Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM HIDROKOLOID DAN PRODUK EMULSI

“PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN BUAH NANAS (Ananas


comosus (L). Merr) TERHADAP ORGANOLEPTIK SELAI NANAS”

Dosen Pengampu:

Rahayu Suseno, S.TP.,M.Si.

Disusun Oleh:

KELOMPOK 8

1. Annisa Chandra Nabila (J1A118046)


2. Septa Indriza (J1A118047)
3. Ratna Dwi Rahayu (J1A118049)
4. Finna Dwi Astuti (J1A118057)
5. Dandi Trinof Nababan (J1A118062)
6. Cindi Agustina (J1A118068)
7. Nelli S.Simatupang (J1A118072)
8. Pristi Nadia Sapira (J1A116012)
9. Ika Risma Yanti (J1A116045)
10. Amelia Sari Sinaga (J1A116054)

R-002

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Buah nanas cukup lengkap kandungan vitaminnya. Kandungan vitamin
terbanyak yaitu vitamin C, di samping itu juga mengandung vitamin A, B1, B2,
dan niacin. Selain vitamin juga terdapat kalsium, phosphor, besi, protein,
karbohidrat, serat dan lain-lain.
Salah satu pengolahan buah nanas adalah selai. Selai merupakan produk
makanan semi basah yang dapat dioleskan yang dibuat dari pengolahan buah
-buahan, gula dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan
tambahan pangan yang diizinkan (BSN, 2008).
Produk yang dibuat dari buah-buahan yang telah dihancurkan atau sari
buah, serta dilakukan penambahan gula kemudian dipanaskan atau dimasak
sampai terbentuk tekstur kental disebut selai. Produk ini umumnya tidak
dikonsumsi secara langsung akan tetapi sering dijadikan sebagai bahan tambahan
untuk memberi rasa dan aroma pada roti tawar (Syahrumsyah, dkk., 2010).
Asam, pektin dan gula merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan
dalam proses pembuatan selai. Asam berperan dalam menurunkan pH bubur buah
sehingga terbentuk struktur gel yang baik dan mencegah terjadinya kristalisasi
gula. Gula berfungsi dalam pembentukan tekstur, penampakan dan flavor pada
selai. Pektin berperan dalam pembentukan gel selai terutama ketika 50% karboksil
telah termetilasi. Proses pemanasan dalam pembuatan selai bertujuan untuk
menghomogenkan campuran buah, gula, dan pektin serta menguapkan sebagian
air sehingga terbentuk struktur gel (Fatonah, 2002). 
Buah-buahan yang ideal dalam pembuatan selai harus mengandung
pektindan asam yang cukup untuk menghasilkan selai yang baik. Buah-buah
tersebut dapat meliputi tomat, nanas, apel, anggur, jeruk dan sebagainya. Salah
satu karakteristik yang dimiliki selai adalah tingkat viskositasnya. Selai juga harus
memiliki rasa yang dapat diterima oleh konsumen. Selai mengandung senyawa-
senyawa yang berguna untuk tubuh, dalam hal lain selai dengan buah murni akan
memiliki kadar air yang tinggi. Maka dari itu diperlukan penambahan gula yang
berlebih untuk meningkatkan viskositas, diperlukan pemanasan yang lama untuk
menurunkan kadar air, dan juga diperlukan penambahan pektin untuk
mempercepat pembentukan gel.

1.2 Tujuan Praktikum


Untuk mengetahui pengaruh tingkat kematangan buah nanas terhadap
organoleptik selai nanas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Hidrokoloid
Hidrokoloid merupakan polimer yang larut dalam air, mampu membentuk
koloid dan mampu mengentalkan larutan atau membentuk gel dari larutan tersebut
(Mantell, 1947). Hidrokoloid dapat dikelompokkan berdasarkan sumber bahan
baku, yaitu hidrokoloid yang dapat diperoleh secara alami dari alam, hidrokoloid
termodifikasi, dan hidrokoloid sintetis. Menurut Funami (2011), hidrokoloid dapat
diperoleh dari tanaman, hewan, dan mikroba. Beberapa bagian tanaman yang
dapat dimanfaatkan di antaranya biji, buah, akar, dan ekstrudat tanaman maupun
pulp. Lebih lanjut, Li dan Nie (2016) mengklasifikasi hidrokoloid berdasarkan
sumber bahan baku dan struktur kimia.
Hidrokoloid memiliki karakteristik spesifik, bergantung pada struktur rantai
dan gugus fungsional yang terdapat di dalamnya. Struktur rantai yang
mengandung banyak gugus hidroksil menyebabkan hidrokoloid lebih mudah
menyerap air. Umumnya, hidrokoloid mampu membentuk gel dalam air dan
bersifat reversible, yaitu meleleh jika dipanaskan dan membentuk gel kembali jika
didinginkan. Hidrokoloid berfungsi sebagai pembentuk gel, pengemulsi, penstabil
buih, pengontrol pembentukan kristal, pendispersi, perekat, dan pengontrol
pelepasan perisa sering dapat digunakan sebagai bahan tambahan pada produk
pangan. Pemanfaatannya sebagai bahan pengental, penstabil, dan emulsifier
disebabkan karena hidrokoloid bersifat mudah menyerap air sehingga dapat
membantu memperbaiki mutu produk pangan. Dalam pembuatan produk pangan,
hidrokoloid berfungsi sebagai penstabil, pembentuk tekstur, dan meningkatkan
daya serap air produk (Herawati, 2018).

