Anda di halaman 1dari 51

Usulan Penelitian

PENGARUH PENAMBAHAN BUAH PEPAYA DAN PENAMBAHAN

CMC TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN

SELAI BUAH NAGA

Oleh

JONATHAN ASIDO FOURTHY HUTAURUK

17031101

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

2021
USULAN PENELITIAN SKRIPSI
PENGARUH PENAMBAHAN BUAH PEPAYA DAN PENAMBAHAN

CMC TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN

SELAI BUAH NAGA

Oleh
Jonathan Asido Fourthy Hutauruk
17031101

Telah disetujui oleh

Pembimbing Pembahas

Dr. Ir. Siti Tamaroh CM, M.P Dr. Agus Slamet,S.TP.M.P.

Yogyakarta, Maret 2021


Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Pertanian

Prof. Dr. Ir. Dwiyati Pujimulyani, M.P


I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Buah merupakan salah satu tipe makanan yang mempunyai kandungan

gizi, vitamin, serta mineral yang biasanya baik buat disantap tiap hari. Buah-

buahan ialah sumber nutrisi (paling utama vitamin C serta Karotin maupun

provitamin A) serta mineral semacam zat kalsium, zat pospor serta yang lain

dalam jumlah kecil. Serat banyak terdapat pada buah- buahan di bagian kulitnya.

Dengan komsumsi buah- buahan tiap hari, maka dapat memberikan vitamin yang

larut air pada badan. Tidak seperti vitamin larut lemak (semacam vitamin A, D

serta E) yang dapat disimpan ditubuh untuk digunakan dilain hari, sebaliknya

vitamin larut air (semacam vitamin C, B1, B2, B3, B5, B6, B12 serta asam folat)

diperlukan tiap hari oleh badan supaya badan bisa berperan maksimal sebab

vitamin ini tidak bisa disimpan di badan maupun apabila terdapat cuma bisa

disimpan dalam jumlah yang sangat kecil.

Buah naga atau yang dikenal dengan dragon fruit terbilang baru dikenal di

Indonesia sekitar tahun 2000. Meski begitu, belakang ini namanya sering menjadi

buah bibir di masyarakat luas. Buah naga yang eksotik, rasanya asam manis

menyegarkan dan memiliki beragam manfaat karena dengan mengkonsumsi

daging buah naga secara rutin dapat membantu mengurangi gangguan kesehatan

akibat penumpukan kadar kolesterol yang terlalu tinggi dalam tubuh.

Buah naga selain rasanya nikmat dan segar, diyakini banyak memberikan

manfaat bagi kesehatan karena memiliki kandungan unsur-unsur yang

bermanfaaat untuk menjaga kesehatan. Bagian-bagian buah naga terdiri dari kulit
buah naga, daging buah naga dan biji buah naga. Manfaat lain buah naga merah

yang tidak kalah pentingnya bagi kesehatan jasmani adalah bahan antioksidan

yang dikandungnya. Antioksidan adalah zat yang bisa menghambat proses

penuaan atau kematian sel atau jaringan.

Pepaya (Carica papaya L.) adalah salah satu komoditas buah tropis utama

yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi produksi yang tinggi

baik buah segar, maupun olahan produk. Kesadaran masyarakat Indonesia akan

pola hidup sehat semakin meningkat, salah satunya dengan mengkonsumsi buah-

buahan terutama pepaya. Buah pepaya mengandung zat gizi yang dapat

mencukupi kebutuhan gizi untuk kesehatan manusia (Suketi dan Imanda 2018).

Menurut Sankat dan Maharaj dalam Suketi dan Imanda (2018), pepaya

mengandung 85-90% air, 10-13% gula, 0.6% protein, vitamin A, vitamin B1,

vitamin B2, vitamin C dan kadar lemak yang rendah yaitu 0.1%.

Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2012, besarnya produksi buah

pepaya di Indonesia mencapai 675.801 ton pada tahun 2010. Menurut FAO

(2005), Indonesia adalah negara peringkat kelima sebagai penghasil pepaya

terbesar setelah Brazil, Meksiko, Nigeria, dan India. Besarnya produksi buah

pepaya di Indonesia tidak diimbangi dengan pemanfaatannya, hasilnya 10% dari

produksi pepaya tidak terpakai (loss) dan rusak akibat kurangnya penanganan

pasca panen. Pemanfatan buah pepaya dewasa ini dalam usaha pengawetan

dengan cara mengubahnya atau menjadi produk yang lebih awet dan variatif

masih terbatas pada produk seperti manisan, buah dalam sirup. Salah satu cara

untuk memperpanjang umur simpan pepaya dengan mengolahnya menjadi selai.


Selai telah dikenal sebagai bahan pelengkap dalam pembuatan berbagai

macam produk pangan. Penggunaan selai pun semakin luas, baik untuk industri

bakery, kue, maupun bahan olesan roti. Produk selai adalah produk makanan yang

cukup menjanjikan untuk dikembangkan di Indonesia.

Menurut Yuliani (2011) viskositas selai dipengaruhi oleh kandungan

pektin, gula, dan asam yang terkandung dalam buah. Semakin besar konsentrasi

pektin maka semakin besar gel yang terbentuk dan menyebabkan selai yang

dihasilkan semakin kental (Yuliani, 2011). Pektin pada buah akan mengalami

jendalan saat dipanaskan dan meningkatkan viskositas.

Pada penelitian ini buah pepaya dan buah naga merah akan dicampurkan

untuk dijadikan produk selai. Buah pepaya pada penelitian ini sebagai bahan

tambahan dengan perbandingan 1:1, 1:2, 1:3. Buah naga pada penelitian ini

dijadikan bahan utama dalam pembuatan selai.

Bahan penstabil yang digunakan dalam penelitian ini adalah CMC

(Carboxyl Methyl Cellulose) juga akan memperngaruhi sifat fisik maupun kimia

pada pembuatan selai. Menurut penelitian Bekti (2019), berdasarkan hasil uji

perlakuan P1 berbeda nyata terhadap perlakuan P3, p4 dan P5. Kekentalan

tertinggi yakni pada perlakuan P5 konsentrasi CMC 1% dengan nilai 4665 cP.

Sedangkan kekentalan terendah terdapat pada perlakuan P1 konsentrasi CMC 0 %

yakni dengan nilai 1185 cP. Bekti (2019) juga menambahkan bahwa hasil analisis

menunjukkan pH tertinggi adalah 3,83 yang ditunjukkan dari hasil analisis selai

dengan konsentrasi CMC 1%. Sedangkan pH terendah adalah 3,49 yang

ditunjukkan dari hasil analisis selai perlakuan P1 dengan konsentrasi CMC 0 %.


B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Membuat selai buah naga yang disubstitusi dengan buah pepaya dan

penambahan konsentrasi CMC yang disukai panelis.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengaruh penambahan buah pepaya dan CMC pada sifat fisik,

kimia dan kesukaan dari selai buah naga yang dihasilkan.

b. Menentukan kombinasi variasi rasio penambahan buah pepaya dan variasi

konsentrasi penambahan CMC yang tepat berdasarkan tingkat kesukaan

terbaik, sifat fisik, sifat kimia dan aktivitas antioksidan.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Selai

Selai ialah bahan dengan konsistensi gel ataupun semi gel yang terbuat

dari buah segar yang direbus dengan gula, pektin serta asam (Muresan et al,

2014). Penafsiran lain selai ialah produk awetan yang dibuat dengan memasak

hancuran buah yang dicampur gula ataupun kombinasi gula dengan ataupun tanpa

akumulasi air serta memilki tekstur yang lunak serta platis (Suryani dkk, 2004).

Sebaliknya bagi Food and Drug Administration (FDA) mendefinisikan selai

selaku produk olahan yang dibuat dari buah– buahan baik berbentuk buah fresh,

buah beku, buah kaleng ataupun kombinasi ketiganya. Kombinasi ini setelah itu

dipekatkan sehingga hasil kesimpulannya memiliki total padatan minimum 65%.

Asam, pektin serta gula ialah aspek yang butuh dicermati dalam proses

pembuatan selai. Asam berfungsi dalam penurunkan pH bubur buah sehingga

berupa struktur gel yang baik serta menghindari terbentuknya kristalisasi gula.

Gula berperan dalam pembuatan tekstur, penampakan, serta flavor pada selai.

Pektin berfungsi dalam pembuatan gel selai. Dalam pembuatan selai dicoba

pemasakan bertujuan buat menghomogenkan kombinasi bubur buah, gula, asam

sitrat, pektin dan menguapkan sebagian air sehingga tercipta gel (Fatonah, 2002).

