Anda di halaman 1dari 43

BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA CRACKERS

HATARI DAN CRACKERS UNIBIS

Dosen Pengampu :

Dr. FITRY TAFZI, S.TP., M.Si.

Disusun Oleh :

KELOMPOK 12

1. Oktivany Tamba (J1A118022)


2. Riselya Dislaini Wulandari (J1A118024)
3. Liven Yesuvirginia Zacharias (J1A118045)
4. Septa Indriza (J1A118047)
5. Finna Dwi Astuti (J1A118057)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisikan informasi tentang
“Bahan Tambahan Pangan”. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita
semua.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Fitry Tafzi, S.TP., M.Si., selaku
dosen pengajar mata kuliah Bahan Tambahan Pangan Universitas Jambi yang telah membimbing
penulis dapat menyelesaikan ini dengan baik.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, serta penulis juga
menyadari bahwa makalah ini sendiri jauh dari kata kesempurnaan, untuk itu penulis meminta
maaf dan menerima saran serta kritik yang bersifat membangun demi kebaikan penulis sendiri.
Akhir kata, penulis mengucapakan terima kasih.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi sempurnanya makalah ini.

Jambi, 4 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1. 1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1. 2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1. 3 Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
2. 1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan..........................................................................3
2. 2 Pengertian Crackers.....................................................................................................5
2. 3 Komposisi Crackers Unibis dan Crackers Hatari........................................................7
2. 4 Jenis Bahan Tambahan Pangan...................................................................................7
2.4.1 Crackers Unibis....................................................................................................7
2.4.2 Crackers Hatari...................................................................................................12
2. 5 Fungsi Bahan Tambahan Pangan..............................................................................15
2.5.1 Crackers Unibis..................................................................................................15
2.5.2 Crackers Hatari...................................................................................................20
2. 6 Regulasi atau Keamanan Bahan Tambahan Pangan.................................................24
2.6.1 Crackers Unibis..................................................................................................24
2.6.2 Crackers Hatari...................................................................................................28
2. 7 Metabolisme Bahan Tambahan Pangan Pada Tubuh................................................30
2.7.1 Crackers Unibis..................................................................................................30
2.7.2 Crackers Hatari..................................................................................................32
BAB III....................................................................................................................................35
PENUTUP................................................................................................................................35
3. 1 Kesimpulan................................................................................................................35
3. 2 Saran..........................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................36
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secaraalami
bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan
untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Dalam kehidupan sehari-hari BTP
sudah digunakan secara umum oleh masyarakat. Kenyataannya masih banyak produsen
makanan yang menggunakan bahan tambahan yang berbahaya bagi kesehatan. Efek dari
bahan tambahan beracun tidak dapat langsung dirasakan, tetapi secara perlahan dan pasti
dapat menyebabkan sakit
Perkembangan pesat dalam bidang industri pangan membuat makin banyaknya bahan
tambahan pangan yang tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah sehingga
mendorong peningkatan pemakaian bahan tambahan pangan bagi setiap individu.
Penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai baik
oleh produsen maupun konsumen, Dampak penggunaannya dapat berakibat positif maupun
negatif bagi masyarakat, Masyarakat sendiri dalam bidang pangan memerlukan pangan yang
aman, bermutu, dan bergizi. Secara umum penggunan bahan tambahan pangan harus dengan
dosis di bawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis bahan tambahan.
Berdasarkan Permenkes No. 33 Tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan,
penggolongan BTP terdapat 27 golongan, beberapa golongan yang biasa menjadi perhatian
masyarakat seperti zat pewarna, pemanis dan pengawet. Penggunaan Bahan Tambahan
Pangan seperti pewarna dan pemanis buatan sering dilakukan terhadap bahan pangan untuk
dikonsumsi sehari-hari. Pada dasarnya penggunaan BTP memiliki persyaratan khusus, yaitu
tidak bersifat toksik (racun), tidak digunakan untuk upaya menutupi keadaan buruk yang
sesungguhnya, dan penggunaan harus sesuai dengan dosis tertentu untuk menghindari efek
keracunan atau alergi yang dapat terjadi. Departemen kesehatan telah memasyarakatkan BTP
yang diizinkan dalam proses produksi makanan dan minuman, yang tertuang dalam
Permenkes dengan acuan UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang menekankan aspek
keamanan. Sedangkan UU No.7 Tahun 1996 tentang pangan, selain mengatur aspek
keamanan dan mutu dan gizi, juga mendorong terciptanya perdagangan yang jujur dan
bertanggung jawab serta terwujudnya tingkat kecukupan pangan yang terjangkau sesuai
kebutuhan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini, yaitu :
1. Apa itu Bahan Tambahan Pangan?
2. Apa itu Crackers?
3. Apa saja Bahan Tambahan Pangan yang terdapat pada Crackers Unibis dan Crackers
Hatari?
4. Apakah fungsi atau manfaat dari Bahan Tambahan Pangan yang terdapat pada Crackers
Unibis dan Crackers Hatari?
5. Berapa batasan dari masing - masing Bahan Tambahan Pangan yang terdapat pada
Crackers Unibis dan Crackers Hatari?
6. Bagaimana metabolisme Bahan Tambahan Pangan yang terdapat pada Crackers Unibis
dan Crackers Hatari pada tubuh?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian Bahan Tambahan Pangan
2. Untuk mengetahui pengertian Crackers
3. Untuk mengetahui Bahan Tambahan Pangan yang terdapat pada Crackers Unibis dan
Crackers Hatari
4. Untuk mengetahui fungsi atau manfaat dari Bahan Tambahan Pangan yang terdapat pada
Crackers Unibis dan Crackers Hatari
5. Untuk mengetahui batasan mengonsumsi Bahan Tambahan Pangan yang terdapat pada
Crackers Unibis dan Crackers Hatari
6. Untuk mengetahui metabolisme Bahan Tambahan Pangan yang terdapat pada Crackers
Unibis dan Crackers Hatari pada tubuh
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan
sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau
tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk
teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan
penyimpanan (Cahyadi, 2006).

Bahan Tambahan Pangan (BTP) menurut Permenkes 722, 1988 adalah bahan yang
biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke
dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan,
penyiapan, perlakuan, pegepakan, pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan
untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Viana, 2012)

Bahan tambahan pangan (BTP) digunakan untuk mendapatkan pengaruh tertentu,


misalnya untuk memperbaiki tekstur, rasa, penampilan dan memperpanjang daya simpan.
Namun, penggunaan bahan tambahan pangan dapat merugikan kesehatan. Penyalahgunaan
bahan pengawet yang berlebihan merupakan kecerobohan yang sebenarnya dapat dihindarkan.
Pemakaian BTP yang aman merupakan pertimbangan yang penting. Jumlah BTP yang diizinkan
untuk digunakan dalam makanan harus merupakan kebutuhan minimum untuk mendapatkan
pengaruh yang dikehendaki (Baliwati et al, 2004).

Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah untuk meningkatkan atau


mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah
dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Bahan tambahan pangan yang
digunakan hanya dapat dibenarkan apabila dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan
penggunaan dalam pengolahan, tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan
yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan, tidak digunakan untuk menyembunyikan cara
kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan, dan tidak digunakan
untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan (Cahyadi, 2009).

Menurut Cahyadi (2009), tujuan penggunaan BTP adalah dapat meningkatkan atau
mempertahankan daya simpan, meningkatkan kualitas pangan, membuat makanan menjadi lebih
baik dan menarik. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan
besar yaitu sebagai berikut.

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan,


dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu
dapat mempertahakan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai
contoh pengawet, pewarna, pemanis.
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang
tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja,
baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama
produksi, pengolahan, pengemasan. Contoh residu pestisida, antibiotic, dan
hidrokarbon aromatik polisiklis.

Bahan Tambahan Makanan atau Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang
ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan
tambahan makanan itu bisa memiliki nilai gizi tetapi dapat juga tidak memiliki nilai gizi.
Menurut ketentuan yang telah ditetapkan ada beberapa kategori bahan tambahan makanan, (1)
Bahan tambahan makanan yang bersifat aman dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati.
(2) Bahan tambahan makanan yang digunakan dengan dosis tertentu dan dengan dosis
maksimum penggunaannya juga telah ditetapkan. (3) Bahan tambahan yang aman dan dalam
dosis yang tepat serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang
(Widyaningsih, 2006).
2.2 Pengertian Crackers

Crackers merupakan salah satu biskuit yang terbuat dari tepung, lemak dan garam, yang
difermentasi dengan yeast, dan adonan dibuat berlapis-lapis, kemudian dipotong dan dipanggang
(Manley,1983)
Crackers hampir sama dengan biskuit yang lainya, hanya saja crackers tidak
menggunakan gula yang terlalu banyak (bahkan untuk jenis crackers tertentu tidak menggunakan
gula) dan tanpa susu maupun telur sama sekali. Ada beberapa jenis modifikasi crackers,
misalnya Sandwich Crackers, Rich Crackers, Cheese Crackers, Cream Crackers dan lain-lain
(Manley, 1983).
Crackers adalah salah satu produk makanan yang terbuat dari tepung terigu. Crackers
banyak ditemukan di pasar dalam bermacam-macam bentuk dan rasa. Seperti halnya biskuit
sebagian crackers yang ada di pasar menggunakan bahan baku terigu dari gandum. Akan tetapi
crackers dan biskuit memiliki beberapa perbedaan yaitu crackers tidak menggunakan telur
sedangkan biskuit menggunakan telur sebagai bahan tambahan dan sebelum dicetak adonan
crackersdifermentasi sedangkan biskuit tidak difermentasi (Ferazuma, dkk. 2011).
Crackers merupakan produk yang tidak membutuhkan pengembangan, maka tepung yang
digunakan adalah tepung protein rendah. Tujuannya agar produk yang dihasilkan renyah dan
tidak keras (Matz, 1992). Kualitas crackers dapat diukur melalui sifat kimia yang menentukan
zat gizi, sifat fisik meliputi tekstur dan warna, serta sifat organoleptik yang menentukan
penerimaan crackers terhadap konsumen (Fridata, dkk., 2014).
Menurut Manley (1983) bahan-bahan pembuat crackersterdiri atas 1) Bahan yang
berfungsi sebagai bahan pembuat adonan yang kompak yaitu tepung, air dan garam; 2) Bahan-
bahan yang berfungsi sebagai pelembut tekstur yaitu gula dan lemak; dan 3) bahan yang
berfungsi sebagai agen pengembang (leaving agent) seperti baking soda. Selanjutnya bahwa
crackers dibuat dari campuran tepung dengan lemak yang cukup tetapi sedikit air dan gula
bahkan kadang ladang tanpa penambahan gula.
Dalam SNI. 01.2973.1992 biscuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan
memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan pengembang
dengan atau tanpa penambahan bahan makanan tambahan lain yang di ijinkan. Biscuit dapat
dikelompokkan menjadi beberapa yaitu:
a. Biscuit Keras

Biscuit keras adalah jenis biscuit yang dibuat dari adonan keras,berbentuk pipih, bila dipatahkan
penampang potongannya bertekstur padat, dan dapat berkadar lemak tinggi atau rendah.

b. Biscuit crackers

Crackers adalah jenis biscuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau
pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah ke asin dan renyah, dan serta bila
dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.

c. Cookies

Cookies adalah jenis biscuit yang dibuat dari adonan lunak,berkadar lemak tinggi, dan bila
dipatahkan penampang potongannyabertekstur kurang padat.

d. Wafer

Wafer adalah jenis biscuit yang dibuat dari adonan cair, berpori - pori kasar, renyah, dan bila
dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.

