugus amino bebas dan menjalani urutan
reaksi yang dikenal secara kolektif sebagai reaksi Maillard. Sebagai bagian
dari ini, senyawa alfa-dikarbonil yang dihasilkan dalam reaksi Maillard dapat
bereaksi dengan asam amino dan menghasilkan pirazina aromatik. Sementara
sejumlah tertentu pencoklatan dan pembentukan rasa diinginkan dalam
banyak makanan, tetapi pencoklatan yang berlebih menimbulkan aroma yang
tidak diinginkan (Winarno, 1997).

Mekanisme reaksi Maillard sangat kompleks, dimana gula amin akan


mengalami denaturasi, siklisasi, fragmentasi, dan polimerisasi sehingga
terbemtuk kompleks pigmen yang disebut melanoidin. Reaksi Maillard
mungkin dikehendaki, misalnya pada pembentukan kulit luar coklat pada
roti, dan mungkin juga tidak dikehendaki, misalnya pada pelunturan coklat
susu yang diuapkan dan disterilkan (Prangdimurti et al., 2007).

2.4 Glukosa

Glukosa darah adalah konsentrasi dalam gula darah, atau tingkat glukosa
serum diatur ketat dalam tubuh. Glukosa yang di alirkan dalam darah adalah
sumber utama energy untuk sel-sel tubuh. Glukosa adalah bahan bakar utama
bagi kebanyakan jaringan. Pada keadaan pasca penyerapan, kadar glukosa
darah dipertahankan antara 4,5-5,5 mmol/L setelah mengkonsumsi
karbohidrat, kadar tersebut dapat meningkat menjadi 6,5-7,2 mmol/L, dan
pada saat kelaparan kadarnya dapat turun menjadi mmol/L. (Robert K.
Murray, 2009).

Gambar 2.4 D-glukosa, Robert K. Murray (2009).

Glukosa merupakan salah satu bentuk hasil metabolisme karbohidrat yang


berfungsi sebagai sumber energi utama yang dikontrol oleh insulin.
Kelebihan glukosa diubah menjadi glikogen yang akan disimpan di dalam
hati dan otot untuk cadangan jika diperlukan. Peningkatan kadar glukosa
darah terjadi pada penderita Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), Gula
Darah Puasa Terganggu (GDPT) dan Diabetes mellitus (DM).Obesitas dan
berat badan berlebih merupakan faktor predisposisi terhadap resistensi insulin
yang dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah sehingga terjadi
Diabetes mellitus tipe 2 (Auliya, 2016).

2.5 Sukrosa

Sukrosa adalah disakarida yang mempunyai peranan penting dalam


pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa
kopyor. Untuk industri-industri makanan biasa digunakan sukrosa dalam
bentuk kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan
dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup, gula pasir
(sukrosa) dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai
menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula invert. Inversi sukrosa
terjadi dalam suasana asam. Gula invert ini tidak dapat berbentuk kristal
karena kelarutan sukrosa sangat tinggi (Winarno, 2010).
Gambar 2.5 Sukrosa, Wiranto (2010).

Sukrosa dalam pembuatan produk makanan berfungsi untuk memberi rasa


manis dan dapat pula sebagai pengawet yaitu dalam konsentrasi yang tinggi
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, dapat menurunkan
aktifitas air dari bahan pangan (Buckle et al., 1987).

2.6 Asam Amino

Asam amino merupakan unit dasar struktur protein. Suatu asam amino alfa
terdiri dari gugus amino, gugus karboksil, atom H dan gugus R tertentu, yang
semuanya terikat pada atom karbon α. Gugus R menyatakan rantai samping
(Kusnandar, 2010). Karboksil dan gugus amin yang terikat pada karbon α
dapat mengionisasi. Gugus karboksil dapat membentuk ion negatif yang
bersifat asam sedangkan gugus amin bermuatan positif yang bersifat basa.
Dengan adanya dua gugus dengan muatan yang berbeda tersebut, maka asam
amino disebut bersifat amfoter, artinya dapat bersifat asam maupun basa.
Sifat asam atau basa ini dipengaruhi pH lingkungannya (Kusnandar, 2010).