2. 2 Selai
Selai merupakan produk awetan yang dibuat dengan cara memasak
hancuran buah yang dicampur gula baik ditambah air atau tanpa penambahan air.
Hampir semua jenis buah dapat dijadikan selai. Buah yang umum digunakan
dalam pembuatan selai antara lain nanas, stroberi, mangga, anggur, dan sirsak.
Buah lain yang juga dapat dijadikan selai seperti buah pepaya bangkok, buah
salak, dan buah pisang raja (Herianto dan Hamzah, 2016).
Selai merupakan makanan berbentuk pasta yang diperoleh dari pemasakan
bubur buah, gula dan dapat ditambahkan asam serta bahan pengental. Proporsinya
adalah 45% bagian berat buah dan 55% bagian berat gula. Campuran yang
dihasilkan kemudian dikentalkan sehingga hasil akhirnya mengandung total
padatan terlarut minimum 65% (Fachruddin, 2008).
Selai merupakan produk awetan yang dibuat dengan memasak hancuran
buah yang dicampur gula atau campuran gula dengan dekstrosa atau glukosa,
dengan atau tanpa penambahan air dan memiliki tekstur yang lunak dan plastis
(Suryani, 2004). Sedangkan menurut Food & Drug Adminstration (FDA)
mendefinisikan selai sebagai produk olahan buah-buahan, baik berupa buah segar,
buah beku, buah kaleng maupun campuran ketiganya. Campuran ini kemudian
dipekatkan sehingga hasil akhirnya mengandung total padatan minimum 65%.
Bila dilihat dari viskositasnya, selai merupakan makanan semi padat. Selai
termasuk dalam golongan makanan semi basah berkadar air sekitar 15-40 %
dengan tekstur yang lunak dan plastis. Pengertian yang lain adalah produk
makanan yang terbuat dari lumatan daging buah-buahan dicampur dengan gula
dengan perbandingan 3:4. Campuran ini kemudian dipanaskan dengan suhu
tertentu hingga mencapai kekentalan tertentu. Kadar kekentalan atau padatan
terlarut (soluble solid) diukur dengan refraktometer. Formula umum yang
digunakan dalam pembuatan selai adalah 45:55 (buah : gula), tetapi penambahan
gula juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keasaman buah, kandungan gula
buah dan kematangan buah yang digunakan (Suryani, 2004).
Selai merupakan salah satu jenis produk IMF (Intermediate Moisture Food).
IMF merupakan produk pangan yang berbasis pengawetan, dimana produk
pangan tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki nilai aktivitas air (aw)
yang lebih rendah. Hal tersebut bertujuan agar hampir seluruh mikroba khususnya
mikroba perusak makanan tidak dapat tumbuh di dalamnya. IMF atau pangan
semi basah seperti selai, produ-produk bakery dan cokelat pasta, umumnya
mengandung antara kadar air 20-50% (w/w). IMF merupakan produk pangan
yang memiliki nilai aw berkisar antara 0.65-0.90 dengan RH 15-40%. IMF secara
tradisional dibuat dengan prinsip penarikan air baik secara adsorpsi maupun
desorpsi dan atau dengan penambahan humektan seperti gliserol dan sorbitol yang
berfungsi untuk mengatur aw. Selain itu, kombinasi dari beberapa humektan
dengan konsentrasi yang rendah dapat menurunkan masalah off-flavor pada
produk IMF (Purnasari, 2015) .
Selai yang bermutu baik mempunyai tanda spesifik yaitu:
1. Konsistensi kokoh
2. Warna cemerlang
3. Distribusi buah merata
4. Tekstur lembut
5. Flavor buah alami
6. Tidak mengalami sineresis dan kristalisasi selama penyimpanan
(Wijaya, 2010)
Tabel 2.1. Persyaratan Mutu Selai Buah

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan


1 Keadaan :
- Aroma _ Normal
- Rasa _ Normal
- Warna _ Normal
2 Serat buah - Positif
3 Padatan terlarut % fraksi massa Min. 65
4 Cemaran logam :
- Timah (Sn) mg/kg Maks. 250,0*
5 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks.1,0
6 Cemaran mikroba
ALT (angka lempeng total) Koloni/g APM/g Maks. 1,0
- Bakeri coliform Koloni/g Maks. 2,0x10
- Staphylociccus Koloni/g <10
aureus
- Clostridium sp. Koloni/g Maks. 5,0x10
- Kapang/khamir Koloni/g
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2008)

Tabel 2. 2 Kriteria Mutu Selai Buah

Syarat Mutu Standar


Kadar air maksimum 35 %
Kadar gula minimum 55 %
Kadar pektin maksimum 0,7 %
Padatan tak terlarut minimum 0,5 %
Serat buah Positif
Kadar bahan pengawet 50 mg/kg
Asam asetat Negatif
Logam berbahaya(Hg, Negatif
Pb, As)
Rasa Normal
Bau Normal
Sumber : SII. No. 173 Tahun 1978

