Anda di halaman 1dari 29

i

BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG BTM

DOSEN : SRI NURAINI, M.Kes

DISUSUN OLEH :

1. ANGGIA JELITA CATHRINE


2. MELDA NOVIRIA
3. DWI OKTAVIANI
4. EKA NOVITASARI

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


JURUSAN DIII ANALIS KESEHATAN
TAHUN 2018/2019
ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt. pemilik segala yang bernyawa dan penguasa
segala keteraturan, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah dengan harapan dapat menambah
wawasan bagi penulis khususnya dan para pembaca makalah ini.
Makalah ini memuat tentang Bahan Tambahan Pangan Dan peraturan
perundang-undangan tentang BTM. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh
dari sempurna dan masih banyak kekurangan baik ditinjau dari isi maupun dari
segi penyajiannya. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan kontribusi
pemikiran dari pembaca sehingga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin.

Bandar Lampung, Juni 2018

Penulis

ii
iii

DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 2
1.3 Tujuan.................................................................................. 2
1.4 Manfaat ................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Bahan Tambahan Pangan .................................................... 3
2.2 Fungsi dan Tujuan Bahan Tambahan Pangan ..................... 5
2.3 Jenis-Jenis Bahan Tambahan Pangan .................................. 6
2.4 BTP Terlarang Dan Berbahaya ........................................... 17
2.5 Peraturan Perundang – undangan tentang Bahan
Tambahan Makanan ............................................................ 21
2.6 Dalam UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan ................ 24

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.......................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pangan pada hakikatnya merupakan kebutuhan dasar yang penting
untuk kehidupan manusia dan yang paling hakiki untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Pada umumnya dalam mengolah pangan diberikan
beberapa perlakuan dalam berbagai cara antara lain dengan penambahan
bahan tambahan dengan tujuan untuk memperpanjang umur simpan,
memperbaiki tekstur, kelezatan atau kenampakan.
Mengingat pentingnya keamanan pangan maka telah diwujudkan oleh
pemerintah dengan di keluarkannya Undang-undang No. 23 tahun 1992
tentang kesehatan dan Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan
serta Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu
dan Gizi Pangan. (Anggrahini, 2008)
Teknologi pengolahan pangan di Indonesia sekarang berkembang
cukup pesat, diiringi dengan penggunaan bahan tambahan pangan yang juga
makin meningkat. Berkembangnya produk pangan awet saat ini, hanya
mungkin terjadi karena semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap
berbagai jenis makanan yang praktis dan awet. Kesalahan teknologi dan
penggunaan bahan tambahan yang diterapkan, baik sengaja maupun tidak
disengaja dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan atau keamanan
konsumen. (Anggrahini, 2008)
Munculnya masalah keamanan pangan salah satu penyebabnya adalah
adanya bahan kimia berbahaya yang masuk kedalam tubuh manusia yang
berasal dari bahan tambahan dan kontaminan. Penggunaan bahan tambahan
pangan yang baik dan sesuai dengan ketentuan, menjadi harapan para
konsumen. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui lebih lanjut mengenai
bahan tambahan pangan (BTP).

1
2

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Bahan Tambahan Pangan?
2. Apa fungsi dan tujuan Bahan Tambahan Pangan ?
3. Apa saja jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan?

1.3 Tujuan
Tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui apa itu Bahan Tambahan Pangan
2. Mengetahui Fungsi dan tujuan Bahan Tambahan Pangan
3. Mengetahui jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan
4. Mengetahui undang-undang tentang BTP dan BTM

1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada penulis
khususnya, maupun para pembaca. Manfaat tersebut baik dari segi
pengetahuan dan pemahaman mendalam mengenai penambahan bahan
tambahan pangan.
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bahan Tambahan Pangan


Bahan Tambahan Pangan (BTP) menurut Permenkes 722, 1988 adalah
bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan
merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai
gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud
teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan,
perlakuan, pegepakan, pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan
makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau
tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan
tersebut (Viana, 2012).
Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan
gizi pangan pada bab I pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan
tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk makanan (Viana, 2012).
Menurut FAO (1980), bahan tambahan pangan adalah senyawa yang
sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu
dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan atau penyimpanan.
Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur,
serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient)
utama. Menurut codex, bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak
lazim dikonsumsi sebagai makanan , yang dicampurkan secara sengaja pada
proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi dan ada
yang tidak. (Viana, 2012).
Pemakaian bahan tambahan pangan (BTP) di Indonesia diatur oleh
Departemen Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukakan oleh
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM). (Viana,
2012).