Biskuit crackers adalah produk makanan kering yang dibuat dengan cara memnggang
adonan yang mengandung bahan dasar tepung terigu, lemak dan bahan pengembang dengan atau
tanpa penambahan bahan tambahan lain yang diizinkan Crackers memiliki ciri utama berupa
teksturnya yang renyah Kerenyahan dipengaruhi oleh adanya sejumlah air terikat pada matriks
karbohidrat yang mempengaruhi pergerakan relatif dari daerah kristalin dan amorf (Friska,
2002).
2.3 Komposisi Crackers Unibis dan Crackers Hatari

Table 1. Komposisi Crackers Unibis dan Crackers Hatari

Nama Crackers Ingredients Mikronutrien Btp ( Bahan Tambahan


Utama Pangan)
Unibis Tepung Terigu, Mineral Pengembang
Gula, Lemak (Amonium, Natrium
Nabati, Tepung Bikarbonat), Ragi
Tapioka, Susu (Sorbitan Monostearate,
bubuk, Garam Asam Askorbat), dan
Minyak Nabati
(Antioksidan BHA)
Hatari Tepung Terigu, Mineral Pengembang (Amonium
Gula, Tepung Bikarbonat), Ragi
Tapioka, Sirup (Sorbitan Monostearate,
Glukosa, Garam Asam Askorbat), dan
Minyak Nabati
(Antioksidan BHA)

2.4 Jenis Bahan Tambahan Pangan

2.4.1 Crackers Unibis

A. Ingredients

Tepung Terigu, Gula, Lemak Nabati, Tepung Tapioka, Susu bubuk, Garam, Pengembang
(Amonium, Natrium Bikarbonat), Ragi (Sorbitan Monostearate, Asam Askorbat), dan Minyak
Nabati (Antioksidan BHA).

B. Komposisi Bahan Utama Crackers Unibis

1. Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan tepung yang diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare)
yang digiling. Keistimewaan tepung terigu jika dibanding dengan serealia lainnya adalah
kemampuannya dalam membentuk gluten pada adonan ini menyebabkan elastis atau tidak
mudah hancur pada proses pencetakan dan pemasakan. Mutu terigu yang dikehendaki adalah
terigu yang mempunyai kandungan air 14%; kadar protein 8-12%; kadar abu 0,25-1,60%; dan
gluten basah 24-36%. Adanya kandungan tepung terigu tersebut maka fungsi tepung terigu
membentuk jaringan dan kerangka dari roti sebagai akibat dari pembentukan gluten. Protein
yang ada didalam tepung terigu yang tidak larut dalam air akan menyerap air dan ketika
diaduk/diulen akan membentuk gluten yang akan menahan gas CO2 hasil reaksi ragi dengan pati
didalam tepung.

2. Gula

Gula atau sukrosa adalah senyawa organik terutama golongan karbohidrat. Sukrosa juga
termasuk disakarida yang didalamnya terdiri dari komponen- komponen D-glukosa dan D-
fruktosa. Rumus molekul sukrosa adalah C22H22O11 Gula dengan berat molekul 342 g/mol
dapat berupa kristal-kristal bebas air dengan berat jenis I ,6 g/ml dan titik leleh 160°C. Sukrosa
ini kristalnya berbentuk prisma monoklin dan berwama putih jemih. Wama tersebut sangat
tergantung pada kemumiannya. Bentuk kristal mumi dapat tahan lama bila disimpan dalam
gudang yang baik. Gula dalam bentuk larutan yang baik ketika masih berada dalam batang tebu
maupun ketika masih berada dalam larutan. Bentuk gula selama proses dalam pabrik tak tahan
lama dan akan cepat rusak karena terjadi hidrolisis/inversi/penguraian. Inversi adalah peristiwa
pecahnya sukrosa menjadi gula-gula reduksi (glukosa, fruktosa,dan sebagainya).

3. Lemak Nabati

Lemak nabati adalah lemak baik yang berasal dari tumbuhan. Ada berbagai manfaat
lemak nabati untuk menjaga kesehatan tubuh, termasuk menurunkan kadar kolesterol dan
mencegah penyakit jantung. Lemak nabati berbeda dengan lemak jenuh dan lemak trans yang
justru dapat berkontribusi meningkatkan jumlah kolesterol jahat (low density lipoprotein/LDL)
dalam darah dan memicu munculnya berbagai penyakit dalam tubuh.

4. Garam

Garam merupakan salah satu komoditi strategis karena selain merupakan suatu kebutuhan
pokok manusia, juga digunakan sebagai bahan baku industri. Untuk kebutuhan garam konsumsi
manusia, garam lebih dijadikan sarana fortifikasi zat iodium, menjadi garam konsumsi beriodium
dalam rangka penanggulangan GAKI. Garam merupakan salah satu sumber sodium dan klorida
dimana kedua unsur tersebut diperlukan untuk metabolisme tubuh. Penggunaan garam secara
garis besar dibagi dalam 3 (tiga) kelompok yaitu: 1.Garam untuk konsumsi manusia. 2.Garam
untuk pengasinan dan aneka pangan. 3.Garam untuk industri.

5. Tepung Tapioka

Tepung tapioka merupakan suatu jenis bahan pangan yang dibuat dari ubi kayu. Bahan
pangan tersebut merupakan pati yang diekstrak dengan air dari umbi singkong (ketela pohon),
kemudian disaring, cairan hasil saringan kemudian diendapkan. Bagian yang mengendap tersebut
selanjutnya dikeringkan dan digiling hingga diperoleh butiran-butiran pati halus berwarna putih,
yang disebut tapioka.

6. Susu Bubuk

Susu bubuk merupakan sumber protein yang sangat baik dan penting, mudah disusun
kembali/rekonstruksi menjadi susu cair serta dapat menjadi bahan- bahan unsur produk lainnya.
Secara luas susu bubuk dapat digunakan untuk produksi roti, biskuit, kue-kue, kopi krimer, sop,
keju, susu coklat, es krim, susu formula, nutrisi tambahan, rekombinan produk susu seperti susu
pasteurisasi, susu evaporasi, susu kental manis, keju lunak dan keju keras, krem, whipping
cream, yoghurt,dan produk fermentasi lainnya. Susu bubuk merupakan bentuk olahan dari susu
segar yang dibuat dengan cara memanaskan susu pada suhu 80 °C selama 30 detik, kemudian
dilakukan proses pengolahan dengan beberapa tahapan yaitu evaporasi, homogenisasi, dan
pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan spray dryer atau roller dryer. Produk ini
mengandung 2-4% air.

C. Bahan Tambahan Pangan

1. Pengembang (Amonium)

Amonium bikarbonat adalah senyawa anorganik dengan rumus (NH4) HCO3,


disederhanakan menjadi NH5CO3 . Kompleks ini memiliki banyak nama, mencerminkan
sejarahnya yang panjang. Secara kimiawi, amonium bikarbonat adalah garam bikarbonat dari ion
amonium. Ammonium bikarbonat merupakan garam yang mudah bereaksi karena adanya panas
yang menyebabkan ammonium bikarbonat segera terurai menjadi CO2, gas ammonia, dan air.
Mekanisme pengembangan adonan oleh ammonium bikarbonat meliputi beberapa tahapan. Pada
tahap pencampuran bahan baku dan bahan tambahan dilakukan pengadukan dengan cepat
sehingga menyebabkan terjadi pemerangkapan udara dalam adonan. Proses pengadukan secara
berlanjut akan meningkatkan jumlah udara yang terperangkap dalam adonan cair (batter). pada
tahap pemanggangan, dengan adanya pemanasan maka ammonium bikarbonat terurai
menghasilkan gas CO2 yang terperangkap dalam matriks gluten sehingga terjadi pengembangan
adonan, akhimya terbentuk struktur porus dari matriks gluten dan pati akibatnya menghasilkan
wafer yang renyah (Hui, 1992). Reaksi ammonium bikarbonat dalam menghasilkan gas:

NH5CO3 = NH3 + H2O + CO2

2. Pengembang (Natrium Bikarbonat)


Natrium bikarbonat merupakan senyawa kimia dengan rumus NaHCO3. Senyawa ini
termasuk kelompok garam dan telah digunakan sejak lama. Senyawa ini disebut juga baking
soda (soda kue), natrium bikarbonat, natrium hydrogen karbonat dan lain-lain. Senyawa ini
merupakan kristal yang sering terdapat dalam bentuk serbuk. Apabila natrium bikarbonat di
berikan pada suatu wilayah perairan maka dia bersifat mudah larut dalam air (Pambudi dan
Widjanarko, 2015)

Senyawa ini memiliki nama IUPAC adalah Sodium bicarbonate atau sodium hydrogen
carbonate, natrium bikarbonat atau natrium hidrogen karbonat. Dengan nama trivial backing
soda atau soda kue. NaHCO3 berbentuk Kristal padatan/solid yang berwarna putih. Senyawa ini
memiliki bilangan atom 72. Merupakan ikatan ionik. Natrium bikarbonat (NaHCO3 ) adalah
bahan tambahan dalam pembuatan roti. Senyawa ini larut dalam air dan menghasilkan gas CO2
jika ditambahkan dalam pembuatan roti (Paghal et al. 2011; Rosentrater dan Evers
2018).Natrium bikarbonat merupakan sumber utama penghasil karbondioksida dalam sistem
effervescent. Natrium bikarbonat larut sempurna dalam air, nonhigroskopis dan harganya murah.
Natrium bikarbonat sering juga digunakan sebagai soda kue atau baking soda (Lachman et.al.,
1986).

Natrium bikarbonat dan Sodium bikarbonat berbentuk kristal putih dengan sedikit rasa
alkalin. Menurut Winarno (1988), sodium bikarbonat merupakan bahan pengembang yang umum
digunakan dan bila dipanaskan membebaskan karbondioksida, uap air, serta residu sodium
bikarbonat. Mudah larut dalam air dan terlarot dalam adonan pada saat pencampuran merupakan
salah satu sifat dari sodium bikarbonat.

Natrium Bikarbonat atau Sodium bikarbonat pada produk crackers unibis berfungsi
sebagai pengembang Menurut Winarno (1988), sodium bikarbonat merupakan bahan
pengembang yang umum digunakan dan bila dipanaskan membebaskan karbondioksida, uap air,
serta residu sodium bikarbonat. Mudah larut dalam air dan terlarot dalam adonan pada saat
pencampuran merupakan salah satu sifat dari sodium bikarbonat.

3. Ragi (Sorbitan Monostearate)


Sorbitan monostearate merupakan ester dari sorbitan (turunan sorbitol) dan asam stearat.
Secara umum, digunakan dalam pembuatan makanan produk kesehatan. Sorbitan monostearate
ini, tergolong surfaktan non ionik dengan sifat sebagai emulsifying agent (Rowe, et all, 2009).

Sorbitan monostearate bekerja sebagai emulsifying agent yang digunakan dalam


kombinasi dengan hydrophilic emulsifiers dalam tipe emulsi M/A pada rentang konsentrasi 1-
10% dengan nilai HLB sebesar 4,7 dan titik leleh sebesar 53-57°C (Rowe, et all, 2009).