Proporsi gula serta pektin yang ditambahkan harus berada pada

keseimbangan yang cocok, apabila gula yang digunakan sangat sedikit maka selai

yang akan dihasilkan bakal menjadi keras. Bila gula sangat banyak, maka selai

akan menyerupai sirup (Muchtadi dkk, 1979). Penambahan asam pada pembuatan

selai juga wajib dicermati sebab akumulasi asam berlebihan akan mengakibatkan
pH jadi rendah, sehingga terjalin sineresis yakni keluarnya air dari gel. Hendaknya

bila pH besar, hendak menimbulkan gel rusak (Fachrudin, 1998). Syarat kualitas

mutu selai ialah bersumber pada SNI 3746- 2008 yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1.Syarat Mutu Selai Buah


Kriteria Satuan Persyaratan
Keadaan - Normal
Aroma - Normal
Rasa - Normal
Serat buah - Positif
Padatan terlarut %fraksi Masa Min 65
Cemaran logam - -
Timah (Sn) mg/kg Maks. 250,0
Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
Cemaran mikrobia - -
ALT Koloni/gr Maks 1x103
Coliform APM/gr <3
Staphylococcus aureus Koloni/gr Maks 2x101
Clostridium sp Koloni/gr <10
Kapang / Khamir Koloni/gr Maks 5x101
(Sumber: SNI 3746-2008)

B. Buah Naga Merah


Buah naga terhitung buah pendatang baru yang lumayan terkenal, perihal ini

bisa diakibatkan oleh penampilannya yang eksotik, rasanya yang manis

menyegarkan serta khasiat kesehatan yang di milikinya. Tumbuhan buah naga

berasal dari Meksiko, Amerika Tengan serta Amerika Selatan, tetapi bersamaan

dengan pertumbuhan jaman saat ini telah dibudidayakan di bermacam negeri

seperti Indonesia. Buah naga ialah buah pitaya berbentuk bundar lonjong

semacam nanas yang mempunyai sirip warnah kulitnya merah dihiasi sulur alias

sisik semacam naga. Buah ini termasuk dalam keluarga kaktus, yang batangnya

berupa segitiga serta berkembang memanjat. Batang tumbuhan ini memiliki duri

pendek dan tidak tajam (Cahyono, 2009). Tanaman buah naga dilihat dari segi

taksonomi dalam klasifikasi tanaman (Kristanto, 2008) :

1. Kingdom : Plantae

2. Subkingdom : Tracheobionta

3. Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

4. Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)

5. Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua)

6. Ordo : Cactales

7. Famili : Cactaseae

8. Subfamili : Hylocereanea

9. Genus : Hylocereus polyrhizus

Tanaman buah naga adalah tanaman yang tumbuh dengan cara merambat,

secara morfologi tanaman ini termasuk tanaman tidak lengkap karena tidak

mempunyai daun. Berikut adalah morfologi buah naga merah. Buah naga
berbentuk bulat panjang, biasanya terletak mendekati ujung cabang atau batang.

Pada cabang atau batang dapat tumbuh buah lebih dari satu, terkadang berdekatan

atau berhimpitan buah satu dengan yang lain. Buah naga merah (Hylocereus

polyrizus) mempunyai buah lebih kecil dari pada buah naga putih buah naga jenis

ini dapat menghasilkan bobot rata-rata sampai 500 gram. buah naga merah

memiliki kadungan rasa manis mencapai 15 briks (Rahayu, 2014). Bentuk buah

naga merah disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Buah Naga Merah


Sumber: News Unair, 2020

Buah naga merah adalah kategori buah naga yang mempunyai buah

dengan kulit bercorak merah serta daging bercorak merah sedikit keunguan. Pada

dasarnya kandungan gizi yang ada di dalam buah naga kurang lebih sama, mulai

dari kalsium, karoten, vitamin C, B1, B2, B3, protein serta masih banyak lagi yang

lainnya. Oleh sebab itu, buah naga memiliki khasiat untuk badan manusia yang

sangat banyak antara lain yaitu menguatkan peranan ginjal, tulang serta

kecerdasan otak, menambah ketajaman mata, menghindari kanker usus,

menguatkan tulang serta gigi, menghindari diabet melitus, melindungi kesehatan


jantung, menolong melindungi kesehatan kulit, merendahkan kolesterol serta

sebagai antioksidan (Saati, 2009). Zat gizi buah naga merah disajikan pada tabel

2.

Tabel 2. Kandungan Gizi Per 100 g Daging Buah Naga


Kandungan Gizi Satu Jumlah
an
Kadar air g 85,70
Energi kal 71,00
Protein g 1,70
Lemak g 3,10
Karbohidrat g 9,10
Serat total g 3,20
Abu g 0,40
Kalsium (Ca) mg 13,00
Fosfor (P) mg 14,00
Besi (Fe) mg 0,40
Natrium (Na) mg 10,00
Kalium (K) mg 128,00
Vitamin C mg 8,00 – 9,00
Thiamin g 0,28 – 0,30
Riboflavin mg 0,04 – 0,04
Niacin mg 1,30 – 1,30
Dan lain-lain g 0,54 – 0,68
Sumber: BPOM, 2006
Menurut Sutomo (2007), buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)

berkhasiat untuk mencegah berbagai penyakit. Buah naga juga kaya akan

polyphenol dan merupakan sumber antioksidan yang baik. Aktivitas antioksidan

pada buah naga terdapat pada daging buahnya, sehingga berpotensi untuk

dikembangkan menjadi sumber antioksidan alami. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Nurliyana, et al (2010) yang menyatakan bahwa di

dalam 1 mg/ml buah naga merah mampu menghambat 27,45 ± 5,03 % radikal

bebas.
Menurut penelitian Mitasari (2012) yang menyatakan bahwa ekstrak

kloroform buah naga merah memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50

sebesar 43,836 μg/mL. Buah naga berpotensi untuk dikembangkan sebagai

pangan fungsional, karena mengandung zat warna antosianin, serat yang tinggi

terdapat pada daging maupun kulit buahnya dan antioksidan beta karoten.

C. Buah Pepaya

Buah pepaya (Carica papaya L.) merupakan buah tropis yang digemari.

Daging buah pepaya memiliki rasa manis, enak, dan menyegarkan, serta memiliki

nilai gizi yang cukup tinggi. Buah pepaya juga mengandung nutrisi yang

diperlukan oleh manusia antara lain karbohidrat, protein, vitamin serta mineral.

Selain memiliki nilai gizi yang cukup, pepaya dikenal sebagai buah yang

mengandung serat yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk mencegah

konstipasi. Widyastuti dkk. (2008), menyatakan bahwa pepaya Meksiko dan

Thailand matang dapat mencegah konstipasi karena sifat laksatifnya.

Pepaya merupakan tanaman yang mengandung enzim papain, yaitu enzim

yang sangat berguna untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan. Selain itu,

enzim papain juga berfungsi sebagai stabilisator pergerakan usus secara optimal

sehingga kerja usus tetap dalam kondisi normal. Selain kandungan papain, buah

pepaya juga memiliki kandungan serat yang cukup tinggi, sehingga bermanfaat

bagi pencegahan kanker usus besar. Serat pepaya dapat mengurangi kadar

kolesterol dalam darah sehingga sangat baik untuk menjaga kesehatan jantung dan

pada saat yang sama dapat mencegah penyakit jantung (Kurnianti, 2013).

Komposisi kimia buah pepaya disajikan pada Tabel 3.


Tabel 3. Komposisi Kandungan Per 100 g Buah Pepaya
Komposisi Jumlah
Energi 46 Kal
Serat 0,7 g
Vitamin A 365 SI
Vitamin B 0,04 mg
Vitamin C 78 mg
Kalsium 23 mg
Karbohidrat 12,2 g
Fosfor 12 mg
Besi 2 mg
Protein 0,50 g
Lemak -
Air 86,7 g

Sumber : Direktorat Gizi, 2010

Buah pepaya mempunyai 4 genus, ialah carica, jarilla, jacaranta dan

cylicomoroph. Ketiga genus awal ialah tumbuhan asli Amerika tropis. Sebaliknya

genus keempat ialah tumbuhan yang berasal dar Afrika. Nama pepaya di dalam

bahasa Indonesia di ambil dari bahasa Belanda ialah papaja, dan setelah itu

mengadopsi dari bahasa arawak ialah papaya, tetapi dalam bahasa jawa diucap

pepaya ataupun kates.

Tumbuhan pepaya biasanya tidak bercabang tumbuh sampai 5-10 meter

dengan daun yang berupa spiral pada batang tumbuhan bagian atas. Daunnya

menyirip 5 tangkai yang panjang serta berlubang di bagian tengah wujudnya bisa

bercangap maupun tidak. pepaya merupakan monodiecious (berumah tunggal

sekalian berumah 2) dengan 3 kelamin ialah: tanaman jantan, tanaman betina,

serta tanaman banci (hermafrodit). Wujud buah pepaya bulat memanjang dengan

ujung umumnya meruncing, Warna buah ketika muda hijau hitam serta sesudah

masak hijau muda sampai kuning (Bonaditya, 2014).