3
4

Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan


apabila:
1. Dimaksudakan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam
pengolahan
2. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah
3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau yang tidak memenuhi persyaratan
4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan
Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis dibawah
ambang batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally
Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula
(glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis
ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi
menjaga/ melindungi kesehatan konsumen.
Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan
yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambahan
Kimia) oleh Depertemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/MenKes/Per/X/1999.
Menurut Depkes RI (2004) yang dikutip oleh Sari (2010), pada dasarnya
pesyaratan bahan tambahan pangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Harus telah mengalami pengujian dan evaluasi toksikologi
2. Harus tidak membahayakan kesehatan konsumen pada kadar yang
diperlukan dalam penggunaanya.
3. Harus selalu dipantau terus-menerus dan dilakukan evaluasi kembali jika
perlu sesuai dengan perkembangan teknologi dan hasil evaluasi
toksikologi.
4. Harus selalu memenuhi persyaratan spesifikasi dan kemurnian yang telah
ditetapkan.
5. Harus dibatasi penggunaannya hanya untuk tujuan tertentu dan hanya jika
maksud penggunaan tersebut tidak dapat dicapai dengan cara lain secara
ekonomis dan teknis.
5

6. Sedapat mungkin penggunaannya dibatasi agar makanan tertentu dengan


maksud tertentu dan kondisi tertentu serta dengan kadar serendah mungkin
tetapi masih berfungi seperti yang dikehendaki (Viana, 2012).

2.2 Fungsi dan Tujuan Bahan Tambahan Pangan


Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan
atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan
pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan
pangan.
Secara khusus tujuan penggunaan BTP dalam pangan adalah untuk:
1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak
pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan
mutu pangan.
2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan enak dimulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik
4. Meningkatkan kualitas pangan.
5. Menghemat biaya.
Berdasarkan tujuan penggunaannya dalam pangan, pengelompokan BTP
yang diizinkan digunakan dalam makanan menurut peraturan Mentri
Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut:
1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada
makanan. Contoh pewarna sintetik adalah amaranth, indigotine, dan
nafthol yellow.
2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada
makanan yang tidak atau hamper tidak memiliki nilai gizi. Contohnya
adalah Sakarin, Siklamat dan Aspartam.
3. Pengawet yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat terjadinya
fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang
disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Contohnya: asam asetat, asam
propionat dan asam benzoat.
6

4. Antioksidan yaitu BTP yang dapat memghambat atau mencegah proses


oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan. Contohnya
adalah TBHQ (tertiary butylhydroquinon).
5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah menggumpalnya makanan
serbuk, tepung atau bubuk.contohnya adalah: kalium silikat.
6. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu BTP yang dapat
memberikan, menembah atau mempertegas rasa dan aroma. Contohnya
Monosodium Glutamate (MSG).
7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar), yaitu BTP yang
dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat asam
makanan. Contohnya agar, alginate, lesitin dan gum.
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat
proses pemutihan atau pematangan tepung sehingga memperbaiki mutu
pemanggangan. Contohnya adalah asam askorbat dan kalium bromat.
9. Pengemulsi, pemantap dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu
terbentuknya dan memantapkan system disperse yang homogen pada
makanan.
10. Pengeras yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya
makanan. Contohnya adalah kalsium sulfat, kalsium klorida dan kalsium
glukonat.
11. Sekuestan, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang terdapat
dalam makanan, sehingga memantapkan aroma, warna dan tekstur.
Contohnya asam fosfat dan EDTA (kalsium dinatrium edetat).
12. BTP lain yang termasuk bahan tambahan pangan tapi tidak termasuk
golongan diatas. Contohnya antara lain: enzim, penambah gizi dan
humektan.

2.3 Jenis-Jenis Bahan Tambahan Pangan


Di Indonesia, penggunaan BTP telah diatur sejak tahun 1988 dalam
Permenkes No. 722/MenKes/Per/IX/1988 yang dikuatkan dengan Permenkes
No.1168/MenKes/Per/1999 menyebutkan bahwa yang termasuk BTP adalah
pewarna, pemanis buatan, pengawet, antioksidan, antikempal, penyedap dan
7

penguat rasa, pengatur keasaman, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi,


pengental, pengeras, dan sekuestran (untuk memantapkan warna dan tekstur
makanan). (Puspasari, 2007)

2.3.1 Berdasarkan Cara Penambahan


Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua
golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja
kedalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut
dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita
rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna
dan pengeras.
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu
bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut,
terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup
banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan
pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau
kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan
produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus
terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan
tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida
(termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida),
antibiotik, dan hidrokarbon aromatic polisiklis.

2.3.2 Berdasarkan Fungsi


Berdasarkan fungsinya, menurut peraturan Menkes No. 235 tahun
1979, BTP dapat dikelompokan menjadi 14 yaitu : Antioksidan;
Antikempal; Pengasam,penetral dan pendapar; Enzim; Pemanis buatan;
Pemutih dan pematang; Penambah gizi; Pengawet; Pengemulsi,
pemantap dan pengental; Peneras; Pewarna sintetis dan alami;
Penyedap rasa da aroma, Sekuestran; dll. BTP dikelompokan
berdasarkan tujuan penggunaanya di dalam pangan. Pengelompokkan
BTP yang diizinkan digunakan pada makanan dapat digolongkan
8

sebagai : Pewarna; Pemanis buatan; Pengawet; Antioksidan;