4. Ragi (Asam Askorbat)


Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air, penting bagi kesehatan manusia.
Memberikan perlindungan antioksidan plasma lipid dan diperlukan untuk fungsi kekebalan tubuh
termasuk (leukosit, fagositosis dan kemotaksis), penekanan replikasi virus dan produksi
interferon (Mitmesser et al., 2016). Vitamin C telah diusulkan bermanfaat dalam mencegah dan
menyembuhkan flu biasa, mengurangi kejadian kelahiran prematur dan pre-eklampsia,
penurunan risiko kanker dan penyakit jantung, dan meningkatkan kualitas hidup dengan
menghambat kebutaan dan demensia (Duerbeck et al., 2016).

5. Minyak Nabati (Antioksidan BHA)


BHA memiliki kemampuan antioksidan baik dilihat dari ketahanannya terhadap tahap-
tahap pengelolaan maupun stabilitasnya pada produk akhir yang baik pada produk makanan yang
mengandung lemak hewan, namun relatif tidak efektif pada makanan yang mengandung minyak
tanaman.

BHA adalah antioksidan yang merupakan gabungan dari 2 senyawa fenol isomerik, yaitu
2-tert-butyl-4-hydro- xyanisole dan 3-tert-butyl-4-hydroxy-ani-sole. Senyawa ini mempunyai
sifat tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam methanol dan ethanol (Buck, 1990). BHA juga
sering digunakan sebagai aditif pada makanan dan kosmetik karena sifatnya sebagai
antioksidan(Kochlar SP,2010). BHA mulai digunakan sejak tahun 1947 sebagai bahan tambahan
dalam produk makanan yang mengandung minyak untuk mencegah makanan menjadi basi.
2.4.2 Crackers Hatari

A. Ingredients

Tepung Terigu, Gula, Tepung Tapioka, Sirup Glukosa, Garam, Pengembang (Amonium
Bikarbonat), Ragi (Sorbitan Monostearate, Asam Askorbat), dan Minyak Nabati (Antioksidan
BHA).

B. Komposisi Bahan Utama Crackers Unibis

1. Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan tepung yang diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare)
yang digiling. Keistimewaan tepung terigu jika dibanding dengan serealia lainnya adalah
kemampuannya dalam membentuk gluten pada adonan ini menyebabkan elastis atau tidak
mudah hancur pada proses pencetakan dan pemasakan. Mutu terigu yang dikehendaki adalah
terigu yang mempunyai kandungan air 14%; kadar protein 8-12%; kadar abu 0,25-1,60%; dan
gluten basah 24-36%. Adanya kandungan tepung terigu tersebut maka fungsi tepung terigu
membentuk jaringan dan kerangka dari roti sebagai akibat dari pembentukan gluten. Protein
yang ada didalam tepung terigu yang tidak larut dalam air akan menyerap air dan ketika
diaduk/diulen akan membentuk gluten yang akan menahan gas CO2 hasil reaksi ragi dengan pati
didalam tepung.

2. Gula

Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dankomoditi
perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat.
Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis pada makanan atauminuman. Gula
sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam),
menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu,
bit gula, atau aren. Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti
kelapa. Sumber-sumber pemanis lain, seperti umbi dahlia, anggir, atau jagung, juga
menghasilkan semacam gula/pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa. Proses untuk
menghasilkan gula mencakup tahap ekstrasi (pemerasan) diikuti dengan pemurnian melalui
distilasi (penyulingan).
3. Tepung Tapioka

Tepung tapioka adalah tepung yang diperoleh dari umbi akar ketela pohon atau dalam
bahasa indonesia disebut singkong. Tepung tapioka dibuat dari hasil penggilingan ubi kayu yang
dibuang ampasnya.Ubi kayu tergolong polisakarida yang mengandung pati dengan kandungan
amilopektin yang tinggi tetapi lebih rendah daripada ketan yaitu amilopektin 83 % dan amilosa
17 %, sedangkan buah-buahan termasuk polisakarida yang mengandung selulosa dan pektin.
Tepung tapioka merupakan suatu jenis bahan pangan yang dibuat dari ubi kayu. Bahan pangan
tersebut merupakan pati yang diekstrak dengan air ubi kayu, kemudian disaring, hasil saringan
kemudian diendapkan. Bagian yang menggendap tersebut selanjutnya dikeringkan dan digiling
hingga diperoleh butir-butiran pati halus berwarna putih.

4. Garam

Garam merupakan salah satu komoditi strategis karena selain merupakan suatu kebutuhan
pokok manusia, juga digunakan sebagai bahan baku industri. Untuk kebutuhan garam konsumsi
manusia, garam lebih dijadikan sarana fortifikasi zat iodium, menjadi garam konsumsi beriodium
dalam rangka penanggulangan GAKI. Garam merupakan salah satu sumber sodium dan klorida
dimana kedua unsur tersebut diperlukan untuk metabolisme tubuh. Penggunaan garam secara
garis besar dibagi dalam 3 (tiga) kelompok yaitu: 1.Garam untuk konsumsi manusia. 2.Garam
untuk pengasinan dan aneka pangan. 3.Garam untuk industri.

5. Sirup Glukosa

Sirup glukosa adalah salah satu produk bahan pemanis makanan dan minuman yang
berbentuk cairan, tidak berbau dan tidak berwarna tetapi memiliki rasa manis yang tinggi. Sirup
glukosa atau gula cair mengandung D-glukosa,maltosa dan polimer D-glukosa melalui proses
hidrolisis. Perbedaan sirup glukosa dengan gula pasir atau sukrosa yaitu sukrosa merupakan gula
disakarida, terdiri atas ikatan glukosa dan fruktosa, sedangkansirup glukosa adalah
monosakarida, terdiri atas satu monomer yaitu glukosa. Sirup glukosa dapat dibuat dengan cara
hidrolisis asam atau dengan cara enzimatis. Perbedaan sirup glukosa dengan gula pasir atau
sukrosa yaitu sukrosa merupakan gula disakarida, terdiri atas ikatan glukosa dan fruktosa,
sedangkan sirup glukosa adalah monosakarida, terdiri atas satu monomer yaitu glukosa. Sirup
glukosa dapat dibuat dengan cara hidrolisis asam atau dengan cara enzimatis.
C. Bahan Tambahan Pangan

1. Pengembang (Amonium Bikarbonat)

Amonium bikarbonat adalah senyawa anorganik dengan rumus (NH4) HCO3,


disederhanakan menjadi NH5CO3 . Kompleks ini memiliki banyak nama, mencerminkan
sejarahnya yang panjang. Secara kimiawi, amonium bikarbonat adalah garam bikarbonat dari ion
amonium. Ammonium bikarbonat merupakan garam yang mudah bereaksi karena adanya panas
yang menyebabkan ammonium bikarbonat segera terurai menjadi CO2, gas ammonia, dan air.
Mekanisme pengembangan adonan oleh ammonium bikarbonat meliputi beberapa tahapan. Pada
tahap pencampuran bahan baku dan bahan tambahan dilakukan pengadukan dengan cepat
sehingga menyebabkan terjadi pemerangkapan udara dalam adonan. Proses pengadukan secara
berlanjut akan meningkatkan jumlah udara yang terperangkap dalam adonan cair (batter). pada
tahap pemanggangan, dengan adanya pemanasan maka ammonium bikarbonat terurai
menghasilkan gas CO2 yang terperangkap dalam matriks gluten sehingga terjadi pengembangan
adonan, akhimya terbentuk struktur porus dari matriks gluten dan pati akibatnya menghasilkan
wafer yang renyah (Hui, 1992). Reaksi ammonium bikarbonat dalam menghasilkan gas:

NH5CO3 = NH3 + H2O + CO2

2. Ragi (Sorbitan Monostearate)

Sorbitan monostearate bekerja sebagai emulsifying agent yang digunakan dalam


kombinasi dengan hydrophilic emulsifiers dalam tipe emulsi M/A pada rentang konsentrasi 1-
10% dengan nilai HLB sebesar 4,7 dan titik leleh sebesar 53-57°C (Rowe, et all, 2009).

Asam lemak sorbitan pertama kali diperkenalkan secara komersial tahun 1938 oleh
Perusahaan Atlas Powder dengan nama dagang ‘Span’. Ester asam lemak sorbitan merupakan
turunan dari reaksi sorbitol dengan asam lemak. Span merupakan jenis emulsifier nonionik
lipofilik dengan nilai HLB rendah yang memiliki berat molekul rendah dan permukaan aktif
(Hasenhuettl, 1997).
3. Ragi (Asam Askorbat)

Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air, penting bagi kesehatan manusia.
Memberikan perlindungan antioksidan plasma lipid dan diperlukan untuk fungsi kekebalan tubuh
termasuk (leukosit, fagositosis dan kemotaksis), penekanan replikasi virus dan produksi
interferon (Mitmesser et al., 2016). Vitamin C telah diusulkan bermanfaat dalam mencegah dan
menyembuhkan flu biasa, mengurangi kejadian kelahiran prematur dan pre-eklampsia,
penurunan risiko kanker dan penyakit jantung, dan meningkatkan kualitas hidup dengan
menghambat kebutaan dan demensia (Duerbeck et al., 2016).

4. Minyak Nabati (Antioksidan BHA)

BHA adalah antioksidan yang merupakan gabungan dari 2 senyawa fenol isomerik, yaitu
2-tert-butyl-4-hydro- xyanisole dan 3-tert-butyl-4-hydroxy-ani-sole. Senyawa ini mempunyai
sifat tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam methanol dan ethanol (Buck, 1990). BHA juga
sering digunakan sebagai aditif pada makanan dan kosmetik karena sifatnya sebagai
antioksidan(Kochlar SP,2010). BHA mulai digunakan sejak tahun 1947 sebagai bahan tambahan
dalam produk makanan yang mengandung minyak untuk mencegah makanan menjadi basi.

Bagian aktif dari BHA yang bertindak sebagai antioksidan adalah cincin aromatis
terkonjugasinya yang dapat bertindak sebagai stabilisator untuk radikal bebas, sehingga reaksi
radikal bebas selanjutnya dapat dihindari(Madhavi DL, 1996) Antioksidan sintetik seperti BHA
diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan vitamin E (Konchlar Sp,
2010).

2.5 Fungsi Bahan Tambahan Pangan Pada Produk

2.5.1 Crackers Unibis

A. Pengembang (Amonium)

Pemakaian ammonium bikarbonat dapat digunakan sebagai alternatif bahan pengembang


produk crackers unibis. Hal ini dikarenakan zat tersebut dapat menghasilkan gas untuk
pengembangan selama proses sehingga terbentuk struktur pori yang menghasilkan kerenyahan
pada crackers. Pemilihan ammonium bikarbonat sebagai alternatif bahan pengembang campuran
dalam proses pembuatannya barus memperhatikan beberapa hal. Penggunaan senyawa ini dalam
jumlah berlebihan akan mengakibatkan kerapuhan pada struktur produk karena pembentukan gas
yang terlalu banyak mengakibatkan pengembangan berlebihan dan menyebabkan perusakan
struktur gluten, selain itu akan menghasilkan rasa ammonia yang tajam. Tetapi karena jumlah
pemakaian bahan pengembang pada adonan kecil, maka untuk rasa diperkirakan tidak berubah.
Batas pemakaian sodium bikarbonat yang dianjurkan agar tidak terjadi perubahan rasa produk
adalah 3%. Hasil akhir dari produk dapat diperkirakan dengan pendekatan pada pembuatan
biskuit, di mana bila menggunakan ammonium bikarbonat akan menghasilkan volume produk
yang sedikit lebih besar dibanding dengan sodium bikarbonat, perbedaan volume keduanya
sekitar 10%. Apabila menggunakan ammonium bikarbonat murni dengan jumlah yang sama,
diperkirakan volume hasil produk akan lebih besar 5% sehingga guna mendapatkan produk yang
sama penggunaan ammonium bikarbonat dapat dikurangi (Manthey, 2002).

