Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH BAHAN PANGAN ADITIF

PEMBERI AROMA

DOSEN PEMBIMBING
Dr. Deni Elnovriza, STP, M.Si.

MATA KULIAH
Ilmu Bahan Makanan II

DISUSUN OLEH
NADIA SUMARNO
NIM 1911222015

PRODI GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
hidayah dan rahmat-Nya agar senantiasa dekat dengan diri-Nya dalam keadaan sehat
wal’afiat. Serta salam dan shalawat kita kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW,
dimana nabi yang membawa ummat-Nya dari zaman kegelapan menuju zaman yang
terang benderang dan telah menjadi suri tauladan bagi ummat-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah mata kuliah dasar ilmu bahan makanan khususnya pada
materi bahan pangan aditif bagian pemberi aroma.
Dalam makalah ini penulis membahas mengenai zat aditif makanan,
khususnya pemberi aroma. Penulis sangat mengharapkan agar pembaca bisa
mendapatkan wawasan baru setelah membaca makalah ini. Saran dan kritik yang
membangun tetap kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, tiada
gading yang tak retak, begitu juga dengan manusia sendiri.

Payakumbuh, April 2020

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................1

1.3 Tujuan...........................................................................................................................2

BAB II. PEMBAHASAN..................................................................................................2

2.1 Zat Pangan Aditif........................................................................................................2

2.2 Pemberi Aroma............................................................................................................3

2.3 Fungsi Zat Aditif Makanan........................................................................................4

2.4 Upaya Mengurangi Dampak Negatif Zat Aditif.......................................................5

BAB III. PENUTUP..........................................................................................................6

3.1 Kesimpulan...................................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................7

II
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi telah memghasilkan produk-


produk industri yang dapat memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari. Bahan kimia
yang telah diketahui manfaatnya dikembangkan dengan cara membuat produk yang
berguna untuk kepentingan manusia dan lingkungannya. Oleh karena itulah penting
untuk mengetahui jenis-jenis , sifat, kegunaan, dan efek samping dari setiap produk
yang digunakan atau yang termasuk ke dalam makanan sehari-hari.

Salah satu yang harus diperhatikan yaitu beberapa bahan kimia dalam makanan,
yaitu bahan pangan aditif. Zat aditif makanan dikelompokkan dalam dua golongan,
yaitu :

1. Zat aditif yang berasal dari sumber alami, seperti lestin dan asam sitrat.

2. Zat aditif sintetik dari bahan kimia yang memiliki sifat serupa dengan bahan
alami yang sejenis, segi susunan kimia maupun sifat/ fungsinya, seperti amil asam
asetat dan asam askorbat.

Berdasarkan fungsinya, zat aditif alami maupun sintetik, dapat dikelompokkan


menjadi zat pewarna, pemanis, pengawet, penyedap rasa, pemberi aroma, dan lainnya.
Bahan pangan yang dikonsumsi sehari-hari perlu diketahui keuntungan dan kerugian/
dampak negatifnya. Untuk itulah perlu diketahui zat aditif apa saja yang sering
dicampurkan pada makanan yang sehat atau pada makanan yang bisa mengancam
kesehatan tubuh manusia.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah pengertian zat aditif makanan?

1.2.2 Apakah yang dimaksud dengan pemberi aroma pada makanan?

1.2.3 Apa saja fungsi dari zat aditif makanan?

1.2.4 Bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif
penggunaan zat aditif?

1
1.3 Tujuan

1.3.1 Memahami pengertian zat aditif makanan

1.3.2 Mengerti tentang pemberi aroma pada makanan

1.3.3 Mengetahui fungsi dari zat aditif makanan

1.3.4 Mengetahui cara yang tepat dalam upaya mengurangi dampak negatif dari
penggunaan zat aditif pada makanan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Zat Pangan Aditif

Zat adiktif makanan atau food adiktive merupakan senyawa atau campuran
berbagai senyawa yang sengaja ditambahkan kedalam makanan dan terlibat dalam
proses pengolahan, pengemasan, atau penyimpanan dan bukan merupakan bahan
utama (Indra Chahaya S, 2003:39). Berdasarkan fungsinya jenis zat adiktif yang boleh
digunakan untuk makanan digolongkan menjadi delapan, yaitu pemberi aroma,
penyedap rasa, pengembang, pemutih, pematang tepung, zat pemucat, zat pengasam,
antioksidan, pengawet, termasuk pemanis dan pewarna. Tujuan penambahan dari
suatu zat aditifkedalam makanan antara lain adalah untuk memperbaiki karakter dan
meningkatkan kualitas dari makanan itu sendiri, menghambat atau menghentikan
aktivitas mikroba seperti bakteri, kapang, dan khamir untuk meningkatkan daya
simpan, meningkatkan cita rasa, menstabilkan dan memperbaiki tekstur, dan warna
serta memperkaya kandungan vitamin, mineral sehingga lebih bergizi.