Antikempal; Penyedap dan penguat rasa serta aroma; Pengatur
keasaman; Pemutih dan pamatang tepung; Pengemulsi; Pemantap dan
pengental; Pengeras, Sekuestran, Humektan, Enzim dan Penambah gizi.
1. Pewarna
Pewarna adalah bahan yang dapat memberikan atau
memperbaiki warna pada makanan. Dengan menggunakan pewarna,
makanan bisa tampak lebih menarik danmenjadi lebih bervariasi.
Penambahan bahan pewarna pada makanan dilakukan untuk
membei kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna
makanan, menstabilkan warna, menutupi perubahan warna selama
proses pengolahan, dan mengatasi perubahan warna selama
penyimpanan. Pemerintah telah mengatur penggunaan pewarna ini,
namun masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan-
bahan pewarna yang berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna
untuk tekstil atau cat yang umumnya mempunyai warna lebih cerah,
lebih stabil selama penyimpanan, dan harga lebih murah. Alternatif
lain untuk menggantikan penggunaan pewarna sintetis adalah dengan
menggunakan pewarna alami seperti ekstrak daun pandan atau daun
suji, kunyit, dan ekstrak buah-buahan yang lebih aman. Beberapa
pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam makanan
diantaranya adalah : Karamel, Beta-karoten, Klorofil, dan Kurkumin.
Secara garis besar berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat
pewarna, yaitu pewarna alami dan pewarna sintesis. Beberapa
pewarna alami yang ikut menyumbangkan nilai nutrisi ( karotenoid,
riboflavin dan kobalamin) merupakan bumbu (unir dan pabrika) atau
pemberi rasa (karamel). Beberapa bahan pewarna alami yang berasal
dari tanaman dan hewan diantaranya adalah klorofil, mioglobin dan
hemoglobin, antosianin, flavonoid, thanin, betalain, quinon dan
santon serta karotenoid.
Zat pewarna yang diizinkan penggunaannya dalam bahan
pangan disebut sebagai Permittet Colour atau Certified Colour.
9

Proses sertifikasi meliputi pengujian kimia, biokimia, toxikologi dan


analisis media terhadap zat warna tersebut. Pemakaian bahan sintetis
dalam pangan walaupun mempunyai dampak positif bagi konsumen
dan produsen diantranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik,
meratakan warna pangan dan mengemabalikan warna dari bahan
dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan juga mempunyai
dampak negatif bila:
a. Dimakan dalam jumlah kecil namun berulang
b. Dimakan dalam jangka waktu lama
c. Daya tahan tubuh yang berbeda-beda
d. Pemakaian secara berlebihan
e. Penyimpanan yang tidak memenuhi syarat

2. Pemanis Buatan
Zat pemanis sintesi merupakan zat yang dapat menimbulkan
rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap
rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih
rendah dari pada gula (winarno, 1997).
Tanaman penghasil pemanis utama adalah tebu (saccharum
officanarum L) dan bit (beta fulgaris L). Beberapa bahan pemanis
yang sering digunakan adalah
1. Sukrosa 6. D-Fruktosa
2. Laktosa 7. Sorbitol
3. Maltosa 8. Manitol
4. Galaktosa 9. Gliserol
5. D-Glukosa 10. Glisina
Pemanis sintesis adalah bahan tambahan yang dapat
menyebabkan rasa manis terhadap bahan pangan tetapi tidak
memiliki nilai gizi. Contohnya :
1. Sakarin 4. Dulsin
2. Siklamat 5. Sorbitol sintesis
3. Aspartam 6. Nitro-propoksi anilin
10

Tujuan penggunaan pemanis sintesis


a. Sebagai pangan bagi penderita diabetes melitus, karena tidak
menimbulkan kelebihan gula darah
b. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan
c. Sebagai penyalut obat
d. Menghindari kerusakan gigi pada industri
e. Menekan biaya produksi

3. Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk memperpanjang
masa simpan bahan makanan yang mempunyai sifat mudah rusak.
Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses degradasi
bahan pangan terutama yang disebabkan oleh faktor biologi.
Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis
maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk
mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk
mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat
yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat
pertumbuhannya juga berbeda. Zat pengawet dibedakan menjadi
pengawet oganik dan anorganik.
a. Zat pengawet anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah
sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Selain sebagai
pengawet sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil
reaksi itu akan mengikat melanoidin sehingga mencegah
timbulnya warna coklat. Sulfur dioksida berfungsi sebagai anti
oksidan dan meningkatkan daya kembang terigu.
Garam nitrat dan nitrit digunakan pada proses curing daging
untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan
mikroba seperti clostridum botulinum. Selain nitrit, ada juga
bahan pengawet alami yang lain, seperti :
11

1) Gula merah: Selain sebagai pemanis gula merah juga bersifat


mengawetkan seperti halnya gula tebu.
2) Garam: Garam merupakan pengawet alami yang banyak
dihasilkan dari penguapan air laut. Ikan asin dapat bertahan
hingga berbulan-bulan karena pengaruh garam.
3) Kunyit: Kunyit, selain sebagai pewarna, juga berfungsi
sebagai pengawet. Dengan penggunaan kunyit, tahu atau nasi
kuning menjadi tidak cepat basi.
4) Kulit kayu manis: Di beberapa tempat di belahan Kulit kayu
manis merupakan kulit kayu yang berfungsi sebagai
pengawet karena banyak mengandung asam benzoat. Selain
itu, kayu manis juga berfungsi sebagai pemanis dan pemberi
aroma.
5) Cengkih : Cengkih merupakan pengawet alami yang
dihasilkan dari bunga tanaman cengkih. Selain sebagai
pengawet, cengkih juga berfungsi sebagai penambah aroma.