Klasifikasi ilmiah dari tumbuhan, pepaya menurut Putra (2015) adalah sebagai

berikut:

1. Kingdom : Plantae Sub

2. Kingdom : Tracheobionta Super

3. Divisio : Spermatophyta

4. Divisi : Magnoliophyta

5. Kelas : Magnoliopsida

6. Subkelas : Dilleniiidae

7. Ordo : Violales

8. Famili : Caricaceae

9. Genus : Carica

Bentuk buah bulat hingga memanjang, dengan ujung biasanya runcing.

Warna buah ketika masak hijau muda hingga kuning. Daging buah berasal dari

karpela yang menebal, bagian tengah berongga. Biji-biji pada buah yang masih

muda berwarna putih dan pada buah yang sudah masak berwarna hitam atau

kehitaman dan terbungkus semacam lapisan berlendir untuk mencegahnya dari

kekeringan (Putra, 2015). Bentuk buah pepaya disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Buah Pepaya


Sumber: Luthfi, 2019
D. Antioksidan

Antioksidan ialah sesuatu zat yang dapat menetralisir ataupun meredam

dampak negatif dari terdapatnya radikal bebas. Radikal bebas sendiri ialah sesuatu

molekul yang memiliki kumpulan elektron yang tidak berpasangan pada suatu

bundaran luarnya. Khasiat dari antioksidan untuk mencegah radikal bebas ini yang

menjadikan antioksidan sangat banyak diteliti oleh para peneliti. Bermacam hasil

riset, antioksidan dilaporkan bisa memperlambat proses yang bisa disebabkan oleh

radikal bebas seperti terdapatnya tokoferol, askorbat, flavonoid, serta terdapatnya

likopen (Andriani, 2007).

Menurut sumbernya antioksidan dipecah dalam 2 kelompok yakni

antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami) serta antioksidan

sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa bahan kimia). Sebaliknya

menurut mekanisme kerjanya antioksidan dipecah menjadi 3 kalangan yakni

antioksidan primer, antioksidan sekunder, serta antioksidan tersier.

Antioksidan primer disebut pula sebagai antioksidan enzimatis, antioksidan

primer meliputi enzim superoksida dismutase, katalase serta glutation

peroksidase. Enzim- enzim ini bekerja dengan metode membatasi pembuatan

radikal bebas dengan cara memutus respon berantai (polimerisasi), serta

mengubahnya menjadi produk yang lebih seimbang atau stabil. Antioksidan

sekunder disebut pula antioksidan eksogenus ataupun non enzimatis. Metode kerja

non enzimatis yakni dengan cara memotong respon oksidasi berantai dari radikal

bebas. Dampaknya radikal bebas tidak bereaksi dengan komponen seluler. Contoh

antioksidan sekunder adalah vitamin E, vitamin C, flavonoid. Antioksidan tersier


contohnya enzim DNA- repair serta mentionin sulfoksida reduktase yang

berfungsi dalam perbaikan biomolekul yang dirusak oleh radikal bebas (Winarsi,

2007).

Antioksidan dikelompokkan menjadi antioksidan enzim dan vitamin.

Antioksidan enzim yakni seperti superoksida dismutase (SOD), katalase dan

glutathion peroxidases (GSH.Prx). Antioksidan vitamin yakni seperti alfa

tokoferol (vitamin E), beta karoten serta asam askorbat (vitamin C). Antioksidan

vitamin lebih populer sebagai antioksidan dibandingkan dengan enzim.

Antioksidan yang dimaksukan ke dalam kelompok vitamin dan fitokimia disebut

flavonoid (Inggrid dan Santoso, 2014).


III. METODE PENELITIAN

A. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam pembuatan selai buah naga yaitu buah naga

merah dengan kualitas baik dan buah pepaya yang berkualitas baik yang didapat

dari pasar tradisional di Yogyakarta. Gula pasir didapat dari Mirota Kampus yang

ada di Yogyakarta. Bahan kimia yang digunakan yaitu CMC (Carboxy Methyl

Cellulose), aquadest dan alkohol.

B. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu panci, saringan,

blender, wajan, talenan, kompor, spatula, sendok, pisau, timbangan dan gelas

kemasan.

C. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

Laboratorium Sensoris di Fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana

Yogyakarta.

D. Prosedur Penelitian

Penelitian terdiri dari beberapa tahap untuk pembuatan selai yaitu sortasi,

pengupasan, pemotongan, pencucian, blanching, penghalusan, penyaringan, dan

pemasakan.

1. Sortasi

Proses sortasi dilakukan untuk memilih bahan yang sesuai dengan kriteria

peneliti dalam pembuatan selai. Bahan buah naga merah dan buah pepaya
yang digunakan adalah buah yang berkualitas baik dan tidak memiliki

bagian luar yang rusak atau busuk.

2. Pengupasan

Pengupasan buah naga merah dan buah pepaya dilakukan untuk

membuang kulit yang tidak dipakai selama pengolahan. Pengupasan buah

naga merah dan buah pepaya dilakukan menggunakan pisau stainless steel

3. Pemotongan

Pemotongan dilakukan untuk memudahkan saat proses penghancuran.

Pemotongan buah naga merah dan buah pepaya dilakukan berbentuk dadu.

4. Pencucian

Proses pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang menempel

dan pada tahap ini lebih baik menggunakan air mengalir

5. Blanching

Pada proses ini dilakukan dengan penguapan atau steam blanching pada

suhu kurang lebih 800 C dengan waktu 5 menit. Proses ini bertujuan untuk

menonaktifkan enzim dan untuk mempertahankan warna alami dari buah.

6. Penghancuran

Buah naga merah dan buah pepaya yang telah di blanching dihancurkan

dengan blender berkecepatan sedang selama kurang lebih 2 menit.

Penghancuran dilakukan dengan penambahan air 1:1 pada tiap jenis variasi

penambahan buah pepaya dengan menggunakan blender sampai diperoleh

bubur buah yang halus.


7. Pemasakan

Pemasakan dilakukan dengan suhu 80 - 900C dengan waktu pemasakan

kurang lebih 15 menit atau sampai membentuk gel dan dilakukan

pengadukan secara terus menerus supaya tidak gosong sampai mengental.

8. Pengemasan

Pengemasan dilakukan dengan memasukkan selai yang telah dimasak

kedalam botol kaca setelah itu ditutup rapat.


Diagram alir proses perlakuan penelitian disajikan pada Gambar 3.

Buah Pepaya
Buah Naga Merah
1:1, 1:2, 1:3

Sortasi ukuran

Pengupasan dengan pisau stainless steel Kulit

Pemotongan dengan pisau stainless steel ± 2 x 2 cm

Air Pencucian dengan air yang mengalir Air Limbah

Steam Blanching
T±800C, t = 5 menit

Air 1:1 Penghancuran dengan menggunakan Blender

Gula Pasir 60 % Pemasakan ± 90OC selama 15 menit dan pengadukan


Garam 1 % secara kontiyu sampai membentuk gel
Asam sitrat 3 % 20 menit
CMC 0,1%, 0,2%
Selai

Analisis :
a. Fisik : Viskositas
Warna
b. Kimia : Kadar air
Aktivitas Antioksidan
Nilai pH
c. Uji Kesukaan : Warna, Aroma, Rasa,
Tekstur, Keseluruhan

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian


E. Analisa

1. Analisa Fisik

a. Warna

Warna adalah salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam hal penerimaan

konsumen terhadap suatu produk pangan. Warna dalam bahan produk pangan

dapat menjadi ukuran terhadap mutu, warna juga dapat digunakan sebagai

indikator kesegaran atau kematangan (Winarno,2004). Winarno (2004), juga

mengatakan bahwa apabila suatu produk pangan yang mempunyai nilai gizi yang

baik, enak dan tekstur yang baik akan tetapi bila produk pangan tersebut memiliki

warna yang tidak sedap dilihat akan memberi kesan bahwa produk pangan

tersebut telah menyimpang atau bernilai buruk. Prosedur pengujian warna dengan

menggunakan Colour Reader Minolta menurut Hutching, (1999) :

1. Sampel dimasukkan ke dalam gelas plastik, kemudian sekeliling gelas

ditutup dengan karton hitam.