Pada awalnya zat aditif untuk makanan selalu berasal dari bahan tumbuh-
tumbuhan yang dikenal sebagai zat aditif alami, dan pada umumnya tidak
menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan manusia. Akan tetapi,
jumlah penduduk bumi yang makin bertambah menuntut jumlah makanan yang lebih
besar sehingga zat aditif alami tidak mencukupi lagi. Oleh karena itu, industri
makanan memproduksi makanan yang memakai zat aditif buatan (sintesis). Bahan

2
baku pembuatannya adalah hasil dari sintesa kimia dari berbagai zat-zat kimia organik
dan anorganik yang umumnya diproduksi secara komersial dalam jumlah besar.

2.2 Pemberi Aroma

Pemberi aroma adalah zat yang dapat memberikan aroma tertentu pada makanan
atau minuman, sehingga dapat membangkitkan selera konsumen. Penambahan zat
pemberi aroma menyebabkan makanan memiliki daya tarik untuk dinikmati. Zat
pemberi aroma yang berasal dari bahan segar atau ekstrak dari bahan alami, misalnya
daun jeruk (memberikan bau segar dan dapat menghilangkan bau amis pada ikan),
minyak atsiri atau vanili (memberikan rasa dan aroma harum), serai (menambahkan
aroma segar pada minuman penghangat tubuh), dan daun pandan. Pemberi aroma
yang merupakan senyawa sintetik, misalnya: amil asetat mempunyai cita rasa seperti
pisang ambon, amil kaproat (aroma apel), etil butirat (aroma nanas), vanilin (aroma
vanili), dan metil antranilat (aroma buah anggur). Jeli merupakan salah satu contoh
makanan yang menggunakan zat pemberi aroma.

Tabel. Pemberi Aroma Sintetis

Pemberi Aroma
Aroma Yang Dihasilkan
Sintetis

Etil Butirat Aroma dan rasa buah nanas

Metil Butirat Aroma dan rasa buah apel

Oktil Asetat Aroma dan rasa buah jeruk

Amil Asetat Aroma dan rasa buah pisang

Butil Asetat Aroma dan rasa buah murbei

Propil Asetat Aroma dan rasa buah pir

Etil Format Aroma dan rasa buah rum

3
2.3 Fungsi Zat Aditif Makanan

Pengkategorian zat aditif makanan, yaitu zat aditif sebagai bahan tambahan
pangan (BTP) dan zat aditif non pangan. Menurut peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 235/MEN.KES/ PER/VI/1979 tanggal 19 Juni 1979
mengelompokkan BTM (Bahan Tambahan Makanan) berdasarkan fungsinya
dibedakan menjadi 13, diantaranya sebagai berikut.

1. Antioksidan

2. Antikempal

3. Pengasam, penetral, dan pendapar

4. Enzim

5. Pemansi buatan

6. Pemutih

7. Penambah gizi

8. Pengawet

9. Pengemulsi, pemantap, dan pengental

10. Pengeras

11. Pewarna alami dan sintetik

12. Penyedap rasa dan aroma

13. Sekuestran/ pengikat logam

(Permenkes RI No. 722/Menkes/PER/XII/88)

Pemakaian zat aditif di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan, sedangkan


pengawasannya dilakukan oleh Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
(Dirjen POM). Penggunaan zat aditif pada makanan dengan tujuan tertentu ini terikat
pada norma-norma yang harus dipatuhi, yang bersifat sebagai berikut.

1. Dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut.

4
2. Tidak mengurangi zat-zat esensial di dalam makanan.

3. Mempertahankan atau memperbaiki mutu makanan.

4. Menarik bagi konsumen tetapi tidak merupakan suatu penipuan.

2.4 Upaya Mengurangi Dampak Negatif Zat Aditif

Penggunaan zat aditif pada makanan sering kali menimbulkan dampak negatif.
Dari berbagai zat aditif yang ditambahkan kedalam produk makanan pada saat ini
lebih banyak dipergunakan zat aditif sintetik dari pada zat aditif alami. Penggunaan
zat aditif sintetik pada makanan dalam jangka panjang dapat berpotensi menimbulkan
berbagai penyakit, khususnya bila dikonsumsi secara berlebihan karena menggunakan
bahan kimia hasil olahan industri. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mengurangi dampak negatif dari penggunaan zat aditif makanan adalah sebagai
berikut.

1. Tidak mengonsumsi makanan yang mengandung zat aditif secara berlebihan.

2. Harus teliti dalam memilih dan memilah makanan yang mengandung zat aditif
dengan memeriksa kemasan, karat, atau cacat lainnya.