Gambar 2.6 L-Lysine, Kusnandar (2010).


Apabila asam amino dalam keadaan basa, maka asam amino akan terdapat
dalam bentuk I karena konsentrasi ion OH − yang tin ggi mampu mengikat
ion-ion H+ pada gugus NH3+. Sebaliknya bila dalam keadaan asam, maka
konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion −COO−
sehingga terbentuk gugus –COOH maka asam amino akan terdapat dalam
bentuk II (Poedjiadi, 1994). Semua protein pada semua spesies mulai dari
bakteri sampai manusia dibentuk dari 20 asam amino. Keanekaragaman
fungsi yang diperantarai oleh protein dimungkinkan oleh keragaman susunan
yang dapat dibuat dari 20 jenis asam amino ini sebagai unsur pembangun
(Poedjiadi, 1994).
BAB 3

METODE PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 25 November 2021 pada pukul
07.30 WITA - sampai dengan selesai. Bertempat di Laboratorium kimia
Fisika. Jurusan kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Tadulako. Palu.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu D-
Glukosa, Sukrosa/ Gula pasir, L-Lisin, Aquades, Aluminium foil dan
Tissue.

3.2.2. Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu Penangas air,
Tabung reaksi, Neraca analitik, Pipet tetes, Stopwatch.

3.3 Prosedur Kerja

Untuk 50 mg D-glukosa dalam tabung reaksi tambahkan 50 mg asam amino;


ditambahkan 0,5 ml air suling. Dicampur secara menyeluruh. Dicium setiap
campuran dan catat sensasinya. Ditutup bagian atas tabung reaksi dengan
aluminium foil dan dipanaskan larutan dalam penangas air pada 100°C
selama 45 menit. Kemudian didinginkan isinya hingga sekitar 25°C. Dicatat
sensasi bau untuk setiap larutan (misalnya, seperti cokelat, seperti kentang,
seperti popcorn). Dicatat warnanya sebagai 0 = tidak ada, 1 = kuning muda, 2
= kuning tua, 3 = coklat. Dilakukan hal yang sama untuk jenis gula sukrosa
dan bandingkan hasilnya dengan penggunaan glukosa.
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


4.1.1. Kadar gula 100 gram
No Perlakuan Hasil
1. Dipanaskan 500 ml susu ½ volume awal
2. Susu didinginkan sampai suhu kamar Homogen
+ gula pasir 100 gram + 1 gram
margarin + 0,1 ml cuka.
3. Adonan susu di panaskan. Berubah warna menjadi coklat
pucat, tekstur kenyal-kenyal dan
matang dengan durasi 20 menit.
4. Pengujian kematangan dengan air membentuk bulatan atau
dingin. gumpalan utuh.
5. Dituangkan adonan tersebut ke Teksturnya menjadi agak keras
dalam cetakan dan didiamkan sampai dengan durasi selama 30 menit,
dingin dan mengeras. Setelah Aroma susu caramel dan rasanya
mengeras dipotong dengan pisau manis.
sesuai dengan bentuk dan ukuran
yang didinginkan.
4.1.2. Kadar gula 175 gram

No Perlakuan Hasil
1. Dipanaskan 500 ml susu ½ volume awal
2. Susu didinginkan sampai suhu kamar Homogen
+ gula pasir 175 gram + 1 gram
margarin + 0,1 ml cuka.
3. Adonan susu di panaskan Berubah warna menjadi amorf
atau coklat gelap, tekstur kenyal-
kenyal dan matang dengan durasi
20 menit.
4. Pengujian kematangan dengan air membentuk bulatan atau
dingin. gumpalan utuh.
5. Dituangkan adonan tersebut ke dalam Teksturnya menjadi lebih keras
cetakan dan didiamkan sampai dingin dari susu caramel dengan kadar
dan mengeras. Setelah mengeras gula 100 gram dengan durasi
dipotong dengan pisau sesuai dengan selama 30 menit, Aroma susu
bentuk dan ukuran yang didinginkan. caramel dan rasanya jauh lebih
manis daripada susu caramel
dengan kadar gula 100 mg

4.2. Pembahasan

Reaksi karamelisasi adalah reaksi yang terjadi karena pemanasan gula


pada temperatur diatas titik cairnya yang akan menghasilkan perubahan
warna menjadi warna gelap sampai coklat (Andika, 2015). Percobaan ini
bertujuan untuk membandingkan sifat fisik produk karamel susu pada
penggunaan kadar gula yang berbeda.