b. Zat pengawet organik


Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet adalah
asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan
epoxida.
1) Benzoat: Benzoat banyak ditemukan dalam bentuk asam
benzoat maupun natrium benzoat (garamnya). Berbagai jenis
soft drink (minuman ringan), sari buah, nata de coco, kecap,
saus, selai, dan agar-agar diawetkan dengan menggunakan
bahan jenis ini.
2) Sulfit: Bahan ini biasa dijumpai dalam bentuk garam kalium
atau natrium bisulfit. Potongan kentang, sari nanas, dan
udang beku biasa diawetkan dengan menggunakan bahan ini.
3) Propil galat: Digunakan dalam produk makanan yang
mengandung minyak atau lemak dan permen karet serta
12

untuk memperlambat ketengikan pada sosis. Propil galat juga


dapat digunakan sebagai antioksidan.
4) Garam nitrit: Garam nitrit biasanya dalam bentuk kalium atau
natrium nitrit. Bahan ini terutama sekali digunakan sebagai
bahan pengawet keju, ikan, daging, dan juga daging olahan
seperti sosis, atau kornet, serta makanan kering seperti kue
kering. Perkembangan mikroba dapat dihambat dengan
adanya nitrit ini. Misalnya, pertumbuhan clostridia di dalam
daging yang dapat membusukkan daging.
5) Asam asetat: Asam asetat dikenal di kalangan masyarakat
sebagai asam cuka. Bahan ini menghasilkan rasa masam dan
jika jumlahnya terlalu banyak akan mengganggu selera
karena bahan ini sama dengan sebagian isi dari air keringat
kita. Asam asetat sering dipakai sebagai pelengkap ketika
makan acar, mi ayam, bakso, atau soto. Asam asetat
mempunyai sifat antimikroba. Makanan yang memakai
pengawet asam cuka antara lain acar, saos tomat, dan saus
cabai.
6) Propianat: Jenis bahan pengawet propianat yang sering
digunakan adalah asam propianat dan garam kalium atau
natrium propianat. Propianat selain menghambat kapang juga
dapat menghambat pertumbuhan bacillus mesentericus yang
menyebabkan kerusakan bahan makanan. Bahan pengawetan
produk roti dan keju biasanya menggunakan bahan ini.
7) Sorbat: Sorbat yang terdapat di pasar ada dalam bentuk asam
atau garam sorbat.Sorbat sering digunakan dalam pengawetan
margarin, sari buah, keju, anggur, dan acar. Asam sorbat
sangat efektif dalam menekan pertumbuhan kapang dan tidak
memengaruhi cita rasa makanan pada tingkat yang
diperbolehkan.
13

4. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat
oksidasi di dalam bahan pangan. Penggunaan antioksidan yaitu pada
lemak hewani, minyak nabati, produk lemak tinggi, produk daging,
produk ikan, dll. Antioksidan digunakan untuk mencegah terjadinya
ketengikan pada makanan akibat proses oksidasi lemak, atau minyak
yang terdapat di dalam makanan.
Jenis antioksidan :
a. Asam askorbat
b. Asam eritrobat
c. Askorbil palmitat
d. Askorbil stearat
e. Butil hidroksianisol (BHA)
f. Butil hidroksitoluen
g. Dilauril tiodipropionat
h. Propilgalat
i. Timah 2 klorida
j. Alpatokoferol

5. Antikempal
Antikempal adalah bahan tambahan pangan yang dapat
mencegah mengempalnya pangan berupa serbuk dan tepung. Jenis
antikempal :
a. Garam stearat
b. Kalsium fosfat
c. Natrium ferosianida
d. Magnesium oksida
e. Garam-garam asam silikat

6. Penyedap dan penguat rasa serta aroma


Penyedap rasa dan aroma adalah bahan tambahan pangan yang
dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma
(menkes RI, 1988).
14

Tujuan penggunaan :
a. Merubah aroma hasil olahan
b. Modifikasi pelengkap atau penguat aroma
c. Menutupi atau menyembunyikan aroma yang tidak disukai
d. Membentuk aroma baru atau menetralisir bahan pangan
Jenis bahan penyedap
a. Penyedap alami
Penyedap alami berasal dari bumbu, herba dan daun.
Contoh bumbu : merica, kayu manis, pala, jahe dan cengkeh.
Contoh herba (sebangsa rumput) dan daun : sereh, daun
pandan, daun salam, rosemari, oregano, tarragon dan marjoran.
b. Minyak esensial dan turunannya
Minyak esensial dihasilkan dari bagian-bagian tanaman seperti
bunga (minyak neroli), tunas (cengkeh), biji (merica, ketumbar,
adas), buah (limau), dsb.
c. Oleoresin
Dibuat dari proses perkolasi zat pelarut yang bersifat volatil
terhadap bumbu atau herba yang telah digiling
d. Isolat penyedap
Untuk mendapatkan penyedap alami dapat dilakukan isolasi
komponen yang terdapat dalam bahan yaitu dengan memisahkan
masing-masing zat penyedap aroma, contohnya isolasi minyak
esensial tanaman dengan cara destilasi, kristalisasi dan ekstraksi.
e. Penyedap dari sari buah
Sari buah sebagian besar adalah air, mempunyai komponen
aroma asam, warna dan bahan padat seperti gula, pektin dan
mineral.
f. Eksrak tanaman dan hewan
Contoh : ekstrak kopi, coklat, vanili dan sebagainya
g. Penyedap sintesis
Beberapa komponen penyedap sintesis berperan sebagai penguat
aroma pada penyedap alami, contoh asetel dehida. Contoh
15