3. Mengamati apakah makanan tersebut berwarna mencolok atau jauh berbeda


dari aslinya. Biasanya makanan yang terlalu mencolok warnanya mengandung
pewarna tekstil.

4. Cicipi rasa makanan tersebut. Lidah juga cukup jeli membedakan mana
makanan yang aman dan mana makananan yang tidak aman. Makanan yang tidak
aman umumnya berasa tajam, misalnya sangat gurih dan membuat lidah bergetar.
Biasanya makanan-makanan seperti itu mengandung penyedap rasa atau penambah
aroma berlebih.

5. Memilih sendiri zat aditif yang akan digunakan sebagai bahan makanan.

6. Menggunakan zat aditif alami/ berasal dari alam.

7. Memperhatikan kualitas makanan dan tanggal produksi serta waktu kadaluarsa


yang terdapat pada kemasan makanan yang akan dikonsumsi.

5
8. Mencium aroma makanan tersebut. Bau apek atau tengik menandakan
makanan tersebut sudah rusak atau terkontaminasi oleh mikroorganisme.

9. Mengamati komposisi serta bahan-bahan kimia yang terkandung dalam


makanan dengan cara membaca komposisi bahan pada kemasan yang biasanya
terletak di bawah tabel kandungan nutrisi pada bagian belakang kemasan.

10. Memeriksa apakah makanan yang akan dikonsumsi telah terdaftar di


Departemen Kesehatan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Zat aditif makanan adalah senyawa atau berbagai campuran yang ditambahkan
pada makanan dengan tujuan tertentu tanpa mengurangi sifat baik yang sudah ada
pada makanan. Pemakaian zat aditif harus memperhatikan aturan-aturan yang sudah
ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan. Penggunaan zat aditif pada skala tertentu
dapat meningkatkan kualitas pada makanan. Sebaliknya apabila zat aditif makanan
digunakan dalam jumlah besar dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada
kesehatan manusia bahkan akhirnya dapat menjadi pemicu penyakit-penyakit parah.
Untuk itulah dibutuhkan perhatian dan kewaspadaan pada setiap individu dalam
meneliti terlebih dahulu makanan yang dikonsumsi agar aman dari dampak negatif zat
aditif.

6
DAFTAR PUSTAKA

“Jurnal Pendidikan Kimia” dalam https://www.google.com/url?


sa=t&source=web&rct=j&url=http://file.upi.edu/Dir
ektori/FPMIPA/JUR._PEND._KIMIA/195810141986012-F._MARIA_TITIN_S
UPRIYANTI/Titin_file_4%252Caditif.pdf&ved=2ahUKEwjv-7jRh-DoAhUhzTg
GHd1WDdQQFjABegQIBRAB&usg=AOvVaw2FNrTE4EfLV0bibCfROh4f,
diakses pada 13 April 2020.

“Kajian Penggunaan Zat Adiktif Makanan (Pemanis dan Pewarna) pada Kudapan
Bahan Pangan Lokal di Pasar Kota Semarang” dalam https://journal.unnes.ac.id/
diakses pada 20 April 2020.

“Makalah Kimia Pangan Tentang Zat Aditif dalam Makanan” dalam


https://www.academia.edu/20465127/, diakses pada 20 April 2020.

“Pengenalan Tentang Bahan Aditif Berbahaya Pada Jajanan Anak Sekolah” dalam

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.unib.
ac.id/15372/1/ARTIKEL%2520PPM%2520MANDIRI%25202017.pdf&ved=2ah
UKEwjv-7jRh-DoAhUhzTgGHd1WDdQQFjACegQIBhAB&usg=AOvVaw0c04
_dBetgvfDtgAHcTT97, dikases pada 13 April 2020

“Zat aditif dan Adiktif” dalam https://www.google.com/url?


sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.usd.ac.i
d/fakultas/pendidikan/f1l3/PLPG2017/Download/materi/ipa/BAB-IX_ZAT-ADI
TIF-DAN-ADIKTIF.pdf&ved=2ahUKEwjv-7jRh-DoAhUhzTgGHd1WDdQQFj
AAegQIAhAB&usg=AOvVaw1gugOa49lxlQYhp2HzwejE, diakses pada 13
April 2020.

“Zat Aditif” dalam https://www.gurupendidikan.co.id/zat-aditif/, diakses pada 13


April 2020.