2. 3 Bahan Pembuatan Selai


2.3.1. Nanas
Tanaman nanas (Ananas comorus (L). Merr) dapat tumbuh dengan
baik di Indonesia sehingga sangat banyak dibudidayakan. Tanaman ini
memiliki buah dengan ukuran yang sedang, warna daging buah kuning,
serta memiliki aroma harum dan memiliki rasa asam manis. Buah nenas
baik digunakan sebagai bahan baku olahan dalam pembuatan suatu produk
karena dapat berfungsi sebagai sumber flavor alami, baik untuk makanan
maupun minuman serta memiliki kandungan gizi yang baik (Yustina dan
Yuniarti, 2013).
Buah nanas merupakan buah yang bersifat klimaterik yang
memiliki umur simpan yang relatif singkat. Dalam bentuk segar nenas
hanya mampu bertahan satu minggu sehingga perlu dilakukan pengolahan
untuk memperpanjang umur simpan. Buah nanas dapat diolah menjadi
selai, sari buah, sirup, buah kaleng dan sebagainya. Buah nanas
mengandung vitamin C, vitamin A yang memiliki manfaat sebagai
antioksidan untuk mencegah reaksi radikal bebas dalam tubuh.Buah nenas
juga mengandung vitamin B yang diperlukan oleh tubuh (Syahrumsyah,
dkk., 2010). Buah nanas mengandung mineral makro maupun mikro, zat
organik, air dan juga vitamin dan dapat dimanfaatkan sebagai antiseptik
mulut karena mengandung klor, iodium, fenol dan enzim bromelin
(Rakhmanda, 2008).
2.3.2. Pektin
Pektin adalah campuran polisakarida yang kompleks terdapat pada
berbagai buah-buahan dan sayuran asal akar. Buah apel dan kulit buah
jeruk kaya akan pektin. Pentingnya senyawa ini adalah sebagai agensia
pembentuk gel, khususnya pada pembuatan selai buah-buahan.
Penambahan asam, misalnya sari jeruk lemon dapat meningkatkan
kemampuan terbentuknya gel oleh pektin. Ini terutama berguna pada
pembuatan selai buah-buahan dari bahan yang kandungan pektinnya
rendah, seperti strawberry. Dalam beberapa keadaan, adanya pektin tidak
dikehendaki pada sari buah dan anggur minuman pektin menyebabkan
kekeruhan yang tidak disukai. Penambahan pectin pada pembuatan jelly
juga akan menimbulkan bau busuk pada jelly, apabila dulakukan
penyimpanan dalam waktu lama. Pektin yang tidak diinginkan dapat
dihilangkan dengan penambahan enzim pektolitik (Rukmana,1997).
Pektin merupakan merupakan polimer dari asam D-galakturonat
yang dihubungkan oleh ikatan α -1,4 glikosidik. Sebagian gugus karboksil
pada polimer pektin mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi)
menjadi gugus metoksil. Ciri khas pektin yaitu berbentuk serbuk kasar
atau halus, berwarna putih kekuningan, hamper tidak berbau dan memilili
rasa seperti musilago. Pektin termasuk kelompok polisakarida yang
heterogen dengan berat molekul yang tinggi. Polisakarida merupakan
polimer monosakarida, mengandung banyak satuan monosakarida yang
dihubungkan oleh ikatan glikosida. Hidrolisis lengkap dari polisakarida
akan menghasilkan monosakarida. Glikogen dan amilum merupakan
polimer glukosa. Keberadaan pektin dalam bahan pangan berperan
terutama dalam tekstur dan konsistensi buah- buahan serta sayuran
terutama dalam sifatnya yang dapat membentuk gel atau thickening agent.
Sifat inilah yang banyak digunakan baik dalam industri pangan maupun
non pangan (Susanto, 1994).
Kualitas pektin pada bahan pangan berperan dalam menentukan
banyaknya pektin yang akan digunakan dalam pembentukan gel.
Konsentrasi pektin kurang dari 1% telah cukup untuk membentuk struktur
gel. Keseimbangan pektin dan air pada sari buah atau bubur buah dapat
dipengaruhi dengan penambahan sukrosa yang mengakibatkan pektin
menggumpal dan membentuk serabut halus. Gel pektin dapat terbentuk
karena kadar gula yang tinggi dan kondisi yang asam (Nurminabari, 2008).
Penggunaan pektin pada pembuatan produk selai bermanfaat
untuk membentuk gel (kekentalan). Penambahan pektin sekitar 0,75%-1%
merupakan jumlah yang ideal untuk pembentukan gel pada selai. Dengan
konsentrasi pektin 1% dan kadar gula tidak lebih dari 65% telah dapat
menghasilkan gel dengan kekerasan yang cukup baik. Gel akan bertambah
keras dengan semakin besarnya konsentrasi pektin yang digunakan
(Fachruddin, 2008).
2.3.3. Gula
Gula dapat digunakan sebagai pengawet dan pemanis pada
pembuatan beraneka ragam produk pangan. Dalam konsentrasi tinggi gula
dapat mengikat air yang tersedia untuk proses pertumbuhan
mikroorganisme dan menurunkan aktivitas air (aw) jika ditambahkan
kedalam bahan pangan. Gula mengurangi keseimbangan relatif dan
mengikat air pada bahan pangan karena gula memiliki daya larut yang
tinggi (Muryanti, 2011).
Penambahan gula dalam proses pembuatan selai bertujuan untuk
memperoleh tekstur, penampakan dan flavor yang baik. Asam dan gula
mampu mempengaruhi konsistensi dan dipersibilitas yang memiliki
hubungan dengan daya oles selai, dalam hal ini gula dan asam
berpengaruh dalam pembentukan gel. Sukrosa (gula) akan mengalami
hidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa karena adanya pengaruh dari suhu
pemanasan dan asam yang meningkatkan kelarutan sukrosa (Fatonah,
2002).
Keseimbangan pektin dapat dipengaruhi dengan penambahan gula,
kandungan gula yang ideal dalam pembuatan selai agar terbentuk gel yang
baik sekitar 60-65% (Fachruddin, 2008). Kadar gula yang tinggi dan asam
mampu membentuk gel pektin dan menambah stabilitas terhadap
mikroorganisme (Nurminabari, 2008).
Gula berperan sebagai pengawet bagi berbagai macam makanan
terutama jam, jeli, marmalade, sari buah pekat, sirup dan lain-lain.
Konsentrasi gula yang tinggi (70%) sudah dapat menghambat
pertumbuhan mikroba. Menurut Muchtadi (1989) dalam Wijaya (2010),
perbandingan gula terhadap bobot buah yang digunakan dalam pembuatan
selai untuk buah-buahan asam adalah satu bagian bobot buah dan satu
bagian bobot gula sedangkan menurut Suryani et al. (2004) dalam Wijaya
(2010) formula umum yang digunakan adalah 45:55 (buah:gula), tetapi
penambahan gula juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keasaman
buah, kandungan gula buah dan kematangan buah yang digunakan. Jika
keasaman buah tinggi, kandungan gula tinggi dan kematangan buah
optimum maka penambahan gula lebih rendah dari 55 bagian, karena
buahnya sendiri telah mengandung sejumlah gula yang perlu
diperhitungkan. Buah-buahan yang kandungan pektinnya rendah dapat
ditambahkan pektin komersial pada saat pembuatan selai (Wijaya, 2010).

