Oleh :
Kelompok : VI (enam)
Nama : 1. Siti Fauziah (171431029)
2. Syahidah Ash-shoffi (171431030)
3. Syifa Dhea Nisa (171431031)
4. Vivi Ratu A (171431032)
Kelas : 3A – Analis Kimia
Pipet 2 mL filtrat
0.100
0.080
0.060
0.040
0.020
0.000
380 400 420 440 460 480 500 520 540 560 580 600 620 640
Panjang Gelombang (nm)
0.15
0.1
0.05
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
4.3 Pembahasan
Identifikasi senyawa nitrit di dalam sampel produk daging olahan berupa sosis
siap makan menunjukkan hasil yang positif. Sampel direaksikan dengan pereaksi asam
sulfanilat dan senyawa pengkopling naftiletildiamin menghasilkan warna merah muda
setelah didiamkan selama kurang lebih 40 menit. Warna merah muda pada larutan
dapat dilihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3. Hasil identifikasi senyawa nitrit pada sampel
Analisis nitrit pada praktikum ini dilakukan dengan metode Griess secara
spektrofotometri. Ion nitrit yang terkandung dalam sampel direaksikan dengan
senyawa amina primer pada suasana asam sehingga menghasilkan ion
benzenadiazonium yaitu menggunakan asam sulfanilat. Selanjutnya, ion
benzenadiazodium dikoplingkan dengan turunan senyawa benzena, naftalena atau
senyawa heterosiklik yang lain sehingga akan menghasilkan senyawa azo yang
berwarna merah ungu (Habibah dkk., 2018). Pada praktikum kali ini digunakan
Naftiletildiamin (NED) sebagai senyawa pengkopling, sehingga dihasilkan larutan
yang berwarna merah muda.
Terbentuknya senyawa azo yang berwarna merah muda tersebut dipengaruhi
oleh beberapa faktor, seperti pH, temperatur reaksi diazotasi, dan waktu
pengkoplingan. Waktu yang dibutuhkan untuk membentuk senyawa azo tersebut yaitu
40 menit menurut Aydin et al (2005), namun beberapa peneliti mengungkapkan 30
menit dan warna larutan akan stabil setelah 30 menit (Gürkan and Altunay, 2015; Sun
et al., 2003 dalam Habibah et al., 2018).
Setelah senyawa azo terbentuk, selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi
larutan standar dan sampel pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh, yaitu
540 nm. Dilakukan penentuan kurva kalibrasi dengan membuat larutan deret standar
dengan konsentrasi sebesar 0; 1; 1,4; 1,8; 2,2; 2,6; 3,0 ppm. Persamaan linier yang
dihasilkan yaitu y = 0,0754x – 0,0149, R = 0,9903. Absorbansi sampel yang
ditunjukkan oleh alat menunjukkan angka yang melebihi kurva deret standar yaitu 1,04.
Maka dari itu, kami melakukan pengenceran sampel sebanyak 8 kali, sehingga
didapatkan absorbansi sampel sebesar 0,0937. Konsentrasi sampel yang didapatkan
setelah dihitung yaitu 11,52 ppm.
Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, kadar nitrit dalam sampel masih
memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh Permenkes nomor
1168/Menkes/Per/X/1999, yaitu sebesar 125 mg/kg, sehingga kadar senyawa nitrit
dalam produk olahan ini masih dalam ambang batas. Acceptable Daily Intake (ADI)
senyawa nitrit telah dibatasi hingga 0,06 mg/kg BB per hari (Gürkan and Altunay,
2015) karena konsumsi sosis atau jenis daging olahan lain yang memiliki kadar nitrit
berlebih berbahaya bagi kesehatan. Kelebihan konsentrasi nitrit dalam tubuh dapat
menyebabkan toksisitas akut maupun kronik. Toksisitas kronik ini dapat memicu
timbulnya senyawa nitrosamin yang bersifat teratogenik hingga karsinogenik (Habibah
et al., 2018). Oleh karena itu identifikasi keberadaan nitrit dalam bahan pangan
hendaknya menjadi perhatian instansi terkait dan dapat dilakukan secara berkala demi
menjamin keamanan bahan pangan yang beredar di masyarakat.
BAB V
KESIMPULAN