7
JAWABAN ESSAY UAS ANTRO

Event : Suguhan Upacara Ritual Masyarakat Banjar


Makanan yang biasa disajikan sebagai berikut.
1. Soto banjar, memiliki karakteristik sajian berkuah dengan aroma khas yang disajikan
dan disantap dengan ketupat bukan dengan nasi tidak seperti soto biasanya. Penyajian
makanan ini mampu menumbuhkan kerja sama dan saling berbagi, maksudnya adalah
soto banjar dibuat bersama-sama dengan para tetangga sehingga menambah
kedekatan.
2. Ketupat Kandangan, memiliki karakteristik yaitu menggunakan ikan gabus (iwak
haruan) sebagai lauknya. Selain itu, yang khas dari ketupat kandangan ini adalah cara
mengonsumsinya dengan tangan kosong atau tanpa menggunakan sendok dan garpu
meskipun makanan berkuah. Makanan ini bermakna sebagai penanda popular dari
identitas suku Banjar.
3. Nasi kuning, dengan karakteristik tampilan nasi kuning yang menarik dan memiliki
rasa yang gurih dan disajikan sebagai makanan pelengkap. Maknanya adalah warna
kuning yang melambangkan kekayaan dan kemakmuran bahkan juga kesakralan. 
4. Lapat, berciri khas bahan utama pembuatan dari campuran beras, santan, serta
pandan, dan dibungkus dengan daun pisang. Mirip dengan lontong, makanan ini
termasuk makanan berat. Maknanya terdapat pada rasa gurih dan lengket yang
meninggalkan kesan mendalam dan mempererat persaudaraan, serta diharapkan bisa
bertemu lagi bahkan setelah upacara.
Sumber : Alfisyah. (2019). Tradisi Makan Urang Banjar (Kajian Folklor atas Pola Makan
Masyarakat Lahan Basah). Jurnal Pendidikan Sosial Antropologi, 1 (3) : 97-109.

Berdasarkan salah satu jurnal yang membahas tentang hubungan antara durasi
penggunaan alat elektronik (gadget), aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi
pada remaja usia 13-15 tahun menjelaskan bahwa media elektronik yang merupakan
bagian dari kemajuan teknologi memiliki dampak yang cukup besar terhadap status gizi 
seseorang. Penelitiannya menjabarkan bahwa status gizi akan cenderung meningkat
karena pengaruh dari berbagai iklan/ promosi makanan yang ada di media massa/online.
Namun media juga bisa menimbulkan dampak buruk pada remaja putri yang merasa
tidak puas terhadap bentuk tubuh sehingga menimbulkan keinginan untuk menjadi kurus
dengan cara berdiet. Hal ini sudah menjelaskan bahwa teknologi berpengaruh cukup
besar terhadap pola makan dan kebiasaan makan seseorang. Teknologi bisa
mengarahkan seseorang untuk memperbaiki pola makan dan menjadikan kebiasaannya
lebih sehat, namun di samping itu juga bisa menimbulkan dampak negatif berupa sifat
konsumtif.
Selain itu, perkembangan teknologi juga menjadi pembaharuan yang mempermudah
manusia dalam sektor pangan. Salah satunya adalah kemudahan dalam memperoleh
makanan dengan adanya makanan instan. Berdasarkan hasil penelitian terkait
menjelaskan bahwa golongan remaja di perkotaan yang masih dalam proses
petumbuhan dan pengenalan lingkungan serta dirinya termasuk rawan terhadap
pengaruh makanan dan minuman modern seperti: Burger, hot dog, spaghetti, es cream
dan lainnya. Cepat atau lambat makanan-makanan modern tersebut diduga dapat
menggeer peranan makanan-makanan local/ tradisional yang biasa dikomsumsi oleh
kalangan remaja di kota-kota besar, jika tidak ada upaya-upaya tertentu dilakukan guna
mencegah hal itu. Sedangkan untuk kasus gangguan pola makan pada remaja, British
Medical Association mengemukakan bahwa citra wanita kurus dan ramping yang
digambarkan oleh media massa mendorong para remaja menjalani pola makan yang
tidak benar. Diperkiran bahwa lebih dari 1 % wanita yang berusia antara 15 – 30 tahun
menderita anoreksia nervosa, kemusian 2% diantaranya bulimia da 15 % lagi mengalami
gangguan makan secara berlebihan. Hal ini masih berkaitan dengan penelitian jurnal

8
sebelumnya yang berkaitan dengan ketilabseorang gadis remaja dalam penilaian tidak
puasnya terhadap tubuh sendiri.
Sumber : 
Anindita Mega Kumala dkk. (2019). Hubungan Antara Durasi Penggunaan Alat Elektronik
(Gadget), Aktivitas Fisik dan Pola Makan dengan Status Gizi pada Remaja Usia 13-15
Tahun. Journal of Nutrition College, 8 (2) : 73-80.
Abd. Kadir A. (2016). Kebiasaan Makan dan Gangguan Pola Makan serta Pengaruhnya
terhdap Status Gizi Remaja. Jurnal Publikasi Pendidikan, 6 (1) : 49-55.

Anda mungkin juga menyukai