2. 4 Mekanisme pembentukan gel pada selai


Mekanisme pembentukan gel dalam pembuatan selai merupakan campuran
dari pektin, gula, asam dan air. Penambahan gula akan mempengaruhi
keseimbangan pektin-air yang ada dan meniadakan kenampakan pektin. Pektin
akan menggumpal dan membentuk serabut halus. Struktur ini mampu menahan
cairan. Kontinuitas dan kepadatan serabut yang terbentuk ditentukan oleh
banyaknya kadar pektin, jika semakin tinggi kadar pektin yang ambahkan maka
semakin padat pula struktur serabut-serabut tersebut. Ketegaran dari jaringan
serabut dipengaruhi oleh kadar gula. Makin tinggi kadar gula yang ditambahkan
makin berkurang air yang ditahan oleh struktur. Kepadatan serabut ditentukan
oleh asiditas substrat yang ditambahkan. Asiditas yang tinggi akan membentuk
struktur gel yang padat namun keadaan ini dapat pula merusak jaringan struktur
karena adanya hidrolisis dari pektin, tetapi jika asiditasnya terlalu rendah maka
serabut akan lemah dalam pembentukannya (Yulistiani et al, 2010).
Semakin tinggi penambahan pektin dan sukrosa maka kadar air selai
semakin tinggi. Sifat pektin yang mampu membentuk gel bersama air-gula-asam,
sehingga air yang ada terperangkap untuk pembentukan gel. Sukrosa merupakan
senyawa higroskopis yang mampu mengikat air bebas menjadi air terikat yang
sulit diuapkan pada saat pemasakan sehinnga kadar air selai meningkat. Pada
pembuatan selai, pektin yang ditambahkan akan menggumpal dan membentuk
serabut halus pada saat pembentukan gel sehingga mampu menahan caiaran,
sedangkan dengan penambahan sukrosa yang semakin tinggi akan mempengaruhi
pektin-air yang ada dan meniadakan kemantapan pektin (Yulistiani et al, 2010).