Selain sebagai bahan pengembang roti, ternyata senyawa ini juga memiliki manfaat yang
baik untuk kesehatan tubuh manusia. Senyawa ini sering digunakan sebagai obat antasid
(penyakit maag atau tukak lambung). Karena bersifat alkaloid (basa), senyawa ini juga
digunakan sebagai obat penetral asam bagi penderita asidosis tubulus renalis (ATR) atau rhenal
tubular acidosis (RTA). Selain itu, natrium bikarbonat juga dapat dimanfaatkan untuk
menurunkan kadar asam urat.

B. Natrium Bikarbonat

Natrium bikarbonat (NaHCO3 ) berperan mengikat molekul air. Struktur molekul yang
dibentuk NaHCO3 mampu memerangkap air sehingga protein yang ada molekul air juga
terperangkap, hak tersebut menyebabkan protein dalam pangan dapat dipertahankan (Santoso et
al. 2011).

Pada pembuatan crackers semakin banyak konsentrasi natrium bikarbonat yang


ditambahkan pada produk mengakibatkan semakin banyak CO2 yang dihasilkan, sehingga
rongga atau pori yang terbentuk akan semakin banyak. Rongga atau pori yang terbentuk semakin
banyak maka luas permukaan bahan semakin besar sehingga air dalam bahan akan mudah keluar
saat produk dipanaskan (Nandhani dan Yunianta, 2015).Senyawa ini larut dalam air dan
menghasilkan gas CO2 jika ditambahkan dalam pembuatan roti (Paghal et al. 2011; Rosentrater
dan Evers 2018). Pengikatan konsentrasi NaHCO3 mengakibatkan gas CO2 yang ditimbulkan
dalam bahan pangan ketika proses penggorengan akan semakin besar. Gas tersebut membentuk
rongga dalam bahan yang digoreng. Rongga atau pori-pori dalam bahan pangan yang terlalu
banyak menyebabkan bahan pangan tersebut rapuh karena massa menjadi rendah (Putranto et al.
2013). Penggunaan NaHCO3 cenderung menurunkan kekerasan sampel sehingga tingkat
kerenyahan meningkat (Veradila 2005). NaHCO3 biasanyan digunakan sebagai pengembang
biasanya digunakan dalam industri makanan salah satunya dalam pembuatan roti ataupun
crackers karena dapat bereaksi dengan bahan lain membentuk gas karbon dioksida sehingga
menjadi mengembang (Pambudi dan Widjanarko, 2015).

Natrium bikarbonat atau sodium bikarbonat berbentuk kristal putih dengan sedikit rasa
alkalin. Menurut Winarno (1988), sodium bikarbonat merupakan bahan pengembang yang umum
digunakan dan bila dipanaskan membebaskan karbondioksida, uap air, serta residu sodium
bikarbonat. Mudah larut dalam air dan terlarot dalam adonan pada saat pencampuran merupakan
salah satu sifat dari sodium bikarbonat.

Natrium Bikarbonat atau Sodium bikarbonat pada produk crackers unibis dan hatari
berfungsi sebagai pengembang Menurut Winarno (1988), sodium bikarbonat merupakan bahan
pengembang yang umum digunakan dan bila dipanaskan membebaskan karbondioksida, uap air,
serta residu sodium bikarbonat. Mudah larut dalam air dan terlarot dalam adonan pada saat
pencampuran merupakan salah satu sifat dari sodium bikarbonat.

Senyawa ini juga digunakan sebagai obat antasid (penyakit maag atau tukak lambung),
karena bersifat alkaloid (basa) (Pambudi dan Widjanarko, 2015). Natrium bikarbonat adalah obat
untuk mengatasi asidosis metabolik, urine yang terlalu asam, dan asam lambung berlebih. Obat
ini bekerja dengan cara mengurai natrium dan bikarbonat di dalam air untuk membentuk alkaline
yang menetralkan asam. Natrium bikarbonat adalah senyawa garam karbonat yang biasa
digunakan untuk menurunkan kadar asam dalam tubuh, seperti kelebihan asam lambung, pH
darah yang rendah (asidosis), dan mengontrol pH urin. Kemampuannya melepaskan ion
bikarbonat membuatnya menjadi salah satu senyawa pengalkali atau menaikkah pH yang baik.
Senyawa yang juga disebut sebagai sodium bikarbonat ini merupakan bahan aktif yang
terkandung dalam baking soda yang bisa ditemukan sehari-hari di dapur.
C. Sorbiton monostearate

Sorbitan monostearate adalah ester sintetik yang umum digunakan dalam pembuatan
produk makanan dan perawatan kesehatan sebagai surfaktan dengan sifat pengemulsi,
pendispersi, dan pembasahan. Ini digunakan dalam pembuatan ragi untuk melindungi ragi dari
pengeringan berlebih dan juga membantu merehidrasi sel ragi. Sebagian besar ragi roti yang
beredar di pasaran mengandung sorbitan monostearate. Sorbitan monostearate berfungsi sebagai
pengembang pada ragi.

D. Asam Askorbat

Oksidasi minyak merupakan reaksi utama terjadinya kerusakan pada beberapa jenis
pangan yang mengandung minyak. Proses ini dapat mengakibatkan penurunan kualitas dengan
menimbulkan perubahan seperti bau, rasa dan warna. Ketengikan pada minyak juga disebabkan
oleh reaksi oksidasi lipid melalui sederetan mekanisme reaksi. Yang pertama pembentukkan
awal radikal bebas (inisiasi), lalu perambatan atau terbentuknya radikal baru (propagasi), dan
tahap terakhir (terminasi) yaitu pemusnahan atau pengubahan menjadi radikal bebas stabil dan
tak reaktif.

Ascorbic acid (AsA) diketahui mempunyai potensi sebagai antioksidan atau sebagai agen
sinergistik antioksidan pada beberapa model dan makanan yang mengadung lipid (Yin et al.
1993). Ascorbic acid dapat juga mengakibatkan terpacunya oksidasi (pro-oksidan) pada minyak.
Nampaknya ion besi merupakan hal utama yang mengakibatkan AsA sebagai prooksidan (Yin et
al. 1993, Harel & Kanner 1985). Vitamin C-ester adalah bentuk derivat dari vitamin C (L-
ascorbic acid) yang larut dalam minyak. Bentuk senyawa ini menawarkan bentuk baru dari
antioksidan yang menepati bagian terpenting dari ingredient pada pangan dan kosmetik. Pada
awalnya lipophilik vitamin C-ester diindikasi efektif dalam mencegah peroxidasi pada
lipoprotein (Liu et al. 1992, Liu et. al. 1996), lebih lanjut penggunaan senyawa tersebut mulai
berkembang, diantaranya sebagai agensia untuk mencegah terjadinya oksidasi pada minyak,
shortening-sparing, pelunak pada roti (Koch et al. 2006) dan mencegah kerusakan pada kulit
akibat radiasi sinar violet (Jurkovic et al. 2003).

Vitamin C adalah antioksidan yang kuat (Youngson, 2005). Menurut Kumalaningsih


(2006), vitamin C tergolong dalam antioksidan alami, sedangkan berdasar pada fungsinya
vitamin C tergolong dalam antioksidan sekunder dan oxygen scavanger. Vitamin C termasuk
golongan vitamin antioksidan yang mampu menangkal berbagai radikal bebas ekstraseluler
(Anonim, 2012). Menurut Kumalaningsih (2006) vitamin C merupakan antioksidan yang
berperanan penting dalam membantu menjaga kesehatan sel. Vitamin C merupakan suatu donor
elektron dan agen pereduksi. Disebut antioksidan, karena dengan mendonorkan elektronnya,
vitamin ini mencegah senyawa-senyawa lain agar tidak teroksidasi. Walaupun demikian, vitamin
C sendiri akan teroksidasi dalam proses antioksidan tersebut, sehingga menghasilkan asam
dehidroaskorbat (Padayatty, 2003). Vitamin C atau asam askorbat merupakan vitamin yang larut
dalam air. Vitamin C bekerja sebagai suatu koenzim dan pada keadaan tertentu merupakan
reduktor dan antioksidan. Vitamin ini dapat secara langsung atau tidak langsung memberikan
elektron ke enzim yang membutuhkan ion-ion logam tereduksi dan bekerja sebagai kofaktor
untuk prolil dan lisil hidroksilase kolagen. Zat ini terbentuk Kristal dan bubuk putih kekuningan,
stabil pada keadaan kering (Dewoto, 2007).

Menurut Padayatty (2003), setelah terbentuk, radikal askorbil (suatu senyawa dengan
elektron tidak berpasangan, serta asam dehidroaskorbat dapat tereduksi kembali menjadi asam
askorbat dengan bantuan enzim 4-hidroksifenilpiruvat dioksigenase. Tetapi, di dalam tubuh
manusia, reduksinya hanya terjadi secara parsial, sehingga asam askorbat yang terlah teroksidasi
tidak seluruhnya kembali. Vitamin C dapat dioksidasi oleh senyawa-senyawa lain yang
berpotensi pada penyakit. Jenis-jenis senyawa yang menerima elektron dan direduksi oleh
vitamin C, dapat dibagi dalam beberapa kelas, antara lain: senyawa dengan elektron (radikal)
yang tidak berpasangan, contohnya radikal-radikal oksigen (superoksida, radikal hidroksil,
radikal peroksil, radikal sulfur, dan radikal nitrogen-oksigen), senyawa-senyawa yang reaktif
tetapi tidak radikal, misalnya asam hipoklorit, nitrosamin, asam nitrat, dan ozon, senyawa-
senyawa yang dibentuk melalui reaksi senyawa pada kelas pertama atau kelas kedua dengan
vitamin C dan reaksi transisi yang diperantarai logam (misalnya ferrum atau cuprum) Vitamin C
dapat menjadi antioksidan untuk lipid, protein, dan DNA, dengan cara : (1) Untuk lipid, misalnya
Low-Density Lipoprotein (LDL), akan beraksi dengan oksigen sehingga menjadi lipid peroksida.
Reaksi berikutnya akan menghasilkan lipid hidroperoksida, yang akan menghasilkan proses
radikal bebas. Asam askorbat akan bereaksi dengan oksigen sehingga tidak terjadi interaksi
antara lipid dan oksigen, dan akan mencegah terjadinya pembentukan lipid hidroperoksida. (2)
Untuk protein, vitamin C mencegah reaksi oksigen dan asam amino pembentuk peptide, atau
reaksi oksigen dan peptida pembentuk protein. (3) Untuk DNA, reaksi DNA dengan oksigen
akan menyebabkan kerusakan pada DNA yang akhirnya menyebabkan mutasi (Padayatti, 2003).
Jika asam dehidroaskorbat tidak tereduksi kembali menjadi asam askorbat, maka asam
dehidroaskorbat akan dihidrolisis menjadi asam 2,3-diketoglukonat. Senyawa tersebut terbentuk
melalui rupture ireversibel dari cincin lakton yang merupakan bagian dari asam askorbat, radikal
askorbil, dan asam dehidroaskorbat. Asam 2,3-diketoglukonat akan dimetabolisme menjadi
xilosa, xilonat, liksonat, dan oksalat (Sharma, 2007).