2. Alat sensor Colour Reader ditempelkan pada mulut cup.

3. Tombol Power On ditekan pada alat Colour Reader.

4. Hasil pengujian yang terbaca dicatat.

b. Viskositas

Viskositas adalah ukuran kekentalan fluida yang menyatakan besar kecilnya

gesekan di dalam fluida. Semakin besar viskositas suatu fluida, maka akan

semakin sulit suatu fluida mengalir dan semakin sulit suatu benda bergerak di

dalam fluida tersebut. Di dalam zat cair, viskositas berasal dari gaya kohesi antara
molekul senyawa zat cair. Prosedur pengujian viskositas dengan menggunakan

Viscometer Brookfield model DV-E menurut Apriyantono, (2002) :

1. Sampel dimasukkan kedalam gelas beaker

2. Pemasangan spindel kemudian dimasukkan kedalam sampel yang akan

diukur kekentalannya

3. Pengaturan kecepatan spindel

4. Membaca hasil viskositas pada layer

2. Analisa Kimia

a. Aktivitas Antioksidan dengan Radical DPPH

Prosedur yang umum buat mengukur aktivitas antioksidan yaitu dengan DPPH,

DPPH merupakan 1, 1- diphenyl- 2- picrylhydrazyl. Pada prosedur ini antioksidan

(AH) bereaksi dengan radikal bebas DPPH dengan metode mendonorkan atom

hidrogen, mengakibatkan terbentuknya transformasi warna DPPH dari warna

ungu menjadi kuning, intensitas warna diukur dengan spektrofotometer pada

panjang gelombang 517 nm. Pada prosedur ini yang diukur merupakan aktivitas

penghambatan radikal bebas. Prosedur ini tidak spesifik untuk komponen

antioksidan tertentu, tetapi untuk seluruh senyawa antioksidan dalam sampel.

DPPH digunakan secara luas untuk menguji aktivitas antioksidan suatu produk

pangan. Warna berubah menjadi kuning saat radikal DPPH menjadi berpasangan

dengan atom hidrogen dari antioksidan membentuk DPPH- H (Inggrid dan

Santoso, 2014).

DPPH merupakan komponen berwarna ungu yang tidak berdimerisasi serta

berbentuk kristalin. Metode DPPH akan mengirim elektron atau atom hidrogen
kedalam radikal bebas sehingga mengakibatkan karakter radikal bebas

ternetralisasi. Intensitas warna didapat dari larutan uji yang diukur dengan alat

spektrofotometri visibel. Keuntungan metode DPPH yakni lebih sederhana serta

waktu analisis yang lebih cepat (Syaifuddin, 2015).

b. Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu prosedur uji laboratorium kimia yang sangat

penting dalam industri pangan untuk memastikan mutu serta ketahanan pangan

terhadap kerusakan yang barangkali terjadi. Semakin besar kandungan air suatu

bahan pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai

akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) ataupun masuknya mikroba

perusak. Pengurangan kandungan air bahan pangan bakal berakibat berkurangnya

ketersediaan air untuk menunjang kehidupan mikroorganisme serta pula untuk

berlangsungnya reaksi fisikokimiawi. Dengan demikian baik perkembangan

mikroorganisme ataupun reaksi fisikokimiawi keduanya akan terhambat, bahan

pangan akan dapat bertahan lebih lama dari kerusakan. Pengaturan kadar air ialah

salah satu basis serta kunci terpenting dalam teknologi pangan Pengukuran kadar

air dalam bahan pangan dapat ditentukan dengan sebagian metode, ialah: dengan

metode pengeringan (thermogravimeri), metode destilasi (thermovolumetri),

metode fisis serta metode kimiawi (Karl Fischer Method). Dari keseluruhan

metode- metode yang bisa digunakan buat penentuan kandungan air bahan

pangan, pada umumnya penentuan kandungan air bahan pangan dicoba dengan

mengeringkan bahan dalam oven temperatur 105- 1100C sepanjang 3 jam ataupun

hingga diperoleh berat konstan.


Tidak hanya pemilihan tata cara penentuan kadar air yang tepat, jaminan

kualitas hasil pengecekan ataupun analisa laboratorium pula sangat dibutuhkan

buat menentukan mutu bahan pangan yang tepat. Akurasi data hasil analisa

merupakan perihal berarti yang jadi atensi dalam jaminan kualitas hasil

pengecekan laboratorium. Akurasi menunjukkan korelasi nilai hasil pengukuran

dengan nilai sebenarnya (gold standard). Untuk memastikan tingkatan akurasi

butuh diketahui nilai sesungguhnya dari parameter yang diukur, setelah itu bisa

dikenal seberapa besar tingkat akurasinya. Pada dasarnya akurasi sesuatu

informasi dapat ditetapkan dengan cara menghitung penyimpangan data yang

diperoleh dari data yang sebaiknya didapat. Pada tata cara penentuan kandungan

air secara Thermogravimetri ini terdapat beberapa aspek yang pengaruhi akurasi

penentuan kadar air bahan, yakni:

a) Temperatur serta kelembaban (RH) ruang kerja/ laboratorium.

b) Temperatur serta tekanan udara pada ruang oven.

C) Dimensi serta struktur partikel sampel.

d) Wujud wadah/ botol timbang (ratio diameter: besar)

c. Nilai pH

Pengukuran nilai pH ialah salah satu parameter untuk mengetahui

transformasi tingkatan keasaman sesuatu produk (Winarno, 1974). Keasaman

suatu larutan ditetapkan oleh besarnya konsentrasi H+ dalam larutan tersebut.

Nilai pH suatu larutan didefinisikan selaku nilai negatif logaritma konsentrasi ion

H+ dalam larutan yang dinyatakan dengan persamaan berikut:

pH = - log [H+]
Nilai pH bisa menentukan berbagai mikroba yang berkembang dalam

hidangan dan produk yang dihasilkan. Setiap mikroba masing- masing memiliki

pH optimum, minimum serta maksimum untuk perkembangan, sebagai contohnya

ada bakteri yang bisa berkembang sangat baik pada pH yang mendekati keadaan

netral namun sebagian bakteri menggemari keadaan netral tetapi beberapa bakteri

menggemari keadaan asam serta yang lain dapat berkembang dengan keadaan

asam atau dalam keadaan basa (Middleboe, 2007).

Nilai pH dapat mempengaruhi pembentukan gel oleh pektin. Pektin dapat

membentuk gel pada keadaan asam besar (nilai pH menyusut) sehingga

menyebabkan meningkatnya kestabilan sari buah. Pada saat pH sangat besar

(semakin basa), maka akan berlangsung reaksi pemecahan pektin oleh enzim metil

esterase yang akan menyebabkan kekentalan serta konsistensi sari buah menyusut

dan menjadi tidak stabil (Meyer, 2003).

3. Uji Tingkat Kesukaan

Analisa tingkatan kesukaan dilakukan melalui uji hedonik yang

menerangkan tingkatan kesukaan terhadap sesuatu produk. Uji hedonik dapat

digunakan untuk mengenali tingkatan daya terima konsumen dengan mengacu

kepada skala hedonik. Atribut yang dinilai pada pengujian ini meliputi warna,

tekstur, rasa, aroma serta keseluruhan. Skala yang digunakan yakni 1- 5 yang

mewakili sangat tidak suka, tidak suka, netral, suka serta sangat suka.

Uji inderawi merupakan suatu pengujian terhadap sifat karakteristik bahan

pangan memanfaatkan indera manusia tercantum indera penglihatan, peraba,


pembau, perasa serta pendengaran (Kartika dkk, 1988). Untuk melakukan

pengujian inderawi dibutuhkan instrumen sebagai alat ukur yakni panelis agak

terlatih dengan mengenali tentang cara- cara penilaian yang meliputi evaluasi

terhadap warna, rasa, aroma, serta tekstur. Skala skor tingkatan kesukaan panelis

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Skala Tingkat Kesukaan Panelis

Pernyataan 1 2 3 4 5

Aroma Sangat Tidak Kurang Suka Sangat


tidak suka suka suka suka
Rasa Sangat Tidak Kurang Suka Sangat
tidak suka suka suka suka
Warna Sangat Tidak Kurang Suka Sangat
tidak suka suka suka suka
Kekentalan Sangat Tidak Kurang Suka Sangat
tidak suka suka suka suka
Keseluruhan Sangat Tidak Kurang Suka Sangat
tidak suka suka suka suka

F. Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor yakni penambahan konsentrasi

CMC serta lama pemanasan. Data yang diperoleh setelah itu dianalisis dengan

metode One- Way Analysis of Variances (Anova), dengan menggunakan aplikasi

SPSS. Kombinasi perlakuan penambahan konsentarsi CMC dan rasio

penambahan buah pepaya pada selai buah naga merah disajikan pada Tabel 4.
Perbandingan Rasio Konsentrasi Penambahan CMC

Penambahan Buah Pepaya (V) (T)