2. 5 Proses Pembuatan Selai Secara Umum


a. Persiapan Bahan
Buah yang berkulit dikupas terlebih dahulu dengan pisau stainsless
steel. Setelah dikupas, buah segera dicuci dengan air bersih yang
mengalir. Selanjutnya, buah di potong-potong menjadi bagian yang
lebih kecil. Buah yang telah dipotong dapat dihaluskan menggunakan
blender atau menggunakan parutan. Apabila buah yang digunakan
memiliki jenis yang kurang berair maka pada saat diblender perlu
ditambahkan dengan air. Penghancuran menggunakan blender
dilakukan sampai buah menjadi bubur buah (Lisdiana, 1997)
b. Tahap Pemasakan
Buah yang telah dihancurkan mula-mula dipanaskan sesaat,
kemudian ditambah gula dan pektin serta diaduk secara merata.
Pemanasan diteruskan dan ditambahkan asam sitrat sambil diaduk
hingga mendidih. Setelah mendidih, bubur buah dapat ditambah
pengawet apabila dibutuhkan. Pemasakan bertujuan membuat gula dan
bubur buah menjadi homogen dan menghilangkan air yang berlebihan
sehingga selai yang dihasilkan menjadi pekat. Di samping itu,
pemasakan juga bertujuan mengekstraksi pektin untuk memperoleh sari
buah yang optimum, untuk menghasilkan cita rasa yang baik dan untuk
memperoleh struktur gel. Proses pembuatan selai memerlukan control
yang baik. Pemasakan yang berlebihan akan menyebabkan selai
menjadi keras dan kental, sedangkan jika pemanasan kurang akan
menghasilkan selai yang encer. Selama proses pemanasan pulp buah
dan selai ada perubahan yang signifikan dalam viskositas (Javanmard,
2010).
Pembuatan selai biasanya dilakukan pada titik didih 103oC-105o C.
Akan tetapi, titik didih ini dapat bervariasi menurut buah atau
perbandingan gula dan lain-lain . Selama pemasakan harus dilakukan
pengadukan agar campuran bahan selai, yakni buah, pektin, gula dan
asam menjadi homogen. Pengadukan juga bertujuan untuk memperoleh
struktur gel. Pengadukan tidak boleh terlalu cepat karena dapat
menimbulkan gelembung-gelembung yang dapat merusak tekstur dan
penampakan akhir. Pemasakan harus dilakukan dalam waktu yang
singkat untuk mencegah hilangnya aroma, warna dan terjadinya
hidrolisa pektin. Pemasakan bisa diakhiri bila total padatan terlarut
telah mencapai 65%-68% yang dapat diukur dengan refraktometer.
Apabila tidak ada refraktometer, titik akhir pemasakan dapat diketahui
dengan spoon test dengan cara mencelupkan sendok ke dalam selai,
kemudian angkat. Apabila selai meleleh tidak lama dan terpisah
menjadi dua bagian, berarti selai telah terbentuk dan pemanasan
dihentikan. Busa yang terbentuk pada waktu pemasakan harus dibuang
agar selai yang dihasilkan bersih. Penguapan air harus dilakukan dalam
waktu singkat untuk mencegah hilangnya aroma dan warna serta
hidrolisa pektin. Pemasakan diperlukan untuk mencampur secara
merata hancuran buah, gula, dan asam (Lisdiana, 1997)
c. Tahap Pengemasan
Setelah proses pembuatan selesai, selai dimasukkan ke dalam
wadah. Pemasukan selai ke dalam wadah sebaiknya dilakukan dengan
cepat agar tidak terjadi pengerasan di dalam wajan. Selai dapat tahan
dalam jangka waktu yang relatif lama apabila dikemas dengan baik.
Kemasan yang umum digunakan untuk wadah selai adalah botol yang
terbuat dari gelas dan bertutup rapat. Pengisian dapat dilakukan secara
aseptik jika selai masih dalam keadaan panas diisikan kedalam wadah
steril. Pengisian selai ke dalam botol dapat dilakukan dengan dua cara,
yakni pengisian panas (hot filling) dan pengisian dengan proses
pasteurisasi (Lisdiana, 1997)
BAB III

METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis, tanggal 26 november 2020 di
lakukan di rumah.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada pratikum ini adalah blender, pisau, talenan, wajan,
spatula,kompor dan wadah. Sedangkan bahan yang digunakan adalah nanas, dan
gula.

3.3. Prosedur Kerja

Ditambahkan gula pasir

Di panaskan dengan api kecill

Diaduk selama kurang lebih 30 Diangkat selai dan Dibiarkan hingga dingin
menit
Pertama disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu, kemudian ditimbang berat
buah nanas yang akan digunakan. Selanjutnya nanas dikupas dan dipotong kecil-
kecil supaya memudahkan dalam proses penghalusan. Buah nanas yang sudah
dipotong kecil-kecil dimasukkan kedalam blender untuk dihaluskan supaya
mudah dalam proses pembuatan selai. Setelah buah nanas halus masukkan ke
wajan dengan menambahkan gula pasir. Kemudian dipanaskan menggunakan api
kecil dengan terus diaduk selama kurang lebih 30 menit hingga tekstur mangga
berubah menjadi tekstur selai pada umumnya. Selanjutnya angkat selai dan
biarkan hingga dingin. Simpan selai dalam botol dan amati warna, rasa, aroma,
dan daya oles selai tersebut.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Table 1. hasil uji organoleptik selai nanas dengan perbedaan tingkat kematangan
buah nanas

Perlakuan Parameter
Rasa Aroma Warna Tektur Daya Waktu
oles pemasakan
Nanas Asam, Khas Kuning Kental, Mudah 14 menit
mentah sedikit nanas kecokelatan berserat dan dioles
manis sedikt
lengket
Nanas Manis Khas Kuning Kental, Mudah 28 menit
setengah dan nanas kecokelatan berserat dan dioles
matang sedikit sedikt
asam lengket
Nanas Sangat Khas Kuning Kental, Mudah 30 menit
matang manis nanas kecokelatan berserat dan dioles
dan sedikt
sedikit lengket
asam