penyedap sintesis yang memberikan aroma etil butirat atau etil 3


hidroksi butirat dapat memberikan aroma anggur. Sedangkan
contoh bahan aromatik kimia sebagai penyedap yaitu eter, asam,
alkohol, keton, lakton, merkaptan, dll.

7. Pengatur keasaman
Pengatur keasaman merupakan senyawa kima yang bersifat
asam dan merupakan salah satu dari bahan tambahan pangan yang
sengaja ditambahkan ke dalam pangan dengan berbagai tujuan.
Fungsi pengatur keasaman pada makanan adalah untuk
membuat makanan menjadi lebih asam, lebih basa, atau menetralkan
makanan. Pengatur keasaman mungkin ditambahkan langsung ke
dalam makanan, tetapi seringkali terdapat di dalam bahan-bahan
yang digunakan untuk membuat makanan. Beberapa pengatur
keasaman yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan,
diantaranya adalah aluminium amonim/ kalium/ natrium sulfat, asam
laktat, asam sitrat, kalium, dan natrium bikarbonat.

8. Pemutih dan pamatang tepung


Pemutih dan pematang tepung adalah bahan yang dapat
mempercepat proses pemutihan dan sekaligus pematangan tepung
sehingga dapat memperbaiki mutu hasil pemanggangan, misalnya
dalam pembuatan roti, kraker, biskuit, dan kue. Beberapa bahan
pemutih dan pematang tepung yang diizinkan untuk makanan
diantaranya adalah asam askorbat, kalium bromat, natrium stearoil-
2-laktat.
a. Pemutih dan pematang tepung
1) Asam askorbat (vit C)
2) Aseton peroksida
3) Azodikarbonamida
4) Kalsium steroil 2 laktilat, natrium stearil fumarat dan
natrium stroil 2 laktilat
5) L sistein
16

b. Bahan pengeras
1) Aluminium amonium sulfat
2) Aluminium kalium sulfat
3) Kalsium karbonat
4) Kalsium klorida
5) Kalsium sitrat
6) Kalsium fosfat, dll

9. Pengemulsi
Pengemulsi adalah suatu bahan yang dapat mengurangi
kecepatan tegangan permukaan dan tegangan dua fase yang dalam
keadaan normal tidak saling melarutkan, menjadi dapat bercampur
dan selanjutnya dapat membentuk emulsi.
Fungsi dari pengemulsi, pemantap dan pengenatl dalam
makanan adalah untuk memantapkan emulsi dari lemak dan air
sehingga produk tetap stabil, tidak meleleh, tidak terpisah antara
bagian lemak dan air, serta mempunyai tekstur yang kompak. Bahan-
bahan pengemulsi, pemantap dan penstabil yang diizinkan
digunakan dalam makanan diantaranya agar, alginate, dekstrin,
gelatine, gum, karagenan, lesitin, CMC, dan pektin.
Nama Bahan Tambahan Pangan Jenis Bahan Pangan
Agar Es krim, yoghurt, keju olahan,
sardin, kaldu
Amonium alginat Es krim
Asam alginat Sardin, keju
Asetil dipati adipat Yoghurt, kaldu
Asetil dipati gliserol Es krim, sardin, sayur
kalengan, pangan bayi
Dekstrin Es krim, yoghurt, keju, kaldu
Dikalsium fosfat Keju, susu evaporasi, SKM,
krim, susu bubuk
Dinatrium bifosfat Keju
17

10. Pengeras
Pengeras ditambahkan ke dalam makanan untuk membuat
makanan menjadi lebih keras atau mencegah makanan menjadi
lebih lunak. Beberapa bahan pengeras yang diizinkan untuk
makanan diantaranya kalsium glukonat, kalsium klorida, dan
kalsium sulfat.
11. Sekuestran
Sekuestran adalah bahan yang dapat mengikat ion logam pada
makanan sehingga memantapkan warna dan tekstur makanan, atau
mencegah perubahan warna-warna makanan. Beberapa bahan
sekuestrans yang diizinkan untuk makanan di antaranya adalah
asam fosfat, iso propil sitrat, kalsium dinatrium edetat (EDTA),
monokalium fosfat, dan natrium pirofosfat.
12. Enzim dan Penambah gizi.
Enzim yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman atau
mikroba, yang dapat menguraikan komponen pangan tertentu
secara enzimatis, sehingga membuat makanan menjadi lebih
empuk, lebih larut dll. Penambahan gizi yaitu penambahan berupa
asam amino, mineral dan vitamin, baik tunggal maupun campuran
yang dapat meningkatkan nilai gizi makanan. Humektan yaitu BTP
yang dapat menyerap uap air sehingga mempertahankan kadar air
bahan pangan.