0 (T1) 0,1% (T2) 0,2% (T3)
1:1 (V1) V1T1 V1T2 V1T3
1:2 (V2) V2T1 V2T2 V2T3
1:3 (V3) V3T1 V3T2 V3T3
Tabel 4. Kombinasi Perlakuan Penambahan Konsentrasi CMC dan Rasio
Penambahan Buah Pepaya Pada Selai Buah Naga Merah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sifat Fisik

1. Warna
Warna merupakan parameter yang penting dalam sebuah mutu pangan.

Indikator warna yang digunakan dengan alat Color meter ada L* merupakan

Lightness antara 0 sampai 100 adalah warna putih, a* merupakan warna merah

antara 0 sampai 60 dan warna hijau antara 0 sampai -70 dan b* merupakan warna

kuning antara 0 sampai 60 dan warna biru antara 0 sampai -60.

a. Nilai L* (Kecerahan)

Berdasarkan hasil uji statistik nilai L* menunjukkan bahwa pengaruh

perbandingan buah naga merah dan buah pepaya terdapat perbedaan nyata

terhadap selai campuran, hal ini ditunjukan dengan nilai signifikansi (P<0,05) dan

terdapat interaksi Antara proporsi buah dengan konsentarsi CMC terhadap nilai

L*. Nilai L* disajikan pada tabel 5.

Tabel 5. Nilai L* Kecerahan Selai Campuran Buah Naga dan Pepaya dengan
Variasi Penambahan Konsentrasi CMC
Perbandingan Penambahan Presentase Penambahan CMC (%)
Buah Naga : Pepaya 0 0,1 0,2
c c
1:1 22,68 22,83 23,03c
b b
1:2 22,02 22,15 22,70c
a b
1:3 20,73 21,85 21,96b
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
(P<0,05)
Warna pada selai buah untuk nilai warna pada Tabel 5 diketahui

penambahan proporsi buah pepaya dan konsentrasi CMC ada interaksi atau

signifikansi (P<0,05) terhadap kecerahan warna yang dihasilkan. Warna L* paling

tinggi 23,03 pada selai buah dengan perbandingan proporsi 1:1 (buah naga : buah

pepaya) serta penambahan konsentrasi CMC 0,2% pengaruhnya berbeda nyata

dengan perlakuan perbandingan buah naga merah dan buah pepaya dengan

konsentrasi CMC 0,1% dan berbeda nyata dengan dengan konsentrasi 0% yang
berarti warna mengarah ke putih atau memudar. Warna L* terendah 20,73 pada

selai dengan perbandingan proporsi 1:3 (buah naga : buah pepaya) dan

penambahan CMC 0% pengaruhnya berbeda nyata dengan perlakuan

perbandingan proporsi 1:3 (buah naga : buah pepaya) dengan konsentrasi CMC

0,1% dan berbeda nyata dengan perlakuan perbandingan proporsi 1:3 (buah naga :

buah pepaya) dengan konsentrasi CMC 0,2%. Semakin banyak CMC yang

ditambahkan pada perlakuan, maka nilai kecerahan warna (L*) semakin tinggi.

Novelina dkk. (2007), apabila gum xanthan dilarutkan ke dalam air maka akan

berwarna cream sedangkan untuk jenis penstabil CMC apabila dilarutkan dalam

air akan menjadi bening sehingga tingkat kejernihannya lebih tinggi daripada

gum xanthan. Sedangkan proporsi penambahan buah pepaya yang semakin

menurun akan mempengaruhi kecerahan dari selai buah.

b. Nilai a* (Kemerahan)
Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai a* menunjukkan hasil yang positif,

hal ini menunjukan adanya warna merah pada produk. Berdasarkan uji statistik

menunjukan pengaruh perbandingan buah naga dengan pepaya dan variasi


penambahan CMC dan interaksinya menunjukkan adanya perbedaan nyata

terhadap produk. Hal ini ditunjukan dengan nilai signifikansi (P<0,05) dan

terdapat interaksi antara keduanya. Nilai a* selai dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai a* Selai Campuran Buah Naga dan Pepaya dengan Variasi
Penambahan Konsentrasi CMC
Perbandingan Penambahan Presentase Penambahan CMC (%)
Buah Naga : Pepaya 0 0,1 0,2
a b
1:1 3,11 3,24 4,19d
1:2 3,13a 3,31b 4,20d
b c
1:3 3,28 3,68 4,43e
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
(P<0,05)
Warna pada selai buah untuk nilai warna pada Tabel 6 diketahui

penambahan proporsi buah pepaya dan konsentrasi CMC ada interaksi atau

signifikansi (P>0,05) terhadap kecerahan warna yang dihasilkan. Warna a* paling

tinggi pada Nilai a* (kemerahan) tertinggi pada selai buah dengan perbandingan

1:1 (buah naga merah : buah pepaya) dengan konsentrasi CMC 0,2% dengan nilai

4,43, sedangkan nilai a* terendah dengan perbandingan 1:3 (buah naga merah :

buah papaya) dengan konsentrasi CMC 0% dengan nilai 3.11. Nilai a* merupakan

warna merah antara 0 sampai 60 dan warna hijau antara 0 sampai -60. Tabel 6

menunjukan semakin lama waktu pemanasan menunjukan nilai a* semakin

menurun, atau dengan kata lain warna tidak mendekati warna kemerah – merahan,

hal ini dikarenakan pigmen warna karatenoid yang menunjukan adanya warna

merah cenderung memudar karena adanya reaksi autooksidasi yang menyebabkan

kehilangan warna dan off flavor karena adanya penamasan yang berulang

(Tranggono, 2002). Semakin banyak CMC yang ditambahkan pada perlakuan,

maka nilai kecerahan warna (a*) semakin tinggi.


c. Nilai b* (Kekuningan)
Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai b* menunjukkan hasil yang positif,

hal ini menunjukan adanya warna merah pada produk. Berdasarkan uji statistik

menunjukan pengaruh perbandingan buah naga dengan pepaya dan variasi

penambahan CMC dan interaksinya menunjukkan adanya perbedaan nyata

terhadap produk. Hal ini ditunjukan dengan nilai signifikansi (P<0,05) dan terdapat

interaksi antara keduanya. Nilai b* selai dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai b* Selai Campuran Buah Naga dan Pepaya dengan Variasi
Penambahan Konsentrasi CMC
Perbandingan Penambahan Presentase Penambahan CMC (%)
Buah Naga : Pepaya 0 0,1 0,2
a c
1:1 5,09 5,88 6,58e
b d
1:2 5,51 6,14 6,60e
c d
1:3 5,79 6,22 7,68f
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
(P<0,05)
Warna b* selai buah campuran tertinggi pada perbandingan 1:3 (buah naga

merah : buah pepaya) dengan konsentrasi CMC 0,2% dengan nilai 7,68

pengaruhnya berbeda nyata dengan perlakuan perbandingan 1:3 (buah naga merah

: buah pepaya) dengan konsentrasi CMC 0,1% dan 0%, sedangkan nilai warna

kuning (b*) terendah pada perlakuan perbandingan 1:1 (buah naga merah : buah

pepaya) dengan konsentrasi CMC 0% dengan nilai 5,09, pengaruhnya berbeda

nyata dengan perlakuan perbandingan buah naga merah dan buah pepaya dengan

konsentrasi CMC 0,1% dan 0%. Nilai b* untuk perbandingan 1:3 (buah naga

merah : buah pepaya) dengan konsentrasi CMC 0,2% menunjukan hasil yang

positif, hal ini menunjukan adanya warna kuning pada bahan. Sesuai dengan

pendapat Almatsier (2005) tingkat kekuningan dipengaruhi oleh warna daging


pepaya yang kuning, karena terdapatnya kandungan karoten. Sehingga semakin

besar nilai b* (kekuningan), semakin tinggi pula kandungan karotennya.

2. Viskositas
Berdasarkan hasil uji statistik nilai Viskositas menunjukkan bahwa pengaruh

perbandingan buah naga merah dengan pepaya terdapat perbedaan nyata terhadap

selai campuran, hal ini ditunjukan dengan nilai signifikansi (P<0,05) dan terdapat

interaksi antara proporsi buah dengan konsentrasi CMC terhadap nilai Viskositas.