4.2. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan pengolahan pada produk selai. Menurut
SNI 3746-1995 selai didefinisikan sebagai makanan semi padat yang terbuat dari
45% bagian gula dan 55% bagian bubur buah yang dikentalkan hingga 65 %
padatan terlarut. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan selai
antara lain, pengaru panas, jumlah pektin, kadar asam, dan proporsi gula
(Muchtadi,1997). Jenis selai yang dibuat adalah selai nanas dengan tingkat
kematangan yang berbeda yaitu nanas mentah, setengah matang dan matang
penuh.
Proses pembuatan selai nanas diawali dengan mensortir buah dari yang
memiliki kualitas baik dan yang tidak baik, selai yang baik berasal dari bahan
baku dengan kualitas baik pula. Kemudian dikupas dan ditrimming bertujuan
untuk memisahkan kulit dan bagian yang tidak dimakan seperti biji. Setelah
dikupas dan trimming kemudian dicuci untuk membersihkan kotoran yang
menempel pada nanas. Selanjutnya dilakukan penimbangan bahan dimulai dari
nanas dan gula. Selanjutnya nanas dipotong kecil-kecil untuk memudahkan proses
penghancuran dalam blender, pada proses blender harus benar-benar hancur agar
diperoleh bubur buah yang halus dan memudahkan pemasakan.
Pada pembuatan selai nanas ini tidak memerlukan pektin tambahan karena
pektin terdapat secara alami pada buah. Menurut (Hidayat,2008) Semakin tinggi
penggunaan nanas maka semakin besar pula gel yang terbentuk karena nanas
memiliki kandungan pektin 1,0 – 1,2 % / 100 g sehingga selai dihasilkan lebih
kental. Menurut Yuliani (2011) pektin mempunyai sifat yang dapat membentuk
gel, semakin banyak pektin makin keras gel yang dibentuk.
Kemudian dipanaskan hingga kental. Proses pemasakn dalam pembuatan
selai bertujuan untuk menghomogenkan campuran buah, gula dan pektin, serta
menguapkan air hingga terbentuk struktur gel (Fatonah,2002). Waktu pemasakn
selai ditentukan melalui uji spoon test yang bersifat subyektif, dimana jika selai
kekentalannya sudah optimal maka pemasakan dihentikan (Karina,2008). Caranya
dengan mencelupkan sendok kedalam adonan, kemudian diangkat, jika adonan
meleleh tidak lama setelah sendok diangkat dan terpisah menjadi dua maka
pemasakan telah cukup (Ropiani, 2006).
Setelah selai matang kemudian dilakukan pengujian organoleptik, mulai
dari warna, rasa, aroma, tekstur dan daya oles. Pada uji organoleptik dapat dilihat
pada table 1 hasil uji organoleptic selai nanas, pada rasa, selai nanas terdapat
perbedaan antara ketiga jenis tingkat kematangan ini pada perlakuan tingkat
kematangan nanas mentah diperoleh rasa asam dan sedikit manis. Kemudian pada
selai nanas setengah matang diperoleh rasa yang manis dan sedikit asam, pada
nanas matang penuh diperoleh selai dengan rasa sangat manis dengan sedikit
asam. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kadar gula pada selai nanas, Sesuai dengan
pendapat Lies (2001), tingkat ketuaan atau kematangan buah sangat
mempengaruhi kadar gula. Dengan bertambahnya tingkat kemasakan buah, kadar
gula yang terkandung semakin meningkat. Kemudian perbedaan rasa asam pada
ketiga tingkat kematangan buah nanas ini yaitu selai nanas dengan tingkat
kematangan penuh memiliki rasa asam yang paling sedikit. Hal ini diduga terjadi
karena dalam pembuatan selai nanas menggunakan tingkat kematangan buah
nanas kuning penuh yang mempunyai kadar asam rendah. pH pada selai sangat
dipengaruhi oleh kandungan asam yang terdapat pada buah. Buah nanas segar
dengan tingkat kematangan kuning penuh memiliki pH 5 lebih rendah
dibandingkan dengan pH buah nanas dengan tingkat kematangan hijau penuh
serta hijau dan kuning 50 % (Pramanti, Murdianto W., 2015).
Aroma selai nanas dengan perbedaan tingkat kematangan ini semuanya
memiliki aroma nanas yang khas. Menurut Lies (2001), tingkat ketuaan atau
kematangan buah sangat mempengaruhi aroma. Namun, pada hasil percobaan
perlakuan tingkat kematangan tidak menunjukkan berbedaan nyata. Hal ini terjadi
karena pemanasan selai yang terlalu lama selama proses pengolahan sehingga
terjadi penguapan yang tinggi dan menyebabkan aroma tersebut berkurang.
Komponen pembentukan flavor adalah aromatik yang mudah hilang karena