E. Minyak Nabati (Antioksidan BHA)

Antioksidan BHA merupakan bahan tambahan pangan yang ditambahkan pada produk
disaat memasuki proses penggorengan atau pun juga proses pemanggangan. BHA dipergunakan
sebagai bahan antioksidan yang akan memperlambat ketengikan bahan yang mengandung
minyak dan lemak selain itu juga sebagai bahan pengawet pada produk crackers. Hal tersebut
didukung oleh pernyataan Kochhar dan Rossell, (1990) dalam arti khusus, antioksidan adalah zat
yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi
lipid.

2.5.2 Crackers Hatari

A. Pengembang (Amonium)

Pemakaian ammonium bikarbonat dapat digunakan sebagai alternatif bahan pengembang


produk crackers unibis. Hal ini dikarenakan zat tersebut dapat menghasilkan gas untuk
pengembangan selama proses sehingga terbentuk struktur pori yang menghasilkan kerenyahan
pada crackers. Pemilihan ammonium bikarbonat sebagai alternatif bahan pengembang campuran
dalam proses pembuatannya barus memperhatikan beberapa hal. Penggunaan senyawa ini dalam
jumlah berlebihan akan mengakibatkan kerapuhan pada struktur produk karena pembentukan gas
yang terlalu banyak mengakibatkan pengembangan berlebihan dan menyebabkan perusakan
struktur gluten, selain itu akan menghasilkan rasa ammonia yang tajam. Tetapi karena jumlah
pemakaian bahan pengembang pada adonan kecil, maka untuk rasa diperkirakan tidak berubah.
Batas pemakaian sodium bikarbonat yang dianjurkan agar tidak terjadi perubahan rasa produk
adalah 3%. Hasil akhir dari produk dapat diperkirakan dengan pendekatan pada pembuatan
biskuit, di mana bila menggunakan ammonium bikarbonat akan menghasilkan volume produk
yang sedikit lebih besar dibanding dengan sodium bikarbonat, perbedaan volume keduanya
sekitar 10%. Apabila menggunakan ammonium bikarbonat murni dengan jumlah yang sama,
diperkirakan volume hasil produk akan lebih besar 5% sehingga guna mendapatkan produk yang
sama penggunaan ammonium bikarbonat dapat dikurangi (Manthey, 2002).

Selain sebagai bahan pengembang roti, ternyata senyawa ini juga memiliki manfaat yang
baik untuk kesehatan tubuh manusia. Senyawa ini sering digunakan sebagai obat antasid
(penyakit maag atau tukak lambung). Karena bersifat alkaloid (basa), senyawa ini juga
digunakan sebagai obat penetral asam bagi penderita asidosis tubulus renalis (ATR) atau rhenal
tubular acidosis (RTA). Selain itu, natrium bikarbonat juga dapat dimanfaatkan untuk
menurunkan kadar asam urat.

B. Sorbiton monostearate

Sorbitan monostearate adalah ester sintetik yang umum digunakan dalam pembuatan
produk makanan dan perawatan kesehatan sebagai surfaktan dengan sifat pengemulsi,
pendispersi, dan pembasahan. Ini digunakan dalam pembuatan ragi untuk melindungi ragi dari
pengeringan berlebih dan juga membantu merehidrasi sel ragi. Sebagian besar ragi roti yang
beredar di pasaran mengandung sorbitan monostearate. Sorbitan monostearate berfungsi sebagai
pengembang pada ragi.

C. Asam Askorbat

Oksidasi minyak merupakan reaksi utama terjadinya kerusakan pada beberapa jenis
pangan yang mengandung minyak. Proses ini dapat mengakibatkan penurunan kualitas dengan
menimbulkan perubahan seperti bau, rasa dan warna. Ketengikan pada minyak juga disebabkan
oleh reaksi oksidasi lipid melalui sederetan mekanisme reaksi. Yang pertama pembentukkan
awal radikal bebas (inisiasi), lalu perambatan atau terbentuknya radikal baru (propagasi), dan
tahap terakhir (terminasi) yaitu pemusnahan atau pengubahan menjadi radikal bebas stabil dan
tak reaktif.

Ascorbic acid (AsA) diketahui mempunyai potensi sebagai antioksidan atau sebagai agen
sinergistik antioksidan pada beberapa model dan makanan yang mengadung lipid (Yin et al.
1993). Ascorbic acid dapat juga mengakibatkan terpacunya oksidasi (pro-oksidan) pada minyak.
Nampaknya ion besi merupakan hal utama yang mengakibatkan AsA sebagai prooksidan (Yin et
al. 1993, Harel & Kanner 1985). Vitamin C-ester adalah bentuk derivat dari vitamin C (L-
ascorbic acid) yang larut dalam minyak. Bentuk senyawa ini menawarkan bentuk baru dari
antioksidan yang menepati bagian terpenting dari ingredient pada pangan dan kosmetik. Pada
awalnya lipophilik vitamin C-ester diindikasi efektif dalam mencegah peroxidasi pada
lipoprotein (Liu et al. 1992, Liu et. al. 1996), lebih lanjut penggunaan senyawa tersebut mulai
berkembang, diantaranya sebagai agensia untuk mencegah terjadinya oksidasi pada minyak,
shortening-sparing, pelunak pada roti (Koch et al. 2006) dan mencegah kerusakan pada kulit
akibat radiasi sinar violet (Jurkovic et al. 2003).

Vitamin C adalah antioksidan yang kuat (Youngson, 2005). Menurut Kumalaningsih


(2006), vitamin C tergolong dalam antioksidan alami, sedangkan berdasar pada fungsinya
vitamin C tergolong dalam antioksidan sekunder dan oxygen scavanger. Vitamin C termasuk
golongan vitamin antioksidan yang mampu menangkal berbagai radikal bebas ekstraseluler
(Anonim, 2012). Menurut Kumalaningsih (2006) vitamin C merupakan antioksidan yang
berperanan penting dalam membantu menjaga kesehatan sel. Vitamin C merupakan suatu donor
elektron dan agen pereduksi. Disebut antioksidan, karena dengan mendonorkan elektronnya,
vitamin ini mencegah senyawa-senyawa lain agar tidak teroksidasi. Walaupun demikian, vitamin
C sendiri akan teroksidasi dalam proses antioksidan tersebut, sehingga menghasilkan asam
dehidroaskorbat (Padayatty, 2003). Vitamin C atau asam askorbat merupakan vitamin yang larut
dalam air. Vitamin C bekerja sebagai suatu koenzim dan pada keadaan tertentu merupakan
reduktor dan antioksidan. Vitamin ini dapat secara langsung atau tidak langsung memberikan
elektron ke enzim yang membutuhkan ion-ion logam tereduksi dan bekerja sebagai kofaktor
untuk prolil dan lisil hidroksilase kolagen. Zat ini terbentuk Kristal dan bubuk putih kekuningan,
stabil pada keadaan kering (Dewoto, 2007).

Menurut Padayatty (2003), setelah terbentuk, radikal askorbil (suatu senyawa dengan
elektron tidak berpasangan, serta asam dehidroaskorbat dapat tereduksi kembali menjadi asam
askorbat dengan bantuan enzim 4-hidroksifenilpiruvat dioksigenase. Tetapi, di dalam tubuh
manusia, reduksinya hanya terjadi secara parsial, sehingga asam askorbat yang terlah teroksidasi
tidak seluruhnya kembali. Vitamin C dapat dioksidasi oleh senyawa-senyawa lain yang
berpotensi pada penyakit. Jenis-jenis senyawa yang menerima elektron dan direduksi oleh
vitamin C, dapat dibagi dalam beberapa kelas, antara lain: senyawa dengan elektron (radikal)
yang tidak berpasangan, contohnya radikal-radikal oksigen (superoksida, radikal hidroksil,
radikal peroksil, radikal sulfur, dan radikal nitrogen-oksigen), senyawa-senyawa yang reaktif
tetapi tidak radikal, misalnya asam hipoklorit, nitrosamin, asam nitrat, dan ozon, senyawa-
senyawa yang dibentuk melalui reaksi senyawa pada kelas pertama atau kelas kedua dengan
vitamin C dan reaksi transisi yang diperantarai logam (misalnya ferrum atau cuprum) Vitamin C
dapat menjadi antioksidan untuk lipid, protein, dan DNA, dengan cara : (1) Untuk lipid, misalnya
Low-Density Lipoprotein (LDL), akan beraksi dengan oksigen sehingga menjadi lipid peroksida.
Reaksi berikutnya akan menghasilkan lipid hidroperoksida, yang akan menghasilkan proses
radikal bebas. Asam askorbat akan bereaksi dengan oksigen sehingga tidak terjadi interaksi
antara lipid dan oksigen, dan akan mencegah terjadinya pembentukan lipid hidroperoksida. (2)
Untuk protein, vitamin C mencegah reaksi oksigen dan asam amino pembentuk peptide, atau
reaksi oksigen dan peptida pembentuk protein. (3) Untuk DNA, reaksi DNA dengan oksigen
akan menyebabkan kerusakan pada DNA yang akhirnya menyebabkan mutasi (Padayatti, 2003).
Jika asam dehidroaskorbat tidak tereduksi kembali menjadi asam askorbat, maka asam
dehidroaskorbat akan dihidrolisis menjadi asam 2,3-diketoglukonat. Senyawa tersebut terbentuk
melalui rupture ireversibel dari cincin lakton yang merupakan bagian dari asam askorbat, radikal
askorbil, dan asam dehidroaskorbat. Asam 2,3-diketoglukonat akan dimetabolisme menjadi
xilosa, xilonat, liksonat, dan oksalat (Sharma, 2007).