Viskositas selai campuran buah naga dengan pepaya disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Viskositas Selai Campuran Buah Naga dan Pepaya dengan Variasi
Penambahan Konsentrasi CMC
Perbandingan Penambahan Presentase Penambahan CMC (%)
Buah Naga : Pepaya 0 0,1 0,2
a d
1:1 3219,5 4950,75 5504e
b d
1:2 3655 4985,25 8541,25f
c d
1:3 4287 4978 9677,75g
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
(P<0,05)

Berdasarkan Tabel 8, Viskositas produk selai campuran buah naga merah

dan buah papaya tertinggi pada perlakuan konsentrasi CMC 0,2% dengan

perbandingan 1:3 (buah naga : buah pepaya), pengaruhnya berbeda nyata dengan

perlakuan perbandingan 1:3 (buah naga : buah pepaya) dengan penambahan

konsentrasi CMC 0,1% dan perlakuan perbandingan 1:3 (buah naga : buah pepaya)

dengan konsentrasi CMC 0% sedangkan viskositas terendah pada selai campuran

dihasilkan pada konsentrasi CMC 0% dengan 1:1 (buah naga : buah pepaya).

Pengaruhnya berbeda nyata dengan perlakuan perbandingan 1:3 (buah naga : buah
pepaya) dengan penambahan konsentrasi CMC 0,1% dan 0,2%. Hal ini dikarenakan

viskositas dipengaruhi oleh penambahan CMC dan banyaknya penambahan

proporsi buah naga. Menurut Kamal dan Netty (2010), bahwa semakin besar

konsentrasi CMC yang ditambahkan dalam sampel dapat meningkatkan kekentalan.

Hal serupa juga dinyatakan oleh Prayitno (2002), bahwa Penggunaan CMC dalam

produk pangan akan meningkatkan kekentalan. Penambahan buah pepaya dalam

jumlah banyak dapat mempengaruhi peningkatan kekentalan produk selai. Menurut

Astuti (2008) seluruh bagian tanaman pepaya mengandung pektin, kandungan

pektin terbesar pada bagian buah.

Berdasarkan hasil penelitian Anggareni (2012) kandungan pektin yang

terdapat pada buah pepaya adalah 1,32 gram per 70,6 gram berat tepung ekstrak

buah pepaya. Kandungan pektin buah pepaya antara 0,73%-0,99%, yang dapat

dijadikan sebagai pengganti pektin komersial dalam pembuatan selai. Viskositas

pada selai campuran yang tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan 1:3 (buah

naga : buah pepaya) dan konsentrasi CMC 0,2%, hal ini terjadi karena pektin

didalam buah naga merah dan ditambah dengan pektin didalam buah pepaya dan

semakin tinggi penambahan CMC maka kekentalan akan meningkat.

B. Sifat Kimia

1. Antioksidan
Aktivitas antioksidan dapat diukur dengan metode DPPH. Radikal 2,2 difenil-1-

pierilhidrazil (DPPH) merupakan radikal bebas stabil yang dapat menerima

sebuah elektron untuk diubah menjadi molekul diamagnetik. Menurut Prakash

(2001) di dalam DPPH terdapat elektron yang tidak berpasangan, hal ini

menjadikan elektron tersebut memiliki kemampuan untuk menyerap yang kuat

pada sebuah gelombang dengan panjang 517 mm dengan warna ungu. Cara kerja

DPPH yang mengalami reduksi untuk menghambat proses radikal bebas.

Pembacaan nilai radikal bebas menggunakan spektrofotometer dengan dilihat

intensitas warna yang terkandung dalam DPPH. Hasil pembacaan absorbansi yang

semakin rendah menunjukkan semakin tinggi aktivitas antioksidannya (Rahayu,

2018).

Hasil uji statistik menunjukkan pengaruh pada selai campuran dengan variasi

perbandingan buah naga dengan buah pepaya dan variasi konsentrasi penambahan

CMC interaksinya memberikan perbedaan nyata terhadap nilai aktivitas

antioksidan, hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi (P<0,05). Nilai aktivitas

antioksidan terhadap selai yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Antioksidan Selai Campuran Buah Naga dan Pepaya dengan Variasi
Penambahan Konsentrasi CMC
Perbandingan Penambahan Presentase Penambahan CMC (%)
Buah Naga : Pepaya 0 0,1 0,2
1:1 29,13a 30,71c 42,53f
1:2 29,21a 33,03d 47,51g
b e
1:3 29,89 34,30 47,67g
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
(P<0,05)
Hasil uji statistik menunjukan bahwa selai buah dengan penambahan buah

pepaya dan penambahan CMC terdapat adanya interaksi terhadap aktivitas


antioksidan selai campuran buah naga dan buah pepaya. Hal ini dikarenakan hasil

statistik menunjukan angka signifikan (P>0,05) untuk masing-masing perlakuan

terhadap antioksidan selai campuran buah naga merah dan buah pepaya.

Berdasarkan Tabel 9 hasil aktivitas antioksidan tertinggi pada perlakuan proporsi

1:3 (buah naga : buah pepaya), pengaruhnya berbeda nyata dengan perlakuan

perbandingan proporsi 1:2 (buah naga : buah pepaya) dan perlakuan

perbandingan proporsi 1:1 (buah naga : buah pepaya) dan penambahan

konsentrasi CMC 0,2% dengan pengaruhnya berbeda nyata dengan perlakuan

penambahan konsentrasi CMC 0,1% dan 0% dan aktivitas antioksidan paling

rendah pada perlakuan proporsi 1:1 (buah naga : buah pepaya) dan penambahan

CMC 0%.

Miean dan Suhaila (2000) melaporkan bahwa Carica papaya L. memiliki

kadar flavonoid total yang cukup tinggi pada bagian tunasnya yaitu 1264.0 mg/kg

berat kering. Penelitian lain menyebutkan buah pepaya memiliki kandungan

karoten, yaitu β- karoten dengankadar bervariasi tiap varietasnya. Kadar β-karoten

tertinggi diperoleh pada jenis pepaya lokal dengan kadar rata-rata sebesar 1,29

(mg/100 g) bahan, diikuti kelompok pepaya Thailand dengan kadar sebesar 1,22

(mg/100 g) bahan, kemudian pepaya Taiwan dengan kadar sebesar 1,18 (mg/100

g) bahan (Sriwigati, 2004). Penambahan konsentrasi CMC juga dapat

meningkatkan nilai aktivitas antioksidan selai buah campuran buah naga merah

dan buah pepaya, karena semakin banyak gugus hidroksil yang dimiliki oleh

senyawa aktif, semakin besar pula kemampuan senyawa aktif tersebut dalam

meredam aktivitas antioksidan radikal bebas (Sayuti dan Rina, 2015).


2. Kadar Air
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perbandingan proporsi buah naga

dan buah pepaya dengan variasi penambahan CMC berpengaruh nyata dan terdapat

interaksi diantara keduanya terhadap kadar air, hal ini ditunjukkan dengan nilai

signifikan (P>0,05). Kadar air disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Kadar air Selai Campuran Buah Naga dan Pepaya dengan Variasi
Penambahan Konsentrasi CMC.
Perbandingan Penambahan Presentase Penambahan CMC (%)
Buah Naga : Pepaya 0 0,1 0,2
f e
1:1 81,74 80,70 78,61c
f d
1:2 81,51 79,75 76,81b
1:3 80,66e 79,72d 75,81a
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
(P<0,05)
Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan

buah pepaya dan penambahan CMC maka kadar air semakin meningkat. Kadar air

tertinggi pada perlakuan perbandingan proporsi 1:3 (buah naga : buah pepaya)

dengan penambahan CMC 0,2%, pengaruhnya berbeda nyata dengan perlakuan

perbandingan proporsi 1:2 (buah naga : buah pepaya) dengan penambahan CMC

0,2% dan perlakuan proporsi 1:1 (buah naga : buah pepaya) dengan penambahan

CMC 0,2% pengaruhnya berbeda nyata dengan perlakuan penambahan

konsentrasi CMC 0,1 % dan 0%, sedangkan kadar air terendah pada perlakuan

perbandingan proporsi 1:1 (buah naga : buah pepaya), pengaruhnya berbeda nyata

dengan perlakuan perbandingan perbandingan proporsi 1:2 (buah naga : buah

pepaya) dan perlakuan perbandingan perbandingan proporsi 1:3 (buah naga : buah

pepaya) dengan penambahan CMC 0%. Hal ini menunjukkan semakin banyak

kandungan pektin dalam buah pepaya mampu mengikat air pada selai, karena sifat
pektin yang mampu membentuk gel bersama air, gula, asam sehingga air yang ada

terperangkap untuk pembentukan gel. Semakin tinggi kadar pektin, maka struktur

serabut halus akan semakin padat sehingga pada kandungan pektin yang tinggi

akan membentuk gel yang liat (Haris, 1990). Dan semakin tinggi CMC yang

digunakan maka kadar air menurun, karena CMC merupakan pengental yang

mampu mengikat air sehingga molekul air terperangkap dalam struktur sel yang

dibantu oleh CMC (Minilife, 1999).