bersifat volatil (mudah menguap). Pembentukan flavor bahan pangan umumnya
terjadi akibat adanya proses pemanasan. Menurut Santoso (1996), spesifikasi dan
standarisasi dari aroma selai nanas secara sensoris maupun fisis adalah khas buah,
tidak ada bau atau aroma yang asing, dan tidak terlalu manis atau asam.
Warna yang dihasilkan yaitu pada selai nanas dengan tingkat kematangan
matang penuh memiliki warna yang paling cokelat. Hal ini disebabkan adanya
pengaruh dari kandungan air yang terlalu tinggi dalam buah nanas matang,
sehingga menghasilkan warna yang kurang menarik pada selai (warna selai agak
coklat). Dapat pula disebabkan karena kandungan gula yang tinggi pada selai
nanas matang penuh, warna coklat gelap karena kemungkinan terjadi reaksi
karamelisasi (Mulyoharjo, 2007), menurut Winarno (1992) karamelisasi
disebabkan oleh reaksi gula pereduksi dengan gugus amina primer atau
pemakaian suhu tinggi pada sukrosa. Warna pada selai dipengaruhi oleh warna
awal buah tesebut.
Tektur pada semua selai nanas dengan 3 jenis tingkat kematangan ini
memiliki tekstur yang kental, dan berserat dan sedikit lengket. Tekstur kental
dikarenakan kandungan pektin dalam buah. Keberadaan pektin dalam bahan
pangan berperan terutama dalam tekstur dan konsistensi buah- buahan serta
sayuran terutama dalam sifatnya yang dapat membentuk gel atau thickening agent
(Susanto,1994). Sedangkan tekstur yang sedikit lengket disebabkan karena adnya
gula, yang selain memberikan cita rasa manis pada selai juga berperan sebagai
bahan yang membentuk jaringan pektin dalam selai. Namun yang memiliki
tekstur paling kental terdapat pada selai nanas setengah matang, hal ini
dikarenakan pada buah mengkal merupakan pektin yang paling baik karena jika
sudah matang pektin telah larut (Susanto,1994).
Pada waktu pemasakan terdapat perbedaan yaitu pada selai nanas mentah
waktu pemasakan selama 14 menit, selai nanas setengah matang 28 menit dan
selai nanas matang utuh 30 menit waktu pemasakan, Hal ini disebabkan karena
semakin matang atau masak buah maka kadar air yang terbentuk akan semakin
tinggi akibat dari perombakan pati menjadi gula (Murtadha dkk, 2012). Penyebab
lainnya yaitu adanya pektin pada nanas yang mempunyai sifat membentuk gel
atau mengentalkan, sehingga selai pada nanas mentah yang mengandung pektin
yang lebih baik sesuai dengan literatur Susanto (1994) bahwa pada buah mengkal
mempunyai pektin yang paling baik karena jika sudah matang pektin telah larut
(Susanto,1994). Yang menyebabkan selai dengan nanas mentah lebih cepat
mengental dan waktu pemasakannya lebih cepat.
Parameter selanjutnya adalah daya oles. Daya oles adalah kemampuan
selai untuk dioleskan secara merata pada roti. Selai dengan daya oles yang baik
dapat dioleskan di permukaan roti dengan mudah menghasilkan olesan yang
merata. Daya oles selai erat kaitannya dengan tekstur dan viskositas selai (Dewi.,
dkk, 2010). Pada daya oles semua selai dengan tingkat kematangan ini mudah
dioleskan pada roti. Menurut Fahrizal dan Fhadil (2014), penambahan pektin dan
gula mempengaruhi keseimbangan pektin-air dan mengurangi kemantapan pektin
dalam membentuk serabut halus sehingga gel yang terbentuk tidak terlalu keras
dengan demikian daya oles selai yang dihasilkan menjadi lebih panjang.
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan menggunakan buah nanas
dengan tingkat kematangan berbeda, yaitu buah nanas mentah, buah nanas
setengah matang, dan buah nanas matang, dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan pada ketiga rasa selai nanas dan tidak ada perbedaan pada aroma,
warna, tekstur, dan daya oles, serta adanya perbedaan lamanya pemasakan karena
tingkat kematangan yang berbeda.
Rasa pada selai nanas mentah yaitu asam dan sedikit manis, pada selai nanas
matang dan setengah matang didapat rasa manis dan sedikit asam. Aroma yang
didapatkan yaitu khas nanas, warna yang kuning kecoklatan, tekstur yang kental,
berserat dan sedikit lengket, serta daya oles yang mudah. Lama pemasakan pada
selai nanas mentah yaitu 14 menit, selai nanas setengah matang yaitu 28 menit,
dan selain nanas matang yaitu 30 menit.