2.4 BTP Terlarang Dan Berbahaya


BTP dapat berupa ekstrak bahan alami atau hasil sintesis kimia. Bahan
yang berasal dari alam umumnya tidak berbahaya, sementara BTP artifisial
atau sintetik mempunyai risiko terhadap kesehatan jika disalahgunakan
pemakaiannya. Produsen pangan skala rumah tangga atau industri kecil
memakai Bahan tambahan yang dinyatakan berbahaya bagi kesehatan karena
alasan biaya. Tidak jarang, produk pangan ditambahkan zat yang bukan untuk
makanan tapi untuk industri lain, misalnya untuk tekstil, dan cat. Badan POM
(Pengawas Obat dan Makanan) menemukan banyak produk-produk yang
18

mengandung formalin. Formalin bersifat desinfektan, pembunuh hama, dan


sering dipakai untuk mengaetkan mayat. Pewarna tekstil seperti Rhodamin B
sering pula ditemukan pada kerupuk dan terasi. Mengkonsumsi makanan
yang mengandung formalin atau Rhodamin dapat menyebabkan kerusakan
organ dalam tubuh dan kanker.
Dapat kita ketahui banyak jenis BTP yang dapat digunakan secara legal.
Namun pada kenyataannya masih banyak para produsen makanan yang
menggunakan bahan additive terlarang pada makanan terutama makanan
kecil.
Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan
menurut PerMenkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut :
1. Natrium tetraborat (boraks)
2. Formalin (formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)
4. Kloramfenikol (chlorampenicol)
5. Kalium klorat (pottasium clorate)
6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC)
7. Nitrofuranzon (nitrofuranzone)
8. P-Phenetil Karbamida (p-Phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl
urea)
9. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt)
Sedangkan menurut Menteri Kesehatan RI nomor
1168/Menkes/PER/X/1999, selain bahan tambahan diatas masih ada
tambahan kimia yang dilarang seperti Rhodamin B (Pewarna merah,
methanyl yellow (pewarna kuning), Dulsin (pemanis sintetis) dan kalsium
bromat (pengeras).
Asam borat atau Boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya
yang tidak dizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks
adalah senyawa berbentuk kristal putih, tidak berbau, dan stabil pada suhu
dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida
dan asam borat.
19

Boraks umumnya digunakan untuk mematri logam, pembuatan gelas dan


enamel, sebagai pengawet kayu, dan pembasmi kecoa. Boraks ini sering
disalah gunakan untuk dicampurkan dalam pembuatan baso, tahu, ikan asin,
mie dll.
Boraks bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi
susunan saraf pusat, ginjal dan hati. Jika tertelan dapat menimbulkan
kerusakan pada usus, otak atau ginjal. Kalau digunakan berulang-ulang serta
kumulatif akan tertimbun dalam otak, hati dan jaringan lemak. Asam boraks
ini akan menyerang sistem saraf pusat dan menimbulkan gejala kerusakan
seperti rasa mual, muntah, diare, kejang perut, iritasi kulit dan jaringan lemak,
gangguan peredaran darah, kejang-kejang akibatnya koma, bahkan kematian
dapat terjadi karena ada gangguan sistem sirkulasi darah.
Asam salisilat sering disebut aspirin. Pada aspirin ini adalah analgetik
dan anti-inflamasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa aspirin dapat
mengurangi jumlah asam folat dalam darah, meskipun kepastian perubahan
belum terbukti. Asam salisilat (ortho-Hydroxybenzoik acid) dapat mencegah
terjadinya penjamuran pada buah dan telah digunakan dalam pabrik cuka.
Namun, penggunaan asam salisilat sebagai pengawet makanan seperti yang
diatur Pemerintah Amerika pada tahun 1904 disalahgunakan untuk pengawet
makanan pada produsen-produsen makanan yang nakal.
Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet makanan di
Indonesia. Pasalnya, asam salisilat memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau
tertelan. Bahkan ketika ditambah air, asam salisilat tetap memberikan
gangguan kesehatan pada tubuh karena dapat menyebabkan nyeri, mual, dan
muntah jika tertelan.
Pada sebuah sebuah survei terhadap sup sayuran, disebutkan bahwa sup
sayuran nonorganik mengandung asam salisilat hampir enam kali lipat
ketimbang sup sayuran organik. Kandungan asam salisilat dalam tanaman
secara alami berguna untuk tanaman bertahan dari serangan penyakit. Namun
bila kandungan asam salisilat melebihi dan berlebihan masuk ke dalam tubuh,
maka gangguan kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi pengerasan dinding
pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan.
20