Pada percobaan ini di gunakan dua perbandingan yaitu menggunakan


kadar gula 100 gram dan 175 gram, dimana adonan susu dipanaskan sampai
matang. Menurut Winarto (2002), Suhu yang tinggi mempu mengeluarkan
satu molekul air dari setiap molekul gula sehingga terbentuk cairan sukrosa
yang lebur (titik lebur sukrosa adalah 160°C). Setelah itu, Dituangkan adonan
tersebut ke dalam cetakan dan didiamkan sampai dingin dan mengeras. Pada
susu caramel dengan kadar gula 100 gram didapatkan warnanya coklat pucat
teksturnya menjadi agak keras , Aroma susu caramel dan rasanya manis,
sedangkan pada susu caramel dengan kadar gula 175 gram didapatkan
Teksturnya menjadi lebih keras dari susu caramel dengan kadar gula 100
gram dengan durasi selama 30 menit, Aroma susu caramel dan rasanya jauh
lebih manis daripada susu caramel dengan kadar gula 100 mg. Perbandingan
tekstur dari keduanya disebabkan karena kadar gulanya. Menurut Desrosier
(1988), semakin tinggi konsentrasi sukrosa semakin rendah kadar airnya.
Otomatis kadar gula 175 gram lebih keras daripada kadar gula 100 mg.
Adapun perbedaan warna dari kedua sampel itu disebabkan karena perbedaan
waktu dalam proses memasak. Menurut Hodge dan Ozman (1976), Semakin
lama waktu pemanasan, maka semakin pekat warna coklat yang dihasilkan.
Adapun perbedaan rasa juga disebabkan karena jumlah kadar gulanya.
Menurut Tjahjaningsih (1997), Semakin tinggi kadar gula yang terkandung
dalam suatu makanan maka semakin manis pula makanan tersebut.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpilan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa


tekstur susu caramel dengan kadar gula 175 gram lebih keras daripada susu
caramel dengan kadar gula 100 gram. Rasa susu caramel dengan kadar gula
175 gram lebih manis daripada susu caramel dengan kadar gula 100 gram dan
warna pada susu caramel dengan kadar gula 175 gram coklatnya lebih gelap
daripada susu caramel dengan kadar gula 100 gram.

1.1. Saran
Sebaiknya para praktikan lebih memperhatikan lagi barang-barang apa
saja yang dibawa untuk praktikum, supaya tidak pinjam-pinjam lagi demi
keefektifan waktu dan demi berjalan baiknya praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Andika, 2015. Analisis Pangan. Bogor: IPB Press.


Auliya, (2016). Gambaran Kadar Gula Darah pada Mahasiswa Fakultas.
Kedokteran Universitas Andalas yang memeiliki Berat Badan Berlebih dan.
Obesitas. Jurnal Kesehatan Andalas.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wootton, 1987. Ilmu Pangan.
Jakarta : UI-Press.
Kusnandar, Feri. 2010. Kimia pangan. Komponen Pangan. PT. Dian Rakyat.
Jakarta
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia, UI Press: Jakarta.
Murray, Robert K. Daryl K. Granner; Victor W. Rodwell. Biokimia. Harper
Ed.27. Jakarta.EGC;2009 : 152-94.
Winarno, F. G. 2010. Enzim Pangan (edisi revisi). M-Brio Press. Jakarta. Page 4.
38.
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
LAMPIRAN

I. Laporan Sementara

Anda mungkin juga menyukai