5.2. Saran

Disarankan untuk melakukan pengamatan lanjutan mengenai teknik


penyimpanan selai nanas dan faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan pada
selai.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-3746-2008. Syarat Mutu Selai Buah : Badan
Standarisasi Nasional Indonesia : Jakarta.
Dewi, Surti dan Ulfatun. (2010). Kualitas Selai yang Diolah dari Rumput Laut,
Gracilaria verrucosa Eucheuma cottoni, Serta Campuran Keduanya.
Jurnal Perikanan (J. Ish. Sci.). XII (1): 20-27 Universitas Divenogoro
Fachruddin.2008.Membuat Aneka Selai.Kanisius:Yogyakarta.
Fahrizal dan Fadhil. (2014). Kajian Fisiko Kimia dan Daya Terima Organoleptik
Selai Nenas yang Menggunakan Pektin dari Limbah Kulit Kakao. Jurnal
Teknologi dan Industri Pertanan Indonesia. Vol. (6) No. 3, 2014.
Universitas Syiah Kuala, Darussalam.
Fatonah, W.2002.Optimasi Selai Dengan Bahan Baku Ubi Jalar Celembu.Bogor.
Funami, T. 2011. Next target for food hydrocolloid studies texture design of foods
using hydrocolloid technology. Food Hydrocolloids. 25: 1904–1914.
Herawati, H. 2018. Potensi Hidrokoloid sebagai Bahan Tambahan pada Produk
Pangan dan Non Pangan Bermutu. Jurnal Litbang Pertanian, 37, 17-25.
Herianto, A. and Hamzah, F., 2016. Studi pemanfaatan buah pisang mas (Musa
Acuminata) dan buah naga merah (Hylocereus Polyrhizus) dalam
pembuatan selai. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Pertanian,
2(2): 1-11.
Hidayat P., 2008. Teknologi Pemanfaatan Serat Daun Nanas sebagai Alternatif
Bahan Baku Tekstil., Teknoin, Vol 13, 31-35.
Javanmard M, Endan Johari ;2010. A Survey on Rheological Properties of Fruit
Jams.;1(1):31-37.
Li, J.M. and S.P. Nie. 2016. The functional and nutritional aspects of
hydrocolloids in foods. Food Hydrocolloids 53: 46–61.
Lies MS (2001) Membuat aneka olahan nanas. Puspa Swara, Jakarta.
Lisdiana ,F. 1997. Membuat Aneka Selai. Penerbit Kanisius :Yogyakarta.
Mantell,C.L. 1947. The Water Soluble Gums. Reinhold. New York.
Muchtadi, R dan F. Ayustaningwarno. 1997. Teknologi Proses Pengolahan
Pangan. Alfabeta, CV. Bogor.
Murtadha, A., Julianti, E., Suhaidi,I. 2012. Pengaruh jenis pemacu pematangan
terhadap mutu buah pisang barangan (Musa parasidiaca.L). Jurnal
Rekayasa Pangan dan Pertanian, vol 1 (1) : 47-56
Muryanti.2011.Proses Pembuatan Selai Herbal Rosela Kaya Anti Oksidan dan
Vitamin C.Skripsi.Fakultas Pertanian Universitas 11 Maret, Surakarta.
Nurminabari.2008.Kajian Penambahan Sukrosa dan Pektin Terhadap
Karakteristik Marmaleda Jeruk Sunkis.Jurnal Infomatek.
Pramanti, Murdianto W., 2015. Pengaruh Penambahan Karboksi Metil Selulosa
(CMC) dan Tingkat Kematangan Buah Nanas (Ananas comosus (L)
Merr.) Terhadap Sifat Kimia dan Sensoris Selai Nanas. Jurnal Teknologi
Pertanian. Universitas Mulawarman, Vol 10(2):45-49.
Purnasari, N., 2015. Karakteristik Mikrokapsul Lactobacillus plantarum dan:
Stabilitas dalam Selai Salak Selama Penyimpanan. Tesis. Doctoral
dissertation, IPB (Bogor Agricultural University).
Rakhmanda.2008.Perbandingan Efek Anti Bakteri Jus Nanas Pada Berbagai
Konsetrasi Bakteri Steptococcus Mutas.Artikel KTI Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.Semarang.
Ropiani,2006. Karakteristik Fisik dan pH Slai Buah Pepaya Bangkok. Program
Studi Fisika. Fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam.IPB.
Rukmana,S. 1997. Kandungan dalam Buah. Jakarta:Gramedia
Santoso, A. D. (1996). Selai Buah Nanas. Kanisius. Yogyakarta.
Standar Industri Indonesia (SII). 1978. Syarat Mutu Selai Buah Nomor 173.
Suryani, A . 2004. Membuat Aneka Selai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susanto, T. dan B. Saneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina.
Ilmu, Surabaya.
Syahrumsyah, dkk. 2010. Pengaruh Penambahan Karboksil Metil Selulosa (CMC)
dan Tingkat Kematangan Buah Nanas (Ananas comosus (L) Merr.)
Terhadap Mutu selai Nanas. Teknologi Hasil Pertanian. 6(1): 34-40
Wijaya, R.A., 2010. Proses Pengolahan Selai Nanas Organik dan Pendugaan
Umur Simpannya. Skripsi. Intitut Pertanian Bogor, Bogor.
Winarno, (1992), Kimia Pangan dan Gizi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Yuliani. 2011. Karakteristik Selai Tempurung Kelapa Muda. File Seminar
Nasional Teknik Kimia. Teknik Kimia Politeknik Ujung Pandang.
Yogyakarta.
Yulistiani R, Murtiningsih dan M Munifa. 2010. Peran Pektin Dan Sukrosa Pada
Selai Ubi. Makalah disampaikan dalam Prosiding pada Seminar Pangan,
Unpad, Bandung.
Yustina, I., dan Yuniarti.2013.Pemanfaatan Buah Nanas Queen Pada pembuatan
Es Krim Sebagai Flavour Alami.Madura.Fakultas Pertanian:Universitas
Trunojoyo Madura.
LAMPIRAN

Gambar 1. Buah nanas Gambar 2. Gula Gambar 3. Buah nanas


dipotong

Gambar 4. Nanas Gambar 5. Nanas setelah Gambar 6. Penambahan


dihancurkan dihancurkan gula

Gambar 7. Pemasakan Gambar 8. Selai nanas Gambar 9. Selai nanas


mentah setengah matang
Gambar 10. Selai nanas
matang
Pembagian Tugas Pembuatan Laporan Praktikum

1. Pembuatan produk :
- Septa Indriza (J1A118047)
- Annisa Chandra Nabila (J1A118046)
- Ratna Dwi Rahayu (J1A11849)
2. Pembuatan PPT : Nelli S.Simatupang (J1A118072)
3. Pengeditan laporan :
- Finna Dwi Astuti (J1A118057)
- Septa Indriza (J1A118047)
4. Bagian laporan :
 Bab 1 (Latar Belakang) : Dandi Trinof Nababan (J1A118062)
 Bab 2 (Tinjauan Pustaka): Finna Dwi Astuti (J1A118057)
 Bab 3(Metodologi) : Pristi Nadia Sapira ( J1A116012)
 Bab 4 ( Hasil dan Pembahasan) :
- Septa Indriza (J1A118047)
- Ika Risma Yanti ( J1A116045)
- Amelia Sari Sinaga ( J1A116054)
- Finna Dwi Astuti (J1A118057)
 Bab 5 (Penutup) dan lampiran : Cindi Agustina (J1A118068)

Anda mungkin juga menyukai