E. Minyak Nabati (Antioksidan BHA)

Antioksidan BHA merupakan bahan tambahan pangan yang ditambahkan pada produk
disaat memasuki proses penggorengan atau pun juga proses pemanggangan. BHA dipergunakan
sebagai bahan antioksidan yang akan memperlambat ketengikan bahan yang mengandung
minyak dan lemak selain itu juga sebagai bahan pengawet pada produk crackers. Hal tersebut
didukung oleh pernyataan Kochhar dan Rossell, (1990) dalam arti khusus, antioksidan adalah zat
yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi
lipid.
2.6 Regulasi atau Keamanan BTP ( nilai ADI dan jumlah maksimum)
2.6.1 Crackers Unibis
1. Amonium Bikarbonat

Peraturan kepala badan pengawasan obat dan makanan Republik Indonesia No.11 Tahun
2013 pasal 4. Batas maksimum penggunaan BTP pengembang sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 untuk setiap kategori pangan :

Amonium hidrogen karbonat (ammonium hydrogen carbonate)

INS.503(ii)

ADI : tidak dinyatakan (not specified)

Sinonim : Ammonium bicarbonate

Fungsi lain : pengatur keasaman, penstabil

No. Kategori pangan Batas


Kategor maksimum
i pangan Mg/kg
01.4.3 Krim yang digumpalkan (plain) CPPB
01.4.4 Krim analog CPPB
01.5 Susu bubuk dan krim bubuk dan bukan analog CPPB
(plain)
01.6.1 Keju tanpa pemeraman CPPB
01.6.2 Keju peram CPPB
01.6.4 Keju olahan CPPB
01.6.5 Keju analog CPPB
01.7 Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu CPPB
(misalnya puding, yoghurt berperisa atau
yoghurt dengan buah)
06.3 Serealia untuk sarapan, termasuk rolled oats CPPB
06.4.3 Pasta dan mie pramasak serta produk sejenisnya CPPB
06.5 Makanan pencuci mulut berbasis serealia dan CPPB
pati (misalnya puding nasi, puding tapioka
06.6 Tepung bumbu (misalnya untuk melapisi CPPB
permukaan ikan atau daging ayam)
06.7 Kue beras CPPB
2. Natrium Bikarbonat

Peraturan kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No.11
Tahun 2013 pasal 4 . Batas Maksimum penggunaan BTP Pengembang sebagaimana dimaksud
dalam dalam Pasal 3 untuk setiap Kategori Pangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.
Batas maksimum penggunaan BTP untuk setiap kategori pangan :

Natrium hidrogen karbonat (Sodium hydrogen carbonate)


INS. 500(ii)
ADI : Tidak dinyatakan (not limited)
Sinonim : Baking soda; bicarbonate of soda; sodium bicarbonate; sodium acid carbonate
Fungsi lain : Pengatur keasaman, penstabil

No. Kategori Kategori Pangan Batas


Pangan Maksimum
(mg/kg)
01.4 Krim (Plain) dan Sejenisnya CPPB
01.5 Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk CPPB
analog (plain)
01.6.1 Keju tanpa pemeraman (keju mentah) CPPB
01.6.2 Keju peram CPPB
01.6.4 Keju olahan CPPB
01.6.5 Keju analog CPPB
01.7 Makanan pencuci mulut berbahan dasar CPPB
susu (misalnya puding, yoghurt
berperisa atau yoghurt dengan buah)
01.8.2 Bubuk whey dan produknya, kecuali CPPB
keju whey
05.0 Kembang gula / permen dan cokelat CPPB
06.2.1 Tepung 45000
06.2.2 Pati CPPB
06.3 Serealia untuk sarapan, termasuk rolled CPPB
oats
06.4.3 Pasta dan mi pra-masak serta produk CPPB
sejenis
06.5 Makanan pencuci mulut berbasis CPPB
serealia dan pati (misalnya puding nasi,
puding tapioka)
06.6 Tepung bumbu (misalnya untuk CPPB
melapisi permukaan ikan atau daging
ayam)
06.7 Kue beras CPPB
06.8 Produk-produk kedelai CPPB
07.0 Produk bakeri CPPB
10.4 Makanan pencuci mulut berbahan dasar CPPB
telur (misalnya custard)
12.2.2 Bumbu dan kondimen CPPB
12.8 Ragi dan produk sejenisnya CPPB
12.10 Protein produk CPPB
13.2 Makanan bayi dan anak dalam masa CPPB
pertumbuhan
13.4 Pangan diet untuk pelangsing dan CPPB
penurun berat badan
13.5 Makanan diet (contohnya suplemen CPPB
pangan untuk diet) yang tidak termasuk
produk dari kategori 13.1, 13.2, 13.3,
13.4 dan 13.6
13.6 Suplemen pangan CPPB
15.0 Makanan ringan siap santap CPPB

Sehingga dari tabel diatas dapat diketahui bahwa batas maksimun penggunaan BTP
pengembang natrium bikarbonat atau natrium hidrogen karbonat pada produk unibis terdapat
pada kategori pangan makanan ringan siap santap yaitu CPPB (Cara Produksi Pangan Yang
Baik). CPPB adalah jumlah BTP yang diizinkan terdapat pada pangan dalam jumlah secukupnya
yang diperlukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan dengan kata lain boleh ditambahkan
pada produk dengan kadar secukupnya.

3. Sorbitan Monostearat

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI No. 20
Tahun 2013, batas maksimum penggunaan Sorbitan Monostearat adalah 15000 dengan syarat
maksimum residu dalam roti dan adonan produk bakeri adalah 5000 mg/kg. Menurut FDA “The
food additive sorbitan monostearate, which is a mixture of partial stearic and palmitic acid esters
of sorbitol anhydrides, may be safely used in or on food in accordance with the following
prescribed conditions: When used alone, the maximum amount of sorbitan monostearate shall
not exceed 0.61 percent of the cake or cake mix, on a dry-weight basis.” artinya Zat Aditif
makanan sorbitan monostearate yang merupakan campuran ester asam stearat dan palmitat
parsial dari anhidrida sorbitol dapat digunakan dengan aman di dalam atau pada makanan sesuai
dengan kondisi yang ditentukan berikut yaitu Jika digunakan sendiri, jumlah maksimum sorbitan
monostearat tidak boleh melebihi 0,61 persen dari kue atau campuran kue berdasarkan berat
keringnya. Sorbitan Monostearat memiliki nilai ADI sebesar 0 – 25 mg/kg berat badan per hari.

4. Asam Askorbat

Menurut peraturan kepala BPOM RI No. 38 tahun 2013 tentang batas maksimum
penggunaan bahan tambahan pangan Antioksidan asam askorbat (ascorbic acid) tidak dinyatakan
(not specified), dan batas maksimum penggunaan untuk produk ragi dan sejenisnya yaitu CPPB
(Cara Produksi Pangan Yang Baik) maksudnyo boleh ditambahkan pada produk dengan kadar
secukupnya. US FDA juga menyatakan asam askorbat sebagai Generally Recognized as Safe
(GRAS), yang artinya aman untuk dikonsumsi.

5. Antioksidan BHA

The Select Committee on GRAS (Gene- rally Regarded as Safe) Substances dari U.S. Food
and Drug Administration (FDA) melaporkan bahwa pada tahun 1980 tidak ada bukti nyata
bahwaBHA merupakan senyawa yang membahayakan. Tetapi, tetap diinformasikan
kemungkinan adanya resiko pada penggunaannya oleh manusia. Saat ini FDA telah membatasi
konsentrasi BHA dalam penggunaannya pada makanan komersial, yaitu sebesar 0,02% pada
produk yang mengandung minyak dan lemak. The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food
Additives (JECFA) telah menentukan bahwa Asupan Harian yang Diijinkan (Acceptable Daily
Intake/ ADI) untuk BHA adalah 0,05-0,2 mg/kg bb (Madhavi, 1996) Sebaliknya, beberapa ahli
saat ini telah melarang penggunaan BHA dalam makanan dan menganjurkan untuk memilih
penggunaan antioksidan alami yang lebih aman(Pourmorad F,2006). Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa konsentrasi curcumin yang dibutuhkan untuk menetralkan sekitar 80%
reaksi per-oksidasi adalah sebesar 4 μM, sedangkan antioksidan sintetik seperti BHA pada
konsentrasi yang sama hanya memberikan sekitar 53- 59% penghambatan (Buck DF,1991).
BHA sebagai anti- oksidan sintetik juga menunjukkan solubilitas yang rendah dan aktivitas anti-
oksidan yangsedang(Buck DF,1991).

2.6.2 Crackers Hatari


1. Amonium Bikarbonat

Peraturan kepala badan pengawasan obat dan makanan Republik Indonesia No.11 Tahun
2013 pasal 4. Batas maksimum penggunaan BTP pengembang sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 untuk setiap kategori pangan :

Amonium hidrogen karbonat (ammonium hydrogen carbonate)


INS.503(ii)
ADI : tidak dinyatakan (not specified)
Sinonim : Ammonium bicarbonate
Fungsi lain : pengatur keasaman, penstabil

No. Kategori pangan Batas


Kategor maksimum
i pangan Mg/kg
01.4.3 Krim yang digumpalkan (plain) CPPB
01.4.4 Krim analog CPPB
01.5 Susu bubuk dan krim bubuk dan bukan analog CPPB
(plain)
01.6.1 Keju tanpa pemeraman CPPB
01.6.2 Keju peram CPPB
01.6.4 Keju olahan CPPB
01.6.5 Keju analog CPPB
01.7 Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu CPPB
(misalnya puding, yoghurt berperisa atau
yoghurt dengan buah)
06.3 Serealia untuk sarapan, termasuk rolled oats CPPB
06.4.3 Pasta dan mie pramasak serta produk sejenisnya CPPB
06.5 Makanan pencuci mulut berbasis serealia dan CPPB
pati (misalnya puding nasi, puding tapioka
06.6 Tepung bumbu (misalnya untuk melapisi CPPB
permukaan ikan atau daging ayam)
06.7 Kue beras CPPB

2. Sorbitan Monostearat

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI No. 20
Tahun 2013, batas maksimum penggunaan Sorbitan Monostearat adalah 15000 dengan syarat
maksimum residu dalam roti dan adonan produk bakeri adalah 5000 mg/kg. Menurut FDA “The
food additive sorbitan monostearate, which is a mixture of partial stearic and palmitic acid esters
of sorbitol anhydrides, may be safely used in or on food in accordance with the following
prescribed conditions: When used alone, the maximum amount of sorbitan monostearate shall
not exceed 0.61 percent of the cake or cake mix, on a dry-weight basis.” artinya Zat Aditif

3. Asam Askorbat

Menurut peraturan kepala BPOM RI No. 38 tahun 2013 tentang batas maksimum
penggunaan bahan tambahan pangan Antioksidan asam askorbat (ascorbic acid) tidak dinyatakan
(not specified), dan batas maksimum penggunaan untuk produk ragi dan sejenisnya yaitu CPPB
(Cara Produksi Pangan Yang Baik) maksudnyo boleh ditambahkan pada produk dengan kadar
secukupnya. US FDA juga menyatakan asam askorbat sebagai Generally Recognized as Safe
(GRAS), yang artinya aman untuk dikonsumsi.

4. Antioksidan BHA

The Select Committee on GRAS (Gene- rally Regarded as Safe) Substances dari U.S.
Food and Drug Administration (FDA) melaporkan bahwa pada tahun 1980 tidak ada bukti nyata
bahwaBHA merupakan senyawa yang membahayakan. Tetapi, tetap diinformasikan
kemungkinan adanya resiko pada penggunaannya oleh manusia. Saat ini FDA telah membatasi
konsentrasi BHA dalam penggunaannya pada makanan komersial, yaitu sebesar 0,02% pada
produk yang mengandung minyak dan lemak. The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food
Additives (JECFA) telah menentukan bahwa Asupan Harian yang Diijinkan (Acceptable Daily
Intake/ ADI) untuk BHA adalah 0,05-0,2 mg/kg bb (Madhavi, 1996) Sebaliknya, beberapa ahli
saat ini telah melarang penggunaan BHA dalam makanan dan menganjurkan untuk memilih
penggunaan antioksidan alami yang lebih aman(Pourmorad F,2006). Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa konsentrasi curcumin yang dibutuhkan untuk menetralkan sekitar 80%
reaksi per-oksidasi adalah sebesar 4 μM, sedangkan antioksidan sintetik seperti BHA pada
konsentrasi yang sama hanya memberikan sekitar 53- 59% penghambatan (Buck DF,1991).
BHA sebagai anti- oksidan sintetik juga menunjukkan solubilitas yang rendah dan aktivitas anti-
oksidan yangsedang(Buck DF,1991).