3. pH

Tabel 11 menunjukkan bahwa perbandingan proporsi buah naga dengan

buah pepaya dan penambahan CMC terdapat interaksi atau signifikan (P>0,05)

pH terhadap selai buah yang dihasilkan. pH selai campuran buah naga dan buah

pepaya disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Kadar air Selai Campuran Buah Naga dan Pepaya dengan Variasi
Penambahan Konsentrasi CMC.
Perbandingan Penambahan Presentase Penambahan CMC (%)
Buah Naga : Pepaya 0 0,1 0,2
a b
1:1 2,69 2,78 2,89c
1:2 2,77b 2,78b 2,89c
b bc
1:3 2,80 2,84 3,00d
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
(P<0,05)
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa nilai pH tertinggi terdapat pada

selai buah naga dengan buah pepaya dengan perbandingan proporsi 1:3 (buah

naga : buah pepaya) dengan penambahan CMC 0,2% sedangkan nilai pH

terendah terdapat pada selai buah naga dengan buah pepaya dengan perbandingan

proporsi 1:1 (buah naga : buah pepaya) dengan penambahan CMC 0%. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan buah pepaya maka pH selai


campuran buah naga dan buah pepaya semakin tinggi. Hal ini disebabkan Menurut

Fransiska (2007) bahwa kandungan pH buah naga memiliki pH sekitar 5,5

sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Kumalasari (2015) Pepaya

memiliki pH yang lebih tinggi (4,94), sehingga semakin banyak jumlah pepaya

yang ditambahkan maka pH akan semakin meningkat.

Penambahan CMC juga berpengaruh terhadap nilai pH, semakin banyak

penambahan CMC maka pH, semakin meningkat hal ini disebabkan CMC

mempunyai sifat meningkatkan nilai pH (Prayitno, 2002). Dalam keadaan

keasaman rendah terjadi ketidakseimbangan antara ion H+ dan gugus

karboksil bebas. Hal ini akan mempengaruhi kestabilan ikatan pektin dan air

karena ion OH- akan menaikkan muatan positif dari molekul pektin, sehingga

ikatan pektin dan air menjadi stabil. Akibatnya air yang teruapkan semakin sedikit

dengan meningkatnya penambahan CMC (Tranggono, 1990).


C. Uji Tingkat Kesukaan

Uji tingkat kesukaan selai campuran buah naga dengan pepaya dilakukan

dengan uji hedonik untuk menentukan kesukaan panelis pada selai campuran buah

naga dengan pepaya. Adapun parameter yang digunakan meliputi warna, aroma,

rasa, kekentalan dan keseluruhan. Skala yang digunakan untuk uji tingkat

kesukaan pada selai yaitu 1-5, 1 menyatakan ‘sangat tidak suka’ dan 5

menyatakan ‘sangat suka’. Tabel 12. menunjukkan hasil tingkat kesukaan selai

campuran buah naga dengan pepaya dengan variasi perbandingan penambahan

buah pepaya dan variasi penambahan konsentrasi CMC.

Tabel 12 . Tingkat Kesukaan Selai Campuran Buah Naga dengan Pepaya dan
Variasi Konsentrasi CMC

Perbandingan Buah Naga : Pepaya Parameter


Variasi Konsentrasi CMC Warna Aroma Rasa Kekentalan Keseluruhan
1:1 0% 4,05c 3,15abc 3,70bc 3,35b 3,15abc
1:2 0% 3,70bc 3,00abc 3,65bc 3,60b 3,00abc
c a b
1:3 0% 3,60 abc
3,55 2,70 3,80 3,55c
1:1 0,1% 3,70bc 2,60a 3,50bc 2,40a 2,60a
1:2 0,1% 3,05a 3,40bc 3,60bc 3,75b 3,40bc
bc c b
1:3 0,1% 4,00 c
3,50 4,00 3,70 3,50bc
1:1 0,2% 3.20ab 3,40bc 3,80bc 3,65b 3,40bc
bc b b
1:2 0,2% 3,70 bc
3,45 3,35 3,65 3,45bc
1:3 0,2% 3,60abc 2,90ab 3,80bc 2,70a 2,90ab
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)
1. Warna

Analisis keragaman terhadap warna selai campuran buah naga dengan pepaya

menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan perbandingan penambahan buah

pepaya dan variasi konsentarsi penambahan CMC memberikan pengaruh nyata

terhadap warna selai, hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi (P < 0,05).
Berdasarkan Tabel 12. nilai rata – rata kesukaan terhadap selai campuran

buah naga dengan pepaya berkisar antara 3,05 sampai 4,05. Nilai kesukaan warna

terendah terdapat pada perlakuan penambahan pepaya 1:2 dan dengan

penambahan konsentrasi CMC 0,1% sedangkan untuk nilai kesukaan tertinggi

terdapat pada perlakuan penambahan pepaya 1:1 dengan penambahan konsentrasi

CMC 0%.

2. Aroma

Analisis keragaman terhadap aroma selai campuran buah naga dengan pepaya

menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan penambahan buah pepaya dan variasi

penambahan konsentrasi CMC memberikan pengaruh nyata terhadap aroma selai,

hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi (P<0,05). Berdasarkan Tabel 12. nilai

rata – rata kesukaan terhadap aroma selai campuran buah naga dengan pepaya

berkisar antara 2,60 sampai 3,55. Nilai kesukaan aroma terendah terdapat pada

perlakuan perbandingan penambahan buah pepaya 1:1 dengan penambahan

konsentrasi CMC 0,1% , sedangkan untuk nilai kesukaan tertinggi terdapat pada

perlakuan perbandingan penambahan buah pepaya 1:3 dengan penambahan

konsentrasi CMC 0%.

Cita rasa bahan pangan sesungguhnya terdiri dari tiga komponen utama yaitu

bau, rasa, dan rasangan mulut. Bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan

makanan tersebut. Pada umumnya bau diterima oleh hidung dan otak lebih

banyak merupakan berbagai ramuan atau campuran empat bau utama yatitu

harum, asam, tengik, dan hangus (Winarno, 2004). Menuut Carpenter (2000)

indera penciuman manusia dapat mendeteksi banyak aroma atau bau berbeda
ketika dihirup oleh hidung, hal ini penting untuk mendeteksi uap volatil yang

dikeluarkan oleh bahan pangan dalam mulut sebagai bagian dari persepsi bau dan

rasa.

3. Rasa

Analisis keragaman terhadap rasa selai campuran buah naga dengan pepaya

menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan penambahan buah pepaya dan variasi

penambahan konsentrasi CMC memberikan pengaruh nyata terhadap rasa selai,

hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi (P<0,05). Berdasarkan Tabel 12.

nilai rata – rata kesukaan terhadap rasa campuran buah naga dengan pepaya

berkisar antara 2,70 sampai 4,00. Nilai kesukaan rasa terendah terdapat pada

perlakuan penambahan buah pepaya 1:3 dengan penambahan konsentrasi CMC

0%, sedangkan untuk nilai kesukaan tertinggi terdapat pada perlakuan

penambahan buah pepaya 1:3 dengan penambahan konsentrasi CMC 0,1%.

Menurut Saparinto dan Hidayat (2006), sukrosa, asam, glukosa, dan fruktosa

dapat mempengaruhi rasa produk pangan sehingga meningkatkan tingkat

kesukaan pada produk tersebut. Menurut Setianingsih dkk (2010), beberapa

faktor yang mempengaruhi panelis terhadap rasa yaitu adaptasi dan kelelahan

panelis. McBride (1990) menambahkan bahwa faktor yang mempengaruhi

penerimaan panelis terhadap rasa adalah senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan

interaksi dengan komponen rasa yang lain. Produk yang memiliki rasa tidak enak

tidak akan diterima oleh konsumen meski warna, aroma dan teksturnya baik.
4. Kekentalan

Kekentalan merupakan salah satu komponen terpenting yang menentukan

kualitas akhir selai (Sari, 2011). Berdasarkan Tabel 12. nilai rata – rata kesukaan

terhadap kekentalan selai campuran buah naga dengan pepaya berkisar antara 2,40

sampai 3,80. Nilai kesukaan kekentalan selai campuran buah naga dengan pepaya

terendah terdapat pada perlakuan perbandingan penambahan buah pepaya 1:1

dengan penambahan konsentrasi CMC 0,1% , sedangkan untuk nilai kesukaan

kekentalan selai campuran buah naga dengan pepaya tertinggi terdapat pada

perlakuan perbandingan penambahan buah pepaya 1:3 dengan penambahan

konsentrasi CMC 0%.