Dietilpirokarbonat (DEP) termasuk di dalam bahan kimia karsinogenik


mengandung unsur kimia C6H10O5 adalah bahan kimia sintetis yg tdk
ditemukan dlm produk-produk alami dan digunakan sebagai pencegah
peragian pada minuman yang mengandung alkohol maupun minuman yang
tidak beralkohol. DEP sering digunakan untuk susu dan produk susu, bir, jus
jeruk dan minuman buah-buahan lain sehingga minuman ini dapat bertahan
lama. DEP apabila masuk ke dalam tubuh dan terakumulasi dalam jangka
panjang, dapat memicu timbulnya kanker.
Dulsin adalah pemanis sintetik yang memiliki ras manis kira-kira 250
kali dari sukrosa atau gula tebu, yang tidak ditemukan pada produk-produk
pemanis alami lainnya. Dulsin telah diusulkan untuk digunakan sebagai
pemanis tiruan. Dulsin ditarik total dari peredaran pada tahun 1954 setelah
dilakukan pengetesan dulsin pada hewan dan menampakkan sifat
karsinogenik yang dapat memicu munculnya kanker.
Formalin merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak
disalahgunakan untuk produk pangan. Zat ini termasuk bahan beracun dan
berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi,
akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat yang terdapat dalam sel
sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang
menyebabkan keracunan pada tubuh. Formalin adalah larutan 37 persen
formaldehida dalam air, yang biasanya mengandung 10 sampai 15 persen
metanol untuk mencegah polimerasi. Formalin dapat dipakai sebagai bahan
anti septik, disenfektan, dan bahan pengawet dalam biologi. Zat ini juga
merupakan anggota paling sederhana dan kelompok aldehid dengan rumus
kimia HCHO.
Kalium bromat (potasium bromat) digunakan untuk memperbaiki tepung
yang dapat mengeraskan kue. Kalium bromat digunakan para pembuat roti
maupun perusahaan pembuat roti untuk membantu proses pembuatan roti
dalam oven dan menciptakan tekstur bentuk yang lebih bagus pada proses
penyelesaian akhir produknya.bila digunakan dalam jumlah kecil, zat ini akan
hilang selama pembakaran atau pemanasan. Bila terlalu banyak
digunakan,sisas kalium bromat akan tetap banyak dalam roti.
21

Kalium bromat dilarang pada beberapa negara karena dianggap sebagai


karsinogen, pemicu kanker. The Centre for Science in teh Public Interest
(CPSI), sebuah lembaga advokasi nutrisi dan kesehatan terkemuka di
Amerika Serikat, mengajukan permohonan kepada food and Drug
Administration (FDA) untuk melarang penggunaan kalium bromat. Di
negara-negara Eropa, Inggris, da Kanada, kalium bromat telah dilarang mulai
1990 an.
Kalium klorat (KClO3) salah satu fungsinya sebagai pemutih, sehingga
sering dimasukkan dalam obat kumur pemutih dan pasata gigi. Sejak tahun
1988, Pemerintah Indonesia sudah melarang penggunaan kalium klorat
sebagai bahan tambahan makanan karena senyawa ini dapat merusak tubuh
bahkan kematian. Jika terpapar dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan
methemoglobinemia (kelainan dalam darah), kerusakan hati dan ginjal, iritasi
pada kulit, mata, dan saluran pernapasan. Bila dimakan bersamaan dengan
produk pangan, kalium klorat dapat menyebabkan iritasi pada saluran
pencernaan, gejalanya mual, muntah dan diare.

2.5 Peraturan Perundang – undangan tentang Bahan Tambahan Makanan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88

TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN


MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :
a. Bahwa makanan yang menggunakan bahan tambahan makanan yang tidak
sesuai dengan ketentuan mempunyai pengaruh langsung terhadap derajat
kesehatan manusia;
b. Bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 235/Menkes/Per/VI/79 tentang
Bahan Tambahan Makanan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
237/Menkes/Per/VI/79 tentang Perubahan Wajib Daftar Makanan dan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 238/Menkes/SJ/VI/79 tentang
Keharusan Menyertakan Sertifikat Analisa Pada Setiap Impor Bahan
22

Tambahan Makanan, sudah tidak lagi memenuhi perkembangan ilmu dan


teknologi sehingga perlu diatur kembali;
c. bahwa setiap orang yang memproduksi makanan untuk diedarkan
menggunakan bahan apapun yang dinyatakan terlarang sebagai bahan
tambahan pangan

Mengingat :
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang Menjadi Undang-
Undang;
b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti
c. Undang-Undang Nomor 11 tahun 1962 tentang Hygiene Untuk Usaha-Usaha
Bagi Umum;
d. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
239/Menkes/Per/V/1985 tentang Zat Warna Tertentu Yang Dinyatakan
sebagai Bahan Berbahaya

Memutuskan dan Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
BAHAN TAMBAHAN MAKANAN
1. Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan
sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan,
mempuyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk
organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan,
pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk
menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung)
suatu komponan yang mempengaruhi sifat khas makanan
2. Nama bahan tambahan makanan adalah nama generik, nama Indonesia atau
nama Inggris.
23