2.7 Metabolisme Bahan Tambahan Pangan pada Tubuh

2.7.1 Crackers Unibis

1. Amonium Bikarbonat
2. Natrium Bikarbonat
Natrium Bikarbonat tidak mengalami Metabolisme
3. Sorbitan Monostearate
Pada tahun 1982, JECFA melaporkan studi toksisitas berikut : Kelompok 10 tikus
muda diberi pakan selama 6 minggu yang mengandung 1% atau 4% sorbitan
monostearate. Tidak ada efek pada penambahan berat badan, juga tidak ada yang
signifikan, tidak berubah secara histopatologis di hati, ginjal, usus dan kandung kemih
(Krantz, 1946).
Sorbitan monostearate ditambahkan ke makanan yang dirancang untuk
menginduksi nekrosis hati pada tikus. Kadar hingga 10% cenderung memperpanjang
waktu kelangsungan hidup dan tidak dapat mempengaruhi perubahan hati selama periode
hingga 120 hari (Gyorgy dkk, 1958).
Dua rhesus monyet diberi makan setiap hari dengan 0,7 - 0,8 g / kg bb sorbitan
monostearate selama 5 minggu. Tidak ada kerusakan pada hati atau ginjal yang terlihat
pada pemeriksaan mayat ( tidak ada rincian lebih lanjut).
Lalu empat anjing (dua jantan dan dua betina) diberi  0% atau 5% sorbitan
monostearate dalam makanan selama 19 - 20 bulan. Tingkat dosis sesuai dengan 490
- 780 mg / kg bb per hari. Tidak ada perbedaan yang jelas antara anjing uji dan kontrol
dalam hal asupan makanan, berat badan, umur panjang, fi temuan di nekropsi atau
histopatologi rinci (Fitzhugh et al., 1959).

4. Asam Askorbat
Vitamin C mudah diabsorpsi secara aktif dan mungkin pula secara difusi
pada bagian atas usus halus lalu masuk ke peredaran darah melalui vena porta. Rata-
rata absorpsi adalah 90% untuk konsumsi diantara 20 dan 120 mg sehari. Konsumsi
tinggi sampai 12 gram (sebagai pil) hanya diabsorpsi sebanyak 16%. Vitamin C
kemudian dibawa ke semua jaringan. Konsentrasi tertinggi adalah jaringan adrenal,
pituitary, dan retina.
Tubuh dapat menyimpan hingga 1500 mg vitamin C bila konsumsi mencapai 100
mg sehari. Jumlah ini dapat mencegah terjadinya skorbut selama tiga bulan. Tanda-tanda
skorbut akan terjadi bila persediaan tinggal 300 mg. Konsumsi melebihi taraf kejenuhan
berbagai jaringan dikeluarkan melalui urine dalam bentuk asam oksalat. Pada konsumsi
melebihi 100 mg sehari kelebihan akan dikeluarkan sebagai asam askorbat atau sebagai
karbondioksida melalui pernapasan. Walaupun tubuhmengandung sedikit vitamin C,
sebagian tetap akan dikeluarkan. Makanan yang tinggi dalam seng atau pectin dapat
mengurangi absorpsi sedangkan zat-zat di dalam ekstrak apel dapat meningkatkan
absorpsi. Status vitamin C tubuh ditetapkan melalui tanda-tanda klinik dan
pengukuran kadar vitamin C di dalam darah. Tanda-tanda klinik antara lain, perdarahan
kapiler dibawah kulit. Tanda dini kekurangan vitamin C dapat diketahui bila kadar
vitamin C darah dibawah 0,20 mg/dl (Almatsier s, 2005).

5. Antioksidan BHA
Absorpsi, metabolisme dan ekskresi Absorpsi dan metabolisme BHA telah diteliti
pada tikus, kelinci, anjing, kera, dan manusia. BHA dapat secara cepat diabsorpsi dari
saluran gastrointestinal pada tikus, kelinci, anjing dan manusia.BHA dapat di
metabolisme secara cepat, dan diekskresikan secara utuh.
Metabolit utama dari BHA adalah glukoronida, eter sulfat, dan Tert-Butil
Hidroksi Quinon (TBHQ) yang merupakan senyawa fenol bebas(Abiko Y, 2011).
Metabolit-metabolit ini diekskresikan di urin, sedangkan BHA yang belum mengalami
perubahan akan dieliminasi melalui feses.
Proporsi dari metabolit-metabolit ini beragam tergantung pada spesies dan level
dosis yang diberikan. Sebesar 86% diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan
91% dalam waktu 4 hari. Pada manusia, 22-72% pemberian dosis oral pada level 0,5-0,7
mg/kg bb didapatkan kembali sebagai glukoronida dalam waktu 24 jam, dan kurang dari
1% dalam bentuk BHA bebas. Ditemukan juga eter sulfat dalam jumlah sangat
keci(Madhavi DL,1996).
Retensi BHA dalam jaringan lebih besar pada manusia dibandingkan pada tikus.
Artinya, dibutuhkan dosis BHA yang lebih kecil untuk memproduksi level dalam plasma
tertentu pada manusia dari padatikus (Madhavi DL, 1996).
Penelitian jangka pendek telah dilakukan terhadap beberapa jenis spesies,
termasuk tikus, kelinci, dan anjing. Pem- berian 0,25 dan 0,75% BHA pada mencit betina
diketahui dapat melindungi dari keracunan akut monokrotalin, suatu alkaloid pirolizidin
yang beracun yang terdapat pada tanaman genus Crotalaria.Pada kelinci, dosis besar
BHA (1 g/hari) di- berikan dengan stomach tube selama 56 hari telah menyebabkan
peningkatan pada ekskresi sodium 10 kali lipat dan 20% peningkatan pada ekskresi
potasium di urin. Tidak ada efek samping yang ditemukan pada pemberian BHA 0,3; 30;
atau 100 mg/kg bb pada anjing selama 1 tahun(Madhavi DL,1996).

2.7.2 Crackers Hatari

1. Amonium Bikarbonat
2. Sorbitan Monostearate
Pada tahun 1982, JECFA melaporkan studi toksisitas berikut : Kelompok 10 tikus
muda diberi pakan selama 6 minggu yang mengandung 1% atau 4% sorbitan
monostearate. Tidak ada efek pada penambahan berat badan, juga tidak ada yang
signifikan, tidak berubah secara histopatologis di hati, ginjal, usus dan kandung kemih
(Krantz, 1946).

Sorbitan monostearate ditambahkan ke makanan yang dirancang untuk


menginduksi nekrosis hati pada tikus. Kadar hingga 10% cenderung memperpanjang
waktu kelangsungan hidup dan tidak dapat mempengaruhi perubahan hati selama periode
hingga 120 hari (Gyorgy dkk, 1958).

Dua rhesus monyet diberi makan setiap hari dengan 0,7 - 0,8 g / kg bb sorbitan
monostearate selama 5 minggu. Tidak ada kerusakan pada hati atau ginjal yang terlihat
pada pemeriksaan mayat ( tidak ada rincian lebih lanjut).

Lalu empat anjing (dua jantan dan dua betina) diberi  0% atau 5% sorbitan
monostearate dalam makanan selama 19 - 20 bulan. Tingkat dosis sesuai dengan 490
- 780 mg / kg bb per hari. Tidak ada perbedaan yang jelas antara anjing uji dan kontrol
dalam hal asupan makanan, berat badan, umur panjang, fi temuan di nekropsi atau
histopatologi rinci (Fitzhugh et al., 1959).

3. Asam Askorbat
Vitamin C mudah diabsorpsi secara aktif dan mungkin pula secara difusi
pada bagian atas usus halus lalu masuk ke peredaran darah melalui vena porta. Rata-
rata absorpsi adalah 90% untuk konsumsi diantara 20 dan 120 mg sehari. Konsumsi
tinggi sampai 12 gram (sebagai pil) hanya diabsorpsi sebanyak 16%. Vitamin C
kemudian dibawa ke semua jaringan. Konsentrasi tertinggi adalah jaringan adrenal,
pituitary, dan retina.
Tubuh dapat menyimpan hingga 1500 mg vitamin C bila konsumsi mencapai 100
mg sehari. Jumlah ini dapat mencegah terjadinya skorbut selama tiga bulan. Tanda-tanda
skorbut akan terjadi bila persediaan tinggal 300 mg. Konsumsi melebihi taraf kejenuhan
berbagai jaringan dikeluarkan melalui urine dalam bentuk asam oksalat. Pada konsumsi
melebihi 100 mg sehari kelebihan akan dikeluarkan sebagai asam askorbat atau sebagai
karbondioksida melalui pernapasan. Walaupun tubuhmengandung sedikit vitamin C,
sebagian tetap akan dikeluarkan. Makanan yang tinggi dalam seng atau pectin dapat
mengurangi absorpsi sedangkan zat-zat di dalam ekstrak apel dapat meningkatkan
absorpsi. Status vitamin C tubuh ditetapkan melalui tanda-tanda klinik dan
pengukuran kadar vitamin C di dalam darah. Tanda-tanda klinik antara lain, perdarahan
kapiler dibawah kulit. Tanda dini kekurangan vitamin C dapat diketahui bila kadar
vitamin C darah dibawah 0,20 mg/dl (Almatsier s, 2005).

4. Antioksidan BHA
Absorpsi, metabolisme dan ekskresi Absorpsi dan metabolisme BHA telah diteliti
pada tikus, kelinci, anjing, kera, dan manusia. BHA dapat secara cepat diabsorpsi dari
saluran gastrointestinal pada tikus, kelinci, anjing dan manusia.BHA dapat di
metabolisme secara cepat, dan diekskresikan secara utuh.
Metabolit utama dari BHA adalah glukoronida, eter sulfat, dan Tert-Butil
Hidroksi Quinon (TBHQ) yang merupakan senyawa fenol bebas(Abiko Y, 2011).
Metabolit-metabolit ini diekskresikan di urin, sedangkan BHA yang belum mengalami
perubahan akan dieliminasi melalui feses.
Proporsi dari metabolit-metabolit ini beragam tergantung pada spesies dan level
dosis yang diberikan. Sebesar 86% diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan
91% dalam waktu 4 hari. Pada manusia, 22-72% pemberian dosis oral pada level 0,5-0,7
mg/kg bb didapatkan kembali sebagai glukoronida dalam waktu 24 jam, dan kurang dari
1% dalam bentuk BHA bebas. Ditemukan juga eter sulfat dalam jumlah sangat
keci(Madhavi DL,1996).
Retensi BHA dalam jaringan lebih besar pada manusia dibandingkan pada tikus.
Artinya, dibutuhkan dosis BHA yang lebih kecil untuk memproduksi level dalam plasma
tertentu pada manusia dari padatikus (Madhavi DL, 1996).
Penelitian jangka pendek telah dilakukan terhadap beberapa jenis spesies,
termasuk tikus, kelinci, dan anjing. Pem- berian 0,25 dan 0,75% BHA pada mencit betina
diketahui dapat melindungi dari keracunan akut monokrotalin, suatu alkaloid pirolizidin
yang beracun yang terdapat pada tanaman genus Crotalaria.Pada kelinci, dosis besar
BHA (1 g/hari) di- berikan dengan stomach tube selama 56 hari telah menyebabkan
peningkatan pada ekskresi sodium 10 kali lipat dan 20% peningkatan pada ekskresi
potasium di urin. Tidak ada efek samping yang ditemukan pada pemberian BHA 0,3; 30;
atau 100 mg/kg bb pada anjing selama 1 tahun(Madhavi DL,1996).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam


makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur,
dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein,
mineral dan vitamin. Pada produk hatari dan unibis nilai gizi mikronutrient yang paling menonjol
adalah kandungan mineral berupa natrium dan zat besi, setiap bahan tambahan pangan memiliki
regulasi atau keamanan masing-masing yang dinyatakan dengan nilai ADI (Acceptable daily
intake) dan batas maksimum penggunaan bahan tambahan pangan. Dapat diketahui bahan
tambahan pangan pada produk crackers unibis adalah Pengembang (Amonium, Natrium
Bikarbonat), Ragi (Sorbitan Monostearate, Asam Askorbat), dan Minyak Nabati (Antioksidan
BHA). Sedangkan pada produk crackers hatari adalah Pengembang (Amonium Bikarbonat), Ragi
(Sorbitan Monostearate, Asam Askorbat), dan Minyak Nabati (Antioksidan BHA).