5. Keseluruhan

Analisis keragaman terhadap nilai keseluruhan selai campuran buah naga

dengan pepaya menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan penambahan buah

pepaya dan variasi penambahan konsentrasi CMC memberikan pengaruh nyata

terhadap nilai keseluruhan selai, hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi

(P<0,05). Berdasarkan Tabel 12. nilai rata – rata kesukaan terhadap nilai

keseluruhan selai campuran buah naga dengan pepaya berkisar antara 2,60 sampai

3,55. Nilai keseluruhan terendah terdapat pada perlakuan penambahan buah

pepaya 1:1 dengan penambahan konsentrasi CMC 0,1%, sedangkan untuk nilai

kesukaan tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan buah pepaya 1:3 dengan

penambahan konsentrasi CMC 0% .


II. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan tersebut dapat disimpulkann


sebagai berikut :

1. Kesimpulan Umum
Selai campuran buah naga merah dan buah pepaya yang dihasilkan disukai

oleh konsumen dan memiliki kandungan antioksidan.

2. Kesimpulan Khusus
a. Pengaruh penambahan buah pepaya dan penambahan konsentrasi
CMC pada selai akan meningkatkan aktivitas antioksidan, kadar pH,
viskositas, dan kadar air.
b. Perlakuan terbaik dan disukai oleh panelis diperoleh puding dengan
variasi perbandingan penambahan 1:3 (buah naga merah : buah
papaya) dengan penambahan CMC 0,1% serta aktivitas antioksidan
sebesar 34,30%, kadar air 79,72%, kadar pH 2,84, nilai L* 21,85, nilai
a* 3,68, nilai b* 6,22, viskositas 4978 cp

B. Saran

Perlu diadakan penelitian selanjutnya untuk memperbaiki nilai viskositas dan


aktivitas antioksidan yang rendah.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Andriani, Y. 2007. Uji aktivitas antioksidan ekstrak betaglukan dari
Saccharomyces Cerevisiae. GRADIEN: Jurnal Ilmiah MIPA, 3(1), 226-
230.
Anggraeni, Adisty C. 2012. Asuhan Gizi Nutritional Care Process. Yogyakarta
Apriyantono, A. 2002. Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi dan Keamanan
Pangan. Karumo Women dan Education. Jakarta
Bekti, E., Prasetyowati, Y., & Haryati, S. (2019). Berbagai Konsentrasi CMC
(Carboxyl Methyl Cellulose) Terhadap Sifat Fisikokimia Dan
Organoleptik Selai Labu Siam (Sechium Edule). Jurnal Teknologi Pangan
dan Hasil Pertanian, 14(2), 41-52.
Bonaditya, 2014. Pepaya carica. Penebar Swadya. Jakarta
BPS, 2012. Produksi Tanaman Perkebunan. Badan Pusat Statistik
(http://bps.go.id).
Cahyono, B. 2009. Sukses Bertanam Buah Naga. Penerbit Pustaka Mina. Jakarta.

Carpenter, Roland P., David H. Lyon, and Terry A. Hasdell. 2000. Guidelines for
Sensory Analysis in Food Product Development and Quality Control;
second edition. Gaithersburg, Maryland: Aspen Publisher, Inc.
Direktorat Gizi, Depkes Ri, 2010. Kandungan Dan Komposisi Gizi Buah Pepaya

Fachruddin, L. 1998. Memilih dan Memanfaatkan Bahan Tambahan Makanan.


Ungaran. Trubus Agriwidya.
FAO. 2005. Agricultural Data: FAOstat. Papayas. http://apps.fao.org/page/
collections?Subset=agriculture.
Fatonah, W. 2002. Optimasi Selai dengan Bahan Baku Ubi Jalar Cilembu. Skripsi
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hastuti, P., Kartika, B. dan Supartono, W. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan
Pangan. Yogyakarta: UGM.
Hutching, J. B. (1999). Food Color and Appearance. Springer-Verlag US:
Springer US.
Inggrid, M., Santoso, H., Ekstraksi Antioksidan dan Senyawa Aktif dari Buah
Kiwi (Actinidia deliciosa), Perjanjian No: III/LPPM/2014-03/10-P,
Universitas Katolik Parahyangan, 2014.
Javanmard, M., Chin, N. L., Yusof, Y. A., & Endan, J. (2012). Application of
sago starch as a gelling agent in jam. CYTA - Journal of Food, 10(4), 275–
286. https://doi.org/10.1080/19476337.2011.653693

Kamal, N. (2010). Pengaruh bahan aditif CMC (Carboxyl Methyl Cellulose)


terhadap beberapa parameter pada larutan sukrosa. Jurnal
Teknologi, 1(17), 78-84.

Kumalasari, R., Ekafitri, R., & Desnilasari, D. (2016). Pengaruh bahan penstabil
dan perbandingan bubur buah terhadap mutu sari buah campuran pepaya-
nanas.

Kurnianti, N. 2013. Kandungan dan Manfaat Pepaya.


http://www.tanijogonegoro.com

Kristanto, D. (2008). Buah Naga Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Jakarta:


Penebar Swadaya
Mc Bride, R.L and H.J.H. Mac fie 1990. Psychological Basis of Sensory
Evaluation. Elsiver Science Publisher Ltd. New York
Meyer LH, 2003. Food Chemistry. Text Book Publisher. New York.
Middelboe, A.L., Hansen, P.J. 2007. High pH in Shallow-Water Macroalgal
Habitats. New York, NY, USA, pp. 129e234. Proceedings of the National
Academy of Sciences of the United States.
Muchtadi, D., Muchtadi T.R, dan Gumbira, E. 1979. Pengolahan Hasil Pertanian
II Nabati, Bogor: IPB Press
Muresan, C., Gbadamosi, A., Muste, S., Scrob, S. and Rat, A. 2014. Study
Concering the Quality of Jam Products Based on Banana and Ginger.
Journal of Agroalimentary Processes and Technologies. 20 (4):408-411
Mitasari, A. 2012. Uji Aktivitas Ekstrak Kloroform Kulit buah Naga Merah
(Hylocereus polyrhizus Britton & Rose) Menggunakan Metode DPPH (1,1-
Defenil-2-Pikril Hidrazil). Skripsi. Pontianak: Program Studi Farmasi,
Universitas Tanjungpura. Hal: 37-38.
Putra.W. S. 2015. ‘Kitab Herbal Nusantara Kumpulan Resep dan Ramuan
Tanaman Obat Untuk Berbagai Gangguan Kesehatan’. (Andien, Ed.)
Yogyakarta: Katahati.

Rahayu, S. 2014. Budidaya Buah Naga Cepat Panen. Jakarta: Infra Hijau.
Rahayu, Rufaidah Putri. 2018. Pengaruh Rasio Sari Buah Sirsak-Jambu Biji
Merah dan Penambahan CMC terhadap Aktivitas Antioksidan dan Tingkat
Kesukaan Sari Buah. Skripsi. UMBY. Yogyakarta
Saati, Elfi Anis. 2009. Identifikasi dan Uji Kualitas Pigmen kulit Buah Naga
Merah pada Beberapa Umur Simpan dengan Perbedaan Jenis Pelarut.
Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. UMM, Malang.
Saparinto, Cahyo. Diana Hidayat. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta.
Kanisius
Setyaningsih, D., Apriyantono, A., dan Sari, M. P. 2010. Analisis Sensori untuk
Industri Pangan dan Agro. IPB Press. Bogor. Hal 1–65.

SNI.(2008). Selai Buah. SNI 3746 : 2008. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Sutomo, Budi. 2007. Buah Naga Merah – Segar dan Berkhasiat.


http://myhobbyblogs.com

Suketi, K. dan Imanda, N. 2018. Pengaruh Jenis Media Tanam Terhadap


Pertumbuhan Bibit Pepaya (Carica papaya L.) Genotipe IPB 3, IPB 4 dan
IPB 9. Bul. Agrohorti 6(1): 101-113 (2018). Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Bogor
Agricultural University), Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680,
Indonesia.

Syaifuddin, 2015, Uji Aktivitas Antioksidan Bayam Merah (Alternanthera


amoena Voss.) Segar dan Rebus Dengan Metode DPPH (1,1-diphenyl-2-
picylhidrazyl), Skripsi, Universitas Islam Negeri Walisogo, Semarang.
Tranggono.2002. Bahan Tambahan Pangan (Food Additives). PAU Pangan dan
Gizi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas; Potensi dan Aplikasi
Dalam Kesehatan. Yogyakarta, Kanisius.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia pangan dan gizi Edisi Kesebelas. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Yuliani, H.R, 2011. Karakterisasi Selai Tempurung Kelapa Muda. Jurusan Teknik
Kimia Politeknik Ujung Pandang.
Yuniarti. 2000. Penanganan dan Pengolahan Buah Mangga. Penerbit Kanasius.
Yogyakarta.
44
45
46
47
48

Anda mungkin juga menyukai