3. Kemasan eceran adalah kemasan berlabel dalam ukuran yang sesuai untuk
konsumen, tidak ditujukan untuk industri pengolahan makanan.
4. Sertifikat analisis adalah keterangan hasil pengujian suatu produk yang
diterbitkan oleh suatu laboratorium penguji yang diakui oleh Departemen
Kesehatan atau produsen untuk yang diimpor.
5. Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan
rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
6. Pemutih dan pematang tepung adalah bahan tambahan makanan yang dapat
mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat
memperbaiki mutu pemanggangan.
7. Pengemulasi, pemantap dan mengental adalah bahan tambahan makanan yang
dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang
homogen pada makanan.
8. Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat
fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang
disebabkan oleh mikroorganisme.
9. Pengeras adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau
mencegah melunaknya makanan.
10. Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau
memberi warna pada makanan.
11. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa adalah bahan tambahan makanan
yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.
12. Sekuestran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam
yang ada dalam makanan.

BAHAN TAMBAHAN YANG DILARANG


Pasal 3
1. Bahan tambahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan makanan
ditetapkan seperti tercantum dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari
peraturan ini.
2. Selain yang disebut pada ayat (1), khusus untuk bahan pewarna yang dilarang
digunakan sebagai bahan tambahan makanan, ditetapkan dengan Peraturan
24

Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Zat Warna Tertentu Yang


Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya.

Pasal 4
1. Bahan yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) dinyatakan sebagai bahan
berbahaya bila digunakan pada makanan.
2. Makanan yang mengandung bahan yang disebut pada ayat (1) dinyatakan
sebagai makanan berbahaya.

2.6 Dalam UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan


BTP diatur dalam Bagian Kedua Pasal 10, 11 dan 12. Pangan yang
diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai BTP yang dinyatakan
terlarang atau melampaui batas maksimal yang ditetapkan. Pemerintah
menetapkan BTP yang dilarang dan atau dapat digunakan, serta ambang batas
maksimalnya (Pasal 10). BTP yang belum diketahui dampaknya bagi
kesehatan manusia wajib terlebih dahulu diperiksa keamanannya, dan
penggunaannya dalam pangan untuk diedarkan dapat dilakukan setelah
mendapat persetujuan Pemerintah(Pasal11).
Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 239/Menkes/ Per/V/1985,
menetapkan 30 zat pewarna tertentu yang dinyatakan berbahaya. Zat pewarna
yang dilarang adalah auramine, alkanet, butter yellow, black 7984, burn
umber, chrysbidine, chrysoine S, citrus red no. 2, chocolate brown FB, fast
red E, fast yellow AB, guinea green B, indanthrene blue RS, magenta, metanil
yellow, oil orange SS, oil orange XO, oil yellow AB, oil yellow OB, orange
G, orange GGN, orange RN, orchil and orcein, ponceau 3R, ponceau SX,
ponceau 6R, rhodamin B,sudan I, scarlet GN, violet 6B.
25

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah senyawa yang sengaja
ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan
teribat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan.
2. BTP secara umum bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi makanan,
memperbaiki nilai estetika dan sensori makanan. Dan memperpanjang
umur simpan (shelf life) makanan.
3. Fungsi BTP berdasarkan yaitu sebagai: Antioksidan; Antikempal;
Pengasam,penetral dan pendapar; Enzim; Pemanis buatan; Pemutih dan
pematang; Penambah gizi; Pengawet; Pengemulsi, pemantap dan
pengental; Pengeras; Pewarna sintetis dan alami; Penyedap rasa dan
aroma, Sekuestran; dll
4. BTP yang dilarang penggunaannya: Boraks, formalin, minyak nabati
yang dibrominasi, dietilpirokarbonat kloramfenikol, kalium klorat,
nitrofurazon, dulcin, asam salisilat dan garamnya.
5. Bahan tambahan berbahaya yang sering digunakan oleh produsen pangan
asal hewan segar sebagau bahan pengawet, antara lain: formalin untuk
karkas ayam dan asam borat (boraks)

25
26

DAFTAR PUSTAKA

Anggrahini, Sri. 2008. Keamanan Pangan Kaitannya dengan Penggunaan Bahan


Tambahan dan Kontaminan. Diakses di :
http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/732_pp0906016.pdf pada tanggal 24
Mei 2013.

Permenkes, Nomor : 722/Menkes/PER/IX/88.http://nuwrrlhiyyaa.blogspot.


com/2013/11/uud-yang-berhubungan-dengan-bahan.html

Puspasari, Karen. 2007. Aplikasi Teknologi Dan Bahan Tambahan Pangan


Untuk Meningkatkan Umur Simpan Mie Basah Matang. Diakses Di:
Http://Repository.Ipb.Ac.Id/Bitstream/Handle/123456789/11791/F07kpu.P
df pada tanggal 24 Mei 2013.

Saparinto, Cahyo dan Hidayati, Diana. 2006. Bahan Tambahan Pangan.


Yogyakarta: Kanisius.

Viana, Aktia. 2012. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Guru Sekolah Dasar
tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan pada
Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011.
Diakses di: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31260 pada
tanggal 25 Mei 2013

Anda mungkin juga menyukai