3.2 Saran

Masa modern tidak lepas dari penggunaan bahan tambahan pangan, oleh karena itu
bijaklah sebagai konsumen dalam memilih suatu produk agar tidak terjadi toksisitas di dalam
tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Abiko, Y, Miura T, Phuc, BH., Shinkai Y, Kumagai Y. Participation of covalent modi- fication
of Keap1 in the activation of Nrf2 by tert-butylbenzoquinone, an electrophilic meta-
bolite of butylated hydroxyanisole. Toxicology and Applied Pharmacology. 2011.
255(1):32-39.

Almatsier, S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Baliwati, Y. F. (2004). Pengantar Pangan dan Gizi, Cetakan I. Jakarta: Penerbit Swadaya. Hal.
89.

Botterweck, AAM, Vergaen H, GoldBohm RA, KleinJans J, and van den Brant PA. Intake of
butylated hydroxyanisole and butylated hydroxytoluene and stomach cancer risk: results
from analyses in the Netherlands cohort study. Food and Chemical Toxicology. 2007.
38 (7):599–605.

BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). 2013. ISO Indonesia Volume 48. Jakarta: PT.
ISFI. Penerbitan Jakarta.

Buck DF. Food additive User’s Handbook.1991.Springer.

Cahyadi,W. 2006. Analisis dan aspek kesehatan bahan tambahan pangan. Edisi kedua. Jakarta:
Bumi Aksara.

Cahyadi,W. 2008. Bahan Tambahan Pangan.Jakarta: Bumi aksara.

Clegg DJ. Absence of teratogenic effect of butylated hydroxyanisole (BHA) and butylated
hydroxytoluene (BHT) in rats and mice. Food and cosmetics toxicology. 1965; 3:387-
403.

Conning, DM., Phillips, JC. Comparative me- tabolism of BHA, BHT and other phenolic
antioxidants and its toxicological relevance. Food Chem Toxicol. 1986. 24(10-11):
1145-8.
Dewan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2973-1992; Biskuit. Dewan Standardisasi
Nasional.

Dewoto, H.R., 2007, Pengembangan Obat Tradisional Indonesia menjadi Fitofarmaka, Majalah
kedokteran indonesia, 57(7): 205-211.

Duerbeck, N.B., Dowling, D.D., Duerbeck, J.M., 2016. Vitamin C: Promises Not. Kept. Obstet.
Gynecol. Surv. 71, 187–193.

Ferazuma, H., Marliyati, S., dan Amalia, L. 2011. Substitusi Tepung Kepala Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus sp) untuk Meningkatkan Kandungan Kalsium Crackers. Jurnal Gizi
dan Pangan. 6(1) : 18

Fitzhugh OG, Bourke AR, Nelson AA and Frawley JP,. 1959. Chronic oral toxicities of four
stearic acid emulsifiers. Toxicology and Applied Pharmacology, 1, 315–331.

Fridata, I. G. 2014. Kualitas Biskuit Keras Dengan Kombinasi Tepung Ampas Tahu dan Bekatul
Beras Merah.Naskah Skripsi S-1. Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, Yogyakarta.

Friska.T. 2002. Penambahan Sayur Bayam (Amaranthus tricolor L.), Sawi (Brassica juncea L.),
Dan Wortel (Daucus carota L.) Pada Pembuatan Crackers Tinggi Serat Makanan.Skripsi
jurusan Gizi Masyarakat Dan Sumber Daya Keluarga Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor

Gyorgy P, Forbes M and Goldblatt H,. 1958. Effect of non-ionic emulsifiers on experimental
dietary injury of the liver in rats. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 6, 139–
142.

Han SS, Lo SC, Choi YW, Kim JH, Beck SH. Antioxidant activity of crude extract and pure
compounds of Acerginnala max. Bull. Ko- rean. Chem Soc. 2004; 25(3): 389-391.

Hasenhuttl, G.L. 1997. Emulsifier Trends For The Future di dalam Food Emulsifiers and Their
Application, Chapman & Hall., p. : 1-9 ; 211-216.

Hazardous Substances Database, National Library of Medicine

Hui, F H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. John Willy and Sons, Inc. USA

Hui, Y.H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. Vol 2. New York: John Willey
and Sons, Inc.

Jurkovic P, Sentjurc M, Gasperlin M, Kristl J, Pecar S. 2003. Skin protection against ultraviolet
induced free radicals with ascorbyl palmitate in microemulsions. European journal of
pharmaceutics and biopharmaceutics. 56: 59-66.
Kochhar SP, Rossel JB, Hudson BJF. (editor). Food antioxidants. 1990. Elsevier Science.

Koch RL, Paul AS, Hoseney FTC. 2006. Incorporating L-Ascorbyl 6-Palmitate in bread and its
shortening-sparing and anti-firming effects. Journal of Food Science. 52: 954-957.

Krantz JC Jr, 1946. Unpublished report No. WER-149-102 to the Atlas Chemical Co, as referred
to by JECFA (1982a).

Kumalaningsih, S . 2006. Antioksidan Alami Penangkal Radikal Bebas, Sumber manfaat ,Cara
penyediaan, dan Pengolahan. Surabaya : Trubus. Agrisarana.

Lachman, L., Lieberman, H.A., and Kanig, J.L. 1986. Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Diterjemahkan oleh Siti, S., Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Lam LK, Pai RP. Wattenberg, LW. Synthesis and chemical carcinogen inhibitory activity of 2-
tert-butyl-4-hydroxyanisole. J Med Chem. 1979; 22 (5): 569–71.

Liu GT, Zhang TM, Wang BE, Wang YW. 1992. Protective action of seven natural phenolic
coumpounds againts peroxidative damage to biomembranes. Biochem. Pharmcol. 43:
147-152.

Liu ZQ, Ma LP, Liu ZL. 1996. Making vitamin C lipophilic enhances its protective effect against
free radical induced peroxidation of low density lipoprotein. Chem. Phys. Lipids.
95:49–57.

Madhavi DL, Deshpande SS, Salunkhe DK. 1996. Butylated hydroxyanisole (BHA; tert-butyl-4-
hydroxyanisole)and butylated hydroxytoluene (BHT; 2,6-di-tert-butyl-p- cresol) in food
anti-oxidants: Technological, Toxicological, and healthperspectives.

Manley, D.J.R. 1983. Technology of Biscuits, Crackers and Cookies Ellies Harwood Limited.
England

Manthey, D. 2002. A Comparison oj Leavening Agents.

Moleyar V, Narasimham P. Antibacterial activity of essential oil components. Inter- national


Journal of Food Microbiology. 1992. 16 (4): 337-342.

Nandhani SD, Yunianta. 2015. Pengaruh tepung labu kuning, tepung lele dumbo, natrium
bikarbonat terhadap sifat fisiko, kimia, organoleptik cookies. Jurnal Pangan dan
Agroindustri. 3(3): 918-927.

Padayaty S.J., Katz A., Wang Y., Eck P., Kwon O., Lee J.H., Chen S., Corpe C., Dutta A., Dutta
S.K., Levine M. 2003. Vitamin C as an antioxidant: evaluation of its role in disease
prevention. J Am Coll Nutr. 22(1):18-35.
Paghal A, Navridhi, Chhokar V, Khatkar BS. 2011. Effects of minor ingredients on quality of
cookies. Annals of Agri-Bio Research. 16(1): 79-84.

Pambudi, S. dan S. B. Widjanarko. 2015. Pengaruh Proporsi Natrium Bikarbonat dan


Ammonium Bikarbonat sebagai Bahan Pengembang terhadap Karakteristik Kue Bagiak.
Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol 3. Hal 61- 67.

Pourmorad F, Hosseinimehr SJ,Shaha-bimajd N. Antioxidant activity, phenol and flavonoid


contents of some selected Iranian medicinal plants. African Journal of Technology.
2006; 5(11): 1142-1145.

Putranto AW, Argo BD, Komar N. 2013. Pengaruh perendaman natrium bikarbonat (NaHCO3 )
dan suhu penggorengan terhadap nilai kekerasan keripik kimpul (Xanthosoma
sagittifolium). Jurnal Teknologi Pertanian. 14(2): 105-114.

Rosentrater KA, Evers AD. 2018. Bread Baking Technology Fifth Edition. Amsterdam (NL):
Elsivier Ltd.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J. dan Quinn M.E. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th
Edition, Minneapolis, Pharmaceutical Press.

Salimath B.P, Sundaresh C.S, Srinivas L. Dietary components inhibit lipid peroxidation in
erythrocyte membrane. Nutrition Research. 1986. 6 (10): 1171-1178.

Santoso J, Ling F, Handayani R. 2011. Pengaruh pengkomposisian dan penyimpanan dingin


terhadap perubahan karakteristik surimi ikan pari (Trygon sp.) dan ikan kembung
(Rastrelliger sp.). Jurnal Akuatika. 11(2): 145-159.

Sediaoetama, A. D. 2010. Ilmu gizi. Bumi Aksra. Jakarta.

Sharma S.R., Poddar R., Sen P., Andrews J.T. 2007. Effect of vitamin C on collagen
biosynthesis and degree of birefringence in polarization sensitive optical coherence
tomography (PS-OCT). J Am Coll Nutr. 7(12):2049–2054.

Veradila PEW. 2005. Pengaruh penambahan natrium bikarbonat (NaHCO3 ) dan kuning telur
terhadap sifat fisik, kimia, dan organoleptik biskuit ambon. [Skripsi]. Malang (ID):
Universitas Brawijaya.

Williams GM, Iatropoulos MJ, Whysner J. Safety assessment of butylated hydroxyanisole and
butylated hydroxytoluene as antioxidant food additives. Food Chem Toxicol. 1999.
37(9-10):1027-1038.

Winamo, F.G. 1988. Flavor bagi Industri Pang an. BogOf! M-Bflo Press:pp.l.15-45,84-115.
Yin MC, Faustman C, Rıesen JW, Wıllıams SN. 1993. α-Tocopherol and ascorbate delay
oxymyoglobin and phospholipid oxidation in vitro. J. Food Sci. 58: 1273-1276, 1281.

Youngson R, 2005. Antioksidant. Manfaat Vitamin C dan E bagi kesehatan Jakarta. Arcan.

Anda mungkin juga menyukai